Anda di halaman 1dari 40

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronis adalah kerusakan ginjal setidaknya selama tiga bulan atau lebih, yang didefinisikan sebagai abnormalitas struktural atau fungsional ginjal, dengan atau tanpa penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) yang bermanifestasi sebagai kelainan patologis atau kerusakan ginjal; termasuk ketidakseimbangan komposisi zat di dalam darah atau urine serta ada tidaknya gangguan hasil pemeriksaan pencitraan (Konsensus Dialisis, 2003).

Terdapat pergeseran penyabab penyakit ginjal kronis dari infeksi ke diabetes dan darah tinggi, penyebab yang erat kaitannya dengan gaya hidup dan diet. Diabetes dan darah tinggi grafiknya cenderung meningkat sedangkan infeksi menurun. Berikut ini data penyebab penyakit ginjal tahap akhir di mana terlihat tendensi peningkatan dan penurunan pada penyebab-penyebab tertentu. Glomerulonefritis sebagai 60% penyebab gagal ginjal kronis lebih banyak diderita pada kelompok usia 20-40 tahun dan pria (Sukandar, 2005).

Salah satu pengobatan yang digunakan adalah dialisis. Dialisis adalah suatu proses difusi zat terlarut dan air secara pasif melalui suatu membran berpori dari satu kompartemen cair menuju kompartemen cairan lainnya. Dialisis dapat digunakan untuk mempertahankan penderita gagal ginjal kronis dalam keadaan klinis yang optimal sampai tersedia donor ginjal. Pengobatan biasanya dimulai apabila penderita sudah tidak sanggup lagi bekerja sempurna waktu, menderita neuropati perifer atau memperlihatkan gejala klinis lainnya. Dialisis diperlukan apabila sudah sampai pada tahap akhir kerusakan ginjal atau gagal ginjal terminal (End Stage Renal Disease). Biasanya terjadi apabila kerusakan ginjal sudah mencapai 85 90 persen.

1.2 Pembahasan Kasus Chair Scriber 1 Scriber 2 Kasus 5 Tn. K, berusia 45 tahun datang ke unit hemodialisis (HD) untuk melakukan HD rutinnya yang biasa dia lakukan 2 kali/minggu, tetapi 1 minggu yang lalu klien tidak mengikuti jadwal hemodialisa dikarenakan sakit flu. Saat datang muka klien tampak pucat, oedema anasarka dan mengeluh lemas. Saat dikaji oleh perawat : klien mengeluh cepat cape dan nafasnya terasa sesak saat aktivitas dan diikuti dengan tremor, gatal - gatal di seluruh tubuhnya, kadang kadang suka keluar darah dari hidungnya, kulit tampak kering dan banyak yang mengelupas , rambut tampak kusam dan kemerahan. Dari pemeriksaan didapatkan hasil: BB 56 Kg TB 152 cm, BP 170/100 mmHg, HR 96 x/mnt, RR 24 x/ menit, lab : Hb 8.00 gr%,ureum 312, kreatinin 3.1.Dari riwayat sebelumnya Tn.K bekerja di ruangan ber AC dan minum kurang 4 gelas/hari mempunyai riwayat penyakit hipertensi 15 tahun yang lalu dan tidak terkontrol dan dia telah melakukan HD sejak 2 tahun yang lalu. Saat akan dilakukan HD Tn.K mengatakan kepada dokter dan perawat bahwa ini HD terakhir yang akan ia lakukan karena merasa benci dengan proses HD dan tidak ingin hidup seperti itu terus menerus. Dia juga mengatakan bahwa dia mengerti bahwa hidupnya : Djoko Permadi : Hanna Khoirotunnisa : M. Zaenudin Wasilah

tergantung pada dialysis. Dia berencana ke Cina untuk mencari alternatif penanganan penyakitnya Terapi : direncanakan tranfusi PRC 2 labu, diet rendah garam, rendah protein dan rendah kolesterol, Hemapo 50iu/kg IV Step 1 1) Evi: hemapo? Wiwi: Obat yang dimasukan kedalam darah(IV) Step 2 1) Endah: kenapa saat flu tidak dilakukan HD? 2) Sonya: tindakan perawat ketika klien menolak HD? 3) Aisyah: kenapa rambut klien kusam?
2

4) Iswari: penyebab manfes keluar? 5) Evi: tindakan selain HD? 6) Fabian: jika tidak di HD akan sembuh tidak? 7) Wiwi: dampak tidak HD rutin? 8) Anisa: hubungan hipertensi dengan gagal ginjal kronis (mekanisme)? 9) Sonya: apakah kerja di ruangan berAC berisiko gagal ginjal kronis? 10) Ratih: kenapa klien datang dengan wajah pucat dan edema anasarka? 11) Aisyah: efek samping HD? 12) Fabian: prosedur HD? 13) Iswari: kriteria tindakan HD? 14) Wiwi: umur dan jenis keluarga yang resiko terkena penyakit ini? 15) Ratih: jika tidak ditangani apa komplikasinya? 16) Evi: penyebab gatal-gatal dan keluar darah dari hidung? 17) Sonya: persiapan HD, kenpa jika hipertensi tidak boleh? 18) Ratih: pencegahan? 19) Iswari: kenapa harus dilakukan terapi lain selain HD? 20) Anisa: prognosis? 21) Ratih: diagnosa keperawatan dan prioritasnya? 22) Iswari: waktu dilakukan HD berapa lama prosesnya, skalanya dan kenapa skalanya segitu? 23) Fabian: kriteria yang termasuk gagal ginjal kronis? 24) Djoko: kenapa pasien berencana berobat ke cina? 25) Hana: TTV dan pemeriksaan lab normal pada klien? Step 3 1. wiwi: flu-imun turun (tidak fit) 2. ratih: penkes jika tidak dilakkan HD (komplikasinya) wiwi: penkes keluarga/dukungan psikososial 3. wiwi: klien kurang minum (asupan cairan) sonya: akibat HD hana: darah kotor akibat dari HD 4. LO 5. endah: transplantasi ginjal

