Anda di halaman 1dari 44

LI.1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ANATOMI ORGAN LIMFOID LO.1.

1 MAKROSKOPIS Sistem limfatikus adalah sistem sirkulasi sekunder pada tubuh yang berfungsi mengalirkan cairan limfa atau disebut juga sebagai getah bening yang ada di dalam tubuh. Cairan limfe berasal dari plasma darah yang keluar dari pembuluh darah kapiler arteriole sistem kardivaskular ke dalam jaringan sekitarnya secara difusi. Jaringan limfoid terdiri dari 4 buah, yaitu : Limfonodus

Terletak disekitar pembuluh darah yang berfungsi untuk memproduksi limfosit dan anti bodi untuk mencegah penyebaran infeksi lanjutan, menyaring aliran limfatik sekurang-kurangnya oleh satu nodus sebelum dikembalikan kedalam aliran darah melalui duktus torasikus, sehingga dapat mencegah penyebaran infeksi lebih luas. Terdapat permukaan cembung dan bagian hillus (cekung) yang merupakan tempat masuknya pembuluh darah dan saluran limfe eferen yang membawa aliran limfe keluar dari limfonodus. Saluran afferen memasuki limfonodus pada daerah sepanjang permukaan cembung. Bentuk :

Oval seperti kacang tanah atau kacang merah dengan pinggiran cekung (hillus)

Ukuran :

Sebesar kepala peniti atau buah kenari, dapat diraba pada daerah leher, axilla, dan inguinal dalam keadaan infeksi. Terletak disekitar pembuluh darah yang berfungsi : memproduksi limfosit dan antibodi untuk mencegah penyebaran infeksi lanjutan. Contoh : ada infeksi pada daerah kaki, maka limfonodus pada regio inguinale membesar selama proses infeksi.

Daerah tubuh yang terdapat limfonodus : 1. Dilihat dari letaknya pada tubuh a. Limfonodus superfisial i. ii. iii. iv. v. Limfonodus region cervicalis Limfonodus axilla Limfonodus sub inguinalis Limfonodus supraclavicularis Limfonodus para umbilicalis

b. Limfonodus profundus i. ii. iii. iv. v. Limfonodus iliaka (berkenaan dengan ilium) Limfonodus lumbal (sepanjang vertebra lumbalis) Limfonodus torasikus (pada pangkal paru) Limfonodus mesenterikus (melekat pada mesenterium usus halus) Limfonodus portal (pada fissura portal hepar/ celah porta hati)

2. Menurut Snells letak limfonodus terbagi atas : a. Kepala dan leher i. ii. Kepala dan leher belakang Sekitar musculo sternocleidomastoideus Pada belakang lidah, faring, cavum nasi, langit-langit mulut, dan wajah iii. Ramus mandibula Dasar mulut

b. Extremitas superior Aliran limfe masuk ke limfonodus axilla i. ii. Regio cubiti Regio axillaris

c. Kelenjar mammae (dibawah musculo pectoralis meliputi kulit dan otot) Aliran limfe masuk ke limfonodus axilla

d. Thorax Aliran limfe thorax dan kelenjar mammae masuk kedalam nodus limfatikus anterior dan posterior. i. ii. Parietal (dinding thorax) Viscera (jantung, perikardium, pulmo, pleura, thymus, dan esophagus)

e. Abdomen dan pelvis Meliputi daerah peritoneum dan disekitar aorta, vena cava inferior serta pembuluh darah intestinum. i. ii. Parietal (dibawah peritoneum, dekat pembuluh darah besar) Viscera (dekat pembuluh darah viscera/organ-organ dalam)

f.

Extremitas inferior Aliran limfe masuk ke limfonodus inguinal i. ii. iii. Disepanjang arteri dan vena tibialis Regio poplitea Regio inguinale

Lien

Merupakan organ limfoid yang terbesar, lunak, rapuh, vaskular berwarna kemerahan karena banyak mengandung darah dan berbentuk oval. Pembesaran limpa disebut dengan splenomegali. Pembesaran ini terdapat pada keaadan leukimia, cirrosis hepatis, dan anemia berat.

Letak : Regio hipochondrium sinistra intra peritoneal. Pada proyeksi costae 9, 10, dan 11. Setinggi vertebrae thoracalis 11-12. Batas anterior yaitu gaster, ren sinistra, dan flexura colli sinistra. Batas posterior yaitu diafragma, dan costae 9-12.

Ukuran : Sebesar kepalan tangan masing-masing individu.

Fiksasi : Fiksasi lien ke renal melalui ligamentum renolienalis. Fiksasi lien ke gaster melalui ligamentum gastrolienalis.

Aliran darah : Aliran darah akan masuk kedaerah hillus lienalis yaitu arteri lienalis dan keluar melalui vena lienalis ke vena porta menuju hati. Thymus Timus tumbuh terus hingga pubertas. Setelah mulai pubertas, timus akan mengalami involusi dan mengecil seiring umur kadang sampai tidak ditemukan. akan tetapi masih berfungsi untuk menghasilkan limfosit T yang baru dan darah. Mempunyai 2 buah lobus, mempunyai bagian cortex dan medulla, berbentuk segitiga, gepeng dan kemerahan. Thymus mempunyai 2 batasan, yaitu : Batasan anterior : manubrium sterni dan rawan costae IV Batasan atas : Regio colli inferior (trachea)

Letak :

Terdapat pada mediastinum superior, dorsal terhadap sternum. Dasar timus bersandar pada perikardium, ventral dari arteri pulmonalis, aorta, dan trakea. Batas anterior yaitu manubrium sterni, dan rawan costae IV. Batas Atas yaitu regio colli inferior (trachea).

Perdarahan : Berasal dari arteri thymica cabang dari arteri thyroidea inferior dan mammaria interna. Kembali melalui vena thyroidea inferior dan vena mammaria interna.

Tonsil

Tonsil termaksud salah satu dari organ limfoid yang terdiri atas 3 buah tonsila yaitu Tonsila Palatina, Tonsila Lingualis, Tonsila Pharyngealis. Ketiga tonsil tersebut membentuk cincin pada

saluran limf yang dikenal dengan Ring of Waldeyer hal ini yang menyebabkan jika salah satu dari ketiga tonsila ini terinfeksi dua tonsila yang lain juga ikut meradang.

Organ limfoid yang terdiri atas 3 buah tonsila, yaitu : Tonsila palatina Terletak pada dinding lateralis (kiri-kanan uvula) oropharynx dextra dan sinistra. Terletak dalam 1 lekukan yang dikenal sebagai fossa tonsilaris dengan dasar yang biasa disebut tonsil bed. Fossa tonsilaris dibatasi oleh dua otot melengkung membentuk arcus yaitu arcus palatoglossus dan arcus palatopharyngeus. Tonsila lingualis Tonsila pharyngealis

Perdarahan : Aliran darah berasal dari arteri tonsillaris yang merupakan cabang dari arteri maxillaris externa (fascialis) dan arteri pharyngica ascendens lingualis.

LO.1.2 MIKROSKOPIS Umumnya terdiri atas jaringan penyambung, jala-jala sel dan serabut retikulin yang didalamnya terdapat limfosit, sel plasma, dan makrofag. Limfonodus

Limfonodus berfungsi menyaring aliran limfe sebelum dicurahkan kedalam aliran darah melalui duktus torasikus. Limfonodus dibagi atas daerah korteks dan sinusoid. Daerah korteks

dapat dibagi atas 2 bagian. Pada nodulus limfatikus terdapat germinal centers. Limfonodus dibungkus oleh kapsula fibrosa yang terdiri dari serat kolagen, yang menjulur kedalam disebut trabeculae. Dibawah kapsula fibrosa terdapat sinus sub kapsularis atau sinus marginalis dimana cairan limfe ditapis dan kemudian mengalir melalui sinus kortikalis atau sinus trabekularis mengikuti trabekula. Stroma limfonodus dibentuk oleh cabang-cabang trabekula dan jaringan retikular (sel retikular merupakan sel fagosit) yang juga membentuk dinding dari sinusoid. Limfonodus dibagi menjadi dua daerah yaitu : o

Korteks

Dibagi menjadi dua bagian yaitu : Korteks luar Dibentuk dari jaringan limfoid yang terdapat satu jaringan sel retikular dan serat retikular yang dipenuhi oleh limfosit B. Terdapat struktur berbentuk sferis yang disebut nodulus limfatikus, dalam satu nodulus limfatikus terdapat corona (dibentuk dengan susunan sel yang padat) dan sentrum germinativum (dibentuk dari susunan sel yang longgar, dan merupakan tempat diferensiasi limfosti B menjadi sel plasma) . Terdapat sinus subkapsularis atau sinus marginalis yang dibentuk oleh jaringan ikat longgar dari makrofag, sel retikular dan serat retikular. o

Korteks dalam Merupakan kelanjutan dari korteks luar, terdapat juga nodulus limfatikus, dan mengandung limfosit T.

