Gantung (hanging) adalah suatu keadaan dimana terjadi konstriksi pada leher oleh alat penjerat yang ditimbulkan oleh berat badan seluruh tubuh atau sebagian. (1)
2. Bagaimana Epidemiologi kasus gantung ?
Pada tahun 2003, WHO mengungkapkan bahwa satu juta orang bunuh diri setiap tahunnya atau satu orang setiap 40 detik. Bunuh diri merupakan satu dari tiga penyebab utama kematian pada usia 15 - 34 tahun, selain karena kecelakaan. Menurut WHO, pada tahun 2005 sedikitnya 50.000 orang Indonesia melakukan bunuh diri dan diperkirakan 150 orang di Indonesia melakukan bunuh diri setiap hari. (2,3,4) Angka bunuh diri di Jakarta sepanjang tahun 1995 - 2004 mencapai 5,8 per 100.000 penduduk. Mayoritas dilakukan oleh kaum pria. Dari 1.119 korban bunuh diri, 41% di antaranya gantung diri, 23% dengan minum racun dan 356 orang sisanya karena overdosis obat terlarang. Menurut data dari Polres Gunung Kidul pada tahun 2004, angka bunuh diri di wilayah Kabupaten Gunung Kidul mencapai 31 orang, sekitar 95 % diantaranya dilakukan dengan gantung diri. Gantung diri merupakan cara kematian yang paling sering dijumpai pada penggantungan, yaitu sekitar 90 % dari seluruh kasus. (2,3,4,5,6)
3. Sebutkan jenis - jenis Gantung ! 1). Menurut Letak Simpul a. Typical hanging Adalah peristiwa gantung yang terjadi bila titik gantung terletak di atas daerah oksiput dan terjadi penekanan paling besar pada arteri karotis dan vena jugularis. b. Atypical hanging Adalah peristiwa gantung yang terjadi bila titik gantung terletak di samping, sehingga leher dalam posisi sangat miring (fleksi lateral) yang akan mengakibatkan hambatan pada arteri karotis dan arteri vertebralis. (7)
2). Menurut Posisi Tubuh a. Incomplete hanging Istilah yang digunakan jika berat tubuh tidak sepenuhnya menjadi kekuatan daya jerat tali, misal pada korban yang tergantung dalam posisi berlutut. Pada kasus tersebut, berat tubuh tidak seluruhnya menjadi gaya berat sehingga disebut penggantungan parsial, akibatnya lebam mayat terjadi pada tungkai atas bagian bawah dan jari-jari tangan sampai pergelangan tangan. Namun, hal ini bergantung pada posisi korban. b. Complete hanging Istilah yang digunakan jika berat tubuh sepenuhnya menjadi kekuatan daya jerat tali, misal pada korban dalam posisi seluruh tubuh menggantung di atas. Pada kasus tersebut, berat tubuh seluruhnya menjadi gaya berat sehingga disebut penggantungan total, akibatnya lebam mayat akan terjadi mulai dari jari-jari kaki sampai 1/3 tungkai bagian bawah, jari-jari tangan sampai pergelangan tangan, dan bagian lain seperti genitalia eksterna. (4,8)
4. Apa yang DItemukan PADA SAAT pemeriksaan luar dan dalam korban gantung ?
1. Pemeriksaan Luar
Sianosis
Terlihat pada daerah bibir, ujung-ujung jari, dan kuku dimana terdapat banyak pembuluh darah kapiler. Akibat kekurangan oksigen, darah menjadi encer dan lebih gelap. Warna kulit dan mukosa terlihat lebih gelap. Sianosis mempunyai arti bila mayat masih baru, jika pemeriksaan dilakukan setelah 24 jam post mortal maka sianosis biasanya merupakan perubahan post mortal sehingga tidak mempunyai arti diagnostik.
Kongesti vena
kongesti yang terjadi berbentuk kongesti sistemik pada kulit dan organ-organ selain paru. Kongesti sistemik dan pulmoner serta dilatasi jantung kanan dianggap sebagai tanda klasik kematian karena asfiksia, namun dilatasi ventrikel kanan dan kongesti pulmoner dapat dijumpai pada berbagai kematian dan tidak spesifik pada kematian yang diakibatkan gangguan pernapasan. Kongesti yang dimulai segera di atas jejas pada leher mempunyai arti signifikan dalam menentukan penyebab jejas, waktu, dan kekuatan tekanan pada leher.