6. wiwi: tidak akan sembuh, akan terdeteksi jika sudah parah atau kronis (lama). HD hanya untuk memperpanjang hidup djoko: yang di HD saja banyak yang gagal apalagi tidak 7. ratih: kulit pucat, edema anasarka, lemas,cape 8. fabian: naiknya pembuluh darah-kerja ginjal naik-asupan nutrisi ginjal turun-gagal ginjal 9. aisyah: banyak duduk-kurang minum-batu ginjal-gagal ginjal kronis 10. aisyah: pucat-gagal ginjal-hb berkurang-darah merah kurang-hipoksia-peredaran darah berkurang-pucat evi: edema anasarka-penumpukan cairan di seluruh tubuh fabian: gagal ginjal-gagal menyaring protein-takanan osmotik-shift cairan-edema anasarka (dilihat dari pemerksaan Ht) 11. sonya: kulit hitam penumpukan zat besi 12. LO 13. LO 14. ratih: umur, siapa saja bisa kena dan riwayat hipertensi fabian: orang tua lebih berisiko karena degenerasi 15. sonya: ginjal tidak berfungsi baik, darah mengandung racun 16. iswari: darah tidak tersaring-uremia-masuk ke otak sebagai toksik hana: gatal-gataldarah kotor keluar darah dari hidung-hipertensi-pecahpembuluh darah 17. wiwi: TTV harus normal,inform consent, persiapan mental 18. wiwi: makan teratur, minum sesuai kebutuhan, olahraga, lingkungan, dll endah: kontrol hipertensi 19. Sonya: jika sering HD maka akan terjadi penumpukan protein 20. LO 21. anisa: Gangguan perfusi jaringan, gangguan pola nafas, gangguan integritas kulit 22. evi: 6 jam dalam satu kali tindakan, 2-3x tiap minggu 23. LO 24. wiwi: di indonesia transplantasi ginjal masih dilarang, sehinggga pergi ke cina aisyah: di cina terkenal dengan pengobatan herbalnya 25. anisa: BP: 120/80, RR: 16-20, HR: 60-100, HB: 13,5-18, kreatinin: 0,5-1,5

Step 4 Pengelompokan data

1. Data Objektif BB : 56 kg TB : 152 cm BP : 170/100 HR : 96 RR : 24 Hb : 8 ureum : 312 kreatinin : 3,1 pucat edema anasarka kulit tampak kering rambut kusam dan kemerahan

2. Data Subjektif cepat capek nafas sesak saat aktivitas tremor gatal-gatal seluruh tubuh kadang keluar darah dari hidung mengeluh lemas kerja di ruang AC jarang minum riwayat hipertensi 15 tahun yang lalu merasa benci proses HD

Hipertensi

Kerja ginjal naik Asupan nutrisi ginjal turun

Gagal ginjal akut

edema anasarka

Gagal ginjal kronis

terapi hemapo 50 iu/kg iv, transfusi PRC 2 labu, diet rendah protein & kolesterol asuhan keperawatan

Hb 8 gr %

sesak

Ureumia

prosedur indikasi

Toksin di darah

hemodialisa

ketergantungan

benci HD

Ureum 312, kreatinin 3,1

efek samping

gatal-gatal, rambut kusam, kemerahan Step 5 1. Prosedur HD 2. Kriteria HD 3. Kriteria gagal ginjal kronis 4. Peran perawat Step 6 Self Study Step 7 Reporting

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi

Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia. (Smeltzer & Bare, 2001)

Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448)

Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau tranpalantasi ginjal. (Sudoyo, 2006: 570)

Gagal ginjal (chronic renal failure, CRF) adalah terjadinya kedua ginjal yang sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan dalam yang cocok untuk kelangsungan hidup. (Baradero, dkk, 2009: 124)

Adapun pengertian dari gagal ginjal kronis adalah ketidakmampuan ginjal untuk mempertahankan keseimbangan dan integritas tubuh yang muncul secara bertahap sebelum terjun ke fase penurunan faal ginjal tahap akhir. Definisi lain menyebutkan bahwa gagal ginjal kronis adalah penurunan semua faal ginjal secara bertahap diikuti penimbunan sisa metabolisme protein dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. (Nefrologi Klinik, 2006).

