Anda di halaman 1dari 8

KRITERIA DIAGNOSIS PTSD Kriteria diagnosis PTSD meliputi: (1).

Kenangan yang mengganggu atau ingatan tentang kejadian pengalaman traumatik yang berulang-ulang (2). Adanya perilaku menghindar (3). Timbulnya gejala-gejala berlebihan terhadap sesuatu yang mirip saat kejadian traumatic (4) Tetap adanya gejala tersebut minimal satu bulan. (Grinage, 2003) Pedoman diagnostik gangguan stress pasca trauma menurut PPDGJ III(F 43.1) yaitu: A. Diagnosis baru ditegakkan bilamana gannguan ini timbul dalam kurunwaktu enam bulan setelah kejadiian traumatik berat (masa laten yang berkisar antara beberapa minggu sampai beberapa bulan, jarang sampaimelampaui enam bulan). Kemungkinan diagnosis masih dapat ditegakkanapabila tertundanya waktu mulai saat kejadian dan onset gangguanmelebihi waktu enam bulan, asal saja manifestasi klinisnya adalah khasdan tidak didapat alternatif kategori ganngguan lainnya. B. Sebagai bukti tambahan selain trauma, harus didapatkan bayang-bayangatau mimpi-mimpi dari kejadian traumatik tersebut secara berulang-ulang kembali (flashbacks) C. Gangguan otonomik, gangguan afek, dan kelainan tingkah laku semuanyadapat mewarnai diagnosis tetapi tidak khas D. Suatu sequelae menahun yang terjadi lambat setelah stress yang luar biasa, misalnya saja beberapa puluh tahun setelah trauma, diklasifikasidalam kategori F62.0 (perubahan kepribadian yang berlangsung lamasetelah mengalami katastrofa). Kriteria diagnosis PTSD dibuat untuk orang dewasa dan tidak sepenuhnya semua kriteria di atas dapat dipergunakan bagi anak-anak. Anakanak memilki keterbatasan dalam kemampuan verbalnya dan memiliki cara yang berbeda dalam bereaksi terhadap stress. Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak mungkin tidak memenuhi kriteria DSM-IV-TR secara penuh meskipun secara jelas anak tersebut memilki gangguan psikiatri yang analog dengan PTSD pada dewasa. Biasanaya anak seringkali tidak memilki tiga tanda dari mati rasa dan menarik diri seperti pada orang dewasa karena kemampuan verbal untuk mengekspresikan perasaannya masih kurang. Scheeringa et al (1995) merekomendasikan perubahan kriteria PTSD bagi young children. Perubahan kriteria ini tidak mengharuskan anak dapat melaporkan ketakutannya sebagai respon terhadap trauma. Kriteria diagnosis yang digunakan bagi young child yaitu: a. Anak tersebut setidaknya harus mengalami kembali salah satu tipe pengulangan ingatan kejadian traumatik di bawah ini:

Menunjukkan perilaku yang mencontoh trauma yang terjadi seperti, bermain tembak-tembakan atau mengulang adegan kekerasan sendiriatau bersama teman. Perilaku ini diulang-ulang tanpa variasi yang berarti Teringat kembali akan peristiwa trauma ( bisa secara tiba-tiba) Mengalami mimpi buruk/ mengerikan tanpa dapat mendeskripsikan isi mimpi tersebut Mengalami stres saat terpapar dengan kejadian yang mengingatkanakan trauma yang dialami b. Perubahan kriteria ini juga hanya memerlukan satu dari gejala mati rasasecara emosional dan perilaku menghindar di bawah ini (dewasa perlutiga): Menarik diri dari pergaulan sosial Jarang mau bermain Mengalami kemunduran perkembangan terutama perkembangan bahasa dan toilet training Rentang afek yang terbatas (perasaan dan pikiran jadi datar, tumpul) c. Memerlukan satu dari gejala hiperarousal di bawah ini: Sulit memulai tidur (tidak berhubungan dengan takut mimpi buruk ataupun kegelapan) Terbangun waktu tidur malam hari (bukan karena mimpi buruk) Penurunan konsentrasi Respon terkejut yang berlebihan Sangat sensitif dan memiliki reaksi intens terhadap rangsangan yangmengingatkannya pada peristiwa traumatik d. Ditandai oleh salah satu dari gejala ketakutan dan sikap bermusuhan di bawah ini: Takut gelap Takut pergi ke toilet sendirian Takut terhadap suatu hal baru yang tidak secara jelas berkaitandengan trauma Takut terpisah dan takut ditinggal sendirian Kriteria pasien yang mengalami PTSD dan harus dihospitalisasi Ketika gejala PTSD sudah mengganggu ADL Penghayatan yang berulang dari trauma Kurang sosialisasi Kriteria diagnosis PTSD, seperti yang diajukan oleh the Diagnostic and Statistical Manual for Mental Disorders, 4th edition (DSM IV) dan oleh the International Classification for Disease, 10th edition (ICD 10) berddsarkan American Psychiatric Association : Tabel 1a Kriteria Diagnostik DSM-IV untuk PTSD 1 A. Stresor traumatik Satu atau banyak peristiwa yang membuat seseorang mengalami, menyaksikan, atau menghadapi bahaya yang mengancam hidupnya, kematian, luka parah, atau ancaman serius bagi diri sendiri atau orang lain; dan Tanggapan individu terhadap pengalaman tersebut dengan ketakutan, kengerian, atau

