Anda di halaman 1dari 6

Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVI Komda Sul-Sel, 2005 ISBN : 979-95025-6-7

IDENTIFIKASI HAMA UTAMA JAGUNG DAN CARA PENGENDALIANNYA PADA TINGKAT PETANI DI SULAWESI SELATAN Bahtiar dan A. Tenrirawe
Balai Penelitian Tanaman Serealia

ABSTRAK
Identifikasi hama utama jagung dan cara pengendalian yang dilakukan petani dilaksanakan pada 4 kabupaten sentra produksi jagung di Sulawesi Selatan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui jenis hama utama dan cara pengendaliannya. Penelitian dilakukan dengan metode survei dan peninjauan lapangan untuk melihat secara langsung jenis hama di pertanaman pada ekologi lahan sawah dan lahan kering. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hama yang paling dikhawatirkan petani adalah belalang terutama pada pertanaman di ekologi lahan kering dengan tingkat serangan dapat dikategorikan sedang (10%) sampai berat (70%). Daun jagung yang terserang, banyak yang tinggal tulangnya, sedang helai daunnya habis termakan belalang. Penyerangan berlangsung singkat yaitu hanya 3-5 hari pada umur jagung berkisar antara 15 55 hari. Upaya pengendalian yang dilakukan petani adalah menyemprot insektisida (Regent) dengan dosis sesuai pada labelnya tetapi hasilnya tidak efektif, kecuali apabila disemprot sebelum belalang menyerang. Hama lain yang dijumpai adalah penggerek batang, penggerek tongkol, dan ulat grayak; ketiganya ditemukan pada ekologi lahan kering dan sawah tetapi serangannya masih di bawah ambang kendali. Sebagian petani mengendalikan dengan sisa insektisida yang dimiliki, dan sebagian lagi tidak mengendalikan/memberantas. Kata kunci : Identifikasi hama utama, cara pengendalian.

PENDAHULUAN Saat ini dan masa yang akan datang, jagung semakin diperlukan dalam jumlah besar. Pada tahun 1980, kebutuhan jagung dalam negeri hanya 3,9 juta ton meningkat menjadi 11,6 juta ton pada tahun 2004, dan diprediksi menjadi 13,6 juta ton pada tahun 2010 (Damardjati et al. 2005). Propinsi Sulawesi Selatan adalah salah satu sentra produksi jagung di Indonesia. Perkembangan jagung 5 tahun terakhir menunjukkan peningkatan produksi dengan rata-rata laju pertumbuhan 0,35%. Pada tahun 2001 tingkat produksi hanya 515.405 ton meningkat menjadi 677.092 ton pada tahun 2005 (Direktorat Serealia, 2005). Peningkatan produksi tersebut disebabkan oleh peningkatan penggunaan varietas unggul dan luas areal tanam (Subandi dan Hermanto, 2002). Untuk mendukung peningkatan produksi tersebut, perlu dilakukan antisipasi terhadap faktor-faktor yang

dapat menyebabkan penurunan hasil (kendala produksi) agar tingkat produksi dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan. Salah satu di antaranya adalah hama dan penyakit. Berbagai hasil penelitian yang menginformasikan tentang hama utama jagung antara lain: Organisme Penggangu Tanaman (OPT) yang sering menjadi hama utama adalah lalat bibit, penggerek batang, penggerek tongkol dan belalang (Baco dan Tandiabang, 1998; Sudarmono, 1999). Penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis) dapat menurunkan hasil sampai 36% apabila tanaman jagung terserang pada umur 4-6 minggu setelah tanam (Nonci et al., 1996); hama tersebut selamanya ada pada pertanaman jagung dengan populasi cukup tinggi (Jabbar et al., 1992); larva penggerek batang dapat merusak batang, daun dan pucuk daun (Nonci dan Baco, 1991); jika larva menyerang bunga betina yang belum dibuahi maka tongkol tidak akan menghasilkan biji (Nonci dan Baco, 1992).

229

Bahtiar dan A. Tenrirawe : Identifikasi Hama Utama Jagung dan Cara Pengendaliannya

Berdasarkan ancaman produksi dari hama-hama utama tersebut, perlu diketahui kondisi hama utama yang dihadapi petani pada tanaman jagung dan cara mengendalikannya untuk dijadikan dasar dalam memperbaiki cara pengendalian yang dilakukan petani. METODOLOGI

Penelitian ini dilaksanakan di sentra produksi jagung di Sulawesi Selatan. Dua pendekatan yang digunakan, yaitu wawancara dengan petani dan kunjungan lapangan. Wawancara dilakukan pada 8 kecamatan pada 2 ekologi lahan, yaitu lahan kering dan sawah (Tabel 1).