2.2 Etiologi Glomerulonefritis, nefropati analgesik, nefrotipati refluks, ginjal polikistik, nefropati diabetik, penyebab lainya hipertensi, obtruksi, gout, dan tidak diketahui. ( Mansjoer 2001, 532) Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain : 1. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis) 2. Penyakit peradangan (glomerulonefritis) 3. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis) 4. Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis sitemik) 5. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal) 6. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme) 7. Nefropati toksik Nefropati obstruktif (batu saluran kemih) Penyebab Penyakit Ginjal Tahap Akhir Penyakit Ginjal Glomerulonefritis Nefropati Obstruktif Nefropati Diabetik Nefropati Lupus Ginjal Polikistik Hipertensi Tidak diketahui 1989 40,12% 36,07% 6,13% 4,17% 2,21% 2,09% 9,32% 1996 46,39% 12,85% 18,65% 0,16% 1,41% 8,46% 15,20% 2000 39,64% 13,44% 17,54% 0,23% 2,51% 15,72% 10,93%

Sumber: Nefrologi Klinik 2006

2.3 Manifestasi Klinis Pada gagal ginjal kronik setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan memperlihatkan sejumlah tanda dan gejala keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, kondisi pasien yang mendasari dan usia pasien.

Tanda dan gejala pada penderita gagal ginjal kronik: 1. Kardiovaskuler Hipertensi, gagal jantung kongestif, perikarditis, edema periorbital, friction rub pericardial, pembesaran vena leher dan edema pulmoner. 2. Hermatologi Rasa gatal yang parah (pruritus), butiran uremik. Pruritus dapat diartikan sebagai suatu sensasi yang membuat penderitanya mempunyai keinginan untuk menggaruk. Mekanisme dasar pruritus belum dipahami sepenuhnya, teori terakhir meliputi hiperparatiroidisme sekunder, kelainan divalention, histamine, sensitisasi alergi, proliferasi (hiperplasi) dari sel mast di kulit, anemia defisiensi besi, peningkatan vitamin A, xerosis, polineuropati peripheral dan berubahnya sistem saraf, keterlibatan sistem opioid, sitokin, serum asam empedu, nitrat oksida atau beberapa kombinasi ini. Beberapa penulis mengemukakan bahwa meningkatnya magnesium dalam serum, fosfor dan kalsium telah terlibat pada uremik pruritus yang merupakan peranan penting penyebab pruritus. 3. Dermatologi Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar. Kuku menjadi tipis, rapuh, bergerigi, memperlihatkan garis-garis terang dan kemerahan berselang-seling. Perubahan pada kuku ini merupakan ciri khas kehilangan protein kronik, biasanya didapatkan pada pasien dengan kadar serum albumin rendah dan akan menghilang apabila kadar serum kembali normal (garis Muehrcke). Perubahan kuku lainnya adalah ujud kuku half-and-half, yaitu warna kuku bagian proksimal putih (50 persen) dan bagian distal berwarna merah muda (50 persen) dengan batas yang tegas. Bentuk kuku Terry (Terrys nails) adalah istilah ujud kuku yang digunakan dimana hanya 20 persen bagian distal kuku yang normal (berwarna merah muda). Gagal ginjal dapat menyebabkan perubahan pada kelenjar keringat dan kelenjar minyak yang menyebabkan kulit menjadi kering. Kondisi kulit kering ini dapat juga disebabkan dari perubahan metabolisme vitamin A pada gagal ginjal kronik, yang saling berkaitan dengan perubahan volume cairan dari pasien yang menjalani dialisis. Kulit kering akan menyebabkan infeksi dan apabila terluka akan membuat proses

penyembuhannya menjadi lebih lambat. Selain itu kulit kering dapat juga menjadi penyebab gatal gatal (pruritus). 4. Gastrointestinal Mual, muntah, cegukan, nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan mulut, konstipasi dan diare, perdaragan saluran cerna. 5. Perubahan neuromuskuler mencakup perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi, kedutan otot, dan kejang. 6. Muskuloskeletal Kram otot, kekuatan otot hilang, kelemahan pada tungkai, fraktur tulang, dan foot drop. 7. Reproduktif Amenore, atrofi testekuler. (Smeltzer& Bare, 2001)

2.4 Klasifikasi Klasifikasi gagal ginjal kronik berdasarkan sindrom klinis yang disebabkan karena penurunan fungsinya yaitu berkurang, ringan, sedang dan tahp akhir. Klasifikasi tersebut diantaranya : 1. Tahap pertama (stage 1) Merupakan tahap dimana telah terjadi kerusakan ginjal dengan peningkatan LFG (>90 mL/menit/1.73 m2) atau LFG normal 2. Tahap kedua (stage 2) Reduksi LFG mulai berkurang sedikit (kategori mild) yaitu 60-89 mL/menit/1.73 m2 3. Tahap ketiga (Stage 3) Reduksi LFG telah lebih banyak berkurang (kategori moderate) yaitu 30-59 mL/menit/1.73 m2 4. Tahap keempat (stage 4) Reduksi FG sangat banyak berkurang yaitu 15-29 mL/menit/1.73 m2 5. Tahap kelima (Stage 5) Telah terjadi gagal ginjal dengan LFG yaitu < 15 mL/menit/1.73 m2

10

2.5 Komplikasi Menurut Smeltzer (2000), komplikasi potensial gagal ginjal kronik yang memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan, mencakup : 1) Hiperkalemia : akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan diet berlebih. 2) Perikarditis : efusi perikardial , dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat. 3) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi sistem renin, angiotensin, aldosteron. 4) Anemia : akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah, perdarahan gastro intestinal. 5) Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat.

