Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

PENDARAHAN EPIDURAL

Pembimbing:

Disusun oleh:

KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI PERIODE RUMAH SAKIT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA 2013

PENDAHULUAN Perdarahan epidural adalah sebuah bentuk cedera kepala yang mudah ditangani yang selalu berhubungan dengan prognosa yang baik. Pada beberapa kejadian yang jarang, perdarahan seperti itu bisa terjadi spontan. Kemajuan dalam pencitraan CT kontemporer telah memberi konfirmasi diagnosa perdarahan epidural dengan cepat dan akurat. (1) Perdarahan epidural muncul dalam ruang potensial diantara dura dan kranium. Epi dalam bahasa Yunani berarti diatas. Sebuah perdarahan epidural bisa juga merujuk pada ekstradural (diluar dura). (1) Perdarahan epidural akibat gangguan pembuluh darah dura, termasuk cabangcabang arteri dan vena meningea media, sinus venosus dura, dan pembuluh darah kranium. Perdarahan dan pertumbuhan berkelanjutan bisa mengakibatkan hipertensi intrakranial. (1) Sebanyak 10-20% dari semua pasien dengan cedera kepala diperkirakan mendapat perdarahan epidural, insiden yang sebanding dengan usia terdapat pada populasi pediatri. Kira-kira 17% pasien yang sebelumnya sadar lalu memburuk menjadi koma setelah trauma diketahui mendapat perdarahan epidural. (1) ANATOMI Berdasarkan ATLS (2004), anatomi yang bersangkutan antara lain : 1. Kulit Kepala (Scalp) Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut sebagai SCALP yaitu : a. Skin atau kulit b. c. Connective Tissue atau jaringan penyambung Aponeurosis atau galea aponeurotika

d. Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar e. Perikranium.

Jaringan penunjang longgar memisahkan galea aponeurotika dari perikranium dan merupakan tempat tertimbunnya darah (hematoma subgaleal). Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga bila terjadi perdarahan akibat laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak kehilangan darah, terutama pada bayi dan anak-anak. 2. Tengkorak Tengkorak tersusun dari 22 tulang : 8 tulang kranium dan 14 tulang fasial. a. Kranium Kranium berfungsi membungkus dan melindungi otak. Terdiri dari : tulang frontal, parietal kiri dan kanan, temporal kiri dan kanan, sfenoid, oksipital, dan etmoid. b. Tulang-tulang fasial Terdiri dari : tulang-tulang nasal, palatum, zigomatik, maksilar, lakrimal, vomer, konka nasal inferior, dan mandibular.

Gambar 1. Tulang-tulang yang membentuk tengkorak.

3. Meningens Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu : duramater, araknoid dan piamater. Duramater adalah selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput araknoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdural) yang terletak antara duramater dan araknoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural.Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat. Arteri-arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan dapat menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media). Dibawah duramater terdapat lapisan kedua dari meningen, yang tipis dan tembus pandang disebut lapisan araknoid. Lapisan ketiga adalah piamater yang melekat erat Seiring bertambahnya usia seseorang, dura menjadi penyokong pada kranium, mengurangi frekuensi pembentukan perdarahan epidural. Pada bayi baru lahir, kranium lebih lembut dan lebih kecil kemungkinan terjadinya fraktur. Perdarahan epidural dapat terjadi ketika dura terkupas dari kranium saat terjadi benturan. (1)

