Anda di halaman 1dari 8

Risiko Pemberian Susu Formula Pada Bayi Usia 0-12 bulan

oleh Sesama Mamaperah pada 30 Juni 2011 jam 17:40 1. Meningkatkan risiko infeksi karena susu formula tercemar Sebuah laporan dari kasusmerebaknya wabah Enterobacter sakazakii di AS di sebuah pusat perawatan bayi baru lahir, mencatat kematian seorang bayi berusia 20 hari yang mengalami demam, tachycardia (denyut jantung lebih cepat), menurunnya aliran darah dan kejang pada usia 11 hari. Kultur E. Sakazakii di temukan dari pemeriksaan cairan sumsum tulang belakang dan kumannya terlacak ada pada susu bubuk formula tercemar yang dipakai oleh unit perawatan intensif neonatal tersebut. (Weir E, Powdered infant formula and fatal infection with Enterobacter sakazakii. CMAJ 166, 2002)

Wabah necrotizing enterocolitis (NEC) di Belgia terlacak terdapat pada susu formula bayi yang tercemar Enterobacter sakazakii. Sejumlah 12 bayi menderita NEC selama wabah tersebut dan dua bayi (bayi kembar laki-laki) meninggal. (Van Acker J, de Sme F, Muyldermans G, Bougatef A, Naessens A, Lauwers S. Outbreak of necritizing enterocolitis associated with Enterobacter sakazakii in powdered infant formula. J Clin Microbiol 39: 293-297, 2001) . 2. Meningkatkan risiko alergi Anak-anak di Finlandia semakin lama diberi ASI akan smakin rendah menderita penyakit alergi , penyakit kulit (eczema), alergi makanan dan alergi saluran nafas. Saat mencapai 17 tahun, kejadian alergi saluran nafas pada remaja yang hanya diberi ASI sebentar waktu bayi adalah 65%, dan baaagi yang diberi ASI terlama saat bayi angkanya menjadi 42%. (Soarinen, UW, Kajosari M. Breastfeeding as a prophylactic against atopic disease. Prospective follow up study until 17 years old. Lancet 346:1065-1069, 1995)

Sebuah penelitian prospektif Longitudinal yang melibatkan 1.246 bayi sehat di Arizona, AS bertujuan untuk menentukan adanya hubungan antara pemberian ASI dan kejadian kesulitan bernafas (mengi) saat ini. Hasilnya menunjukkan bahwa anak-anak tanpa atopy di usia enam tahun, yang tidak diberikan ASI waktu bayi, memiliki risiko tiga kali lebih besar untuk menderita kesulitan bernafas (mengi) saat sekarang. (Wright AL, Holberg CJ,

Taussig LM, Martinez FD, Relationship of infant feeding to recurrent wheezing at age 6 years. Arch pediatr Adolesc Med 149:758-763, 1995)

Penelitian lain terhadap bayi-bayi dengan ibu yang mempunyai riwayat alergi pernafasan atau asma dilakukan pemeriksaan untuk kasus-kasus penyakit alergi kulit dalam usia satu tahun pertamanya. Dilakukan peeriksaan terhadap 76 anak di belanda dengan penyakit alergi kulit dan 228 anank tanpa penyakit alergi kulit. Hasilnya menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif hanya 3 bulan pertama saja terbukti memiliki efek perlindungan terhadap penyakit kulit. (Kerkhof M, Koopman LP van Strien RT, et al. Risk Factorsfor atopic dermatitis in infants at high risk of allergy: the PIAMA study. Clin Exp Allergy 33: 1336-1341, 2003). . 3. Mengurangi kecerdasan Sejumlah 3.880 anak Australia diikuti sejak lahir untuk menentukan pola pemberian ASI dan perkembangan kognitif anak selanjutnya. Anak-anak yang mendapat ASI selama enam bulan atau lebih mendapat skor 8,2 poin lebih tinggi untuk anak perempuan dan 5,8 poin lebih tinggi untuk anak laki-laki dalam test kosa kata, dibandingkan dengan anakanak yang tidak pernah diberi ASI. (Quinn PJ, OCallagan M, Williams GM, Anderson MJ, Bo W. the effect of breastfeeding on child dev. At 5 years: acohort study. J Paediatr Child health 37:465-469, 2001)

Anak usia sekolah (439) yang mempunyai berat badan lahir kurang dari 1.500 gr dan lahir di AS antara tahun 1991 dan 1993 diberikan berbagai test kecerdasan. Bayi-bayi dengan berat lahir sangat rendah yang tidak diberi ASIternyta mendapat skors yang lebih rendahdalam semua fungsi intelektual, kemampuan verbal, kemampuan verbal-spasial dan visual motorik dibandingkan bayi-bayi yang diberi ASI. (Smith MM, Durkin M, Hinton VJ, Bellinger D, Kuhn L. influence of breastfeeding on cognitive outcomes at age 6-8 follow-up of very low-birth-weight infant. Am J Epidemiol 158: 1075-1082, 2003)