2.6 Pemeriksaan 2.6.1 Laboratorium Urin: Volume: biasanya berkurang dari 400ml/24jam (oliguria) atau urin tak ada (anuria). Warna: secara abnormal urin keruh mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat, atau urat. Sedimen kotor, kecoklatan, menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin. Berat jenis: kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat). Osmolalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular,dan rasio urin/ serum sering 1:1. Klirens kreatinin: agak menurun Natrium: meningkat, lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorpsi natrium. Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat menunjukkan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.

11

Darah: BUN/ kreatinin: meningkat, > 100 mg sehubungan dengan sindrom uremik. Kadar kreatinin 10 mg/dL atau lebih besar mengindikasikan sindrom uremik. Hitung darah lengkap: Ht menurun pada adanya anemia, Hb biasanya kurang dari 7-8 g/dL. SDM: waktu hidup menurun pada defisiensi eritropoetin seperti pada azotemia. GDA: menunjukkan asidosis metabolic (pH < 7,2) terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengekskresi hydrogen dan ammonia atau hasil akhir katabolisme protein. Bikarbonat menurun. PCO2 menurun. Natrium serum: mungkin rendah (bila ginjal kehabisan natrium) atau normal (menunjukkan status dilusi hipernatremia). Kalium: meningkat sehubungan dengan retensi sesuai dengan perpindahan selular (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis SDM). Pada tahap akhir, perubahan EKG mungkin tidak terjadi sampai kalium 6,5 mEq atau lebih besar. Magnesium/fosfat: meningkat. Kalsium: menurun. Osmolaritas serum: menunjukkan > 285 mOsm/kg. Protein (khususnya albumin): kadar serum menurun dapat menunjukkan kehilangan protein melalui urin, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, atau penurunan sintesis karena kurang asam amino esensial. 2.6.2 Diagnostik a. EKG : melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda

perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemia dan hipokalsemia) b. Ultrasonografi (USG) renogram : menilai besar dan bentuk ginjal, tebal orteks ginjal, kepadatan parenkim gnjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih, serta prostat. Untuk melihat adanya obstruksi akibat batu atau massa tumor c. Foto polos abdomen : menilai bentuk dan besar ginjal. Dan apakah terdapat batu atau obstruksi lain. Foto polos disertai tomogram memberi keterangan yang lebih baik. Dilarang berpuasa.

12

d. Biopsy ginjal : pada klien dengan gagal ginjal tahap awal, yang masih bisa diiobati. e. Pemeriksaan foto dada : dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid overload), efusi pleura, kardiomegali, dan efusi pericardial. Tak jarang di temukan juga infeksi spesifik oleh karena imunitas tubuh yang menurun f. Pemeriksaan radiografi tulang : melihat adanya osteodistrofi g. Pielografi intravena: menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter h. Pielografi retrograde: dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible i. Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi

ekstravaskuler, massa. j. KUB foto: menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandung kemih dan adanya obstruksi. k. Foto kaki, tengkorak, kolumna spinal, dan tangan: dapat menunjukkan demineralisasi, kalsifikasi. Karsinoma kandung kemih perlu dibedakan dari tumor ureter yang menonjol dalam kandung kemih, karsinoma prostat,dan hipertrofi prostat lobus median prostat. Untuk membedakan kelainan ini dibutuhkan endoskopi dan biopsi, urografi atau IVP, CT Scan, USG dan sitoscopy. 1. Pemeriksaan Urografi (IVP) Menggunakan sinar x untuk mengevaluasi sistem saluran kemih. 2. CT scan/MRI Merupakan teknik non invasive yang akan memberikan gambar penampang ginjal serta salurah kemih sangat jelas. Pemeriksaan ini memberikan informasi tentang luasnya lesi invasive pada ginjal.Untuk menentukan diagnosis dan stadium karsinoma sel ginjal. CT urogram menyediakan pemandangan tiga dimensi ginjal dan sistem urin. Selain itu dapat melihat organ-organ lain, seperti hati atau kelenjar getah bening, untuk memastikan bahwa tumor dari kandung kemih belum menyebar ke organ lainnya. 3. Ultrasonografi (USG) Test ini mengunakan alat yang dipegang dan diletakkan di atas permukaan kulit untuk memeriksa kandung kemih dan struktur di pelvis dengan bantuan gelombang suara. Test ini menunjukan hubungan tumor dan penyebaran tumor.
13

4. Endoskopi Dilakukan untuk melihat bentuk dan besar tumor. 5. Sistokopi Adalah pemeriksaan pada kandung kemih dan prostat dengan menggunakan alat yang dinamakan sistoskop, untuk mendeteksi penyebab sumbatan pada kandung kemih. 6. Systoreustroskopi Dilakukan untuk melihat posisi tumor.