Medula

Terdapat korda medularis (genjel-genjel medula) yang merupakan perluasan korteks dalam yang berisi sel plasma hasil diferensiasi pada sentrum germinativum. Korda medularis dipisahkan oleh struktur seperti kapiler yang berdilatasi yang disebut sebagai sinus limfoid medularis yang mengandung cairan limfe. Lien

Lien berwarna merah tua karena banyak mengandung darah. Lien dibungkus oleh kapsula fibrosa tebal, bercabang cabang ke dalam lien sebagai trabekula, keduanya merupakan jaringan ikat padat. Suplai darah kedalam parenkim melalui arteri trabekularis yang masuk bersama trabekula. Lien dibentuk oleh jaringan retikular yang mengandung sel limfoid, makrofag dan Antigen Presenting cell. Dibungkus oleh simpai jaringan ikat padat yang menjulur (trabekula) yang membagi parenkim atau pulpa lien menjadi kompartemen yang tidak sempurna, tidak terdapat pembuluh limfe, terdapat arteri dan vena trabekularis. Pulpa lien terbagi menjadi dua bagian yaitu : Pulpa alba/putih Terdapat nodulus limfatikus (terdapat banyak limfosit B) dan arteri sentralis/folikularis yang dikelilingi oleh sel-sel limfoid terutama sel limfosit T dan membentuk selubung periarteri. Pulpa alba dan pula rubra dibatasi oleh zona marginalis o Zona marginalis Terdapat sinus dan jaringan ikat longgar dalam jumlah yang banyak. Sel limfosit (jumlah yang sedikit) dan makrofag aktif (jumlah yang banyak). Banyak terdapat antigen darah yang berperan dalam aktivitas imunologis limpa. Pulpa rubra/merah Merupakan jaringan retikular dengan korda limpa (diantara sinusoid) yang terdiri dari sel dan serat retikular (makrofag, limfosit, sel plasma, eritrosit, trombosit, dan granulaosit) Fungsi limpa : 1. Pembentukan limfosit Dibentuk dalam pulpa alba, menuju ke pulpa rubra dan masuk dalam aliran darah

2. Destruksi eritrosit Oleh makrofag dalam korda pula merah

3. Pertahanan organisme Oleh karena kandungan limfost T, limfosit B, dan Antigen Presenting cell

Thymus

Timus diliputi oleh jaringan ikat tipis (kapsula fibrosa) yang terdiri dari serat kolagen dan elastin. Memiliki suatu simpai jaringan ikat yang masuk ke dalam parenkim dan membagi timus menjadi lobulus. Thymus terdiri dari 2 lobulus, tiap lobulus terdiri dari korteks dan medula, tidak terdapat nodulus limfatikus. Korteks merupakan bagian perifir lobulus, dipenuhi oleh limfosit timus. Medula sendiri terisi oleh limfosit. Di daerah medula terdapat badan hassal, suatu bangunan dengan bagian tengahnya berupa daerah hialinisasi berwarna merah muda, dikelilingi oleh sel sel epitoloid. Thymus tidak memliki sinusoid ataupun pembuluh limfe afferen.

Korteks

Banyak terdapat limfosit T dan beberapa sel makrofag, dengan sel retikular yang tersebar.

Medula

Mengandung sel retikular dan limfosit (jumlah sedikit), terdapat badan hasal tersusun dari sel retikular epitel gepeng konsentris yang mengalami degenerasi hialin dan mengandung granula keratohialin dengn fungsi yang belum diketahui. Tonsil

Tonsil lingualis Terdapat pada 1/3 bagian posterior lidah, tepat dibelakang papila sirkumvalata, bercampur dengan muskular skelet. Limfonodulus umumnya mempunyai germinal center yang umumnya terisi limfosit dan sel plasma.

Tonsil palatina Tonsila palatina tidak terdapat muskular dan pada kriptus banyak terdapat debris yang disebut benda liur.

Tonsila faringea atau adenoid Terdapat pada permukaan medial dari dinding dorsal nasofaring. Epitel yang meliputi jaringan limfoid ini adalah epitel bertingkat torak bersilia.

LI.2. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN IMUNITAS LO.2.1 DEFINISI Imunitas adalah mekanisme perlindungan yang bertindak untuk mempertahankan integritas tubuh terhadap substansi agens asing. (Shirley E. Otto. 2005.buku saku keperawatan onkologi. Jakarta EGC) LO.2.2 MACAM-MACAM Dibedakan menjadi dua sistem yaitu sistem non spesifik (natural/innate) dan sistem spesifik (adaptive/acquired).

Sistem imun non spesifik Merupakan pertahanan tubuh utama dalam menghadapi serangan benda asing, karena sistem imun spesifik memerlukan waktu untuk memberikan respon, sistem imun non spesifik tidak mempunyai memori terhadap antigen. Disebut non spesifik dikarenakan tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu, telah tersedia dan berfungsi langsung dan terdapat sejak lahir. o

Pertahanan fisik/mekanik Melalui kulit, selaput lendir, silia saluran napas, batuk, dan bersin. Luka bakar pada kulit dan selaput lendir yang rusak karena asap rokok dapat meningkatkan resiko infeksi dan infeksi oportunistik.

Pertahanan larut Biokimia Mikroba dapat masuk melalui kelenjar sebaseus dan folikel rambut. Bahan-bahan yang disekresi mukosa saluran napas, kelenjar sebaseus kulit, kelenjar kulit, telinga, spermin dalam semen berfungsi sebagai pertahanan tubuh. Bahan-bahan yang dapat melindungi tubuh dari kuman Gram-positif dengan cara : Menghancurkan lapisan peptidoglikan dinding kuman : 1. Asam hidroklorik (lambung) 2. Lisosim (keringat) 3. Ludah 4. Air mata 5. Air susu ibu (antibakterial pada E.colli dan Staphylococcus) Mencegah timbulnya bakteri karena pH yang rendah : 1. Vagina 2. Spermin dalam semen 3. Jaringan-jaringan lain

Saliva juga mengandung antibodi dan komplemen yang berfungsi sebagai opsonin dalam lisis sel mikroba. Lisozim yang dilepas oleh makrofag bersama dengan komplemen dapat menghancurkan kuman Gram-negatif. Enzim lisosim baik dalam darah maupun dalam sekresi tubuh membunuh kuman dengan mengubah dinding selnya (denaturasi protein membran sel). IgA juga merupakan antibodi lokal untuk pertahanan permukaan mukosa dengan merusak dinding sel bakterinya. Pembiasan saluran kemih oleh urin dapat menyingkirkan kuman patogen. Laktoferin dan transferin dalam serum mengikat zat besi yang dibutuhkan untuk hidup kuman pseudomonas. Contoh kerja sama antara pertahanan fisik dengan biokimia ialah mukus yang kental melindungi sel epitel mukosa dan menangkap bakteri dan bahan asing lainnya yang selanjutnya dikeluarkan oleh gerakan silia.

Humoral Molekul larut tertentu yang diproduksi di tempat infeksi/cedera dan berfungsi lokal, contohnya peptida antimikroba (defensin, katelisidin, IFN dengan efek antiviral). Pertahanan humoral ini juga dapat dikerahkan ke jaringan sasaran yang berbeda tempat melalui sirkulasi seperti komplemen dan PFA (protein fase akut)/APP (acute phase protein) Komplemen Bersama dengan antibodi untuk menghancurkan membran lapisan LPS dinding sel beberapa bakteri Gram negatif yang ditemukan dalam serum normal. Komplemen rusak pada suhu 56oC selama 30 menit. Komplemen terdiri atas sejumlah besar protein yang memberikan proteksi terhadap infeksi dan berperan dalam respon inflamasi. Komplemen spektrum aktivitas luas diproduksi oleh hepatosit dan monosit serta dapat diaktifkan langsung oleh mikroba atau produknya. Komplemen berfungsi sebagai opsonin yang meningkatkan fagositosis, faktor kemotaktik, dan menimbulkan destruksi bakteri dan parasit. Protein fase akut Selama fase ini, terjadi perubahan kadar protein serum yang disebut APP ( acute phase protein). Meningkat atau menurunnya kada protein selama fase akut disebut sebagai APRP (acute phase response protein) yang berperan dalam pertahanan dini. Interferon Suatu glikoprotein yang dihasilkan sel manusia yang mengandung nukleus dan dilepas sebagai respon terhadap infeksi virus/sifat antivirus dengan menginduksi selsel sekitar sel yang telah terserang virus. Interferon juga dapat mengaktifkan natural killer cell (sel NK) untuk membunuh virus dan sel neoplasma, sehingga dapat menyingkirkan reservoir infeksi. Sel NK memberikan respon terhadap IL-12 yang diproduksi makrofag dan melepas IFN- yang mengaktifkan makrofag untuk membunuh mikroba yang sudah dimakannya. CRP (C-reactive protein) Dibentuk pada infeksi, yang berperan sebagai opsonin dan dapat mengaktifkan komplemen.

Pertahanan selular Fagosit

Berbagai sel dapat melakukan fagositosis, sel utama yang berperan dalam hal tersebut adalah sel mononuklear (monosit dan makrofag) serta sel polimononuklear (neutrofil) yang keduanya berasal dari sel hemopoietik yang sama. Fagositosis dini efektif pada invasi kuman, dapat mencegah timbulnya penyakit. Proses fagositosis terjadi dalam beberapa tingkat : kemotaksis, menangkap, membunuh, dan mencerna.

Sel NK Merupakan sel limfosit tanpa ciri-ciri sel limfoid sistem imun spesifik yang ditemukan dalam sirkulasi. Disebut juga sel non B non T atau sel populasi ketiga atau null cell. Sel NK mempunyai granula yang besar (large granular lymphocyte/LGL). Sel NK menghancurkan sel yang mengandung virus atau sel neoplasma. Interferon mempercepat pematangan dan meningkatkan efek sitolitik sel NK.