Bintik perdarahan
Akibat kongesti vena maka terjadi peningkatan tekanan intravaskuler mendadak dan diikuti overdistensi yang mendadak pula sehingga terjadi ruptur pembuluh darah kecil, khususnya venula kecil. Bintik perdarahan yang disebut tardieu spot terjadi pada jaringan longgar dan organ-organ yang memiliki membran transparan. Pada asfiksia yang hebat dapat terlihat pada faring atau laring. Pada pemeriksaan luar tampak pada konjungtiva palpebra
dan sklera, sedangkan pada pemeriksaan dalam tampak pada pleura viseralis dan epikardium.
Timbul akibat peningkatan aktivitas pernapasan yang disertai sekresi selaput lendir saluran napas bagian atas. Keluar masuknya udara yang cepat dalam saluran sempit akan menimbulkan busa yang kadang-kadang bercampur darah akibat pecahnya kapiler. (1,6) 2. Pemeriksaan dalam
Pada kematian yang cepat, darah akan tetap cair. Salah satu keadaan tersebut terdapat pada asfiksia, walaupun masih dipertentangkan karena darah yang tetap cair ini sering dihubungkan dengan aktivitas fibrinolisin. Menurut pendapat lain, hal ini dihubungkan dengan faktor-faktor pembekuan yang ada di ekstra vaskuler, dan tidak sempat masuk ke dalam pembuluh darah oleh karena cepatnya proses kematian.
Edema paru
Kekurangan oksigen yang berlangsung lama akan mengakibatkan kerusakan pembuluh darah kapiler sehingga permeabilitas kapiler meningkat. Keadaan ini menimbulkan edema, terutama edema paru.
Busa halus di dalam saluran pernapasan Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam menyebabkan organ dalam menjadi lebih berat, berwarna lebih gelap dan pada pengirisan banyak mengeluarkan darah.
Petekie
Dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium bagian belakang (daerah aurikuloventrikular), subpleura viseralis paru terutama lobus bawah
pars diafragmatika dan fisura interlobaris, kulit kepala sebelah dalam terutama otot temporal, mukosa epiglottis, dan daerah subglotis.
Kelainan-kelainan yang berhubungan dengan kekerasan seperti fraktur laring langsung atau tidak langsung, perdarahan faring terutama bagian belakang tulang rawan krikoid. (1,6,12)
4. Bagaimana mekanisme kematian Gantung ? 1. Kerusakan batang otak dan medula spinalis
Terjadi akibat dislokasi atau fraktur vertebra ruas leher, misal pada judicial hanging (hukum gantung). Terhukum dijatuhkan dari ketinggian dua meter secara mendadak dengan menghilangkan tempat berpijaknya sehingga mengakibatkan terpisahnya C2-C3 atau C3-C4 yang juga terjadi akibat terdorong oleh simpul besar yang terletak pada sisi leher. Medula spinalis bagian atas akan tertarik atau teregang atau terputar dan menekan medula oblongata. Kadang-kadang medula oblongata pada batas pons terputar sehingga menyebabkan hilang kesadaran, tetapi denyut jantung dan pernapasan masih berlangsung sampai 10-15 menit. Saat otopsi sering ditemukan luka pada faring dan biasanya tidak ada pembendungan, sedangkan arteri karotis terputar sebagian atau seluruhnya.
2. Asfiksia
Penyebab kematian yang paling sering, mengakibatkan proses anoksik anoksia sampai terjadi iskemi karena terjadi sumbatan jalan napas yang disebabkan oleh jerat tali yang menutupi jalan napas. Selain tekanan pada trakea, sumbatan dapat disebabkan elevasi dan pergeseran lidah dan atap rongga mulut ke posterior, yaitu bila jerat terletak di atas laring.
3. Iskemia otak
Terjadi akibat penekanan dan hambatan pembuluh darah arteri yang mendarahi otak.
4. Reflek vagal
Perangsangan sinus karotikus menyebabkan henti jantung. Inhibisi vagal sering diikuti fibrilasi ventrikel. Secara eksperimental pada binatang yang dimanipulasi sehingga berada dalam keadaan obstruktif asfiksia, setelah beberapa menit akan diikuti penurunan detak jantung, kemudian setelah beberapa saat terjadi takikardi sampai mengakibatkan kematian.
5. Apopleksia (kongesti pada otak)
Tekanan pada pembuluh vena menyebabkan kongesti pembuluh darah otak dan mengakibatkan kegagalan sirkulasi.