Untuk menentukan pengaruh pemberian ASI eksklusif terhadap perkembangan kognitif dari bayi kecil untuk masa kehamilan, dilakukan penelitian yang berpusat di AS dan melibatkan 220 bayi, dengan menggunakan skala tumbuh kembang Bayi Bayley pada usia 13 bulan, dan test kecerdasan Wechler untuk usia pra skolah dan sekolah dasar untuk usia lima tahun. Para peneliti menyimpulkan bahwa pemberian ASI secara eksklusif (tanpa mkanan/minuman lain) kepada bayi kecil untuk masa kehamilan memberikan keuntungan yang signifikan bagi perkembangan kognitifnya tanpa mengorbankan pertumbuhannya. (Rao MR, Hediger ML, Levine RJ, Nancy AB, Vik T. effect of

breastfeeding on cognitive development of infants born small for gestational age. Arch Pediar Adolesc 156:651-655, 2002)

Keuntungan pemberian ASI memiliki potensi jangka panjang dalam kehidupan seseorang melalui pengaruhnya pada perkembangan kognitif dan pendidikan masa kanak-kanak, disimpulkan dari penelitian di inggris ini. Analisa regresi dipakai untuk menentukan bahwa pemberian ASI secara signifikan dan positif berhubungan dengan tingkat pendidikan yang dicapai pada usia 26 tahun, dan juga kemampuan kognitif pada usia 53 tahun. (Richards M, Hardy R, Wodsworth ME. Long-term affects of breast-feeding in a national cohort: educational attainment and midlife cognition fuction. Publ Health Nur 5 : 631-635, 2002) . 4. Meningkatkan risiko kanker Tidak mendapatkan ASI diketahui meningkatkan risiko terkena kanker. Penelitian terbaru ini menemukan kerusakan genetik tingkat signifikan pada bayi berusia 9 sampai 12 bulan yang tidak diberi ASI. Para penulis berspekulasi bahwa hal ini mungkin berperan pada perkembangan kanker di masa kanak-kanak atau dimasa depannya. (Dundaroz R, Aydin HA, Ulucan H, Baltac V, Denli M, Gokcay E. Preliminaru study on DNA in non-breastfed infants. Ped Internal 44: 127-130, 2002)

Oenelitian kanker masa kanak-kanak inggris meneliti 3.500 kasus kanker pada masa kanak-kanak dan hubungannya dengan pemberian ASI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada penurunan kecil pada kasus leukimia dan segala jenis kanker, apabila bayi pernah diberi ASI. (UK Childhood Cancer Investigators. Breastfeeding and childhood cancer. Br J Cance 85: 1685-1694,2001)

Study kasus terkontrol di Uni Emirat Arab meneliti 117 kasus leukemia lymfosit akut dan 117 anggota kelompok control. Mereka menemukan bahwa masa pemberian ASI pada bayi yang menderita leukemia lebih pendek secara signifikan daripada bayi yang berada pada kelompok control. Mereka menyimpulkan bahwa masa pemberian ASI selama enam bulan atau lebih mungkin melindungi anak dari leukemia akut dan kanker kelenjar getah bening (limfoma) di masa kanak-kanak. (Bener A, Denic S, Galadari S. Longer Breastfeeding and protection against childhood leukaemia and lympomas. Eur J Cancer 37:238, 2001)

. 5. Meningkatkan risiko kencing manis Terlalu awal mengenalkan susu formula, makanan pada dan susu sapi adalah factor yang terbukti meningkatkan kejadian kencing manis (diabetes) tipe I di masa depannya. Dilakukan perbandingan antara anak-anak Swedia (517) dan Lithuania (286) berusia 0 15 Tahun yang didiagnosa terkena kencing manis (diabebetes) tipe I dengan kelompok control. Hasilnya menunjukan bahwa pemberian ASI secara eksklusif lebih dari lima bulan dan total waktu pemberian ASI selama lebih dari tujuh atau sembilan bulan dapat melindungi dari kencing manis (diabetes). (Sadauskaite-kuehne V, Ludvigsson J, Padaiga Z, Jasinskiene E, Samuel U. Longer breastfeedig is an independent protective factor against development of type 1 diabetes militus in childhood. Diabete metab res rev. 20:150-157,2004)