Sel mast Berperan dalam reaksi alergi dan pertahanan pada pejamu imunokompromais, sebagai imunitas terhadap parasit usus dan invasi bakteri. Berbagai faktor nonimun seperti latihan jasmani, tekanan, trauma, panas, dan dingin dapat mengaktifkan dan menimbulkan degranulasi sel mast.

Sistem imun spesifik Mempunyai kemampuan untuk mengenal benda asing bagi dirinya. Bila sel sistem terpajan ulang dengan benda asing yang sama, sel akan mengenal lebih cepat dan akan merespon dengan baik, oleh karena itu sistem tersebut disebut spesifik. Sistem ini dapat bekerja sendiri tetapi umunya terjalin kerja sama baik dengan sistem imun non spesifik. o Humoral Yang berperan dalam sistem ini adalah sel B yang berasal dari sel multipoten dalam sumsum tulang. Bila sel B dirangsang benda asing, sel tersebut akan berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang dapat membentuk antibodi. Antibodi dapat ditemukan dalam serum. Fungsi utama antobodi ialah mempertahankan tubuh terhadap infeksi bakteri, virus dan menetralisasi toksin. o Selular Yang berperan dalam sistem ini adalah limfosit T atau sel T. Fungsi sel T umumnya ialah : Membantu sel B dalam memproduksi antibodi Mengenal dan menghancurkan sel yang terinfeksi virus

Mengaktifkan makrofag untuk fagositosis Mengontrol ambang dan kualitas imun.

Sel T dibentuk dalam sumsum tulang, tetapi diferensiasi dan proliferasinya terjadi dalam kelenjar timus atas pengaruh faktor asal timus. Hanya sekitar 5-10% sel timus yang matang dan masuk kedalam sirkulasi dan KGB. Sel T terdiri dari : Sel T naif Sel limfosit yang meninggalkan timus namun belum berdiferensiasi, belum terpajan dengan antigen dan menunjukkan molekul permukaan CD45RA. Sel ini ditemukan dalam organ limfoid perifer. Sel T naif yang terpajan antigen akan berkembang menjadi sel Th0 dan dapat berkembang menjadi Th1 dan Th2, sel Th0 memproduksi sitokin dari ke 2 jenis sel tersebut seperti IL-2, IFN, dan IL-4. Sel T CD4+ (Th1 dan Th2) Sel T naif CD4+ memasuki sirkulasi dan menetap dalam organ limfoid bertahun-tahun sebelum terpajan antigen atau mati. Sel tersebut mengenal antigen yang dipresentasikan bersama molekul MHC-II oleh APC dan berkembang menjadi subset sel Th1 atau sel Tdth (delayed type Hypersensitivity) atau Th2 yang tergantung sitokin lingkungan. IFN dan IL-12 yang diproduksi APC seperti makrofag dan sel dendritik diaktifkan mikroba merangsang diferensiasi sel CD4+ menjadi Th1/Tdth yang berperan dalam reaksi hipersensitivitas lambat (tipe IV). Sel Tdth berperan mengarahkan makrofag san sel inflamasi ke tempat terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Atas pengaruh IL-4, IL-5, IL-10, IL-13 yang dilepas sel mast yang terpajan antigen atau cacing, Th0 berkembang menjadi sel Th2 yang merangsang sel B untuk memproduksi antibodi. Sel T CD8+ (Cytotoxic T Lymphocyte/CTL/Tcytotoxic/Tcytolytic/Tc) Fungsi utama sel ini ialah menyingkirkan sel yang terinfeksi virus dengan menghancurkan sel tersebut. Sel CTL juga menghancurkan sel ganas dan sel histoimkompatibel yang menimbulkan penolakan pada transplantasi. Dalam keadaan tertentu, sel CTL dapat menghancurkan sel terinfeksi bakteri intrasel. Sebagai T inducer karena dapat menginduksi sel subset T lainnya.

Sel Ts (T supresor) atau sel Tr (T regulator) atau Th3 Berperan menekan aktivitas sel efektor T yang lain dan sel B. Kerja sel Tr dengan mencegah respon sel Th1. APC mempresentasikan antigen ke sel T naif yang akan melepaskan sitokin IL-12 yang merangsang diferensiasi sel T naif menjadi sel efektor Th1. Sel Th1 menghasilkan IFN- yang mengaktifkan makrofag dalam fase efektor. Sel Tr mencegah aktivasi sel T melalui mekanisme yang belum jelas. Beberapa sel Tr melepas sitokin imunosupresif seperti IL-10 yang mencegah fungsi APC dan aktivasi makrofag dan TGF- yang mencegah proliferasi sel T dan aktivasi makrofag.

LO.2.3 MEKANISME

A. Sistem imun nonspesifik Tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu, telah ada dan siap berfungsi sejak lahir. Mekanismenya tidak menunjukan spesifitas terhadap benda asing dan mampu melindungi tubuh terhadap banyak pathogen potensial. Pertahan terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroba dan dapat memberikan respon langsung Pertahanan fisik/mekanik: kulit, selaput lendir, silia saluran nafas, batuk dan bersin adalah pertahanan terdepan terhadap infeksi. Pertahanan biokimia: beberapa mikroba bisa masuk melalui, Kelenjar sebaseus dan folikel rambut, pH asam keringat dan sekresi sebaseus, berbagai asam lemak yang dilepas kulit mempunya efek denaturasi terhadap protein membrane sel sehingga dapat mencegah infeksi Lizosim pada keringat,ludah, air mata dan air susu ibu melindungi tubuh dari kuman Gram (+) dengan menghancurkan lapisan peptidoglikan Laktooksidase dan asam neuraminik di air susu ibu mempunyai sifat antibacterial terhadap E.coli dan stafilokokus Di saliva mengandung laktooksidase yang merusak dinding sel mikroba dan menimbulkan kebocoran sitoplasma dan mengandung

antibody yang komplemen yang berfungsi sebagai opsonin dalam lisis sel mikroba Asam hidroklorida dalam lambung, enzim proteolitik, antibody dan empedu dalam usus halus membantu menciptakan lingkungan yang mencegah infeksi mikroba Mekanisme imunitas nonspesifik terhadap bakteri tingkat sawar fisik seperti kulit atau permukaan mukosa Bakteri yang bersifat simbiotik atau komensalisme yang ditemukan hanya menggunakan sedikit nutrient sehingga kolonisasi pathogen sulit terjadi Kulit merupakan sawar fisik efektif dan pertumbuhan bakteri dihambat sehingga agen pathogen yang menempel akan dihambat pH rendah dari asam laktat yang terkandung didalam sebum yang dilepas kelenjar kulit Sekret dipermukaan mukosa mengandung enzim destruktif seperti lizosim Saluran napas dilindungi oleh gerakan mukosiliar sehingga lapisan mukosa secara terus menerus digerakkan menuju arah nasofaring Bakteri ditangkap oleh mucus sehingga dapat disingkirkan dari saluran napas Sekresi mukosa saluran napas dan saluran cerna mengandung peptide antimicrobial yang dapat memusnahkan mikroba pathogen Mikroba pathogen yang berhasil menembus sawar fisik dan masuk ke jaringan dibawahnya dapt dimusnahkan dengan bantuan komplemen dan dicerna oleh fagosit Pertahanan humoral: sistem imun nonspesifik menggunakan berbagai molekul, diantaranya adalah peptide antimikroba seperti defisiensi, katelisidin dan IFN dengan efek antiviral.

1) Komplemen

Komplemen akan rusak pada pemanasan 56oC selama 30 menit Komplemen terdiri atas jumlah besar protein yang bila diaktifkan dapat memberikan efek proteksi terhadap infeksi dan berperan dalam respon inflamasi Komplemen dengan spectrum aktivitas yang luas diproduksi oleh hepatosit dan monosit serta langsung dapat diaktifkan oleh mikroba atau produknya Komplemen berperan sebagai opsonin yang meningkatkan fagositosis, sebagai factor kemotaktik, menimbulkan

destruksi/lisis bakteri dan parasit antibody diinduksi oleh infeksi subklinis antibody dengan

bantuan komplemen akan menghancurkan membrane lapisan lipopolisakarida dinding sel bila LPS lemah maka

lizosim, mukopeptida dapat menembus membrane bakteri dan menghancurkan lapisan mukopeptida MAC dari sistem komplemen dapat membentuk lubanglubang kecil dalam sel membrane bakteri sehingga bahan sitoplasma yang mengandung bahan-bahan vital keluar sel dan menimbulkan kematian mikroba

2) Protein fase akut (PFA) Selama fase akut infeksi, terjadi perubahan pada kadar protein dalam serum yang disebut APP Protein yang meningkat atau menurun selama fase akut disebut juga APRP yang berperan dalam pertahanan dini. Diinduksi oleh sinyal yang berasal dari tempat cedera atau infeksi melalui darah. Hati merupakan tempat sintesis APRP C-reactive protein (CRP) merupakan salah satu PFA, termasuk golongan protein yang kadarnya dalam darah meningkat pada infeksi akut sebagai respon imunitas

nonspesifik. Sebagai opsonin, CRP mengikat berbagai mikroorganisme. Pengukuran CPR digunakan untuk, menilai aktivitas penyakit inflamasi dan jika tetap tinggi maka menunjukkan infeksi yang persisten. CRP dapat meningkat dengan bantuan Ca++. Lektin/kolektin merupakan molekul larut dalam plasma yang dapat mengikat manan/manosa dalam polisakarida (karenanya disebut MBL) yang merupakan permukaan banyak bakteri seperti galur pneumokokus dan banyak mikroba, tetapi tidak pada sel vertebrata. Lektin berperan sebagai opsonin yang mengaktifkan komplemen Protein fase akut lainnya adalah 1-antitripsin, amilod serum A, haptoglobin, C9, factor B dan fibrinogen yang juga berperan pada peningkatan laju endap darah akibat infeksi, namun dibentuk jauh lebih lambat dari CRP Mekanisme fosfolipid diperlukan untuk produksi PG dan LTR yang berguna untuk meningkatkan respons inflamasi melalui peningkatan permeabilitas vascular dan vasodilatasi Sitokin IL-1, IL-6, TNF- disebut sitokin proinflamasi, merangsang hati untuk mensintesis dan melepas sejumlah protein plasma. Pertahanan selular: fagosit, sel NK, sel mast dan eosinofil berperan dalam sistem imun nonspesifik selular. Sel-sel tersebut dapat ditemukan di jaringan atau di dalam sirkulasi dan dapat mengenal produk mikroba esensial yang diperlukan untuk hidupnya.