ketidakberdayaan yang sangat kuat. B. Mengalami ulang gejalanya (satu atau lebih) Kenangan yang mengganggu; mimpi yang mencemaskan; kilas balik peristiwa trauma; gejala disosiatif; kecemasan psikologis dan fisik bersamaan dengan kenangan akan peristiwa trauma. C. Gejala penghindaran dan penumpulan perasaan (tiga atau lebih) Menghindari pikiran, perasaan, atau percakapan yang berhubungan dengan peristiwa trauma; menghindari tempat, situasi, atau orang yang mengingatkan kepada peristiwa itu; tidak mampu mengingat aspek penting peristiwanya; minat yang berkurang; terasing dari orang sekitar; terbatasnya rentang emosi; perasaan bahwa masa depan menjadi lebih pendek. D. Gejala sensitifitas yang sangat / hyper-arousal (dua atau lebih) Gangguan tidur; konsentrasi yang terganggu; rasa kesal atau ledakan amarah; hypervigilance (kewaspadaan yang berlebih); reaksi kaget yang berlebihan E. Gejala berlangsung sedikitnya1 bulan F. Gejala menyebabkan kecemasan atau gangguan fungsional Spesifikasi: Akut: Gejala berlangsung 1 sampai 3 bulan Kronis: Gejala berlangsung lebih dari 3 bulan Awal gejala (onset) yang tertunda: gejala dimulai sedikitnya 6 bulan setelah ada stresor Tabel 1b. ICD-10 Klasifikasi Gangguan Mental dan Perilaku (ICD-10:DCR-10)1 untuk Posttraumatic Stress Disorder A. Pasien harus pernah terpapar pada suatu peristiwa atau situasi yang menimbulkan stres (sebentar atau lama) yang sifatnya malapetaka atau sangat mengancam sehingga mungkin akan menyebabkan stres pada hampir semua orang. B. Terus menerus ingat / menghayati lagi penyebab stress dalam bentuk kilas balik yang mengganggu, kenangan yang jelas sekali atau mimpi yang berulang, atau mengalami kecemasan ketika menghadapi keadaan yang mirip atau berkaitan dengan penyebab stres. C. Pasien harus memperlihatkan suatu penghindaran nyata dari keadaan yang mirip atau berhubungan dengan penyebab stres yang tidak ada sebelumnya. D. Salah satu dari hal berikut harus terjadi: (1) tidak mampu mengingat, sebagian atau seluruhnya, dari beberapa aspek penting selama masa terpapar pada penyebab stres; (2) gejala yang terus-menerus dari adanya peningkatan kepekaan psikologis dan sensasi (tidak ada sebelum terpapar dengan penyebab stres), ditunjukkan oleh dua dari yang berikut ini: (a) sulit untuk mulai tidur dan mempertahankan tidur

(b) gampang marah atau amarah yang meledak (c) sulit berkonsentrasi (d) kewaspadaan yang sangat tinggi (e) reaksi kaget yang berlebihan E. Kriteria B, C dan D semuanya harus terpenuhi dalam 6 bulan setelah peristiwa yang penuh stres atau pada akhir suatu masa stres. (Dalam beberapa hal, gejala awal (onset) yang tertunda lebih dari 6 bulan dapat dimasukkan, tetapi harus dirinci dengan jelas). TANDA GEJALA Secara umum PTSD ditandai beberapa gangguan: (1) Gangguan fisik/perilaku. Gangguan fisik/perilaku ditandai: sulit tidur, terbangun pagi sekali (2) Gangguan kemampuan berpikir (3) Gangguan emosi. (3) Tidur terganggu sepanjang malam dan gelisah (4) Terbangun dengan keringat dingin (5) Selalu merasa lelah walaupun tidur sepanjang malam (6) Mimpi buruk dan berulang (7) Sakit kepala (8) Gemetar dan (9) Mual. (Grinage, 2003) Gangguan kemampuan berpikir : (1) sulit atau lambat dalam mengambil keputusan untuk masalah sehari-hari (2) sulit berkonsentrasi (3) sulit membuat rencana tentang hal-hal yang sederhana (4) banyak memikirkan masalah-masalah kecil (5) mudah curiga dan perasaan selalu takut disakiti (6) adanya ide bunuh diri (7) Teringat kembali pada kajadian traumatis hanya dengan melihat,mencium,atau mendengar sesuatu. ( Grinage, 2003 ) gangguan emosi ditandai (1) sedih dan putus asa (2) mudah tersinggung dan cemas (3) kemarahan dan rasa bersalah (4) perasaan orang lain tidak akan dapat mengerti penderitaannya (5) perasaan takut mengalami kembali kejadian traumatis tersebut (6) perasaan kehilangan dan kebingungan (7) perasaan ditinggalkan (8) emosi yang naik turun (9) mudah mengalami kecelakaan dan penyakit (10) meningkatnya masalah perkawinan dan pergaulan dan (11) perasaan seakan-akan bencana tersebut tidak terjadi. (Grinage, 2003). Grinage, B.D., Diagnosis and Management of Post Traumatic Stress Disorder, American Family Physician, vol 68, no 12, Desember, 2003,p: 2401-2408 Menurut kriteria DSM-IV Simtom-simtom Stres Pasca trauma (Post-Traumatic Stress Disorder / PTSD) dikelompokkan dalam 3 kategori utama. Diagnostic dapat ditegakkan jika simtomsimtom dalam tiap kategori berlangsung selama lebih dari satu bulan. 13