6. Kompresi pada arteri karotis
Karena letaknya sebagian tertutup oleh muskulus sternokleidomastoideus, arteri karotis mudah terhambat oleh kompresi langsung pada bagian depan leher. Jika terjadi oklusi bilateral maka dapat segera menimbulkan gangguan kesadaran karena suplai darah arteri ke otak oleh sirkulasi vertebral tidak mampu mempertahankan fungsi korteks yang tergantung oleh pasokan dari arteri serebri anterior dan media yang merupakan cabang arteri karotis. Penekanan arteri karotis selama kurang lebih 10 detik dapat menyebabkan hilang kesadaran. Apabila tekanan dilepas, kesadaran akan kembali dalam 10-12 detik. Jika sirkulasi karotis tersumbat secara total selama lebih dari 4 menit maka dapat terjadi kerusakan otak irreversibel. Arteri vertebralis lebih tahan terhadap tekanan langsung, tetapi dapat tersumbat apabila leher difleksikan atau dirotasikan berlebihan, seperti kasus atypical hanging. Pada kasus incomplete hanging, vena jugularis juga tertutup, tetapi
kepala tetap mendapat suplai dari arteri vertebralis, sehingga wajah tampak sembab dan timbul petekie. Demikian pula pada kasus gantung yang menggunakan jerat lebar dan lunak. Sedangkan pada kasus dimana terjadi hambatan total arteri leher, muka akan tampak pucat dan tidak terdapat petekie. Hal ini dapat ditemukan pada kasuscomplete hanging, typical hanging, atau bila penggantungan dilakukan dengan menggunakan jerat yang kecil dan keras. (6,7,10,11) 6. Apa saja cara kematian korban gantung ? a. Kecelakaan Kecelakaan (accidental hanging) dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
Mati tergantung sewaktu bermain. Umumnya terjadi pada anak-anak dan tidak membutuhkan penyidikan yang sulit karena biasanya kasus sangat jelas, contoh tersangkut pada cabang batang pohon.
Mati tergantung sewaktu bekerja, contoh pekerja bangunan yang jatuh dari ketinggian dan tersangkut tali. Auto-erotic hanging merupakan kasus penyimpangan seksual yang menggunakan cara gantung untuk mendapatkan kepuasan, namun korban terlambat mengendurkan tali atau sukar melepaskan diri. Diperlukan pemeriksaan yang teliti dalam mempelajari dan menguraikan tali-tali yang dipakai yang seringkali diikatkan pada banyak tempat (ikatan pada daerah genitalia, lengan, tungkai, leher, dan mulut) untuk mendapatkan orgasme.
b. Bunuh diri Merupakan bentuk yang paling sering dari peristiwa gantung. Sekitar 90 % dari seluruh kasus. Gantung diri dapat dilakukan dalam posisi complete hanging, duduk, berlutut, atau berbaring. Alat yang digunakan dapat berupa tambang, kabel listrik, sabuk, atau bahkan sobekan pakaian seperti yang
sering terjadi di penjara. Pada saat korban menggantung dirinya, jerat biasanya tersangkut di atas laring dan di bawah dagu. Pada kematian akibat bunuh diri, korban umumnya menempatkan jerat di leher dengan berdiri pada bangku atau benda lain untuk pijakan guna meraih tali penjerat. Jerat akan menjadi kuat ketika korban melangkah keluar dari pijakan sehingga tubuhnya tergantung bebas dari lantai. Korban juga dapat melaksanakan niatnya dengan tergantung pada posisi setengah berlutut dari posisi berdiri, jadi hanya sebagian dari berat tubuh yang memperkuat simpul penjerat. Cara lain adalah posisi duduk, menyandarkan badan dalam posisi terlungkup atau terlentang dengan tali yang menahan kepala dari lantai. c. Homicidal hanging Pembunuhan dengan metode menggantung korban relatif jarang dijumpai, cara ini dapat dilakukan bila korbannya anak-anak atau orang dewasa yang dalam kondisi lemah, baik karena sakit, di bawah pengaruh obat bius, alkohol, atau korban sedang tidur. Selain tanda asfiksia, ditemukan juga luka-luka pada tubuh korban seperti abrasi jari tangan, kulit siku atau pundak sebagai tanda-tanda perlawanan. Agar pembunuhan dapat berlangsung, pelaku harus lebih kuat dari korban. Alat penjerat biasanya sudah dipersiapkan oleh pelaku atau bisa juga benda yang ada di sekitarnya. Dalam melaksanakan niatnya, seringkali leher korban mendapat trauma dan tidak jarang tampak luka lecet tekan berbentuk bulan sabit yang berasal dari tangan pelaku; memar hebat dapat ditemukan pada jaringan otot dan organ di dalam leher atau tulang lidah; kartilago tiroid dapat patah karena tekanan yang hebat dari alat penjerat. Semakin jauh jarak antara kaki korban dengan lantai, semakin kuat dugaan pembunuhan; semakin dekat jarak antara simpul dengan tiang tumpuan untuk menggantung, semakin kuat dugaan bahwa kasus yang dihadapi adalah pembunuhan. Pembunuhan dengan laso merupakan contoh yang baik
untuk kasus homicidal hanging, yaitu setelah laso menjerat leher korban, kemudian ditarik ke atas. (6)