Dura paling menyokong sutura, yang menghubungkan berbagai tulang pada kranium. Sutura mayor merupakan sutura coronalis (tulang-tulang frontal dan parietal), sutura sagitalis (kedua tulang parietal), dan sutura lambdoidea (tulang-tulang parietal dan oksipital). Perdarahan epidural jarang meluas keluar sutura. (1) Regio yang paling sering terlibat dengan perdarahan epidural adalah regio temporal (70-80%). Pada regio temporal, tulangnya relatif tipis dan arteri meningea media dekat dengan skema bagian dalam kranium. Insiden perdarahan epidural pada regio temporal lebih rendah pada pasien pediatri karena arteri meningea media belum membentuk alur dalam skema bagian dalam kranium. Perdarahan epidural muncul pada frontal, oksipital, dan regio fossa posterior kira-kira pada frekuensi yang sama. Perdarahan epidural muncul kurang begitu sering pada vertex atau daerah para-sagital. (1) Perdarahan epidural jika tidak ditangani dengan observasi atau pembedahan yang hati-hati, akan mengakibatkan herniasi serebral dan kompresi batang otak pada akhirnya, dengan infark serebral atau kematian sebagai konsekuensinya. Karenanya, mengenali perdarahan epidural sangat penting. (1

Gambar 2. Lapisan meningen otak 4. Otak Otak manusia terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak. Serebrum terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks serebri yaitu lipatan duramater dari sisi inferior sinus sagitalis superior. Pada hemisfer serebri kiri terdapat pusat bicara manusia. Hemisfer otak yang mengandung pusat bicara sering disebut sebagai hemisfer dominan.Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fiungsi motorik, dan pada sisi dominan mengandung pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori. Lobus oksipital bertanggung jawab dalam proses penglihatan. Batang otak terdiri dari mesensefalon (mid brain), pons, dan medula oblongata. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik, yang terus memanjang sampai medulla spinalis dibawahnya. Lesi yang kecil saja pada batang otak sudah dapat menyebabkan defisit neurologis yang berat. Serebelum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan, terletak dalam fosa posterior, berhubungan dengan medula spinalis, batang otak, dan juga kedua hemisfer serebri.

Gambar 3. Bagian-bagian otak

5. Cairan serebrospinal Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh pleksus khoroideus dengan kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari ventrikel lateral melalui foramen monro menuju ventrikel III kemudian melalui aquaductus sylvii menuju ventrikel IV. Selanjutnya CSS keluar dari sistem ventrikel dan masuk ke dalam ruang subaraknoid yang berada di seluruh permukaan otak dan medula spinalis. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui vili araknoid. 6. Tentorium Tentorium serebelli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supra tentorial (terdiri atas fossa kranii anterior dan fossa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior). 2.3. Fisiologi Mekanisme fisiologis yang berperan antara lain : 1. Tekanan Intra Kranial Biasanya ruang intrakranial ditempati oleh jaringan otak, darah, dan cairan serebrospinal. Setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang menghasilkan suatu tekanan intra kranial normal sebesar 50 sampai 200 mmH2 O atau 4 sampai 15 mmHg. Dalam keadaan normal, tekanan intra kranial (TIK) dipengaruhi oleh aktivitas sehari-hari dan dapat meningkat sementara waktu sampai tingkat yang jauh lebih tinggi dari normal.

Ruang intra kranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi penuh sesuai kapasitasnya dengan unsur yang tidak dapat ditekan, yaitu : otak ( 1400 g), cairan serebrospinal ( sekitar 75 ml), dan darah (sekitar 75 ml). Peningkatan volume pada salah satu dari ketiga unsur utama ini mengakibatkan desakan ruang yang ditempati oleh unsur lainnya dan menaikkan tekanan intra kranial (Lombardo,2003 ). 2. Hipotesa Monro-Kellie Teori ini menyatakan bahwa tulang tengkorak tidak dapat meluas sehingga bila salah satu dari ketiga komponennya membesar, dua komponen lainnya harus mengkompensasi dengan mengurangi volumenya ( bila TIK masih konstan ). Mekanisme kompensasi intra kranial ini terbatas, tetapi terhentinya fungsi neural dapat menjadi parah bila mekanisme ini gagal. Kompensasi terdiri dari meningkatnya aliran cairan serebrospinal ke dalam kanalis spinalis dan adaptasi otak terhadap peningkatan tekanan tanpa meningkatkan TIK. Mekanisme kompensasi yang berpotensi mengakibatkan kematian adalah penurunan aliran darah ke otak dan pergeseran otak ke arah bawah ( herniasi ) bila TIK makin meningkat. Dua mekanisme terakhir dapat berakibat langsung pada fungsi saraf. Apabila peningkatan TIK berat dan menetap, mekanisme kompensasi tidak efektif dan peningkatan tekanan dapat menyebabkan kematian neuronal (Lombardo, 2003) DEFENISI Perdarahan epidural adalah perdarahan yang menghasilkan sekumpulan darah diluar dura mater otak atau tulang belakang. Perdarahan biasanya sebagai akibat dari robeknya arteri meningea media dan mungkin dengan cepat mengancam jiwa. Juga disebut perdarahan ekstradural. (2)