a. Mengalami kembali kejadian traumatic (Reexperiencing) Individu kerap teringat pada kejadian tersebut dan mengalami mimpi buruk tentang hal itu. Penderitaan emosional yang mendalam ditimbulkan oleh stimuli yang menyimbolkan kejadian tersebut, atau tanggal terjadinya pengalaman tertentu. Pentingnya mengalami kejadian kembali tidak dapat diremehkan karena kemungkinan merupakan penyebab simtom-simtom kategori lain. Beberapa teori PTSD membuat mengalami kembali sebagai ciri utama dengan mengotribusikan gangguan tersebut pada ketidakmampuan untuk berhasil mengintegrasikan kejadian traumatic ke dalam skema yang ada saat ini. b. Penghindaran stimuli yang diasosiasikan dengan kejadian terkait atau mati rasa dalam responsivitas (Avoidance) Orang yang bersangkutan berusaha menghindari untuk berfikir tentang trauma atau menghadapi stimuli yang akan mengingatkan pada kejadian tersebut. Mati rasa adalah menurunnya ketertarikan pada orang lain, suatu rasa keterpisahan, dan ketidakmampuan untuk merasakan sebagai emosi positif. Simtom-simtom ini tampaknya hampir kontradiktif dengan simtomsimtom pada item 1. Pada PTSD kenyataannya terdapat suatu fluktuasi; penderita bergantian mengalami kembali dan mati rasa. c. Simtom-simtom peningkatan ketegangan (Arousal) Simtom-simtom ini mencakup sulit tidur atau mempertahankannya, sulit berkonsentrasi, waspada berlebihan, dan respon terkejut yang berlebihan, mudah marah. Ketiga simtom tersebut berlangsung selama lebih dari 1 bulan. Menurut DSM, anak-anak dapat menderita PTSD sering kali merupakan respon karena menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga atau mengalami penyiksaan fisik. Gambaran klinis PTSD pada anak-anak tampaknya berbeda dengan orang dewasa. Gangguan tidur dengan mimpi buruk dengan monster umum terjadi, sebagaimana juga perubahan perilaku. Sebagai contoh, seorang anak semula periang menjadi pendiam atau menarik diri atau seorang anak yang bermula pendiam menjadi kasar dan agresif. Beberapa anak yang mengalami trauma mulai berfikir bahwa mereka tidak akan hidup hingga mencapai usia dewasa. Beberapaanak kehilangan keterampilan perkembangan yang sudah dikuasai, seperti berbicara atau menggunakan toilet. Terakhir, anak-anak jauh lebih sulit berbicara tentang perasaan mereka dibanding orang dewasa, suatu hal yang sangat penting untuk

diingat bila terdapat kemungkinan penyiksaan fisik atau seksual. Gerald C. Davison, John M. Neale, dan Ann M. Kring, Psikologi Abnormal/ Edisi ke-9, Penerjemah: Noermalasari Fajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006) PATOFISIOLOGI Menurut Giller (dalam Safaria & Saputra, 2009) proses terjadinya PTSD berawal dari adanya pengalaman menyakitkan dan traumatik yang dialami oleh subjek. Pengalaman traumatik ini secara subjektif bersifat mengancam hidup, kebutuhan jasmani, kesehatan jiwanya dan adanya proses individu yang gagal atau tidak mampu mengintegrasikan pengalaman emosinya. Hal ini kemudianmembuat subjek memaknai pengalaman emosinya tersebut secara negatif sehingga membuat dirinya makin tidak berdaya. Teori-teori Psikologis Para teoris belajar berasumsi bahwa PTDS terjadi karena pengkondisian klasik terhadap rasa takut. Seorang wanita yang pernah diperkosa contohnya, dapat merasa takut untuk berjalan di lingkungan tertentu (CS) karena diperkosa disana (UCS). Berdasarkan rasa takut yang dikondisikan secara klasik tersebut, terjadi pengindraan, yang secara negative dikuatkan oleh berkurangnya rasa takut yang dihasilkan oleh ketidakberadaan dalam CS. PTSD merupakan contoh utama dalam teori dua factor mengenai avoidance learning yang diajukan bertahun-tahun lalu oleh Mowrer. Suatu teori yang diajukan oleh Horowitz menyatakan bahwa ingatan tentang kejadian traumatic muncul secara konstan dalam pikiran seseorang dan sangat menyakitkan sehinga secara sadar mereka mensupresinya atau merepresinya. Orang yang bersangkutan diyakini mengalami semacam perjuangan internal untuk mengintegrasikan trauma ke dalam keyakinannya tentang dirinya dan dunia agar dapat menerimanya secara masuk akal. Teori-teori Biologis Penelitian pada orang kembar dan keluarga menunjukkan kemungkinan diathesis genetic dalam PTSD. Terlebih lagi, trauma dapat mengaktifkan system noradrenergic, meningkatkan level norepinefrin sehingga membuat orang yang bersangkutan lebih mudah terkejut dan lebih cepat mengekspresikan emosi dibanding kondisi normal. Konsisten dengan pandangan ini adalah penemuan bahwa level norepinefrin lebih tinggi pada pasien penderita PTSD dibanding pada kelompok