2.7 Penatalaksanaan Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostatis selama mungkin. Pengobatan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama terdiri dari tindakan konservatif yang ditujukan untuk meredakan atau memperlambat perburukan progresif gangguan fungsi ginjal. Tindakan konservatif dimulai bila penderita mengalami azotemia. Tahap kedua pengobatan dimulai kertika tindakan konservatif tidak lagi efektif dalam mempertahankan kehidupan. 2.7.1 Penatalaksanaan Konservatif Prinsip-prinsip dasar penatalaksanaan konservatif sangat sederhana dan didasarkan pada pemahaman mengenai batas-batas eksresi yang dapat dicapai oleh ginjal yang terganggu. Selain itu, terapi di arahkan pada pencegahan dan pengobatan komplikasi yang terjadi. 2.7.2 Pengaturan Diet Protein Penderita azotemia biasanya dibatasi asupan proteinnya meskipun masih diperdebatkan seberapa jauh pembatasan harus dilakukan. Protein dibatsi karena urea, asam urat, dan asam organic-hasil pemecahan makanan dan protein jaringan-akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat gangguan pada klirens renal. Protein yang dikonsumsi harus memi;liki nilai biologis tinggi (produk susu, telur, daging). Protein yang mengandung nilai biologis yang tinggi adalah substansi protein lengkap dan menyuplai asam amino utama yang diperlukan untuk penambahan dan perbaikan sel.

14

Jumlah protein yang diperbolehkan adalah 0,6 g/kg/hari untuk pasien gagal ginjal berat pradialisis yang stabil (GFR< 24ml/menit). Sedangkan jumlah protein yang diperbolehkan untuk pasien yang menerima dialysis yang teratur dapat dibebaskan hingga 1g/kg/hari. Selain itu, suplemen karbohidrat dapat diberikan untuk memastikan kalori yang memedai untuk mencegah pemecahan protein tubuh. Suplemen vitamin B kompleks, piridoksin, dan asam askorbat harus diberikan bersama regimen ini. Oleh karena itu, status nutrisi pasien harus dipantua untuk memastikan bahwa berat bdan dan indicator lainnyan seperti albumin serum tetap stabil (3 g/dL). 2.7.3 Pengaturan Diet Kalium Jumlah yang diperbolehkan dalam diet adalah 40-80 mEq/hari. Tindakan yang harus dilakukan adalah dengan tidak memberikan obat-obatan atau maaknan yang tinggi kandungan kalium seperti tambahan garam (yang mengandung ammonium klorida dan kalium klorida), ekspektoran, kaloium sitrat, dan makanan sup, pisang, dan jus buah murni. 2.7.4 Pengaturan Diet Natrium dan Cairan Jumlah natrium yang biasanya diperbolehkan adalah 40-90 mEq/hari (1-2 g natrium), tetapi asupan natrium yuang optimal harus ditentukan secara individual pada setiap pasien untuk mempertahankan hidrasi yang baik. Asupan yang terlalu bebas dapat menyebabkan terjadinya retensi cairan, edema perifer, edema paru, hipertensi, dan gagal jantung kongestif. Asupan cairan membantu regulasi yang hati-hati dalam gagal ginjal lanjut, karena haus pasien merupakan panduan yang tidak dapat diyakini mengenai keadaan hidrasi pasien. Asupan yang terlalu bebas dapat menyebabkan kelebihan beban sirkulasi, edem, dan intoksitasi cairan. Sedangkan asupan yang kurang dari optimal dapat menyebabkan dehidrasi, hipotensi, dan pemburukan fungsi ginjal. Biasanya cairan yang diperbolehkan adalah 500-600ml untuk 24 jam.

15

2.7.5 Pencegahan dan Pengobatan Komplikasi Hipertensi Ditangani dengan berbagai medikasi antihipertensif kontrol volume

intravaskuler. Obat penghambat ACE (missal, kaptopril) dapat bermanfaat untuk pasien hipertensi esensial. Obat tersebut juga dapat menurunkan proteinuria, tekanan intraglomerulus dan memperlambat perkembangan gagal ginjal kronis Bila penderita sedang menjalani hemodialisis, maka perlu menghentikan pemberian obat antihipetensi sebelum pengobatan untuk mencegah hipotensi dan syok dengan keluarnya cairan intravaskuler melalui vasoknstriksi vascular yang normal. Penambahan obat antihipertensi lain seperti penyekat kanal kalsium atau minoksidil (Linoten) biasanya dapat mengontrol tekanan darah. Bila semua cara gagal, masih dapat dipertimbangkan nefrektomi bilateral sebagai saran terakhir. Namun, tindakan tersebut dapat memperberat anemia karena ginjal stadium akhir masih memproduksi sedikit eritropoetin. Akhirnya, penatalaksanaan yang paling efektif yaitu dengan mengatur asupan natrium dan cairan serta dialysis intermiten, karena hipertensi pada kebanyakan pasien uremia disebebkan oleh kelebihan beban cairan. Hiperkalemia Hiperkalemia biasanya dicegah dengan penanganan dialysis yangadekuat

disertai pengambilan kalium dan pemantauan yang cermat terhadap kandungan kalium pada seluruh medikasi oral maupun intravena. Pasien diharuskan diet rendah kalium. Kadang-kadang Kayexelate, perlu diberikan secara oral. Anemia Anemia pada gagal ginjal ditangani dengan Epogen (Eritropoetin manusia rekombinana, EPO). Terapi epogen diberikan utnuk memperoleh nilai hematokrit sebesar 33-38%, yang biasanya memulihkan gejala anemia. Epogen diberikan secara intravena atau subkutan (25-125 U/kgBB) tiga kali seminggu. Naiknya hemtokrit

