Anda di halaman 1dari 2

Setelah kejadian yang tidak diinginkan menimpaku dan sahabatku, persahabatan antara kami putus.

Nasib baik emang nggak memihak padaku siang itu. Ayahku melihat sahabatku Dini bercumbu dengan kekasihnya di depan rumahku. Aku nggak bisa mencegahnya karena aku nggak sanggup untuk melakukannya. Pokoknya ayah tidak mau Qasya bergaul dengan dia lagi!! ucap ayah dengan nada yang nyaring padaku. Kalau Qasya masih berteman dengan dia, ayah akan pindahkan Qasya dari sekolah. Pindah ke sekolah di dekat rumah nenek sambungnya dengan nada marah. Sudah, Ayah bujuk bunda dengan nada yang lembut. Ayah tidak mau Qasya jadi seperti dia! Ayah sudah sekolahkan Qasya sampai setinggi ini. Cuma gara-gara nila setitik, rusak susu sebelangga. Nanti Qasya menyesal! MENYESAL! Qasya tidak tahan dengan suara ayahnya yang bisa saja memecahkan rumah siput di telinganya. Qasya menangis tersedu-sedu. Dia tidak bisa menahan anak-anak air matanya untuk merosot turun dari kelopak mata. Nggak ada yang perlu Qasya tangisin! Temen kayak dia mesti Qasya jauhin! Dia akan merusak moral dan perilaku Qasya yang telah Qasya bina selama ini mengikut ajaran agama Islam. Ayah tidak mau anak ayah hancur Cuma gara-gara seorang teman! TapiAyahdia itu sahabat Qasya ucap Qasya dengan nada lirih sambil menahan tangisnya. Bunda mendekap erat tubuh Qasya yang kedinginan akibat keringatnya sendiri. Yang namanya sahabat, nggak akan melakukan hal menjijikkan itu di depan rumah! Apalagi di depan rumah kamu sendiri! Persetan dengan persahabatan! Ayah bisa mencarikan kamu seribu sahabat yang lebih baik dari dia. Ayah nggak mau Qasya ancur! ucap ayah nyaring. Ya AllahQasya tolong nakjangan kecewakan ayah Qasya janji sama ayah dan bunda yang Qasya tidak akan ikut-ikutan dengan dia. Tapi tolong jangan pindahkan Qasya dari sekolah lirih Qasya sedih. TIDAK! Pokoknya kamu harus pindah! Nggak ada kata-kata lagi. TITIK! Kemudian ayah pergi meninggalkan Qasya yang masih menangis tersedu-sedu. Bunda melepaskan pelukannya lalu menyusul ayah. Qasya beranjak meninggalkan ruang adilan untuknya. Kakak perempuannya menyusulnya sedangkan kedua abangnya hanya bisa terdiam.

Kakaknya mendekap Qasya dari belakang. Qasya membalikkan tubuhnya lalu memeluk erat kakaknya, Tasya. Tasya membantu Qasya berjalan menuju kamar tidur mereka. Kakaku nggak tau mesti gimana. Aku udah mengecewakan ayah dan bunda. Aku berdoa, Kak Qasya, kamu isthirahat ya! Besok, kita omongin lagi masalah ini. Biar otak kamu dingin dulu, ya! Qasya merebahkan tubuhnya di atas kasur. Tidak sampai semenit, dia langsung terlelap menuju alam sadarnya. Qasya, kamu nggak usah sekolah hari ini! Ayah tidak akan memindahkan kamu, tapi selama seminggu ini kamu tidak boleh sekolah! ucap ayah pagi-pagi buta sewaktu Qasya sedang makan roti panggang buatan bundanya. Qasya mengangguk lalu meneruskan makannya. Tasya, Luki dan Erland bersalaman dengan ayah dan bunda meminta doa restu untuk berangkat sekolah. Tasya adalah mahasiswi kedokteran di Universitas Indonesia sedangkan Luki dan Erland adalah mahasiswa ekonomi di Universitas Trisakti. Mereka bertiga sangat menyayangi Qasya. Bukan karena Qasya anak bungsu, tapi karena kelembutan hati Qasya dan perilakunya yang solehah. Tasya mengedipkan matanya dan mengelus-elus kepala Tasya, sedangkan Luki dan Erland menepuk pundak Qasya dengan lembut. Seminggu berlalu dan tibalah hari disaat Qasya harus bersekolah. Qasya, kemana aja? Tanya Dadang, sahabat cowok yang Qasya punya. Aku sakit. Demam jawab Qasya singkat. Nggak mungkin banget kalau Qasya harus menceritakan semua kisah mengiris hati yang dia alami pada Dadang sahabatnya yang kurang upaya itu. Gue aja yang kagak punya kaki sebelah, masih bisa ke sekolah sindirnya halus. Kenapa? Ada masalah ya? sambungnya. Hah? Masalah?! Enggakenggak ada kok Nggak usah sok rahasia-rahasiaan gitu lah sama gue. Kita itu udah dua tahun sahabatan Tiba-tiba Dini lewat dan menabrak pundak Qasya yang lemah.

Anda mungkin juga menyukai