kontrol. Selain itu, menstimulasi system noradrenergic me nyebabkan serangan panic pada 70 persen dan kilas balik pada 40 persen penderita PTSD; tidak ada satu pun dari peserta kelompok control mengalami hal itu. Terakhir, terdapat bukti mengenai meningkatnya sensivitas reseptor-reseptor noradrenergic pada penderita PTSD. Fitri Fausiah dan Julianti Widury, Psikologi Abnormal Klinis Dewasa (Jakarta: UI Press, 2005), 99 PENANGANAN A. o Terapi perilaku kognitif atau CBT. Ada beberapa bagian untuk CBT, termasuk: Exposure therapy. Terapi ini membantu orang menghadapi dan mengendalikan ketakutan mereka. Karena menghadapkan mereka ke trauma yang mereka alami dengan cara yang aman. Menggunakan mental imagery, menulis, atau kunjungan ke tempat di mana peristiwa itu terjadi. Terapis menggunakan alat ini untuk membantu orang dengan PTSD mengatasi perasaan mereka. Terapi ini dapat dilakukan dengan 2 cara: Exposure in the imagination Terapis bertanya kepada penderita untuk mengulangulang cerita secara detail kenangan-kenangan traumatis sampai mereka tidak mengalami hambatan untuk menceritakannya. Exposure in reality Terapis membantu untuk menghadapi situasi yang sekarang aman, tetapi ingin dihindarkan karena menyebabkan ketakutan yang sangat kuat. Pengulangan situasi yang disertai penyadaran yang berulang-ulang akan membantu kita menyadari bahwa situasi lampau yang menakutkan tidak lagi berbahaya dan kita dapat mengatasinya Kognitif restrukturisasi. Terapi ini membantu orang memahami kenangan buruk. Kadang-kadang orang mengingat kejadian berbeda dari bagaimana hal itu terjadi. Mereka mungkin merasa bersalah atau malu tentang apa yang bukan kesalahan mereka. Terapis membantu orang dengan PTSD melihat apa yang terjadi dengan cara yang realistis. Stress inoculation training. Terapi ini mencoba untuk mengurangi gejala PTSD dengan mengajar orang bagaimana untuk mengurangi kecemasan. Seperti restrukturisasi kognitif, pengobatan ini membantu orang melihat kenangan mereka dengan cara yang sehat. Cognitive therapy, terapis membantu untuk merubah kepercayaan yang tidak rasional yang mengganggu emosi dan mengganggu kegiatan -kegiatan kita. Misalnya seorang korban kejahatan mungkin menyalahkan diri sendiri karena tidak hati -hati. Tujuan kognitif terapi adalah mengidentifikasi pikiranpikiran yang tidak rasional, mengumpulkan bukti bahwa pikiran tersebut tidak rasional untuk melawan pikiran tersebut yang kemudian mengadopsi pikiran

a.

b.

B.

yang lebih realistik untuk membantu mencapai emosi yang lebih seimbang (Anonim, 2005b). C. EMDR (Eye Movement Desensitization and Reprocessing) EMDR adalah sebuah pendekatan psikoterapi yang bertumpu pada model pemrosesan informasi di dalam otak. Jaringan memori dilihat sebagailandasan yang mendasari patologi sekaligus kesehatan mental, karena jaringan-jaringan memori adalah dasar dari persepsi, sikap dan perilakukita.Untuk memproses kembali informasi di dalam otak/jaringan memori yg telah ada. EMDR dijalankan dengan melakukan kegiatan fisik yang merangsang aktivasi pemrosesan informasi di dalam otak (dalam konteks EMDR disebut sebagai stimulasi bilateral) melalui indra pengelihatan/pendengaran/perabaan D. Anxiety management, terapis akan mengajarkan beberapa ketrampilan untuk membantu mengatasi gejala PTSD dengan lebih baik melalui: 1) relaxation training, yaitu belajar mengontrol ketakutan dan kecemasan secara sistematis dan merelaksasikan kelompok otot -otot utama, 2) breathing retraining, yaitu belajar bernafas dengan perut secara perlahan -lahan, santai dan menghindari bernafas dengan tergesa-gesa yang menimbulkan perasaan tidak nyaman, bahkan reaksi fisik yang tidak baik seperti jantung berdebar dan sakit kepala, 3) positive thinking dan self-talk, yaitu belajar untuk menghilangkan pikiran negatif dan mengganti dengan pikiran positif ketika menghadapi hal-hal yang membuat stress (stresor), 4) asser-tiveness training, yaitu belajar bagaimana mengekspresikan harapan, opini dan emosi tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain, 5) thought stopping, yaitu belajar bagaimana mengalihkan pikiran ketika kita sedang memikirkan hal-hal yang membuat kita stress (Anonim, 2005b). E. Terapi bermain (play therapy) mungkin berguna pada penyembuhan anak dengan PTSD. Terapi bermain dipakai untuk menerapi anak dengan PTSD. Terapis memakai permainan untuk memulai topik yang tidak dapat dimulai secara langsung. Hal ini dapat membantu anak lebih merasa nyaman dalam berproses dengan pengalaman traumatiknya. Pada terapi ini bertujuan untuk memahami trauma anak dan memberikan medium untuk berekspresi dalam mengurangi tekanan emosional ynag dialami. Bermain peran, menggambar, bermain dengan boneka atau benda-benda figural dapat dijadikan cara untuk menyesuaikan diri dan memberi kesempatan pada terapis untuk melakukanre-exposure yaitu, membahas peristiwa traumatiknya dalam situasi yang mendukung. Para ahli juga menyarankan perlunya psikoedukasi pada anak dan keluarganya. Psikoedukasi dimaksudkan memberi pendidikan mengenai gejala- gejala yang ditunjukkan anak dan cara- cara untuk mengatasinya terutama untuk membantu anak mengatasi kecemasannya. Psikoedukasi untuk anggota keluarga terutama orangtua dan pengasuh (termasuk guru) penting karena mereka yang setiap saat berada di dekat

F.