16

memerlukan waktu 2-6minggu, sehingga Epogen tidak diindiaksikan untuk pasien yang memerlukan koreksi anemia dengan segera. Efek samping terapi ini mencakup hipertensi (terutama tahap awal penanganan), peningkatan bekuan pada tempat akses vaskuler, kejang dan penipisan cadangan besi tubuh. Asidosis Asidosis metabolik pada gagal ginjal kronis biasanya tanpa gejala dan tidak memerlukan penanganan; namun demikian, suplemen natrium bikarbonat atau dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis jika kondisi ini menimbulkan gejala. Asidosis metabolik kronik yang ringan pada penderita uremia biasanya akan menjadi stabil pada kadar bikarbonat plasma 16-20 mEq/l. Osteodistrofi ginjal Untuk mencegah timbulnya hiperparatiroidisme sekunder dan segala akibatnya adalah dengan diet rendah fosfat dengan pemberian agen yang dapat mengikat fosfat dalam usus. Diet rendah protein biasanya juga rendah fosfat.dahulu, gel antasida alumunium sering digunakan untuk pengobatan. Namun demikian, sekarang diketahui bahwa regimen ini dapat menimbulkan intoksikasi aluminium akibat penimbunan bertahap aluminium dalam jaringan, dengan gejala neurologis dan osteomalasia. Sehingga diganti dengan pemberian natrium karbonat dosis tinggi. Antasid mengandung magnesium juga harus dihindari untuk mencegah toksisitas magnesium. Kalsium karbonat (1-2g) dan antasid pengikat fosfat harus diminum bersama dengan makanan agar efektif. Komplikasi utama pada pasien yang meminum kalsium karbonat sebagi pengikat fosfat adalah timbulnya hiperkalsemia. Sehingga kadar fosfat serum harus dipantau setidaknya setiap bulan untuk memastikan bahwa hasil akhir kalsium fofat dalam rentang normal (<60) untuk menghindari kalsifikasi metastatik.

17

Apabila terjadi keterlibatan rangka yang parah akibat kurangnya atau walaupun terapi preventif dengan agen pengikat fosfat, maka diindikasikan terapi vitamin D atau partiroidektomi subtotal. Hiperurisemia Obat pilihan untuk mengobati hiperurisemia pada gagal ginjal lanjut biasanya adalah alopurinol, yang mengurangi kadar asam urat dengan menghambat biosintesis sebagian asam urat total yang dihasilkan oleh tubuh. I.7.6 Terapi Penggantian Ginjal Dialisis Dialisis adalah suatu proses difusi zat terlarut dan air secara pasif melalui suatu membran berpori dari satu kompartemen cair menuju kompartemen cairan lainnya. Dialisis dapat digunakan untuk mempertahankan penderita dalam keadaan klinis yang optimal sampai tersedia donor ginjal. Pengobatan biasanya dimulai apabila penderita sudah tidak sanggup lagi bekerja purnawaktu, menderita neuropati perifer atau memperlihatkan gejala klinis lainnya. Dialisis diperlukan apabila sudah sampai pada tahap akhir kerusakan ginjal atau gagal ginjal terminal (End Stage Renal Disease). Biasanya terjadi apabila kerusakan ginjal sudah mencapai 85 90 persen. Ada dua teknik utama yang digunakan dalam dialisis, yaitu Hemodialisis dan dialisis peritoneal. Prinsip dasar kedua teknik itu sama yaitu difusi zat terlarut dan air dari plasma ke larutan dialisis sebagai respons terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu. Hemodialisis Hemodialisa berasal dari kata: "hemo" = darah"dialisis" = proses pemisahan. Jadi, hemodialisis adalah proses pemisahan zat-zat tertentu dari darah melalui membran semipermiabel. Pada hemodialisis, sebuah ginjal buatan (dialyzer) digunakan untuk menyaring dan membuang sisa metabolisme dan kelebihan cairan maupun unsur kimiawi lainnya
18