ETIOLOGI Trauma merupakan penyebab khas perdarahan epidural, meskipun perdarahan spontan bisa saja muncul. Trauma seringnya berupa benturan tumpul pada kepala akibat serangan, terjatuh, atau kecelakan lain; trauma akselerasi-deselerasi dan gaya melintang. Distosia, ektraksi forseps, dan tekanan kranium berlebihan pada jalan lahir juga mencakup perdarahan pada bayi baru lahir.(1,3) PATOFISIOLOGI Tidak seperti perdarahan subdural, kontusio serebral, ataupun cedera aksonal difusa otak, perdarahan epidural tidak diakibatkan sekunder dari gerakan kepala atau akselerasi. Perdarahan epidural disebabkan gangguan struktural pembuluh darah kranium dan dura umumnya dihubungkan dengan fraktur calvaria. Laserasi arteri meningea media dan sinus dura yang menyertainya adalah etiologi yang paling umum. (1) Pada fossa posterior, gangguan sinus venosus dura (misal, sinus transversum atau sigmoid) oleh fraktur dapat menyebabkan perdarahan epidural. Gangguan sinus sagitalis superior dapat menyebabkan perdarahan epidural pada vertex. Sumber perdarahan epidural non-arterial lainnya termasuk venous lakes, diploic veins, granulasi arachnoid, dan sinus petrosus. (1) Diploic veins (7) Sejumlah kecil perdarahan epidural telah dilaporkan tanpa adanya trauma. Etiologinya termasuk penyakit infeksi kranium, malformasi vaskuler dura mater, dan metastase ke kranium. Perdarahan epidural spontan juga bisa berkembang pada pasien dengan koagulopati sehubungan dengan masalah medis primer lainnya (misal, penyakit hati stadium akhir, alkoholisme kronik, keadaan penyakit lain sehubungan dengan disfungsi trombosit). (1)

GAMBARAN KLINIS Kebanyakan perdarahan epidural asalnya adalah trauma, seringnya melibatkan benturan tumpul pada kepala. Pasien mungkin memiliki bukti eksternal cedera kepala seperti laserasi kulit kepala,cephalohematoma, atau kontusio. Cedera sistemik juga dapat muncul. Tergantung pada daya benturan, pasien mungkin saja tidak kehilangan kesadaran, kehilangan kesadaran singkat, atau kehilangan kesadaran berkepanjangan. (1) Interval lucid klasik muncul pada 20-50% pasien dengan perdarahan epidural. Pada awalnya, tekanan mudah-lepas yang menyebabkan cedera kepala mengakibatkan perubahan kesadaran. Setelah kesadaran pulih, perdarahan epidural terus meluas sampai efek massa perdarahan itu sendiri menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, menurunnya tingkat kesadaran, dan kemungkinan sindroma herniasi. Interval lucid yang bergantung pada luasnya cedera, merupakan kunci untuk menegakkan diagnosa perdarahan epidural. (1,3) Dengan hipertensi intrakranial berat, respon Cushing mungkin muncul. Trias Cushing klasik melibatkan hipertensi sistemik, bradikardia, dan depresi pernafasan. Respon ini biasanya muncul ketika perfusi serebral, terutama sekali batang otak, dikompromi oleh peningkatan tekanan intra kranial. Terapi anti hipertensi selama ini mungkin menyebabkan iskemia serebral akut dan kematian sel. Evakuasi lesi massa mengurangi respon Cushing. (1) Penilaian neurologis penting. Perhatian terutama diberikan pada tingkat kesadaran, aktivitas motorik, pembukaan mata, respon verbal, reaktivitas dan ukuran pupil, dan tanda-tanda lateralisasi seperti hemiparesis atau hemiplegia. GCS penting dalam menilai kondisi klinis terkini. GCS positif berhubungan dengan hasil akhir. Pada pasien yang sadar dengan lesi massa, fenomena drift pronatormungkin membantu dalam menilai arti klinis. Arah ekstremitas ketika pasien diminta menahan