B. Sistem imun spesifik Mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Pajanan tersebut menimbulkan sensitasi, sehingga antigen yang sama dan masuk tubuh untuk kedua kali akan dikenal lebih cepat dan kemudian dihancurkan

Sistem imun spesifik humoral: yang berperan adalah limfosit B ata sel B yang berasal dari sel asal multipoten di sumsum tulang. Sel B yang dirangsang oleh benda asing akan berpoliferasi, berdefisiensi dan berkembang menjadi sel plasma yang memproduksi antibody. Antibody yang dilepas ditemukan didalam serum, berfungsi untuk pertahanan terhadap infeksi ekstraselular, virus dan bakteri serta menetralkan toksinnya.

Sistem imun spesifik selular: yang berperan adalah limfosit T atau sel T yang dibentuk dalam sumsum tulang, tetapi proliferasi dan diferensiasinya terjadi di dalam kelenjar timus. Faktor timus disebut timosin yang dapat ditemukan dalam peredaran darah sebagai hormone asli dan dapat mempengaruhi diferensiasi sel T diperifer. Fungsi utama sistem imun spesifik selular adalah pertahanan terhadap bakteri yang hidup intraselular,virus, jamur, parasit dan keganasan.

LI.3. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ANTIGEN LO.3.1 DEFINISI Imunogenitas dan antigenitas Keduanya berhubungan tetapi berbeda dalam sifat imunologinya. Imunogenitas merupakan kemampuan menginduksi respon imun humoral (sel B memproduksi Ig) dan selular (aktivasi sel T melepaskan sitokin), sedangkan antigenitas merupakan bahan yang dapat menginduksi respon imun spesifik. Semua molekul yang bersifat imunogenitas juga memiliki sifat antigenitas, namun tidak sebaliknya.

Antigen Antigen atau imunogen merupakan bahan yang dikandung oleh berbagai kuman patogen (bakteri, virus, jamur, parasit). Antigen poten alamiah terbanyak adalah protein besar dengan berat molekul lebih dari 40.000 dalton dan kompleks mikrobial. Glikolipid dan lipoprotein dapat bersifat imunogenik, berbeda halnya dengan lipid yang dimurnikan. Asam nukleat dapat bersifat imunogenik dalam penyakit autoimun tertentu, tetapi tidak dalam keadaan normal. Berikut merupakan kerja dari Antigen :

1. Merangsang respon imun, secara spesifik antigen dapat merangsang sel B atau sel T atau keduanya. 2. Berinteraksi dengan produk respons imun (antibodi dan/ T-cell receptor). 3. Menginduksi baik respon imun dan bereaksi dengan produknya. (antigen lengkap). Epitop/determinan antigen Bagian dari antigen yang membuat kontak fisik dengan reseptor antibodi, dan menginduksi pembentukan antibodi. Makromolekul dapat memiliki berbagai epitop yang masing-masing menginduksi produksi antibodi spesifik yang berbeda.

Paratop Bagian dari antibodi yang mengikat epitop atau TCR pada antigen.

Agretop Regio antigen yang berikatan dengan MHC II

Superantigen Merupakan molekul pemacu respon imun poten, dan lebih tepat disebut sebagai supermitogen karena dapat memacu mitosis sel CD4+ tanpa bantuan APC. Efeknya terlihat setelah diikat oleh TCR, respon sel T lebih cepat dan besar serta menyebabkan pelepasan sitokin dalam jumlah besar (IL-2, IL-6, IL8, TNF- , IFN-) yang berperan dalam proses : Inflamasi Menimbulkan ekspansi masif sel T reaktif spesifik Sindrom klinis o o DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) Kolaps vaskular/syok endotoksin/syok septik (terutama melalui TNF- )

Superantigen dapat merangsang 10% sel CD4+ melalui ikatan dengan TCR dan timus dependen sehingga tidak diperlukan proses fagositosis. Superantigen memiliki tempat pengikatan reseptor dari dua sistem imun berbeda yaitu : Rantai dari TCR Rantai atau dari molekul MHC II

Sekitar 20% dari semua sel T darah diaktifkan oleh satu molekul superantigen. Melalui MCH I dan TCR, superantigen mengarahkan Th untuk memberikan sinyal ke sel B, makrofag, sel dendritik, dan sel sasaran lain. Superantigen juga sebagai ajuvan (bahan yang diperlukan sebagai tambahan pelarut antigen/perangsang produksi antibodi). untuk meningkatkan respons imun terhadap antigen dalam imunisasi.

Superantigen diproduksi oleh kuman patogen bagi manusia, misalnya : Staphylococcus aureus (enterotoksin dan toksin eksofoliatif) Staphylococcus pyogenes (eksotoksin) Patogen Gram negatif (toksin Yersinia enterokolitika, Yersinia pseudotuberkulosis) Virus (EBV, CMV, HIV, rabies) Parasit (Toxoplasma gondii)

Aloantigen Ditemukan pada bahan golongan darah (eritrosit dan antigen histokompatibel) dalam jaringan tandur yang merangsang respon imun resipien yang tidak memiliki aloantigen.

Toksin Merupakan racun, biasanya berupa imunogen yang merangsang pembentukan antibodi (antitoksin) dengan kemampuan untuk menetralkan efek merugikan dari toksin. Toksin dibagi menjadi : Toksin bakteri Diproduksi mikroorganisme, penyebab tetanus, difteri, botulism, gas gangren, toksin staphylococcus

Fitotoksin Toksin yang berasal dari tumbuhan. Risin dari minyak jarak, korotein dan abrin merupakan turunan biji likoris indian, Gerukia

Zootoksin Berasal dari ular, laba-laba, kalajengking, lebah, tawon.

LO.3.2 KLASIFIKASI a. Pembagian antigen menurut epitop Unideterminan, univalent = hanya satu jenis determinan/epitop pada satu molekul Unideterminan, multivalent = hanya satu jenis determinan tetapi dua atau lebih determinan tersebut ditemukan pada satu molekul Multideterminan, univalent = banyak epitop yang bermacam-macam tetapi hanya satu dari setiap macamnya (kebanyakan protein) Multideterminan, multivalent = banyak macam determinan dan banyak dari setiap macam pada satu molekul (antigen dengan berat molekul yang tinggi dan kompleks secara kimiawi)

b. Pembagian antigen menurut spesifiksitas Heteroantigen = dimiliki oleh banyak spesies Xenoantigen = dimiliki spesies tertentu Aloantigen (isoantigen) = spesifik untuk individu dalam satu spesies Antigen organ spesifik = dimiliki organ tertentu Autoantigen = dimiliki alat tubuh sendiri

c. Pembagian antigen menurut ketergantungan terhadap sel T T dependent = memerlukan pengenalan oleh sel T terlebih dahulu untuk dapat menimbulkan respons antibody. Kebanyakan antigen protein termasuk dalam golongan ini T independent = dapat merangsang sel B tanpa bantuan sel T untuk membentuk antibody. Kebanyakan antigen golongan ini berupa molekul besar poliremik yang dipecah di dalam tubuh secara perlahan-lahan, misalnya lipopolisakarida, ficcol, dekstran, levan dan flagelin polimerik bakteri

d. Pembagian antigen menurut sifat kimiawi Hidrat arang (polisakarida) = pada umumnya imunogenik, glikoprotein yang merupakan bagian permukaan sel banyak mikroorganisme dapat menimbulkan respon imun terutama pembentukan antibody. Contoh lain adalah respon imun yang ditimbulkan golongan darah ABO, sifat antigen dan spesifitas imunnya berasal dari polisakarida pada permukaan sel darah merah

Lipid = biasanya tidak imunogenik, tetapi menjadi imunogenik bila diikat protein pembawa. Lipid dianggap hapten, contohnya adalah sfingolipid Asam nukleat = tidak imunogenik, tetapi bisa menjadi imunogenik bila diikat protein molekul pembawa. DNA dalam bentuk heliksnya biasanya tidak imunogenik. Respons imun terhadap DNA terjadi pada penderita LES

Protein = biasanya imunogenik dan umumnya multideterminan dan univalent

LO.3.3 MEKANISME (ada) LO.3.4 FUNGSI(ada) LI.4. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ANTIBODI LO.4.1 DEFINISI Antibodi atau immunoglobin (Ig) adalah golongan protein yang dibentuk oleh sel plasma (proliferasi sel B) setelah terjadi kontak dengan antigen

LO.4.2 KLASIFIKASI

Immunoglobin G (IgG)

Adalah immunoglobin utama pada serum manusia yang meliputi sekitar 7080% dari seluruh immunoglobin. Setiap molekul IgG terdiri dari 2 rantai, yaitu rantai L dan 2 rantai H yang dihubungkan oleh ikatan sulfida (formula molekul H2L2). Karena mempunyai 2 tempat pengikatan yang identik, immunoglobulin bersifat divalen. Berdasarkan pada perbedaan anigenik rantai H dan pada jumlah dan lokasi ikatan disulfida, ada 4 sub kelas IgG, yaitu IgG1, IgG2, IgG3, dan IgG4. Sebagian besar IgG adalah IgG1 (65%). Antibodi IgG2 ditunjukkan pada antigen polisakarida yang merupakan bagian sistem pertahanan penting terhadap bakteri berkapsul.