Tabel 1. Jumlah responden pada masing-masing ekologi di wilayah penelitian, 2005 Kabupaten Gowa Takalar Jeneponto Bantaeng Kecamatan Bontonompo Tompobulu Polubangkeng Utara Mangarabombang Arungkeke Bangkala Barat Bissapu Ermerasa Jumlah Ekologi Sawah tadah hujan Lahan kering Sawah tadah hujan Lahan kering Sawah irigasi Lahan kering Sawah irigasi Lahan kering Jumlah responden (orang) 5 5 5 5 5 5 5 5 40

Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, yaitu diskusi kelompok dan wawancara perorangan. Diskusi kelompok terhadap petugas pertanian dan petani maju, sedang wawancara perorangan dilakukan di rumah petani. Waktu wawancara diatur sedemikian rupa sehingga petani tidak terganggu pekerjaannya dan bersedia memberikan informasi terhadap permasalahan hama utama pada tanaman jagung. Kemudian untuk lebih memperkuat rumusan hasil diskusi dan wawancara, dilakukan kunjungan lapangan untuk melihat penampilan petanaman dan sekaligus hama-hama yang menyerang pertanaman jagung. Data yang diperlukan adalah jenis hama yang menyerang pertanaman jagung, waktu menyerang (hst), cara petani mengendalikan, dan tingkat serangan (%). Data yang terkumpul dianalisa secara deskriptif dan tabulasi silang dengan

penekanan kepada keresahan terhadap ancaman hama. HASIL DAN PEMBAHASAN

petani

Secara umum respon petani terhadap hama ada tiga, yaitu : memberantas dengan menggunakan insektisida, memberantas secara fisik, dan atau tidak melakukan pengendalian. Berdasarkan pengalaman petani dalam pemberantasan hama-hama padi dengan insektisida adalah jenis insektisida yang digunakan adalah Dursban, Decis, Regent, dan Matador. Disemprotkan ke tanaman ketika melihat populasi hama tinggi yang menyerang tanamannya. Kemudian yang memberantas secara fisik dilakukan dengan memencet jika itu adalah serangga/larvanya, tetapi jika tikus dilakukan dengan bantuan anjing. Lobang tikus digali atau, semak-semak atau rumput sekitarnya dibakar.

230

Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVI Komda Sul-Sel, 2005 ISBN : 979-95025-6-7

Jenis hama pada pertanaman jagung adalah belalang, pengerek batang, penggerek tongkol, ulat grayak, dan tikus dengan tingkat serangan, waktu menyerang, dan cara pengendalian yang bervariasi antara daerah dan antara ekologi lahan (Tabel 2). Jenis belalang yang menyerang adalah belalang Locusta sp. Bagian tanaman yang diserang adalah daun, mulai dari daun bagian tengah sampai bagian atas (kuncup). Tingkat serangannya berada pada kisaran 10 70%. Daun yang terserang berat nampak sisa tulangtulang daun, bahkan pelepah daun jadi patah dan rebah. Serangan belalang yang

berat terjadi pada ekologi lahan kering dan tanah berpasir. Menurut pengalaman petani, belalang menyerang biasanya bersamaan dengan kondisi udara panas dan angin bertiup kencang. Populasinya mencapai ribuan sehingga hanya memerlukan 2-3 hari daun tanaman jagung termakan habis. Sulit dikendalikan dengan semprotan, sebab serangganya liar, sehingga pemberantasan pada saat menyerang dinilai kurang efektif. Beberapa petani yang mencoba melakukan pencegahan dengan menyemprot sebelum terjadi serangan dan hasilnya cukup baik. Tingkat serangan dapat ditekan sampai 10%.

Tabel 2. Keadaan serangan hama utama pada jagung di dua ekologi lahan, 2005
Kabupaten Gowa Kecamatan Bontonompo Ekologi lahan Sawah Jenis hama tanaman jagung P. batang P. tongkol U. grayak Belalang P. batang P. tongkol Tikus P. batang P. tongkol U. grayak Belalang P. batang P. tongkol Tikus P. batang P. tongkol U. grayak Belalang P. batang P. tongkol Tikus P. batang P. tongkol U. grayak Belalang P. batang P. tongkol Tikus Kisaran waktu menyerang (hst) 35-55 50-55 15-30 15-55 35-55 50-55 55-60 30-50 45-55 10-30 15-55 35-55 50-55 55-60 35-55 50-55 10-30 15-55 35-55 50-55 55-60 35-55 50-55 10-35 15-55 35-55 50-55 55-60 Kisaran Serangan (%) 5-10 2-5 3-5 10-70 5-10 2-5 5-10 5-10 2-5 4-5 10-60 5-10 2-5 5-10 5-10 2-5 7-8 45-70 5-10 2-5 5-10 5-10 2-5 5-7 30-70 5-10 2-5 5-10

