Anda di halaman 1dari 16

Oleh : Dr H. Adi Setyawan Prianto Sp.OG KFER.

SUB DIVISI FERTILITAS DAN ENDOKRINOLOGI REPRODUKSI LABORATORIUM OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FKIK UNSOED / RSUD PROF Dr MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO 2011

Siklus menstrual ditentukan oleh kecepatan dan kualitas pertumbuhan dan perkembangan folikel. dan siklus normal tiap wanita bervariasi. Panjang siklus terpendek pada usia akhir 30-an tahun, yang ditandai peningkatan FSH dan penurunan Inhibin. Hal ini ditandai adanya percepatan pertumbuhan folikel, namun pada saat yang sama jumlah folikel per siklus lebih sedikit.

2-4 tahun menjelang menopause, siklus memanjang lagi. 10-15 tahun pra- menopause, terdapat percepatan kehilangan folikel. Pada usia 27 38 tahun, jumlah total folikel kira-kira 25.000. Variasi panjang dan volume siklus menstrual adal;ah umum terjadi pada usia reproduktif ekstrim, yaitu: Menarche secara tipikal selama 5 7 tahun memiliki siklus panjang , yang secara bertahap akan
memendek dan akhirnya menjadi reguler. awal masa remaja dan beberapa tahun menjelang menopause. Prevalensi siklus anovulatoar tertinggi pada wanita < 20 tahun dan > 40 tahun.

Secara umum, variasi panjang siklus menstruasi merefleksikan perbedaan fase folikuler siklus ovarial. Wanita dengan siklus 25 hari, maka akan ovulasi pada hari ke 10 -12 , sedangkan Sedangkan usia 25 35 tahun,
siklus 35 hari akan berovulasi pada 10 hari kemudian. Wanita usia 25 tahun, > 40 % memiliki siklus antara 25 28 hari, > 60%.

Selama fase folikuler terjadi peristiwa sekuensial untuk menjamin sejumlah folikel yang siap berovulasi. Pada ovarium manusia, hasil akhir dari perkembangan folikel, biasanya hanya 1 folikel matang yang
survival. Proses ini berlangsung dalam rentang waktu 10 14 hari, sebagai representasi dari efek hormon, serta efek autokrin-parakrin didalam folikel.

FOLIKEL PRIMORDIAL :
Primordial germ cell berasal dari endoderm yolk sac, allantois dan hindgut embryo, dan saat usia
kehamilan 5 6 minggu migrasi ke genital ridge. Terjadi multiplikasi mitosis germ cell dimulai usia 6 -8 minggu, dan saat usia 16 -20 minggu, tercapai jumlah maksimum oosit yaitu 6 - 7 juta pada kedua ovariumnya. Folikel primordial tidak tumbuh dan hanya berisi oosit, arrested pada stage diplotene dari meiotik prophase, dimana dikelilingi hanya satu lapis sel-sel granulosa.

Setelah jumlahnya mencapai jenuh, folikel mengalami atresia dalam proses yang fisiologis. Pertumbuhan dan atresia ini tidak dipengaruhi oleh kehamilan, ovulasi atau periode anovulasi. Kecepatan hi;angnya oosit paling tinggi sesaat sebelum kelahiran, yaitu dari 6-7 juta menjadi 2 juta saat
lahir dan hanya 300.000 saat pubertas. Dari reservoar inilah, kira-kira 400 folikel akan diovulasikan sepanjang hidup reproduktif seorang wanita.

Folikel yang berbakat akan menjadi berovulasi, direkruitmen dalam beberapa hari pada tiap siklus. Pertumbuhan folikel akan terjadi sepanjang waktu dari siklus menstruasi, namun folikel yang berovulasi
akan direkruitmen mulai saat fase transisi luteal-folikuler.

Waktu yang dibutuhkan guna mencapai preovulatori kira-kira 85 hari. Sebagian besar waktunya, respon
rekriutmen ini tidak melibatkan regulasi hormonal. Folikel-folikel kohort ini akan mengalami atresia, kecuali folikel yang di rescue oleh hormon follicle-stimulating hormone (FSH).

Folikel folikel akan terus berkembang dengan diameter 2-5 mm sebagai respon terhadap FSH.
Oleh karena itu, peningkatan FSH merupakan critical factor guna merescue folikel kohort dari atresia.

Sekali pertumbuhan dipacu, maka folikel akan mengalami progresiff menjadi stage preantral, dimana
oosit mengalami pembesaran dan dikelilingi selapis membran yang disebut dengan zona pellusida. Kemudian, sel-sel granulosa mengalami proliferasi multilayer membentuk lapisan teka yang berasal dari pengorganisasian sekitar stroma. Pertumbuhan ini tergantung pada hormon gonadotropin dan berkorelaqsi dengan peningkatan kadar estrogen.