G.

H.

I.

1. 2.

anak tersebut. Pengetahuan mereka mengenai reaksi psikotraumatik dan gejala-gejala perilakunya akan mebantu mereka untuk berfungsi efektif dalam menghadapi anak yang sedang bermasalah tanpa memperparah kondisi anak tersebut. Terapi debriefing juga dapat digunakan untuk mengobati traumatik. Meskipun ada banyak kontroversi tentang debriefing baik dalam literatur PTSD umum dan di dalam debriefing yang dipimpin oleh bidan. Cochrane didalam systematic reviews-nya merekomendasi-kan perlu untuk melakukan debriefing pada kasus korban -korban trauma (Rose et al, 2002). Mengenai debriefing oleh bidan, Small gagal menunjukkan secara jelas manfaatnya (Small et al., 2000). Meski begitu, Boyce dan Condon merekomendasikan bidan untuk melakukan debriefing pada semua wanita yang berpotensi mengalami kejadian traumatik ketika melahirkan (Boyce & Condon, 2000). Support group therapy dan terapi bicara. Dalam support group therapy seluruh peserta merupakan penderita PTSD yang mempunyai pengalaman serupa (misalnya korban bencana tsunami, korban gempa bumi) dimana dalam proses terapi mereka saling menceritakan tentang pengalaman traumatis mereka, kemdian mereka saling memberi penguatan satu sama lain (Swalm, 2005). Sementara itu dalam terapi bicara memperlihatkan bahwa dalam sejumlah studi penelitian dapat membuktikan bahwa terapi saling berbagi cerita mengenai trauma, mampu memperbaiki kondisi jiwa penderita. Dengan berbagi, bisa memperingan beban pikiran dan kejiwaan yang dipendam. Bertukar cerita membuat merasa senasib, bahkan merasa dirinya lebih baik dari orang lain. Kondisi ini memicu seseorang untuk bangkit dari trauma yang diderita dan melawan kecemasan (Anonim, 2005b). Terapi psikodinamik berfokus pada membantu orang tersebut memeriksa nilai-nilai pribadi dan konflik emosional yang disebabkan oleh peristiwa traumatis. Terapi keluarga mungkin berguna karena perilaku orang dengan PTSD dapat memiliki mempengaruhi anggota keluarga lainnya. Pengelolaan kesehatan jiwa pasca bncana dibagi 2 tahap: Tahap I tahap kegawatdaruratan akut. Hal yang harus dilakukan pada tahap ini adalah mengelola keluhan psikiatrik yang mendesak. Tahap II Tahap rekonsolidasi dilakukan setelah 4 minggun pasca bencana. Kegiatan berupa pendidikan psikologis, dukungan psikologis,, dan lain-lain. 2. Farmakoterapi Farmakoterapi merupakan terapi dengan menggunakan obat-obatan. Terapi ini diperlukan untuk menstabilkan zat-zat di otak yang menyebabkan kecemasan, kekhawatiran, dan depresi atau dengan kata lain merupakan terapi simptomatik pada PTSD. Terapi obat ini bukanlah lini pertama dalam penanganan PTSD

tetapi dapat dijadikan sebagai pendukung (adjuvan) psikoterapi agar tercapai hasil yang optimal dalam menangani kasus PTSD. Beberapa jenis obat dapat membantu mengatasi PTSD: 1) Antipsikotik. Untuk mengurangi kecemasan yang parah, susah tidur dan ledakan emosional. 2) Antidepresan. Untuk mengatasi gejala depresi dan kecemasan. Dapat juga membantu mengatasi masalah susah tidur dan meningkatkan konsentrasi. 3) Anti kecemasan. Obat ini juga dapat mengobati perasaan cemas dan stres. 4) Prazosin. Obat ini telah digunakan selama bertahuntahun dalam pengobatan hipertensi. Meskipun obat ini tidak secara khusus disetujui untuk pengobatan PTSD, prazosin dapat mengurangi atau menekan mimpi buruk pada banyak penderita PTSD Selective seotonin reuptak inhibitors (SSRIs) SSRIs merupakan obat lini pertama dalam mengatasi gejala cemas, depresi, perilaku menghindar, dan pikiran yang intrusif (mengganggu). Obat ini meningkatkan jumah serotonin dengan cara menginhibisi reuptake serotonin diotak. Obat golongan SSRIs yang disetujui oleh FDA dalam mengatasi gejala depresi pada anak PTSD yakni, Fluoxetine (Prozac). Obat ini digunakan untuk anak usia lebih dari 8 tahun dengan dosis awal 10 mg/ hari selama satu minggu kemudian dapat ditingkatkan sampai 20 mg/hari dan diberikan secara perorang. Beta adrenergic blocking agents Obat yang digunakan golongan ini yakni, Propanolol (Inderal). Obat i ni dapat mengatasi gejala hiperarousal. Dosis untuk anak-anak : 2,5 mg/kg BB/hari. Mood stabilizers Golongan ini dapat membantu mengatasi gejala arousal yang meninggi dan gejala impulsif. Dosis Carbamazepine (Tegretol) : 6-12 tahun: 100mg/hari peroral untuk initial lalu dapat dinaikkan hingga 100mg/hari, untuk dosis maintenance; 20-30 mg/kg/hari. >12 tahun: samapai kadar di plasma 8-12mcg/ml. Dosis valporic acid (Depakene, depakote) : 10-15 mg/kg/hari untuk dosis initial dan kemudian dapat ditingkatkan 5-10mg/kg/hari. Peranan Terapi Sandtray Untuk Menurunkan Simtom Post-traumatic Stress Disorder (PTSD) Pada Perempuan Korban Kekerasan Seksual Pada terapi sandtray, seseorang diminta menggambarkan image dengan meletakan objek di atas bak berisi pasir. Terapi Sandtray dalam hal ini memberikan kesempatan kepada subjek untuk menciptakan kembali dalam bak pasir dan dalam imajinasinya berbagai peristiwa, baik perisitwa dimasa lampau, saat ini dan mengeksplorasi kemungkinan dimasa depan. Terapi sandtray kemudian akan membantu subjek mendapatkan pemahaman kognitif atas elemen kejadian dalam