dari dalam darah. Untuk mengalirkan darah penderita ke dialyzer, diperlukan semacam akses ke pembuluh darah yang dapat dilakukan dengan cara bedah minor di tangan maupun paha. Prinsip-prinsip hemodialisis: Proses difusi Yaitu proses pengeluaran solut dan solvent karena perbedaan konsentrasi dari konsentrasi yang tinggike konsentrasi yang rendah. Perpindahan molekul terjadi dari zat yang berkonsentrasi tinggi ke yang berkonsentrasi lebih rendah. Pada HD pergerakan molekul / zat ini melalui suatu membrane semi permeable yang membatasi kompartemen darah dan kompartemen dialisat. Proses difusi dipengaruhi oleh: Perbedaan konsentrasi Berat molekul (makin kecil BM suatu zat, makin cepat zat itu keluar) QB (Blood Pump) Luas permukaan membrane Temperatur cairan Proses konvektik Tahanan / resistensi membrane Besar dan banyaknya pori pada membrane Ketebalan / permeabilitas dari membrane Proses osmosis yaitu proses perpindahan air dari zat dengan konsentrasi tinggi ke zat dengan konsentrasi rendah. Proses osmosis ini lebih banyak ditemukan pada peritoneal dialysis. Proses ultrafiltrasi yaitu proses perpindahan solvent,terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik. Tekanan hidrostatik / ultrafiltrasi adalah yang memaksa air keluar dari kompartemen darah ke kompartemen dialisat. Besar tekanan ini ditentukan oleh tekanan positif dalam kompartemen darah (positive pressure) dan tekanan negative dalam kompartemen dialisat (negative pressure) yang disebut TMP (trans membrane pressure) dalam mmHg.
19

Perpindahan & kecepatan berpindahnya dipengaruhi oleh: TMP Luas permukaan membrane Koefisien Ultra Filtrasi (KUF) Qd & Qb tekanan osmotic TMP= Pbi : Tekanan di blood inlet Pdi : Tekanan di dialisat inlet Pbo : Tekanan di blood outlet Pdo : Tekanan di dialisat outlet KUF (koefisien ultra filtrasi) dalam ml/jam /mmHg merupakan karakteristik dari dializer yang menyatakan kemampuan atau koefisien untuk mengeluarkan air dan luas permukaan dializer. Biasanya hemodialisis dilakukan 2-3 kali seminggu selama masing-masing 4-5 jam per tindakan. Namun beberapa petimbangan turut berkontribusi terhadap waktu yang dibutuhkan untuk tindakan hemodialisa yaitu : Berapa baik ginjal penderita bekerja Berapa berat kenaikan tubuh penderita diantara dua tindakan hemodialisa Berapa banyak racun yang ada dalam tubuh pasien Berapa besar tubuh penderita Tipe dialyzer yang digunakan Indikasi hemodialisis: Segera Encephalopathy, pericarditis, neouropati perifer, hiperkalemi dan asidosis metabolic, hipertensi maligna, edema paru, oligouri berat atau anuri. Dini atau profilaksis Sindroma uremia, penyakit tulang, gangguan pertumbuhan.

20

Laboratoriun abnormal : asidosis metabolic, azotemia (kreatinin 8 12 mg%, BUN 100 120 mg%, CCT kurang dari 5 10 mL.menit) Dialisat Yaitu cairan yang digunakan dalam hemodialisis,terdiri dari campuran air dan elektrolit yang dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai serum normal. Fungsi dialisat: Membuang zat-zat sisa dan cairan yang keluar dari penderita seperti ureum,kreatinin,elektrolit danlain-lain. Untuk menjaga keseimbangan elektrolit Mencegah penurunan air yang sangat berlebihan Komposisi dialist: Dialisat dibuat dari konsentrat dan air. Kosentrat adalah larutan yang mengandung elektrolit dalam konsentrasi tertentu. Sumber air untuk hemodialisis berasal dari air ledeng,dan air sumur. Air ini secara idealis harus

dilakukan water treatment lebih dulu. Komposisi elektrolit dalam dialisat standar adalah: Na: 132-135 meq/L K: 2-3 meq/L Cl: 100-110 meq/L Ca: 3.5 meq/L Mg: 1.5 meq/L Asetat: 35-45 meq/L Proses pelaksanaan hemodialisa: Menyiapkan sarana hubungan sirkulasi Untuk menghubungkan sirkulasi darah dari mesin dengan sirkulasi sistemik dilakukan dengan : Cara Sementara

21

Yaitu punksi V femoralis untuk inlet dan untuk outlet dapat dipilih salah satu vena di tangan. Cara permanent Yaitu dengan membuat shunt antara lain: cimino shunt seribner shunt Antikoagulansia Yaitu obat yang diperlukan untuk mencega pembekuan darah selama HD. Obat yang digunakan adalah heparin. Pemakaian heparin : Intermiten : diberikan selama 1 jam Continous : terus-terusan selama HD berjalan Minimal : diberikan pada waktu menyiapkan sirkulasi darah Regional : pada ABL diberikan heparin pada BL diberikan protamin Dosis heparin : 1000 unit / jam Dosis awal : diberikan pada waktu punksi ke sirkulasi sisemik dan pada waktu darah mulai ditarik. Dosis selanjutnya diberikan ke sirkulasi ekstra corporeal