Tompobulu

Lahan kering

Takalar

Polobangkeng Utara Mangarabombang

Sawah

Lahan kering

Jeneponto

Arungkeke

Sawah

Bangkala Barat

Lahan kering

Bantaeng

Bissapu

Sawah

Ermerasa

Lahan kering

231

Bahtiar dan A. Tenrirawe : Identifikasi Hama Utama Jagung dan Cara Pengendaliannya

Oleh karena itu, perlu dilakukan penyemprotan sebelum ada serangan, dan untuk mengetahui waktu penyemprotan yang tepat perlu dilakukan pengamatan pada pertanaman sekitarnya. Menurut (Wakman et al., 2006) pada musim tanam 2004/2005, hama belalang menyerang tanaman jagung di Kabupaten Takalar Jeneponto dan Bantaeng. Akibat serangan hama belalang tersebut petani dapat mengalami kerugian hasil karena belalang mulai menyerang tanaman yang berumur muda sampai tanaman sudah membentuk tongkol. Belalang kembara Locusta sp setiap induk betina dapat menghasilkan telur sebanyak 500 butir dan diletakkan secara berkelompok pada lubang di bawah permukaan tanah, siklus hidupnya lebih kurang 160 hari dan mempunyai fase nympha dan dewasa (Kalshoven, 1987). Kedua fase tersebut dapat menyebabkan kerusakan yang berat hingga daun tanaman tinggal tulang tanaman.

Jenis hama jagung lainnya adalah penggerek batang, penggerek tongkol, dan ulat grayak. Terdapat kecenderungan populasinya lebih banyak pada ekologi lahan sawah dibanding pada ekologi lahan kering, bahkan ulat grayak jarang ditemukan pada ekologi lahan kering, tetapi pada ekologi lahan sawah selalu ada walaupun populasi dan tingkat serangannya tergolong rendah (3-8 %). Menurut petani ulat grayak menyerang daun dan batang yang masih lunak di waktu malam, ketika siang turun ke tanah dan masuk ke dalam lubang tanah bersembunyi sehingga sulit dikendalikan. Oleh karena itu, hanya 5% petani yang melakukan pengendalian dengan menggunakan sisa-sisa insektisida yang dimiliki. Kekhawatiran petani terhadap ketiga jenis hama tersebut (penggerek batang, penggerek tongkol, dan ulat grayak) dinilai rendah. Persentase petani yang melakukan pengendalian hanya berkisar 5 10 % (Tabel 3).

Tabel 3. Jenis hama dan cara pengendalian yang diterapkan petani, 2005 Jenis hama Belalang pada lahan kering P. Batang pada ekologi sawah dan lahan kering P.Tongkol pada ekologi sawah dan lahan kering Tikus pada ekologi lahan kering Ualat Grayak pada ekologi sawah Cara pengendalian 1. Menyemprot dengan regent saat terserang tanaman 2. Menyemprot dengan regent sebelum terserang tanaman 3. Menyemprot sebelum dan saat terserang 1. Menyemprot dengan insektisida (decis, dursban, Matador, regent) dengan dosis sesuai dengan anjuran label dilakukan pada saat ada serangan berarti 2. Membiarkan saja, tidak ada pengendalian 1. Menyemprot dengan insektisida (decis, dursban, Matador, regent) dengan dosis sesuai dengan anjuran label dilakukan pada saat ada serangan berarti 2. Membiarkan saja, tidak ada pengendalian 1. Menggunakan racun tikus 2. Menggali lubang dan sanitasi 3. Membiarkan, tidak ada pengendalian 1. Membiarkan, tidak ada pengendalian 2. Menyemprot dengan insektisida Persentase petani (%) 70 15 15 10 90 5 95 35 50 15 95 5

232

Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVI Komda Sul-Sel, 2005 ISBN : 979-95025-6-7