7. Apa SAJA yang dapat DItemukan pada pemeriksaan TKP korban gantung ?
Pemeriksaan langsung di TKP membantu menentukan cara kematian. Pada kasus gantung diri, dimana korban ditemukan biasanya tenang, dalam ruang tersembunyi atau tempat yang sudah digunakan. Posisi korban yang tergantung lebih mendekati lantai, pakaian korban rapi, sering ditemukan surat peninggalan pada saku yang berisi alasan mengapa korban melakukan tindakan tersebut. Pada leher, tidak jarang diberi alas sapu tangan atau kain sebelum alat penjerat dikalungkan ke leher. Seringkali korban mengikat tangannya ke belakang agar tidak berubah pikiran. Jumlah lilitan bisa saja hanya satu kali; semakin banyak lilitan, dugaan bunuh diri semakin besar. Simpul alat penjerat biasanya simpul hidup dan letak simpul dapat di mana saja. Pemeriksaan di tempat kejadian perkara untuk memperkirakan cara kematian memberikan gambaran:
1. Kasus pembunuhan
o
Alat penjerat 1. Simpul biasanya simpul mati 2. Jumlah lilitan hanya satu 3. Arah jeratan mendatar 4. Jarak titik tumpu ke simpul dekat
Korban 1. Jejas jerat berjalan mendatar 2. Terdapat luka perlawanan 3. Terdapat luka-luka lain, sering di daerah leher 4. Jarak dari lantai: jauh
TKP 1. Lokasi bervariasi 2. Kondisi tidak teratur 3. Pakaian tidak teratur, robek
o o o
Alat dari si pembunuh Tidak ditemukan surat peninggalan Ruangan tidak teratur, terkunci dari luar
Alat penjerat 1. Simpul biasanya simpul hidup 2. Jumlah lilitan satu atau lebih 3. Arah jeratan serong ke atas 4. Jarak titik tumpu ke simpul: jauh
Korban 1. Jejas jerat berjalan meninggi ke arah simpul 2. Tidak terdapat luka perlawanan 3. Biasanya tidak ada luka, mungkin terdapat luka percobaan lain 4. Jarak dari lantai dekat, dapat tidak tergantung
o o o
Alat berasal dari yang ada di TKP Ditemukan surat peninggalan Ruangan terkunci dari dalam (7,10)
Pemeriksaan Luar a. Didapatkan tanda penjeratan pada leher, penjeratan ini dipengaruhi oleh :
o
Alat penjerat
Jika alat penjerat berbentuk keras dan berluas penampang kecil maka bekas jeratan dalam dan menonjol, sebaliknya jika alat penjerat lembut dan berluas penampang besar maka bekas jeratan kurang menonjol dan tidak dalam.
o
Lama penggantungan
Jika penggantungan terjadi semakin lama maka bekas jeratan akan semakin tampak menonjol, semakin dalam, semakin kering, dan kasar pada perabaan(parchmentised).
o
Tinggi penggantungan
Bekas jeratan tampak lebih dalam dan menonjol pada total hanging. Pada kasus partial hanging, bekas jeratan tampak kurang menonjol atau hanya menonjol pada satu sisi saja.
o
Ketatnya jeratan
Dengan bertambah ketatnya jeratan maka bekas jeratan akan tampak lebih menonjol.
o
Jika jeratan semula berada di tempat yang lebih rendah, tetapi akibat penggantungan badan bergeser ke bawah yang berakibat jeratan akan bergeser ke posisi yang lebih tinggi. Hal ini akan menyebabkan terhalang atau tidak terbentuknya bekas jeratan yang menonjol pada posisi jeratan semula,
juga berakibat terbentuknya luka lecet akibat perpindahan jerat tersebut. Bekas jeratan yang dalam akan tampak pada posisi jeratan yang terakhir.
o
Jika jeratan dilakukan dengan beberapa putaran maka akan tampak bekas jeratan yang multiple dan paralel terhadap satu sama lain.
Hal ini dikarenakan lamanya korban tergantung. Jika korban segera diturunkan, maka tanda ini tidak akan begitu jelas dijumpai.