Untuk menentukan hubungan antara konsumsi susu sapi (susu formula berbahan dasar susu sapi) dan perkembangan reaksi antibody pada protein susu sapi, para peneliti Italia mengukur reaksi antibody dari 16 bayi yang diberi ASI dan 12 bayi yang diberi susu sapi pada usia di bawah empat bulan. Bayi yang diberi susu sapi mengalami peningkatan antibody beta-casein ketika dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI. Para peneliti menyimpulkan bahwa pemberian ASI selama empat bulan pertama mencegah produksi antibody dan bisa memiliki efek pencegah pada perkembangan kencing manis (diabetes) tipe 1. (Monetini L, Cavallo MG, Bizzani C, Marietti G, Curro V, Carvoni M, Pozzilli P. IMDIAB Group. Bovine beta-casein antibodies in breast-and bottle-fed infants : their relevance in type 1 diabetes. Hotmone metab res 34:455-459, 2002)

Pada penelitian kasus terkontrol, 42 pasien kencing manis tipe 2 asli Kanada dibandingkan dengan 92 anggota kelompok control. Factor-faktor risiko sebelum dan sesudah kelahiran dibandingkan. Pemberian ASI terbukti mengurangi risiko kencing manis (diabetes) tipe II. (young TK, et al. Flett B. Type 2 Diabetes mellitus in children : prenatal and early infancy risk factors among native Canadians. Arch Prdiatr adolesc. Med 156: 651-655, 2002) . 6. Meningkatkan risiko asma Sebuah penelitian yang melibatkan 2.184 anak yang dilakukan oleh rumah sakit khusus anak di toronto menemukan bahwa resiko asma dan kesulitan bernafas sekitar 50% lebih tinggi jika bayi diberi susu formula dibandingkan dengan bayi yang diberikan ASI selama sembilan bulan atau lebih. (Dell S, To T. Breastfeeding and asthma in Young Children. Arch. Peiatr Adolsc Med 155:1261-1265, 200)

Penelitian di Australia barat yang melakukan pengamatan pada 2.602 anak untuk mempelajari timbulnya asma dan kesulitan bernafas pada anank-anak diusia 6 tahun . tidak memberikan ASI meningkatkan resiko sebesar 40% dibandingkan dengan bayi yang diberikan ASI secara eksklusif selama enam bulan. Para penulis merekomendasikan pemberian ASI eksklusif minimal 4 bulan untuk menurunkan risiko asma. (Oddy WH, Peat JK, de Klerk NH. Maternal asthma, infant feeding, and the risk for asthma in childhood. J. Allergy Clinic Immunol. 110:65-67,2002)

Para peneliti meninjau kembali 29 penelitian yang mengevaluasi efek perlindungan dari pemberian ASI terhadap asma dan penyakit alergi lain..sesudah memberikan kretaria yang ketat untuk penilaian, 15 penelitian masuk dalam pengkajian ini. Kelima belas penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian ASI memberikan efek melindungi terhadap asma dan penyakit alergi lain (dan sebaliknya pemberian susu formula meningkatkan resiko tersebut). Mereka menyimpulkan bahwa semua penelitian memberikan bukti-bukti jelas dan konsisten bahwa memberikan ASI melindungi bayi dari asma dan penyakit alergi lain. (Oddy WH, Peat JK. Breastfeeding, Asthma, and Atopic Disease: An Epidimiological Review of the Literature. J.Hum Lact 19:250-261,2003) . 7. Meningkatkan risiko gangguan pernafasan akut Sejumlah sumber digunakan untuk meneliti hubungan antara pemberian ASI dan risiko anak dirawat inap di rumah sakit karena penyakit saluran pernafasan bawah pada bayi sehat yang lahir cukup umur yang punya akses pada fasilitas-fasilitas kesehatan yang memadai. Analisa data menyimpulkan bahwa di Negara-negara maju, bayi-bayi yang di beri susu formula mengalami penyakit saluran pernafasan tiga kali lebih parah dan memerlukan rawat inap di rumah sakit, dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI secara eksklusif selama enam bulan. (Bachrach VRG, Schwarz E, Bachrach LR, Beastfeeding and the risk of hospitalization for respiratory disease in infancy. Arch Pediatr Adolesc Med 157:237243, 2003)

Untuk menentukan factor resiko yang bisa diubah untuk infeksi saluran pernafasan bawah pada anak-anak kecil, penelitian yang berpusat di rumah sakit di India membandingkan 201 kasus dengan 311 kontrol. Kurangnya pemberian ASI adalah salah satu dari factor resiko kunci yang bisa diubah untuk infeksi saluran pernafasan bawah pada anak balita. (Broor S, Pandey RM, Ghosh M, Maltreyl RS, Lodha R, Singhal T,