Tikus merupakan ancaman bagi pertanaman jagung. Tikus dapat menyerang mulai dari saat tanam (menggali biji yang ditanam) dan menyerang tongkol ketika mulai berisi (Bahtiar, 2004). Dalam studi ini serangan tikus yang berarti hanya didapati pada ekologi lahan kering, itupun hanya pada pertanaman yang populasi gulmanya tinggi (kotor), terpencil dengan hamparan luas yang relatif sempit dan dikelilingi oleh semak-semak atau tanaman tahunan. Tingkat serangannya mencapai 10-20%. Hal yang sama terjadi pada pertanaman jagung antara kebun kakao dengan semak-semak pinggiran tambak di kecamatan Duampanua, kabupaten Pinrang; bahwa pertanaman jagung yang terserang tikus hanya menyisahkan klobot dan janggelnya (Bahtiar et al., 2005). Informasi tersebut juga diperkuat dari pengamatan pada pertanaman PTT di kabupaten Sidrap, bahwa tanaman jagung yang populasi gulmanya tinggi banyak terserang tikus. Berdasarkan fakta tersebut, diperlukan langkah antisipasi untuk mencari komponen teknologi pengendalian tikus dan belalang pada tanaman jagung sebelum kedua jenis hama tersebut menyerang pertanaman secara luas. KESIMPULAN Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan: 1. Jenis hama yang paling dikhawatirkan petani adalah berturut-turut belalang (Locusta sp.) kemudian tikus. Sedang hama penggerek batang, penggerek tongkol, dan ulat grayak dipandang saat ini belum membahayakan. 2. Serangan hama belalang yang berarti (serangan mencapai 70%) terjadi pada ekologi lahan kering, sedang pada ekologi lahan sawah serangannya digolongkan ringan. 3. Cara pengendalian yang dilakukan petani untuk hama belalang adalah dengan menggunakan insektisida

regent yang disemprotkan ketika belalang sedang menyerang pertanaman. Hasilnya dinilai kurang efektif, sehingga perlu dipikirkan cara pengendalian yang lebih tepat dan lebih efektif. 4. Sebagai langka antisipasi, perlu diteliti komponen pengendalian hama belalang dan hama tikus pada tanaman jagung. DAFTAR PUSTAKA Baco, D. dan J Tandiabang. 1998. Hama utama jagung dan pengendaliannya. Jagung. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Hal. 185-204. Bahtiar. 2004. Prospek jagung pada musim gadu di kabupaten Bantaeng. Berita Puslitbangtan. Hal 9-10. Nomor 31 Desember 2004. Bahtiar, A.F. Fadhly, A. Najamuddin, M. Rauf, Margaretha, N. Syam, A. Tenrirawe, Syuryawati, A. Biba, H. Dahlan, S. Panikkai, B. Hafied, A. Muis, dan M. Tahir. 2005. Studi karakterisasi sistem produksi serta persepsi dan sikap pengguna teknologi serealia. Laporan Akhir Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Damardjati, Subandi. I. K. Kariasa, Zubachtirodin, dan Sania Saenong. 2005. Prospek dan arah pengembangan agribisnis jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta, 51 halaman. Direktorat Serealia. 2005. Perkembangan produksi jagung tahun 2001-2005. Ditjen Bina Produksi Tanaman Pangan. Jakarta.

233

Bahtiar dan A. Tenrirawe : Identifikasi Hama Utama Jagung dan Cara Pengendaliannya

Jabbar, A., N. Nonci, dan D. Baco. 1992. Skrining varietas/galur-galur jagung terhadap Ostrinia furnacalis Guenee di Makariki. Hasil Penelitian Jagung dan Ubi-Ubian No.2 Balittan Maros hal. 61-64. Kalshoven, L.G.E. 1987. The Pest of Crops in Indonesia. Ichtiar Baru. Jakarta. Hal 60-280. Nonci, N dan D. Baco. 1991. Pertumbuhan penggerek jagung Ostrinia furnacalis pada berbagai tingkat umur tanaman jagung (Zea mays L.). Agrikam 6(3):95-101. Nonci, N dan D. Baco. 1992. Kerusakan tanaman jagung oleh Ostrinia furnacalis. Hasil Penelitian Jagung dan Ubi-Ubian No.2 Balittan Maros hal. 65-67. Nonci, N., J. Tandiabang, dan D. Baco, 1996. Kehilangan hasil oleh penggerek batang (Ostrinia furnacalis) pada berbagai stadia tanaman jagung. Hasil-Hasil Penelitian Hama dan Penyakit Tanaman Tahun 1995/ 1996. Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia Lain.

Subandi dan Hermanto. 2002. Inovasi Teknologi Jagung. Menjawab Tantangan Ketahanan Pangan Nasional. Puslitbangtan. Sudarmono 1999. Pengendalian Serangan Hama Jagung. Penerbit Kanisius, 52 hal. Wakman, W., A.Tenrirawe, Syamsuddin, M.S. Pabbage. M.Yasin, A.M. Adnan, 2006. Teknik pengendalian belalang secara biologis, pestisida nabati, dan zat kimia. Rencana Opersioanal Penelitian. Balai Penelitian Tanaman Serealia.

234

Anda mungkin juga menyukai