hidupnya sehingga ia dapat memahami bahkan mendapatkan resolusi masalah terhadap kejadian yang ia alami (Geldard & Geldard, 2008) terapi sandtray akan membantu subjek secara mendalam melihat apa yang menjadi sumber masalahnya, bagaimana permasalahan utamanya sesuai dengan gaya hidup yang ia kembangkan sekarang ini dan bagaimana semua itu mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas hidup saat ini dan kedepan. Terapi sandtray akan membantu subjek mengintegrasikan kembali pengalaman traumatik, berbagai permasalahan dan mengeksplorasi berbagai tujuan kedepan, membantu subjek menyadari perasan dan pemikiran serta membentuk motivasi dalam dirinya yang semuanya dikonstruksikan dalam terapi sandtray. Menurut Gil (dalam Waber dan Mascary, 2008), terapi sandtray sangat tepat digunakan pada berbagai permasalahan traumatik seperti peristiwa perang, bencana alam dan kekerasan seksual. Hal ini karena terapi sandtray merupakan pendekatan terhadap trauma dengan menyediakan lingkungan yang aman dan perlindungan yang unik untuk merekonstruksi kembali cerita trauma yang pernah dialami. Hal ini membantu subjek untuk membuka hati dan pikiran yang sulit dingkapkan selama ini karena takut penghakiman dari orang lain. Rambod (2008) menambahkan, proses terapi sandtray ini juga dapat dipadukan dengan terapi bercerita yang mendorong subjek menyampaikan berbagai hal dalam diri dan permasalahannya sehingga menyebabkan pemulihan terhadap pengalaman traumatik secara lebih cepat dan bertahan lama. Simtom PTSD yang akan diturunkan melalui penelitia ini meliputi: gejala intrusion berupa ketidaktenangan atau kekacauaan pikiran subjek akibat pengalaman berulang; gejala avoidance mewakili upaya subjek untuk mengalihkan pikiran dan bayangan yang muncul; dan gejala hyperarousal yang merupakan gejala kesadaran berlebihan seperti gejalagejala pada ekspresi fisik berlebihan yang dialami subjek terkait dengan pengalaman traumatiknya. EFEKTIVITAS TERAPI SANDTRAY UNTUK MENURUNKAN SIMTOM POST-TRAUMATIC STRESS DISORDER PADA PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN SEKSUAL, RONALD PERDAMEAN SIHOMBING, MAGISTER PROFESI PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG 2012 Pendidikan dan supportive konseling juga merupakan upaya lain untuk mengobati PTSD. Konselor ahli mem-pertimbangkan pentingnya penderita PTSD (dan keluarganya) untuk mempe lajari gejala PTSD dan bermacam treatment (terapi dan pengobatan) yan g cocok untuk PTSD. Walaupun seseorang mem-punyai gejala PTSD dalam waktu lama, langkah pertama yang pada akhirnya dapat ditempuh adalah mengenali gejala dan permasalahannya sehingga dia mengerti apa yang dapat dilakukan untuk mengatasinya (Anonim, 2005b). Di lain pihak, sampai saat ini masih didapatkan pula beberapa tipe psikoterapi yang lain. Misalnya, eye movement desensitization reprocessing (EMDR), hypnotherapy dan psikodinamik psikoterapi, yang seringkali digunakan untuk terapi PTSD dan kadang sangat membantu bagi sebagian penderita (Anonim, 2005b). KONSELING PADA ANAK YANG MENGALAMI STRESS PASCA TRAUMA BENCANA MERAPI MELALUI PLAY THERAPY Riana Mashar Mahasiswa Pascasarjana Program Doktoral Universitas Pendidikan Indonesia Obat Beberapa jenis obat dapat membantu gejala posttraumatic stress disorder membaik. Antipsikotik. Dalam beberapa kasus, Anda mungkin diresepkanpengobatan singkat antipsikotik untuk meredakan kecemasan yang parah dan masalah yang terkait, seperti sulit tidur atau ledakan emosional. Antidepresan. Obat-obat ini dapat membantu gejala depresi dan kecemasan. Anti depresan juga dapat membantu membantu mengatasi masalah tidur dan meningkatkan konsentrasi Anda. Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) obat sertraline (Zoloft) dan paroxetine (Paxil) disetujui FDA untuk pengobatan PTSD. Anti-kecemasan. Obat ini juga dapat mengurangi perasaan cemas dan stres. Prazosin. Jika gejala termasuk insomnia atau mimpi buruk berulang, obat yang disebut prazosin (Minipress) dapat membantu. Prazosin, yang telah digunakan selama bertahun-tahun dalam pengobatan hipertensi, juga menghambat respon otak untuk bahan kimia otak seperti adrenalin yang disebut norepinefrin. Meskipun obat ini tidak secara khusus disetujui untuk pengobatan PTSD, prazosin dapat mengurangi atau menekan mimpi buruk pada banyak orang dengan PTSD. Anda dan dokter Anda perlu bekerja sama untuk menemukan pengobatan yang terbaik, sesuai dengan gejala-gejala Anda dan situasi, dengan efek samping paling sedikit. Anda mungkin mengalami peningkatan mood dan gejala lain dalam beberapa minggu. Pastikan