IgG merupakan antibodi terpenting pada respons imun sekunder dan juga merupakan antibodi penting untuk pertahanan terhadap bakteri dan virus. IgG adalah satu-satunya antibodi yang dapat melewati plasenta. Antibodi ini memberikan imunitas pasif yang tinggi pada bayi baru lahir. IgG yang tersebar merata di intravaskular dan ekstravaskular merupakan satu-satunya kelas antibodi yang bersifat antitoksin. IgG dapat mengopsonosasi karena mempunyai reseptor rantai H pada permukaan fagosit, sedangkan IgM tidak dapat secara langsung mengopsonisasi karena tidak mempunyai reseptor rantai H pada permukaan fagosit.

Immunoglobin A (IgA)

Merupakan immunoglobin utama pada sekret, seperti kolostrum, saliva, air mata, dan sekret saluran perrnapasan, gastrointestinal, dan genitalia. IgA melindungi membran mukosa dari bakteri dan virus. Setiap molekul IgA sekretonik (berat molekul 400.000) terdiri dari 2 unit H2L2, satu molekul rantai J (joining, penghubung), dan komponen sekretonik. Komponen sekretonik adalah suatu polipeptida yang disintesis oleh sel-sel epitel yang dilewati perjalanan IgA ke permukaan mukosa. Komponen sekretonik ini juga memproteksi IgA dari degradasi di saluran intestinal. Dalam serum, IgA berada dalam bentuk monomer H2L2 (BM 170.000)

Immunoglobin M (IgM)

Adalah immunoglobin utama yang diproduksi pada awal respons primer. IgM dapat ditemukan sebagai monomer pada permukaan hampir semua sel B dan tempatnya berfungsi sebagai reseptor pengikatan antigen. Pada serum, IgM merupakan pentamer yang terdiri dari 5 unit H2L2 ditambah satu molekul rantai J (joining, penghubung). Pentamer ini mempunyai 10 tempat pengikatan antigen dan 5-10 valensi. IgM merupakan immunoglobin paling penting untuk aglutinasi, fiksasi komplemen, dan reaksi antibodi lain. IgM merupakan antibodi penting untuk pertahanan terhadap virus dan bakteri. IgM dapat diproduksi oleh janin pada beberapa infeksi tertentu. IgM mempunyai aviditas tertinggi karena interaksinya dengan antigen dapat melibatkan ke tempat terikatnya sekaligus. Immunoglobin D (IgD)

Sejauh ini belum diketahui fungsi antibodi immunoglobulin ini. Yang diketahui hanyalah fungsinya sebagai reseptor antigen karena dapat ditemukan pada permukaan beberapa limfosi B. Jumlahnya dalam serum sangat terbatas.

Immunoglobulin E (IgE)

Regio Fc IgE berikatan dengan permukaan sel mast dan basofil. IgE yang terikat berfungsi sebagai reseptor antigen (alergen) dan kompleks antigen-antibodinya memicu terjadinya respons alergi melalui pelepasan mediator. Jumlah IgE pada serum normal sangat sedikit (sekitar 0,004%), tetapi penderita reaksi alergi dapat mempunyai IgE dalam jumlah yang sangat meningkat. IgE juga dapat dijumpai pada sekresi eksterna. Konsentrasi IgE serum juga meningkat pada infeksi cacing. IgE tidak dapat memfiksasi komplemen maupun melewati plasenta.

LO.4.3 MEKANISME

Antibodi diproduksi melalui proses yang disebut seleksi klonal (clonal selection). Setiap individu mempunyai jumlah besar limfosit B (sekitar 107). Setiap sel B mempunyai reseptor permukaan (IgM dan IgD) yang dapat bereaksi terhadap satu antigen (atau kelompok antigen yang serupa). Suatu antigen akan bereaksi dengan limfosit B yang mempunyai reseptor permukaan yang paling sesuai. Setelah berikatan dengan antigen, sel B akan terstimulasi untuk berpoliferasi dan membentuk klon sel. Sel-sel B yang terpilih ini akan segera berubah menjadi sel plasma dan mensekresi antibodi yang spesifik terhadap antigen. Sel plasma mensintesis immunoglobin dengan spesifitas antigenik yang sama dengan yang dibawa oleh sel B yang di seleksi. Spesifisitas antigenik tidak akan berubah meskipun terjadi perubahan kelas rantai berat antibodi. LO.4.4 FUNGSI Berikatan dengan reseptor permukaan darivirus dan mencegah masuk ke dalam sel (inactivation). Berikatan dengan toxin yg larut dan menyebabkan presipitasi (neutralization).

Merangsang (induksi) fagositosis Aktivasi Complement System menyebabkan sel lisis setelah serangan mikroorganisme

LI.5. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN VAKSINASI LO.5.1 DEFINISI Imunisasi adalah pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu. Vaksin adalah suatu obat yang diberikan untuk membantu mencegah suatu penyakit. Vaksin membantu tubuh untuk menghasilkan antibodi. Antibodi ini berfungsi melindungi terhadap penyakit. Vaksin tidak hanya menjaga agar anak tetap sehat, tetapi juga membantu membasmi penyakit yang serius yang timbul pada masa kanak-kanak. Vaksin secara umum cukup aman. Keuntungan perlindungan yang diberikan vaksin jauh lebih besar daripada efek samping yang mungkin timbul. Dengan adanya vaksin maka banyak penyakit masa kanak-kanak yang serius, yang sekarang ini sudah jarang ditemukan.

Tujuan vaksin Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang Menghilangkan penyakit tertentu pada populasi Keberhasilan Imunisasi tergantung faktor: 1) Status Imun Penjamu: Adanya Ab spesifik pada penjamu keberhasilan vaksinasi, mis: o o campak pada bayi kolustrum ASI IgA polio

Maturasi imunologik: neonatus fungsi makrfag, kadar komplemen, aktifasi optonin. Pembentukan Ab spesifik terhadap Ag kurang hasil vaksinasi ditunda sampai umur 2 bulan.

Cakupan imunisasi semaksimal mungkin agar anak kebal secara simultan, bayi diimunisasi

Frekuensi penyakit , dampaknya pada neonatus berat imunisasi dapat diberikan pada neonatus.

Status imunologik (spt defisiensi imun) respon terhadap vaksin kurang.

2) Genetik Secara genetik respon imun manusia terhadap Ag tertentu baik, cukup, rendah keberhasilan vaksinasi tidak 100% 3) Kualitas vaksin a. Cara pemberian, misal polio oral imunitas lokal dan sistemik b. Dosis vaksin: o o Tinggi = menghambat respon, menimbulkan efek samping Rendah = tidak merangsang sel imunokompeten

c. Frekuensi Pemberian Respon imun sekunder = Sel efektor aktif lebih cepat, lebih tinggi produksinya, afinitas lebih tinggi. Frekuensi pemberian mempengaruhi respon imun yang terjadi . Bila vaksin berikutnya diberikan pada saat kadar Ab spesifik masih tinggi Ag dinetralkan oleh Ab spesifik tidak merangsang sel imunokompeten. d. Ajuvan : Zat yang meningkatkan respon imun terhadap Ag o o Mempertahankan Ag tidak cepat hilang Mengaktifkan sel imunokompeten

e. Jenis Vaksin Vaksin hidup menimbulkan respon imun lebih baik. 4) Kandungan vaksin Vaksin yang dilemahkan: polio, campak, BCG Vaksin mati : pertusis Eksotoksin : Toksoid, dipteri, tetanus 1. Ajuvan : persenyawaan aluminium 2. Cairan pelarut : air, cairan garam fisiologis, kultur jaringan, telur. 5) Hal hal yang merusak vaksin: Panas: semua vaksin Sinar matahari: BCG Pembekuan : toxoid Desinfeksi/antiseptik : sabun

6) Jadwal Imunisasi Untuk keseragaman Mendapatkan respon imun yang baik berdasarkan keadaan epidemiologi, prioritas penyebab kematian, kesakitan. LO 5.2 JENIS-JENIS Jenis vaksin Vaksin hidup Penyakit Campak, parotitis, Keuntungan Respon imun kuat, Kerugian Memerlukan alat

polio(sabin), virus rota, rubella, yellow fever, tuberkolosis

sering seumur hidup dengan bebrapa dosis

pendingin untuk menyimpan dan dapat berubah menjadi bentuk virulen

Vaksin mati

Kolera, influenza, hepatitis A, pes, polio, (salk), rabies

Stabil, aman dibanding vaksin hidup, tidak memerlukan alat pendingin.