10

kedua lengan teregang keluar dengan kedua telapak tangan menghadap keatas mengindikasikan efek massa yang sulit dipisahkan namun penting. (1) Pada pencitraan yang dihasilkan oleh CT scan dan MRI, perdarahan epidural biasanya tampak berbentuk konveks karena ekspansinya berhenti pada sutura kranium, dimana dura mater sangat erat melekat ke kranium. Perdarahan epidural dapat muncul dalam kombinasi dengan perdarahan subdural, ataupun dapat muncul sendiri. CT-scan mengungkap perdarahan subdural atau epidural pada 20% pasien yang kehilangan kesadaran. (3) PEMERIKSAAN LABORATORIUM Level hematokrit, kimia, dan profil koagulasi (termasuk hitung trombosit) penting dalam penilaian pasien dengan perdarahan epidural, baik spontan maupun trauma. (1) Cedera kepala berat dapat menyebabkan pelepasan tromboplastin jaringan, yang mengakibatkan DIC. Pengetahuan utama akan koagulopati dibutuhkan jika pembedahan akan dilakukan. Jika dibutuhkan, faktor-faktor yang tepat diberikan preoperatif dan intra-operatif. (1) Pada orang dewasa, perdarahan epidural jarang menyebabkan penurunan yang signifikan pada level hematokrit dalam rongga kranium kaku. Pada bayi, yang volume darahnya terbatas, perdarahan epidural dalam kranium meluas dengan sutura terbuka yang menyebabkan kehilangan darah yang berarti. Perdarahan yang demikian mengakibatkan ketidakstabilan hemodinamik; karenanya dibutuhkan pengawasan berhati-hati dan sering terhadap level hematokrit. (1) PENCITRAAN

Radiografi (1)

11

Radiografi kranium selalu mengungkap fraktur menyilang bayangan vaskular cabang arteri meningea media. Fraktur oksipital, frontal atau vertex juga mungkin diamati. Kemunculan sebuah fraktur tidak selalu menjamin adanya perdarahan epidural. Namun, > 90% kasus perdarahan epidural berhubungan dengan fraktur kranium. Pada anak-anak, jumlah ini berkurang karena kecacatan kranium yang lebih besar.

CT-scan
o

CT-scan merupakan metode yang paling akurat dan sensitif dalam mendiagnosa perdarahan epidural akut. Temuan ini khas. Ruang yang ditempati perdarahan epidural dibatasi oleh perlekatan dura ke skema bagian dalam kranium, khususnya pada garis sutura, memberi tampilan lentikular atau bikonveks. Hidrosefalus mungkin muncul pada pasien dengan perdarahan epidural fossa posterior yang besar mendesak efek massa dan menghambat ventrikel keempat. CSF tidak biasanya menyatu dengan perdarahan epidural; karena itu hematom kurang densitasnya dan homogen. Kuantitas hemoglobin dalam hematom menentukan jumlah radiasi yang diserap. Tanda densitas hematom dibandingkan dengan perubahan parenkim otak dari waktu ke waktu setelah cedera. Fase akut memperlihatkan hiperdensitas (yaitu tanda terang pada CT-scan). Hematom kemudian menjadi isodensitas dalam 2-4 minggu, lalu menjadi hipodensitas (yaitu tanda gelap) setelahnya. Darah hiperakut mungkin diamati sebagai isodensitas atau area densitas-rendah, yang mungkin mengindikasikan perdarahan yang sedang berlangsung atau level hemoglobin serum yang rendah. Area lain yang kurang sering terlibat adalah vertex, sebuah area dimana konfirmasi diagnosis CT-scan mungkin sulit. Perdarahan epidural vertex dapat disalahtafsirkan sebagai artefak dalam potongan