Sel-sel granulosa folikel preantral memiliki kemampuan mensintesa hormon-hormon steroid,


yaitu lebih banyak produksi estrogen daripada androgen maupun progestin. Sistem enzim aromatase bekerja mengkonversi androgen menjadi estrogen dan menjadi faktor pembatas produksi estrogen itu sendiri. Aromatisasi diinduksi atau diaktivasi melalui kerja FSH. Perlekatan FSH pada reseptornya akan mengaktivasi adenilat siklase yang memediasi sinyal, kemudian diikuti ekspresi multipel mRNAs, yang berfungsi mengkode produksi protein, serta bertanggung jawab terhadap proliferasi sel, diferensiasi dam fungsi.

Oleh karena itu, FSH bekerja, baik dengan cara menginisiasi steroidogenesis (produksi estrogen)
di sel-sel granulosa, maupun menstimulasi pertumbuhan sel-sel granulosa itu sendiri.

Aromatisasi

Estrogen

Androgen

Inhibisi

5 reduksi

5- androgen

Akumulasi cairan folikuler, menyediakan sebagai suatu cara antara oosit dan sel-sel granulosa dapat
berkomunikasi di dalam lingkungan endokrin yang spesifik. Sel-sel granulosa ini disebut cumulus oophorus.

Diferensiasi sel-sel cummulus ini dipercaya sebagai respon dari sinyal yang berasal dari oosit. Cairan folikuler, kaya akan hormon, growth factors, dan sitokin, menyediakan suatu milieu yang
diperlukan untuk maturasi dan pertumbuhan oosit dan sel-sel sekelilingnya.

Adanya FSH, estrogen menjadi substansi yang dominan didalam cairan folikel. Sebaliknya, tidak ada FSH, maka androgen menjadi dominan. LH secara normal tidak ada dalam cairan folikel sampai midcycle. Jika LH secara prematur meningkat di plasma dan cairan antral, maka aktivitas mitosis granulosa
menurun, terjadi degenerasi, serta kadar androgen intrafolikuler meningkat. Dengan demikian, dominasi estrogen dan FSH adalah esensial guna mempertahankan akumulasi sel-sel granulosa dan keberlangsungan pertumbuhan folikel. Stadium folikel antral memiliki tingkat proliferasi terbesar disertai kadar estrogen tertinggi, dan merupakan rumah (house ) oosit yang paling sehat. Pada milieu yang androgenik, antagonis proliferasi granulosa, akan mengakibatkan perubahan degeneratif oosit.

Sintesis hormon steroid secara fungsional, folikel terbagi per kompartemen;


disebut the two-cell system.

Aktivitas aromatase banyak terjadi di sel-sel granulosa daripada di sel-sel teka. Reseptor LH ditemukan hanya di sel-sel teka, sedangkan reseptor FSH hanya ada di sel-sel granulosa.
Sel-sel interstitial teka, lokasi di teka interna, mempunyai kira-kira 20.000 reseptor LH di membran selnya. Sebagai respon terhadap LH, maka jaringan teka akan terstimulasi untuk menghasilkan androgen, yang kemudian akan dikonversi menjadi estrogen melalui aromatisasi yang diinduksi FSH di sel-sel granulosa.

Seiring perkembangan folikel, sel-sel teka memulai mengekspresikan gena-gena reseptor LH, yaitu Dengan demikian, steroidogenesis ovarian adalah LH-dependent. HDL-lipoprotein di sel-sel granulosa pasca luteinisasi dan vaskularisasi pada post-ovulasi,
akan mengalami esterifikasi bukan internalisasi. P450scc, serta 3-hydrxysteroid dehydrogenase. Kolesterol masuk kedalam mitokondria (atas pengaruh LH), yaitu internalization LDL-cholesterol.

Pekembangan selanjutnya dari folikel, ditandai sel-sel teka mengekspresikan P450c17,


yaitu mengkonversi 21-carbon substrat menjadi androgen. Keberadaan P450c17 hanya ada di sel-sel teka, sedangkan P450 arom hanya ada di sel-sel granulosa, sebagai bukti yang kuat guna mengkonfirmasi the two cells,two gonadotropin didalam rangka untuk menjelaskan proses produksi estrogen.

Sel Teka
Kolesterol

LH

cAMP

Androstenedione

Testosterone

Sel Granulosa
Androstenedione Testosterone

FSH

cAMP

Aromatisasi

Estrone

Estradiol

Keberhasilan konversi menjadi folikel dominan, menandai proses seleksi hanya satu folikel
yang akan berovulasi. Proses seleksi ini akibat pengaruh estrogen, dengan 2 cara : (1). Interaksi lokal antara estrogen dan FSH, dan (2). Efek estrogen terhadap sekresi FSH di hipofise.

Estrogen mendorong pengaruh umpan balik positif terhadap FSH dalam maturasi folikel, serta
umpan balik negatif terhadap FSH pada tingkat hipothalamik-hipofise untuk mengeliminasi dukungan gonadotropin pada folikel-folikel lain menjadi atresia, yang dikenal sebagai apoptosis, programmed cell death. Apoptosis merupakan proses fisiologis, berbeda dengan pathologic cell death dari nekrosis.