Respons imun lebih lemah dibanding vaksin hidup, biasanya diperlukan suntikan booster.

Toksoid

Difteri, tetanus

Respons imun dipacu untuk mengenal toksin bakteri

Subunit (eksotoksin yang diinaktifkan)

Hepatitis B, pertusis, S. pneumoni

Antigen spesifik menurunkan kemungkinan efek samping

Sulit untuk dikembangkan

Konjugat

H. influenza B, S. Pneumoni

Memacu sistem imun bayi untuk mengenak sistem teetentu

DNA

Dalam uji klinis

Respons imun humoral dan selular kuat, relatif tidak mahal untuk manufaktur

Belum diperoleh

Vektor rekombinan

Dalam uji klinis

Menyerupai infeksi alamiah,menghasilkan respon imun kuat.

Belumdiperoleh

a. Imunisasi BCG

Vaksinasi BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis (TBC). BCG diberikan 1 kali sebelum anak berumur 2 bulan. BCG ulangan tidak dianjurkan karena keberhasilannya diragukan.

Vaksin disuntikkan secara intrakutan pada lengan atas, untuk bayi berumur kurang dari 1 tahun diberikan sebanyak 0,05 mL dan untuk anak berumur lebih dari 1 tahun diberikan sebanyak 0,1 mL.

Vaksin ini mengandung bakteri Bacillus Calmette-Guerrin hidup yang dilemahkan, sebanyak 50.000-1.000.000 partikel/dosis. Kontraindikasi untuk vaksinasi BCG adalah penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita leukemia, penderita yang menjalani pengobatan steroid jangka panjang, penderita infeksi HIV).

Reaksi yang mungkin terjadi: 1) Reaksi lokal : 1-2 minggu setelah penyuntikan, pada tempat penyuntikan timbul kemerahan dan benjolan kecil yang teraba keras. Kemudian benjolan ini berubah menjadi pustula (gelembung berisi nanah), lalu pecah dan membentuk luka terbuka (ulkus). Luka ini akhirnya sembuh secara spontan dalam waktu 8-12 minggu dengan meninggalkan jaringan parut. 2) Reaksi regional : pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau leher, tanpa disertai nyeri tekan maupun demam, yang akan menghilang dalam waktu 3-6 bulan. Komplikasi yang mungkin timbul adalah: Pembentukan abses (penimbunan nanah) di tempat penyuntikan karena

penyuntikan yang terlalu dalam. Abses ini akan menghilang secara spontan. Untuk mempercepat penyembuhan, bila abses telah matang, sebaiknya dilakukan aspirasi (pengisapan abses dengan menggunakan jarum) dan bukan disayat. Limfadenitis supurativa, terjadi jika penyuntikan dilakukan terlalu dalam

atau dosisnya terlalu tinggi. Keadaan ini akan membaik dalam waktu 2-6 bulan.

b. Imunisasi DPT

Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap difteri, pertusis dan tetanus. Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal. Pertusis (batuk rejan) adalah inteksi bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi pernafasan yang melengking. Pertusis berlangsung selama beberapa minggu dan dapat menyebabkan serangan batuk hebat sehingga anak tidak dapat bernafas, makan atau minum. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti pneumonia, kejang dan kerusakan otak.

Tetanus adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang. Vaksin DPT adalah vaksin 3-in-1 yang bisa diberikan kepada anak yang berumur kurang dari 7 tahun.Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk suntikan, yang disuntikkan pada otot lengan atau paha.

Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak berumur 2 bulan (DPT I), 3 bulan (DPT II) dan 4 bulan (DPT III); selang waktu tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi DPT ulang diberikan 1 tahun setelah DPT III dan pada usia prasekolah (5-6 tahun). Jika anak mengalami reaksi alergi terhadap vaksin pertusis, maka sebaiknya diberikan DT, bukan DPT. Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi awal, sebaiknya diberikan booster vaksin Td pada usia 14-16 tahun kemudian setiap 10 tahun (karena vaksin hanya memberikan perlindungan selama 10 tahun, setelah 10 tahun perlu diberikan booster). Hampir 85% anak yang mendapatkan minimal 3 kali suntikan yang mengandung vaksin difteri, akan memperoleh perlindungan terhadap difteri selama 10 tahun.

DPT sering menyebakan efek samping yang ringan, seperti demam ringan atau nyeri di tempat penyuntikan selama beberapa hari. Efek samping tersebut terjadi karena adanya komponen pertusis di dalam vaksin. Pada kurang dari 1% penyuntikan, DTP menyebabkan komplikasi berikut : o demam tinggi (lebih dari 40,5 Celsius) o kejang o kejang demam (resiko lebih tinggi pada anak yang sebelumnya pernah mengalami kejang atau terdapat riwayat kejang dalam keluarganya) o syok (kebiruan, pucat, lemah, tidak memberikan respon). Jika anak sedang menderita sakit yang lebih serius dari pada flu ringan, imunisasi DPT bisa ditunda sampai anak sehat. Jika anak pernah mengalami kejang, penyakit otak atau perkembangannya abnormal, penyuntikan DPT sering ditunda sampai kondisinya membaik atau kejangnya bisa dikendalikan. 1-2 hari setelah mendapatkan suntikan DPT, mungkin akan terjadi demam ringan, nyeri, kemerahan atau pembengkakan di tempat penyuntikan. Untuk mengatasi nyeri dan menurunkan demam, bisa diberikan asetaminofen (atau ibuprofen). Untuk mengurangi nyeri di tempat penyuntikan juga bisa dilakukan kompres hangat atau lebih sering menggerak-gerakkan lengan maupun tungkai yang bersangkutan.

c. Imunisasi DT

Imunisasi DT memberikan kekebalan aktif terhadap toksin yang dihasilkan oleh kuman penyebab difteri dan tetanus. Vaksin DT dibuat untuk keperluan khusus, misalnya pada anak yang tidak boleh atau tidak perlu menerima imunisasi pertusis, tetapi masih perlu menerima imunisasi difteri dan tetanus.

Cara pemberian imunisasi dasar dan ulangan sama dengan imunisasi DPT. Vaksin disuntikkan pada otot lengan atau paha sebanyak 0,5 mL. Vaksin ini tidak boleh diberikan kepada anak yang sedang sakit berat atau menderita demam

tinggi. Efek samping yang mungkin terjadi adalah demam ringan dan pembengkakan lokal di tempat penyuntikan, yang biasanya berlangsung selama 12 hari.

d. Imunisasi TT

Imunisasi tetanus (TT, tetanus toksoid) memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tetanus. ATS (Anti Tetanus Serum) juga dapat digunakan untuk pencegahan (imunisasi pasif) maupun pengobatan penyakit tetanus.

Kepada ibu hamil, imunisasi TT diberikan sebanyak 2 kali, yaitu pada saat kehamilan berumur 7 bulan dan 8 bulan. Vaksin ini disuntikkan pada otot paha atau lengan sebanyak 0,5 mL. Efek samping dari tetanus toksoid adalah reaksi lokal pada tempat penyuntikan, yaitu berupa kemerahan, pembengkakan dan rasa nyeri.

e. Imunisasi Polio

Imunisasi polio memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomielitis. Polio bisa menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada salah satu maupun kedua lengan/tungkai. Polio juga bisa menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot pernafasan dan otot untuk menelan. Polio bisa menyebabkan kematian.

Terdapat 2 macam vaksin polio : o IPV (Inactivated Polio Vaccine, Vaksin Salk), mengandung virus polio yang telah dimatikan dan diberikan melalui suntikan o OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang telah dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan. Bentuk trivalen (TOPV) efektif melawan semua bentuk polio, bentuk monovalen (MOPV) efektif melawan 1 jenis polio.

Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I,II, III, dan IV) dengan interval tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi polio ulangan diberikan 1 tahun setelah

imunisasi polio IV, kemudian pada saat masuk SD (5-6 tahun) dan pada saat meninggalkan SD (12 tahun).

Di Indonesia umumnya diberikan vaksin Sabin. Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes (0,1 mL) langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang berisi air gula.

Kontra indikasi pemberian vaksin polio: o Diare berat o Gangguan kekebalan (karena obat imunosupresan, kemoterapi, kortikosteroid) o Kehamilan.

Efek samping yang mungkin terjadi berupa kelumpuhan dan kejang-kejang. Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk menimbulkan respon kekebalan primer, sedangkan dosis ketiga dan keempat diperlukan untuk meningkatkan kekuatan antibobi sampai pada tingkat yang tertinggi.

Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi dasar, kepada orang dewasa tidak perlu dilakukan pemberian booster secara rutin, kecuali jika dia hendak bepergian ke daerah dimana polio masih banyak ditemukan. Kepada orang dewasa yang belum pernah mendapatkan imunisasi polio dan perlu menjalani imunisasi, sebaiknya hanya diberikan IPV. Kepada orang yang pernah mengalami reaksi alergi hebat (anafilaktik) setelah pemberian IPV, streptomisin, polimiksin B atau neomisin, tidak boleh diberikan IPV. Sebaiknya diberikan OPV. Kepada penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita AIDS, infeksi HIV, leukemia, kanker, limfoma), dianjurkan untuk diberikan IPV. IPV juga diberikan kepada orang yang sedang menjalani terapi penyinaran, terapi kanker, kortikosteroid atau obat imunosupresan lainnya.