12

CT-scan aksial tradisional. Bahkan ketika terdeteksi dengan benar, volume dan efek massa dapat dengan mudah disalahartikan. Pada beberapa kasus, rekonstruksi coronal dan sagital dapat digunakan untuk mengevaluasi hematom pada lempengan coronal.
o

Kira-kira 10-15% kasus perdarahan epidural berhubungan dengan lesi intrakranial lainnya. Lesi-lesi ini termasuk perdarahan subdural, kontusio serebral, dan hematom intraserebral

MRI : perdarahan akut pada MRI terlihat isointense, menjadikan cara ini kurang tepat untuk mendeteksi perdarahan pada trauma akut. Efek massa, bagaimanapun, dapat diamati ketika meluas. (1)

PENGOBATAN Terapi Obat-obatan Pengobatan perdarahan epidural bergantung pada berbagai faktor. Efek yang kurang baik pada jaringan otak terutama dari efek massa yang menyebabkan distorsi struktural, herniasi otak yang mengancam-jiwa, dan peningkatan tekanan intrakranial. (1) Dua pilihan pengobatan pada pasien ini adalah (1) intervensi bedah segera dan (2) pengamatan klinis ketat, di awal dan secara konservatif dengan evakuasi tertunda yang memungkinkan. Catatan bahwa perdarahan epidural cenderung meluas dalam hal volume lebih cepat dibandingkan dengan perdarahan subdural, dan pasien membutuhkan pengamatan yang sangat ketat jika diambil rute konservatif. (1) Tidak semua kasus perdarahan epidural akut membutuhkan evakuasi bedah segera. Jika lesinya kecil dan pasien berada pada kondisi neurologis yang baik, mengamati pasien dengan pemeriksaan neurologis berkala cukup masuk akal. (1)

13

Meskipun manajemen konservatif sering ditinggalkan dibandingkan dengan penilaian klinis, publikasi terbaru Guidelines for the Surgical Management of Traumatic Brain Injury merekomendasikan bahwa pasien yang memperlihatkan perdarahan epidural < 30 ml, < 15 mm tebalnya, dan < 5 mm midline shift, tanpa defisit neurologis fokal dan GCS > 8 dapat ditangani secara nonoperatif. Scanning follow-up dini harus digunakan untukmenilai meningkatnya ukuran hematom nantinya sebelum terjadi perburukan. Terbentuknya perdarahan epidural terhambat telah dilaporkan. Jika meningkatnya ukuran dengan cepat tercatat dan/atau pasien memperlihatkan anisokoria atau defisit neurologis, maka pembedahan harus diindikasikan. Embolisasi arteri meningea media telah diuraikan pada stadium awal perdarahan epidural, khususnya ketika pewarnaan ekstravasasi angiografis telah diamati. (1) Ketika mengobati pasien dengan perdarahan epidural spontan, proses penyakit primer yang mendasarinya harus dialamatkan sebagai tambahan prinsip fundamental yang telah didiskusikan diatas.(1) Terapi Bedah Berdasarkan pada Guidelines for the Management of Traumatic Brain Injury, perdarahan epidural dengan volume > 30 ml, harus dilakukan intervensi bedah, tanpa mempertimbangkan GCS. Kriteria ini menjadi sangat penting ketika perdarahan epidural memperlihatkan ketebalan 15 mm atau lebih, dan pergeseran dari garis tengah diatas 5 mm. Kebanyakan pasien dengan perdarahan epidural seperti itu mengalami perburukan status kesadaran dan/atau memperlihatkan tanda-tanda lateralisasi.(1) Lokasi juga merupakan faktor penting dalam menentukan pembedahan. Hematom temporal, jika cukup besar atau meluas, dapat mengarah pada herniasi uncal dan perburukan lebih cepat. Perdarahan epidural pada fossa posterior