2. Arah jatuhnya leher
Biasanya akan difleksikan ke arah berlawanan dari posisi simpul. Posisi atau arah jatuhnya leher akan dipertahankan sampai dimulainya fase pembusukan.
2. Air liur mengalir dari sudut bibir di bagian berlawanan dari tempat simpul, lidah terjulur dan kadang tergigit. Temuan air liur ini dianggap sangat penting untuk mendukung telah terjadinya kematian hanging antemortem karena salivasi yang berlebih terjadi akibat reaksi antemortem (iritasi terhadap sekitar kelenjar submandibular yang terjadi pada penekanan dan pergesekan dengan alat penjerat). 3. Perdarahan konjungtiva. 4. Lebam mayat pada tungkai dan posisi tangan dalam keadaan tergenggam. Tanda ini juga tidak jelas jika korban tidak segera diturunkan. 5. Keluarnya urin dan faeces. 6. Tanda-tanda asfiksia dapat ditemukan pada kuku; bibir dapat menunjukkan tanda-tanda sianosis. (9)
Pemeriksaan Dalam
1. Jaringan yang berada di bawah jeratan berwarna merah kecoklatan, berkilap dan perabaan seperti perkamen karena kekurangan darah, terutama jika mayat tergantung cukup lama. 2. Platisma atau otot lain di sekitarnya mungkin memar atau ruptur. Kerusakan otot lebih banyak terjadi pada kasus penggantungan yang disertai dengan tindakan kekerasan. 3. Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi atau ruptur. Resapan darah hanya terjadi di dalam dinding pembuluh darah. 4. Fraktur tulang hyoid jarang terjadi. Fraktur biasa terdapat pada penggantungan dimana korban dijatuhkan dengan tali penggantung yang panjang sehingga tulang hyoid mengalami benturan dengan tulang vertebra. Adanya efusi darah di sekitar fraktur menunjukkan penggantungan antemortem. 5. Fraktur kartilago tiroid jarang terjadi . 6. Fraktur dua buah tulang vertebra servikal bagian atas. Fraktur ini sering terjadi pada korban hukuman gantung. (11)
kategori
Letak jejas Miring,
Gantung
jerat
Melintang, lingkaran utuh, letak di bawah/ di kartilago tiroid
lingkaran tidak utuh, letak di atas kartilago tiroid 2. 3. 4. 5. Pinggiran jejas Memar otot leher Tulang hyoid Arteri karotis Batas tegas Sedikit Sering patah Rusak, bila dijatuhkan dari
ketinggian 6. 7. 8. Kartilago tiroid Perdarahan Wajah Jarang patah Hidung, mulut, telinga Pucat, jarang ada bintik perdarahan Tidak jelas Menetes dari mulut Sering ada bula emfisema Jarang Sering patah Sering Kongesti, ada bintik perdarahan Jelas Tidak ada Jarang Sering
Tanda asfiksia Air liur Paru-paru Inkontinensia urin danfaeces Cairan sperma Jaringan bawah jejas
13. 14.
kategori
ante mortem
Miring, lingkaran terputus
post mortem
Agak sirkuler, lingkaran utuh Lebih dari 1, di depan Tidak ada, kecuali cekik dan sufokasi
2. 3.
4.
Mata
Kongesti
5.
Lidah
Terjulur/ tidak terjulur sama sekali Jelas Jelas Menetes, arah vertikal Ereksi dengan keluar cairan sperma Sering keluar
6. 7. 8. 9.
10.
Faeces
Tidak ada
DAFTAR PUSTAKA
1. Dahlan S. Ilmu kedokteran forensik: pedoman bagi dokter dan penegak hukum. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2005. hal.107-23
2. Anonim : Bunuh Diri Di Indonesia Cukup Tinggi, 41% Gantung Diri [cited 2007 oktober 08]
http://www.bkkbn.go.id/article_detail.php?aid=887
http://kesehatan.blogspot.com/2008_04_03_archive.html
4. Anonim: Anonim: Kasus Bunuh Diri di Gunung Kidul 95 Persen dengan Cara Gantung Diri [cited 2005 Feb 13]http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2005/02/13/brk,200502 13-09,id.html
5. Anonim : Keluarga Tani Bunuh Diri [cited 2008 Feb 10] http://www.solusihukum.com/kasus2.php?id=26
7. Budiyanto A, dkk. Ilmu kedokteran forensik. Edisi kedua. Jakarta: UI Press; 1997. hal. 55-70
www.kabarindonesia.com
11. Kokteith S, et al. Forensic medicine. London: Edward Arnold Ltd; 1979