untuk memberitahu ahli kesehatan tentang efek samping atau masalah yang Anda miliki dengan obat tersebut, karena dokter Anda mungkin dapat menyarankan sesuatu yang berbeda. Psikoterapi Beberapa jenis terapi dapat digunakan untuk mengobati anak-anak dan orang dewasa dengan posttraumatic stress disorder. Anda dapat mencoba lebih dari satu, atau menggabungkan jenis, sebelum menemukan yang sesuai atau tepat untuk Anda. Anda juga dapat mencoba terapi individu, terapi kelompok atau keduanya. Terapi kelompok dapat menawarkan cara untuk terhubung ke orang lain melalui pengalaman yang sama. Beberapa jenis terapi yang digunakan dalam pengobatan PTSD meliputi: Terapi kognitif. Jenis terapi bicara membantu Anda mengenali cara berpikir (pola kognitif) yang membuat Anda terjebak misalnya, cara-cara negatif atau tidak akurat dalam memahami situasi normal. Dalam pengobatan PTSD, terapi kognitif sering digunakan bersama dengan terapi perilaku yang disebut terapi eksposur. Terapi Paparan(eksposur) . Teknik terapi perilaku membantu Anda secara aman menghadapi hal yang sangat menakutkan yang Anda temukan, sehingga Anda dapat belajar untuk mengatasi secara efektif. Sebuah pendekatan baru untuk terapi pemaparan menggunakan program virtual reality yang memungkinkan Anda untuk masuk kembali ke pengaturan di mana Anda mengalami trauma misalnya, sebuah program Virtual Irak. Gerakan desensitisasi mata dan pengolahan ulang (EMDR). Jenis terapi ini menggabungkan terapi pemaparan dengan serangkaian gerakan mata dipandu yang membantu Anda memproses kenangan traumatik. Semua pendekatan ini dapat membantu Anda menguasai rasa takut abadi setelah peristiwa traumatis. Jenis terapi yang mungkin terbaik untuk Anda tergantung pada sejumlah faktor yang dapat Anda diskusikan dengan ahli kesehatan JENIS PTSD Jenis gangguan mental yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama setelah terjadi bencana disebut Post Traumatic Stress Disorder (PTSD), dengan ciri-ciri gejalanya adalah : 1) Depersonalisasi, yaitu korban bencana mengalami perasaan yang ganjil, merasa terpisah antara tubuh/badan dan jiwa, atau merasa bahwa peristiwa yang terjadi pada dirinya harusnya terjadi juga pada orang lain. 2) Derealisasi, yaitu korban bencana mengalami perasaan bahwa apa yang dialami oleh korban terjadi lebih lama daripada keadaan yang sebenarnya, tidak percaya dengan kejadian yang berlangsung atau kejadian yang berlangsung dianggapnya sebagai halusinasi (persepsi yang keliru) atau delusi (keyakinan/kepercayaan yang keliru).

Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) terdiri atas 3 jenis, yaitu : 1) PTSD akut, jika simptom (gejala) muncul kurang dari 3 bulan. 2) PTSD kronis, jika simptom muncul setelah 3 bulan atau lebih. 3) PTSD tertunda, jika simptom muncul paling kurang 6 bulan setelah peristiwa bencana. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN DAN BESARAN BANTUAN SANTUNAN KECACATAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA (BNPB) Internati onal Psychopharmacology Algorithm Program (IPAP) Catatan untuk Algoritma PTSD Pandangan hukum tentang PTSD UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang berisi hak dan kewajiban pemerintah dan masyarakat saat bencana maupun pasca bencana. Salah satu pasalnya yaitu pasal 26 menyatakan bahwa setiap orang berhak: Mendapat perlindungan sosial dan rasa aman bagi kelompok masyarakat yang rentan bencana. Mendapat pendidikan, pelatihan, ketrampilan dalam penyelenggaraan penaggulangan bencana. Peraturan Pemerintah RI No 21 Tahun 2008 pasal 2 yang berisi tentang penanggulangan bencana memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap dampak bencana. Kasus PTSD yang sering di angkat dipengadilan adalah Rape Trauma Syndrom (RPS) atau sindrom trauma perkosaan. Ini bisa menjadi bukti di pengadilan apabila memiliki komponen seperti berikut ini: a. Kualifikasi ahli, yaitu adanya kesaksian dari seorang dokter, psikiater, psikolog, pekerja sosial. b. Rehabilitas keilmuan c. Kegunaan d. Netralitas Asuhan keperawatan yang sesuai untuk kasus PTSD Pengkajian a. Aktivitas atau istirahat gangguan tidur mimpi buruk hipersomnia mudah letih keletihan kronis b. Sirkulasi denyut jantung meningkat palpitasi tekanan darah meningkat terasa panas c. Integritas ego