IPV bisa diberikan kepada anak yang menderita diare. Jika anak sedang menderita penyakit ringan atau berat, sebaiknya pelaksanaan imunisasi ditunda sampai mereka benar-benar pulih.

IPV bisa menyebabkan nyeri dan kemerahan pada tempat penyuntikan, yang biasanya berlangsung hanya selama beberapa hari.

f. Imunisasi Campak

Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak (tampek). Imunisasi campak diberikan sebanyak 1 dosis pada saat anak berumur 9 bulan atau lebih. Pada kejadian luar biasa dapat diberikan pada umur 6 bulan dan diulangi 6 bulan kemudian. Vaksin disuntikkan secara subkutan dalam sebanyak 0,5 mL.

Kontra indikasi pemberian vaksin campak : o infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38?Celsius o gangguan sistem kekebalan o pemakaian obat imunosupresan o alergi terhadap protein telur o hipersensitivitas terhadap kanamisin dan eritromisin o wanita hamil.

Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam, ruam kulit, diare, konjungtivitis dan gejala kataral serta ensefalitis (jarang).

g. Imunisasi MMR

Imunisasi MMR memberi perlindungan terhadap campak, gondongan dan campak Jerman dan disuntikkan sebanyak 2 kali. Campak menyebabkan demam, ruam kulit, batuk, hidung meler dan mata berair. Campak juga menyebabkan infeksi telinga dan pneumonia. Campak juga bisa menyebabkan masalah yang lebih serius, seperti pembengkakan otak dan bahkan kematian. Gondongan menyebabkan demam, sakit kepala dan pembengkakan

pada salah satu maupun kedua kelenjar liur utama yang disertai nyeri. Gondongan bisa menyebabkan meningitis (infeksi pada selaput otak dan korda spinalis) dan pembengkakan otak. Kadang gondongan juga menyebabkan pembengkakan pada buah zakar sehingga terjadi kemandulan. Campak Jerman (rubella) menyebabkan demam ringan, ruam kulit dan pembengkakan kelenjar getah bening leher. Rubella juga bisa menyebakban pembengkakan otak atau gangguan perdarahan. Jika seorang wanita hamil menderita rubella, bisa terjadi keguguran atau kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkannya (buta atau tuli). Terdapat dugaan bahwa vaksin MMR bisa menyebabkan autisme, tetapi penelitian membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara autisme dengan pemberian vaksin MMR. Vaksin MMR adalah vaksin 3-in-1 yang melindungi anak terhadap campak, gondongan dan campak Jerman. Vaksin tunggal untuk setiap komponen MMR hanya digunakan pada keadaan tertentu, misalnya jika dianggap perlu memberikan imunisasi kepada bayi yang berumur 9-12 bulan. Suntikan pertama diberikan pada saat anak berumur 12-15 bulan. Suntikan pertama mungkin tidak memberikan kekebalan seumur hidup yang adekuat, karena itu diberikan suntikan kedua pada saat anak berumur 4-6 tahun (sebelum masuk SD) atau pada saat anak berumur 11-13 tahun (sebelum masuk SMP). Imunisasi MMR juga diberikan kepada orang dewasa yang berumur 18 tahun atau lebih atau lahir sesudah tahun 1956 dan tidak yakin akan status imunisasinya atau baru menerima 1 kali suntikan MMR sebelum masuk SD. Dewasa yang lahir pada tahun 1956 atau sebelum tahun 1956, diduga telah memiliki kekebalan karena banyak dari mereka yang telah menderita penyakit tersebut pada masa kanak-kanak. Pada 90-98% orang yang menerimanya, suntikan MMR akan memberikan perlindungan seumur hidup terhadap campak, campak Jerman dan gondongan. Suntikan kedua diberikan untuk memberikan perlindungan adekuat yang tidak dapat dipenuhi oleh suntikan pertama. Efek samping yang mungkin ditimbulkan oleh masing-masing komponen vaksin: o Komponen campak 1-2 minggu setelah menjalani imunisasi, mungkin akan timbul ruam kulit.

Hal ini terjadi pada sekitar 5% anak-anak yang menerima suntikan MMR. Demam 39,50 Celsius atau lebih tanpa gejala lainnya bisa terjadi pada 515% anak yang menerima suntikan MMR. Demam ini biasanya muncul dalam waktu 1-2 minggu setelah disuntik dan berlangsung hanya selama 1-2 hari. Efek samping tersebut jarang terjadi pada suntikan MMR kedua. o Komponen gondongan Pembengkakan ringan pada kelenjar di pipi dan dan dibawah rahang, berlangsung selama beberapa hari dan terjadi dalam waktu 1-2 minggu setelah menerima suntikan MMR. o Komponen campak Jerman Pembengkakan kelenjar getah bening dan atau ruam kulit yang berlangsung selama 1-3 hari, timbul dalam waktu 1-2 mingu setelah menerima suntikan MMR. Hal ini terjadi pada 14-15% anak yang mendapat suntikan MMR. Nyeri atau kekakuan sendi yang ringan selama beberapa hari, timbul dalam waktu 1-3 minggu setelah menerima suntikan MMR. Hal ini hanya ditemukan pada 1% anak-anak yang menerima suntikan MMR, tetapi terjadi pada 25% orang dewasa yang menerima suntikan MMR. Kadang nyeri/kekakuan sendi ini terus berlangsung selama beberapa bulan (hilangtimbul). Artritis (pembengkakan sendi disertai nyeri) berlangsung selama 1 minggu dan terjadi pada kurang dari 1% anak-anak tetapi ditemukan pada 10% orang dewasa yang menerima suntikan MMR. Jarang terjadi kerusakan sendi akibat artritis ini. Nyeri atau mati rasa pada tangan atau kaki selama beberapa hari lebih sering ditemukan pada orang dewasa. Meskipun jarang, setelah menerima suntikan MMR, anak-anak yang berumur dibawah 6 tahun bisa mengalami aktivitas kejang (misalnya

kedutan). Hal ini biasanya terjadi dalam waktu 1-2 minggu setelah suntikan diberikan dan biasanya berhubungan dengan demam tinggi.

Keuntungan dari vaksin MMR lebih besar jika dibandingkan dengan efek samping yang ditimbulkannya. Campak, gondongan dan campak Jerman merupakan penyakit yang bisa menimbulkan komplikasi yang sangat serius.

Jika anak sakit, imunisasi sebaiknya ditunda sampai anak pulih. Imunisasi MMR sebaiknya tidak diberikan kepada: o anak yang alergi terhadap telur, gelatin atau antibiotik neomisin o anak yang 3 bulan yang lalu menerima gamma globulin o anak yang mengalami gangguan kekebalan tubuh akibat kanker, leukemia, limfoma maupun akibat obat prednison, steroid, kemoterapi, terapi penyinaran atau obati imunosupresan. o wanita hamil atau wanita yang 3 bulan kemudian hamil.

h. Imunisasi Hib

Imunisasi Hib membantu mencegah infeksi oleh Haemophilus influenza tipe b. Organisme ini bisa menyebabkan meningitis, pneumonia dan infeksi tenggorokan berat yang bisa menyebabkan anak tersedak.

Vaksin Hib diberikan sebanyak 3 kali suntikan, biasanya pada saat anak berumur 2, 4 dan 6 bulan.

i. Imunisasi Varisella

Imunisasi varisella memberikan perlindungan terhadap cacar air. Cacar air ditandai dengan ruam kulit yang membentuk lepuhan, kemudian secara perlahan mengering dan membentuk keropeng yang akan mengelupas.

Anak yang berumur 12-18 bulan dan belum pernah menderita cacar air dianjurkan untuk menjalani imunisasi varisella. Anak-anak yang mendapatkan suntikan varisella sebelum berumur 13 tahun hanya memerlukan 1 dosis vaksin. Kepada anak-anak yang berumur 13 tahun atau lebih, yang belum pernah mendapatkan vaksinasi varisella dan belum pernah menderita cacar air, sebaiknya diberikan 2 dosis vaksin dengan selang waktu 4-8 minggu.

Cacar air disebabkan oleh virus varicella-zoster dan sangat menular. Biasanya infeksi bersifat ringan dan tidak berakibat fatal; tetapi pada sejumlah kasus terjadi penyakit yang sangat serius sehingga penderitanya harus dirawat di rumah sakit dan beberapa diantaranya meninggal. Cacar air pada orang dewasa cenderung menimbulkan komplikasi yang lebih serius.

Vaksin ini 90-100% efektif mencegah terjadinya cacar air. Terdapat sejumlah kecil orang yang menderita cacar air meskipun telah mendapatkan suntikan varisella; tetapi kasusnya biasanya ringan, hanya menimbulkan beberapa lepuhan (kasus yang komplit biasanya menimbulkan 250-500 lepuhan yang terasa gatal) dan masa pemulihannya biasanya lebih cepat.

Vaksin varisella memberikan kekebalan jangka panjang, diperkirakan selama 1020 tahun, mungkin juga seumur hidup. Efek samping dari vaksin varisella biasanya ringan, yaitu berupa : o demam o nyeri dan pembengkakan di tempat penyuntikan o ruam cacar air yang terlokalisir di tempat penyuntikan.

Efek samping yang lebih berat adalah : o kejang demam, yang bisa terjadi dalam waktu 1-6 minggu setelah penyuntikan o pneumonia o reaksi alergi sejati (anafilaksis), yang bisa menyebabkan gangguan pernafasan, kaligata, bersin, denyut jantung yang cepat, pusing dan perubahan perilaku. Hal ini bisa terjadi dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam setelah suntikan dilakukan dan sangat jarang terjadi. o ensefalitis o penurunan koordinasi otot.