Kabra SK. Risk factors for severe acute lower respiratory tract infection in under-five children. Indian pediatr 38: 1361-1369, 2001) . 8. Meningkatkan risiko penyakit menahun Satu penelitian peninjauan kembali terhadap praktik pemberian makanan pada bayi di kaitkan dengan penyakit menahun pada anak menunjukan adanya peningkatan risiko penyakit diabetes tipe I, penyakit celiac (usus besar), beberapa kanker di masa kanak-kanak dan penyakit infeksi usus besar lainnya bagi anak-anak yang diberi makanan formula. *Davis MK. Breatfeeding and chronic desease and adolescence. Pediat Clin Nort Amer 48:125-141, 2001)

Penyakit celiac kemungkinan besar terjadi dipicu oleh reaksi auto imun ketika seorang bayi dipaparkan dengan makanan yang mengandung protein gluten. Untuk meniliti pengaruh pemberian ASI pada reaksi ini, Ivarsson dan tim penelitinya meneliti pola pemberian ASI dari 627 anak penderita penyakit celiac dan 1.254 anak sehat, untuk melihat pengaruh pemberian ASI selama anak diperkenalkan dengan makanan yang mengandung gluten dengan terjadinya penyakit celiac.

Penurunan resiko terjadinya penyakit celiac sebesar 40% yang mengagumkan ditemukan pada usia dua tahun atau kurang, di antara anak-anak yang mendapat ASI pada waktu diperkenalkan pada makanan yang mengandung gluten. Para penulis mencatat bahwa pengaruhnya bahkan lebih baik terlihat lagi pada bayi yang terus diberi ASI sesudah makanan yang mengandung gluten diperkenalkan. (Ivarsson A, et al. Breast-feeding may protect against celiac disease. Am J Clin Nutr 75:914021, 2002) Source: Sentra Laktasi Indonesia http://www.selasi.net

KB Alami Mamaperah
oleh Sesama Mamaperah pada 28 Juni 2011 jam 20:46 Menyusui memang memiliki banyak manfaat. Salah satunya bagi ibu adalah sebagai alat kontrasepsi alami. Namun agar metode kontrasepsi alami ini efektif, ada beberapa syarat dan kondisi.

KB alami di masa menyusui ini disebut metode amenore laktasi (MAL). Pada MAL, Anda memanfaatkan masa di mana siklus haid belum kembali normal sejak hamil dan melahirkan. Umumnya siklus haid akan kembali normal setelah 2-3 bulan pascamelahirkan. Namun jika menyusui, sering Anda menjadi tidak haid akibat adanya hormon laktasi atau prolaktin. Dengan menyusui eksklusif, kadar prolaktin tetap tinggi. Hormon prolaktin akan menekan kadar hormon estrogen yang fungsinya mematangkan sel telur. Jika sel telur tidak matang, maka tidak akan terjadi pembuahan. Dengan demikian, tidak terjadi kehamilan.

Tingkat efektivitas MAL ini mencapai 98 persen, asalkan Anda memenuhi sejumlah syarat, yaitu: 1. Belum mendapat haid lagi. 2. Menyusui bayi secara eksklusif (ASI saja, tanpa makanan minuman tambahan apa pun). 3. Menyusui sesering (minimal 12 kali sehari) dan selama mungkin. 4. Interval (jeda) menyusui di siang hari tidak lebih dari 4 jam. 5. Interval malam hari tidak lebih dari 6 jam. 6. Tetap menyusui meski Anda atau bayi sedang sakit, karena jika berhenti menyusui, produksi ASI bisa berkurang dan menurunkan kadar hormon prolaktin. 7. Tidak memakai botol, empeng atau nipple shield, karena bisa mengganggu proses bayi mengisap ASI. Jika bayi tidak mengisap dengan benar, produksi ASI bisa berkurang dan menurunkan kadar hormon prolaktin. 8. Bayi masih di bawah usia enam bulan.

Pada 6 bulan pertama menerapkan MAL, kemungkinan hamil hanya 2%. Namun bila Anda telah mendapat haid kembali, risiko hamil menjadi lebih besar dan sejak saat itu MAL tidak lagi efektif sebagai metode KB.

Segeralah beralih ke metode KB alami lainnya: Pada masa subur dan transisi gunakan pengama/kondom Pada masa tidak subur silahkan menikmati tanpa pengaman (ketahui masa tidak subur dengan lebih mudah dan lebih akurat dengan Contraception/Fertility Personal Thermocomputer)

Untuk memastikan bahwa kesuburan Anda telah kembali, gunakan alat pengetes ovulasi (test kit prediksi ovulasi) atau ovulation test. Bila hasilnya positif, berarti kesuburan telah kembali. Berhubungan seksual tanpa menggunakan kontrasepsi pada saat itu bisa mengakibatkan kehamilan.

Reference: Ayahbunda, FB Group KB Alami Modern

FB Group KB Alami Modern | Follow Twitter @kbalamimodern

Anda mungkin juga menyukai