14

yang sering berhubungan dengan gangguan sinus venosus lateralis, sering membutuhkan evakuasi yang tepat karena ruang yang tersedia terbatas dibandingkan dengan ruang supratentorial. (1) Sebelum adanya CT-scan, pengeboran eksplorasi burholes merupakan hal yang biasa, khususnya ketika pasien memperlihatkan tanda-tanda lateralisasi atau perburukan yang cepat. Saat ini, dengan teknik scan-cepat, eksplorasi jenis ini jarang dibutuhkan. (1) Saat ini, pengeboran eksplorasi burholes disediakan bagi pasien berikut ini : (1)

Pasien dengan tanda-tanda lokalisasi menetap dan bukti klinis hipertensi intrakranial yang tidak mampu mentolerir CT-scan karena instabilitas hemodinamik yang berat.

Pasien yang menuntut intervensi bedah segera untuk cedera sistemiknya.

KOMPLIKASI Kebanyakan dari komplikasi perdarahan epidural muncul ketika tekanan yang mereka kerahkan mengakibatkan pergeseran otak yang berarti. Ketika otak menjadi subyek herniasi subfalcine, arteri serebral anterior dan posterior mungkin tersumbat, menyebabkan infark serebral. (1) Herniasi kebawah batang otak menyebabkan perdarahan Duret dalam batang otak, paling sering di pons. (1) Herniasi transtentorial menyebabkan palsy nervus III kranialis ipsilateral, yang seringnya membutuhkan berbulan-bulan untuk beresolusi sekali tekanan dilepaskan. Palsy nervus III kranialis bermanifestasi sebagai ptosis, dilatasi pupil, dan ketidakmampuan menggerakkan mata ke arah medial, atas, dan bawah. (1)

15

Pada anak-anak < 3 tahun, fraktur kranium dapat menyebabkan kista leptomeningeal atau fraktur bertumbuh. Kista ini diyakini muncul ketika pulsasi dan pertumbuhan otak tidak mengijinkan fraktur untuk sembuh, lalu menambah robek dura dan batas fraktur membesar. Pasien dengan kista leptomeningeal biasanya memperlihatkan massa scalp pulsatil. (1) PROGNOSIS Meksipun tujuan akhir adalah mencapai angka kematian 0% dan hasil akhir fungsional baik sebesar 100%, angka kematian keseluruhan pada kebanyakan seri pasien dengan perdarahan epidural berkisar antara 9,4-33%, rata-rata sekitar 10%. Secara umum, pemeriksaan motorik pre-operatif, skor GCS, dan reaktivitas pupil secara pasti berhubungan dengan hasil akhir fungsional pasien dengan perdarahan epidural akut jika mereka berhasil bertahan. Karena banyaknya perdarahan epidural yang terisolasi tidak melibatkan kerusakan struktural otak yang mendasarinya, hasil akhir secara keseluruhan akan menjadi sempurna jika evakuasi bedah yang tepat dilakukan. (1) Pada pasien trauma cedera otak dengan perdarahan epidural, prognosis lebih baik jika ada interval lucid (sebuah periode kesadaran sebelum kembalinya koma) dibandingkan jika pasien koma sejak mendapat cedera. (3)

16

DAFTAR PUSTAKA 1. Lumbantobing, S.M. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Balai Penerbit FKUI, Jakarta 2001. 2. Mansjoer Arif, Suprohita, Wahyu Ika, Wiwiek, editor.Kapita Selekta Kedokteran Jilid Kedua. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Kedokteran Indonesia. 2000. 3. Misbach Jusuf, Lyna Soertidewi, dkk. Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal. Jakarta: PERDOSSI. 2006. 4. Talley Nicholas J, OConnor Simon. Clinical Examination, second edition. Australia : MacLennan & Petty Publishers. Australia, 1992.

17

Anda mungkin juga menyukai