Di dalam rangka merespon ovulatory surge dan juga keberhasilan pembentukan korpus luteum,
maka sel-sel granulosa harus menerima reseptor LH. FSH akan menginduksi reseptor LH di sel- sel granulosa pada folikel antral besar.

Peningkatan GnRH pada LH surge, mengindikasikan

bahwa sistem umpan balik positif estrogen bekerja

pada tingkat hipofise. Estrogen juga memilki efek inhibisi baik pada tingkat hipothalamus maupun hipofise anterior, yang akan menyebabkan penurunan sekresi pulsasi GnRH dan respon GnRH pada hipofise. Progesterone juga berefek pada kedua tempat di atas, yaitu efek inhibisi pada tingkat hipothalamus dan efek positif pada tingkat hipofise. Berdasarkan hasil penelitian, dibuktikan bahwa umpan balik negatif estrogen terhadap LH terjadi pada tingkat hipothalamus. Pada dosis rendah estrogen, akan berefek negatif terhadap LH, akan tetapi pada kadar yang lebih tinggi, estrogen mampu memberikan efek umpan balik positif terhadap pelepasan LH.

Transisi dari proses supresi menjadi stimulasi pelepasan LH terjadi sebagaimana estrogen
kadarnya meningkat selama fase midfolikuler. Terdapat 2 cara mekanisme-nya, yakni : (1). Konsentrasi estradiol, (2). Lamanya paparan estrogen yang terus berlangsung. Pada wanita, kadar estrogen yang dibutuhkan untuk umpan balik positi > 200 pg/ml, dan kadar ini terus dipertahankan selama 50 jam, dan akan terjadi saat diameter folikel 15 mm.

Frekwensi pulsasi GnRH akan berubah saat fase luteal, berkorelasi dengan lamanya paparan progesteron,
dimana akan terjadi perubahan amplitudo GnRH. Efek inhibisi fase luteal dari hormon steroid nampaknya dimediasi adanya peningkatan kadar endogenous Opioid hipothalamus. Baik estrogen maupun progesteron dapat meningkatkan opioid endogen,

Sedangkan pemberian clomiphen citrate ( antagonis estrogen) selama fase luteal, akan
meningkatkan frekwensi LH, tetapi bukan amplitudonya (FSH). Disamping itu, estrogen nampaknya dapat memacu efek stimulasi progesteron pada fase luteal pada kerja opioid endogen, sehingga pada fase luteal relatif tinggi kadar opiod endogen. Pada siklus menstruasi normal, dibutuhkan aktivitas opioid hipothalamik dengan kadar tinggi (yaitu saat midcycle dan fase luteal), serta kadarnya rendah ( saat menses).

Terdapat ritme diurnal dari sekresi FSH dan LH. Berbeda dengan peningkatan nokturnal pada ACTH, Thyroid Stimulating Hormone (TSH);
Growth Hormone, serta Prolaktin, maka FSH dan LH akan menurun nokturnal. Kemungkinan disebabkan opioid endogen.

Dengan perhitungan akurat, ovulasi terjadi kira-kira 10 - 12 jam pasca LH peak,


dan 24 - 36 jam pasca kadar estradiol tertinggi. Awitan LH surge nampaknya merupakan indikator yang paling terpercaya adanya impending ovulasi, yaitu terjadi 34 - 36 jam sebelum folikel ruptur. Batasan minimal kadar LH harus dipertahankan untuk selama 14 - 27 jam didalam rangka maturasi sempurna oosit. Namun, umumnya berlangsung 48 - 50 jam.

Berdasarkan data dari Program Bayi Tabung, terdapat data yang menarik.
LH surge cenderung terjadi pada jam 03.00 pagi, yaitu antara tengah malam sampai jam 08.00 pagi.

Berdasarkan hasil riset bahwa, ovulasi terjadi lebih sering (55%) pada ovarium kanan dibandingkan kiri,
dimana oosit yang berasal dari kanan memiliki peluang lebih besar untuk hamil.

LH surge akan menginisiasi resumption meiosis oosit (dimana meiosis belumlah selesai

sebelum sperma bisa masuk, serta polar body II dilepaskan). Yaitu terjadi luteinisasi sel-sel granulosa dan berproduksinya progesteron, ekspansi cumulus, serta sintesis prostaglandin dan eicosanoids lainnya guna merupturkan folikel. Maturasi prematur oosit dan luteinisasi dicegah oleh keberadaan dari faktor-faktor lokal.

Sebelum terjadi ruptur folikel dan pelepasan ovum, maka sel-sel granulosa mulai meningkat
ukurannya dan nampak bervakuola yang berisi akumulasi pigmen kuning, lutein, sehingga disebut Proses luteinisasi dan secara anatomis disebut korpus luteum.

Selama 3 hari pasca ovulasi, sel-sel granulosa tetap masih membesar Pada hari 8 - 9 pasca ovulasi, terjadi vaskularisasi maksimal yang disertai dengan naiknya
kadar progesteron dan estradiol di dalam darah.

Salah satu fase luteal normal adalah mempersiapkan perkembangan folikel preovulasi untuk
siklus haid yang akan datang.

Anda mungkin juga menyukai