Imunisasi varisella sebaiknya tidak diberikan kepada : Wanita hamil atau wanita menyusui Anak-anak atau orang dewasa yang memiliki sistem kekebalan yang lemah atau yang memiliki riwayat keluarga dengan kelainan imunosupresif bawaan Anak-anak atau orang dewasa yang alergi terhadap antibiotik neomisin atau gelatin karena vaksin mengandung sejumlah kecil kedua bahan tersebut Anak-anak atau orang dewasa yang menderita penyakit serius, kanker atau gangguan sistem kekebalan tubuh (misalnya AIDS) Anak-anak atau orang dewasa yang sedang mengkonsumsi kortikosteroid Setiap orang yang baru saja menjalani transfusi darah atau komponen darah lainnya Anak-anak atau orang dewasa yang 3-6 bulan yang lalu menerima suntikan immunoglobulin.

j. Imunisasi HBV

Imunisasi HBV memberikan kekebalan terhadap hepatitis B. Hepatitis B adalah suatu infeksi hati yang bisa menyebabkan kanker hati dan kematian.

Dosis pertama diberikan segera setelah bayi lahir atau jika ibunya memiliki HBsAg negatif, bisa diberikan pada saat bayi berumur 2 bulan. Imunisasi dasar diberikan sebanyak 3 kali dengan selang waktu 1 bulan antara suntikan HBV I dengan HBV II, serta selang waktu 5 bulan antara suntikan HBV II dengan HBV III. Imunisasi ulangan diberikan 5 tahun setelah suntikan HBV III. Sebelum memberikan imunisasi ulangan dianjurkan untuk memeriksa kadar HBsAg. Vaksin disuntikkan pada otot lengan atau paha.

Kepada bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif, diberikan vaksin HBV pada lengan kiri dan 0,5 mL HBIG (hepatitis B immune globulin) pada lengan kanan, dalam waktu 12 jam setelah lahir. Dosis kedua diberikan pada saat anak berumur 1-2 bulan, dosis ketiga diberikan pada saat anak berumur 6 bulan.

Kepada bayi yang lahir dari ibu yang status HBsAgnya tidak diketahui, diberikan HBV I dalam waktu 12 jam setelah lahir. Pada saat persalinan, contoh darah ibu diambil untuk menentukan status HBsAgnya; jika positif, maka segera diberikan HBIG (sebelum bayi berumur lebih dari 1 minggu). Pemberian imunisasi kepada anak yang sakit berat sebaiknya ditunda sampai anak benar-benar pulih. Vaksin HBV dapat diberikan kepada ibu hamil.

Efek samping dari vaksin HBV adalah efek lokal (nyeri di tempat suntikan) dan sistemis (demam ringan, lesu, perasaan tidak enak pada saluran pencernaan), yang akan hilang dalam beberapa hari.

k. Imunisasi Pneumokokus Konjugata

Imunisasi pneumokokus konjugata melindungi anak terhadap sejenis bakteri yang sering menyebabkan infeksi telinga. Bakteri ini juga dapat menyebabkan penyakit yang lebih serius, seperti meningitis dan bakteremia (infeksi darah).

Kepada bayi dan balita diberikan 4 dosis vaksin. Vaksin ini juga dapat digunakan pada anak-anak yang lebih besar yang memiliki resiko terhadap terjadinya infeksi pneumokokus.

LI.6. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN PERBEDAAN VAKSINASI DAN IMUNITAS 'Vaksinasi' adalah 'Imunisasi Aktif' sementara Imunisasi bisa baik-Aktif dan Pasif ' Perbedaan antara vaksinasi dan kekebalan adalah vaksinasi adalah inokulasi dengan vaksin atau toksoid untuk membangun resistensi terhadap penyakit menular tertentu. Imunity adalah sebuah respon terhadap penyakit menular yang membuat tubuh dari yang dipengaruhi olehnya. http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://wiki.answers.com/Q/What_is_the_d ifference_between_vaccination_and_immunization LI.7. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN VAKSINASI DALAM HUKUM ISLAM Pendapat yang kontra:

Vaksin haram karena menggunakan media ginjal kera, babi, aborsi bayi, darah orang yang tertular penyakit infeksi yang notabene pengguna alkohol, obat bius, dan lain-lain. Ini semua haram dipakai secara syariat.

Efek samping yang membahayakan karena mengandung mercuri, thimerosal, aluminium, benzetonium klorida, dan zat-zat berbahaya lainnya yg akan memicu autisme, cacat otak, dan lain-lain.

Lebih banyak bahayanya daripada manfaatnya, banyak efek sampingnya. Kekebalan tubuh sebenarnya sudah ada pada setiap orang. Sekarang tinggal bagaimana menjaganya dan bergaya hidup sehat.

Konspirasi dan akal-akalan negara barat untuk memperbodoh dan meracuni negara berkembang dan negara muslim dengan menghancurkan generasi muda mereka.

Bisnis besar di balik program imunisasi bagi mereka yang berkepentingan. Mengambil uang orang-orang muslim.

Menyingkirkan metode pengobatan dan pencegahan dari negara-negara berkembang dan negara muslim seperti minum madu, minyak zaitun, kurma, dan habbatussauda.

Adanya ilmuwan yang menentang teori imunisasi dan vaksinasi. Adanya beberapa laporan bahwa anak mereka yang tidak di-imunisasi masih tetap sehat, dan justru lebih sehat dari anak yang di-imunisasi.

Pendapat yang pro:

Mencegah lebih baik daripada mengobati. Karena telah banyak kasus ibu hamil membawa virus Toksoplasma, Rubella, Hepatitis B yang membahayakan ibu dan janin. Bahkan bisa menyebabkan bayi baru lahir langsung meninggal. Dan bisa dicegah dengan vaksin.

Vaksinasi penting dilakukan untuk mencegah penyakit infeksi berkembang menjadi wabah seperti kolera, difteri, dan polio. Apalagi saat ini berkembang virus flu burung yg telah mewabah. Hal ini menimbulkam keresahan bagi petugas kesahatan yang menangani. Jika tidak ada, mereka tidak akan mau dekat-dekat. Juga meresahkan masyarakat sekitar.

Walaupun kekebalan tubuh sudah ada, akan tetapi kita hidup di negara berkembang yang notabene standar kesehatan lingkungan masih rendah. Apalagi pola hidup di zaman modern. Belum lagi kita tidak bisa menjaga gaya hidup sehat. Maka untuk antisipasi terpapar penyakit infeksi, perlu dilakukan vaksinasi.

Efek samping yang membahayakan bisa kita minimalisasi dengan tanggap terhadap kondisi ketika hendak imunisasi dan lebih banyak cari tahu jenis-jenis merk vaksin serta jadwal yang benar sesuai kondisi setiap orang.

Jangan hanya percaya isu-isu tidak jelas dan tidak ilmiah. Contohnya vaksinasi MMR menyebabkan autis. Padahal hasil penelitian lain yang lebih tersistem dan dengan metodologi yang benar, kasus autis itu ternyata banyak penyebabnya. Penyebab autis itu multifaktor (banyak faktor yang berpengaruh) dan penyebab utamanya masih harus diteliti.

Jika ini memang konspirasi atau akal-akalan negara barat, mereka pun terjadi pro-kontra juga. Terutama vaksin MMR. Disana juga sempat ribut dan akhirnya diberi kebebasan memilih. Sampai sekarang negara barat juga tetap memberlakukan vaksin sesuai dengan kondisi lingkungan dan masyarakatnya.

Mengapa beberapa negara barat ada yang tidak lagi menggunakan vaksinasi tertentu atau tidak sama sekali? Karena standar kesehatan mereka sudah lebih tinggi, lingkungan bersih, epidemik (wabah) penyakit infeksi sudah diberantas, kesadaran dan pendidikan hidup sehatnya tinggi. Mereka sudah mengkonsumsi sayuran organik. Bandingkan dengan negara berkembang. Sayuran dan buah penuh dengan pestisida jika tidak bersih dicuci. Makanan dengan zat pengawet, pewarna, pemanis buatan, mie instant, dan lain-lain. Dan perlu diketahui jika kita mau masuk ke

beberapa negara maju, kita wajib divaksin dengan vaksin jenis tertentu. Karena mereka juga tidak ingin mendapatkan kiriman penyakit dari negara kita.

Ada beberapa fatwa halal dan bolehnya imunisasi. Ada juga sanggahan bahwa vaksin halal karena hanya sekedar katalisator dan tidak menjadi bagian vaksinContohnya Fatwa MUI yang menyatakan halal. Dan jika memang benar haram, maka tetap diperbolehkan karena mengingat keadaan darurat, daripada penyakit infeksi mewabah di negara kita. Harus segera dicegah karena sudah banyak yang terjangkit polio, Hepatitis B, dan TBC.

Imunisasi dan vaksin mubah, silahkan jika ingin melakukan imunisasi jika sesuai dengan keyakinan. Silahkan juga jika menolak imunisasi sesuai dengan keyakinan dan hal ini tidak berdosa secara syariat. Silahkan sesuai keyakinan masing-masing. Yang terpenting kita jangan berpecah-belah hanya karena permasalahan ini dan saling menyalahkan.

http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/pro-kontra-hukum-imunisasi-dan-vaksinasi.html

Anda mungkin juga menyukai