1.

a. b. 2.

derajat ansietas bervariasi dengan gejal yang berlangsung berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan gangguan stres akut terjadi 2 hari 4 minggu dalam 4 minggu peristiwa traumatik PTSD akut gejala kurang dari 3 bulan PTSD kronik gejala lebih dari 3 bulan Melambat awitan sedikitnya 6 bulan setelah peristiwa traumatik kesulitan mencari bantuan atau menggerakkan sumber personal (menceritakan pengalaman pada anggota keluarga/teman) perasaan bersalah, tidak berdaya, isolasi perasaan malu terhadap ketidakberdayaan sendiri; demoralisasi perasaan tentang masa depan yang suram atau memendek d. Neurosensori gangguan kognitif sulit berkonsentrasi kewaspadaan tinggi ketakutan berlebihan ingatan persisten atau berbicara terus tentang suatu kejadian pengendalian keinginan yang buruk dengan ledakan perilaku yang agresif tidak dapat diprediksi atau memunculkan perasaan (marah, dendam,benci, sakit hati) perubahan perilaku (murung, pesimistik, berpikir yang menyedihkan, iritabel), tidak mempunyai kepercayaan diri, afek depresi, merasa tidak nyata, kehidupan bisnis tidak dipedulikan lagi ketegangan otot, gemetar, kegelisahan motorik Nyeri atau ketidaknyamanan e. Pernapasan frekuensi pernapasan meningkat dispneu f. Keamanan marah yang meledak-ledak perilaku kekerasan terhadap lingkungan atau individu lain gagasan bunuh diri g. Seksualitas hilangnya gairah impotensi ketidakmampuan mencapai orgasme h. Interaksi sosial menghindari oarang/tempat/kegiatan yang menimbulakan ingatan tentang trauma, penurunan responsif, mati rasa secara psikis, pemisahan emosi/mengasingkan diri dari orang lain hilangnya minat secara nyata pada kegiatan yang signifikan, termasuk pekerjaan pembatasan rentang afek, tidak ada respon emosi Diagnosa, NOC, dan NIC Sindrom Pasca Trauma :Respon maladaptive yang terus berlangsung terhadap kejadian traumatic dan melelahkan. Batasan Karakteristik :Kilas balik, ketakutan, malu, ansietas, kompulsif, menghindar, kurang konsentrasi, mimpi buruk, panic attact, dll

: Koping: Tindakan untuk mengelola stressor yang membebani sumber-sumber individu,. Pemulihan dari penganiayaan: seksual: penyembuhan setelah mengalami penganiayaan seksual/ eksploitasi. Pengendalian impuls: kemampuan untuk menahan diri dari perilaku impulsive. NIC Konseling : penggunaan proses bantuan interaktif yang memfokuskan pada kebutuhan, masalah, atau perasaan pasien dengan orang yang berarti bagi pasien untuk meningkatkan atau mendukung koping, pnyelesaian masalah dan hubungan interpersonal. Aktivitas keperawatan: o BHSP o Tunjukkan empati, kehangatan dan kesejatian o Gunakan teknik refleksi dan klarifikasi untuk memfasilitasi pengungkapan perasaan. o Hindari membuat keputusan pada saat pasien berada dalam keadaan stress. Gangguan Stres akut (ASD) vs PTSD Sesaat setelah mengalami kejadian traumatis mayoritas populasi akan memperlihatkan disstres yang bermakna. Pada sebagian besar orang, gejala tersebut akan pulih dalam waktu 4 minggu, dan seringkali dalam jangka waktu 10-14 hari pertama. Oleh karena itu, penatalaksanaan farmakologi (atau psikososial) pada periode ini umumnya harus dihindari, kecuali untuk individu yang sangat jelas menunjukkan gejala atau yang mengalami disfungsi karena gejalanya. Dukungan dan pertolongan psikologis merupakan pilihan pengobatan terhadap distres semacam ini yang dialami segera setelah peristiwa trauma. A. Penatalaksanaan PTSD kronis lebih mudah dipahami daripada pengobatan stres akut (ASD=acute stress disorder) atau PTSD akut. B. Walaupun banyak dokter kelihatannya percaya bahwa jenis pengobatan yang sama dapat memperbaiki ASD dan PTSD akut (kurang dari 3 bulan), namun sangat sedikit penelitian yang membahas kondisi ini. Khusus untuk ASD, banyak bukti kuat yang menunjukkan bahwa CBT efektif terhadap perbaikan gejala dan pencegahan terjadinya PTSD dikemudian. Hanya ada sedikit studi pendahuluan mengenai intervensi farmakologis terhadap ASD yang telah dilakukan. Khusus untuk PTSD akut, dianjurkan untuk tidak menunda pengobatan bagi orang yang memiliki kriteria diagnostik tersebut.

Anda mungkin juga menyukai