2.8 Konsep Teori Hemodialisa 2.8.1 Pengertian Menurut Price dan Wilson (1995) dialisa adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dari kompartemen cair menuju kompartemen lainnya. Hemodialisa dan dialisa peritoneal merupakan dua tehnik utama yang digunakan dalam dialisa. Prinsip dasar kedua teknik tersebut sama yaitu difusi solute dan air dari plasma ke larutan dialisa sebagai respon terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu. Sedangkan menurut Tisher dan Wilcox (1997) hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membran semipermeabel (dializer) ke dalam dialisat. Dializer juga dapat dipergunakan untuk
22

memindahkan sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air plasma (dengan perbandingan sedikit larutan) melalui membran. Dengan memperbesar jalan masuk pada vaskuler, antikoagulansi dan produksi dializer yang dapat dipercaya dan efisien, hemodialisa telah menjadi metode yang dominan dalam pengobatan gagal ginjal akut dan kronik di Amerika Serikat (Tisher & Wilcox, 1997). Hemodialisa memerlukan sebuah mesin dialisa dan sebuah filter khusus yang dinamakan dializer (suatu membran semipermeabel) yang digunakan untuk membersihkan darah, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh. Hemodialisa memerlukan jalan masuk ke aliran darah, maka dibuat suatu hubungan buatan antara arteri dan vena (fistula arteriovenosa) melalui pembedahan (NKF, 2006).

2.8.2 Indikasi Price dan Wilson (1995) menerangkan bahwa tidak ada petunjuk yang jelas berdasarkan kadar kreatinin darah untuk menentukan kapan pengobatan harus dimulai. Kebanyakan ahli ginjal mengambil keputusan berdasarkan kesehatan penderita yang terus diikuti dengan cermat sebagai penderita rawat jalan. Pengobatan biasanya dimulai apabila penderita sudah tidak sanggup lagi bekerja purna waktu, menderita neuropati perifer atau memperlihatkan gejala klinis lainnya. Pengobatan biasanya juga dapat dimulai jika kadar kreatinin serum diatas 6 mg/100 ml pada pria , 4 mg/100 ml pada wanita dan glomeluro filtration rate (GFR) kurang dari 4 ml/menit. Penderita tidak boleh dibiarkan terus menerus berbaring ditempat tidur atau sakit berat sampai kegiatan sehari-hari tidak dilakukan lagi. Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) (2003) secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang dari 10 mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan nefropatik diabetik. Kemudian Thiser dan Wilcox (1997) menyebutkan bahwa hemodialisa biasanya dimulai ketika bersihan kreatinin menurun dibawah 10 mL/menit, ini sebanding dengan kadar kreatinin serum 810 mg/dL. Pasien yang terdapat gejala-gejala uremia dan secara mental dapat membahayakan dirinya juga dianjurkan dilakukan
23

hemodialisa. Selanjutnya Thiser dan Wilcox (1997) juga menyebutkan bahwa indikasi relatif dari hemodialisa adalah azotemia simtomatis berupa ensefalopati, dan toksin yang dapat didialisis. Sedangkan indikasi khusus adalah perikarditis uremia, hiperkalemia, kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik (oedem pulmonum), dan asidosis yang tidak dapat diatasi.

2.8.3 Kontra Indikasi Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa adalah hipotensi yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan sindrom otak organik. Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut (PERNEFRI, 2003).

2.8.4 Tujuan Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain : Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.

2.8.5 Proses Hemodialisa Dalam proses hemodialisa diperlukan suatu mesin hemodialisa dan suatu saringan sebagai ginjal tiruan yang disebut dializer, yang digunakan untuk menyaring dan membersihkan darah dari ureum, kreatinin dan zat-zat sisa metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh. Untuk melaksanakan hemodialisa diperlukan akses vaskuler sebagai tempat suplai dari darah yang akan masuk ke dalam mesin hemodialisa (NKF, 2006).

24

Menurut Corwin (2000) hemodialisa adalah dialisa yang dilakukan di luar tubuh. Selama hemodialisa darah dikeluarkan dari tubuh melalui sebuah kateter masuk ke dalam sebuah mesin yang dihubungkan dengan sebuah membran semipermeabel (dializer) yang terdiri dari dua ruangan. Satu ruangan dialirkan darah dan ruangan yang lain dialirkan dialisat, sehingga keduanya terjadi difusi. Setelah darah selesai dilakukan pembersihan oleh dializer darah dikembalikan ke dalam tubuh melalui arterio venosa shunt (AV-shunt). Menurut PERNEFRI (2003) waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan dengan kebutuhan individu. Tiap hemodialisa dilakukan 4 5 jam dengan frekuensi 2 kali seminggu. Hemodialisa idealnya dilakukan 10 15 jam/minggu dengan QB 200 300 mL/menit. Sedangkan menurut Corwin (2000) hemodialisa memerlukan waktu 3 5 jam dan dilakukan 3 kali seminggu. Pada akhir interval 2 3 hari diantara hemodialisa, keseimbangan garam, air, dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa ikut berperan menyebabkan anemia karena sebagian sel darah merah rusak dalam proses hemodialisa.

2.8.6 Komplikasi Hemodialisa Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama tindakan hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain: Kram otot Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi. Hipotensi Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan. Aritmia Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmia pada pasien hemodialisa. Sindrom ketidakseimbangan dialisa Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan dari
25

darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara kompartemenkompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan azotemia berat. Hipoksemia Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar. Perdarahan Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa juga merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan. Ganguan pencernaan Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala. 1. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler. 2. Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak adekuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.

26

2.8.7 Dialisis peritoneal Peritoneal dialisis merupakan salah satu tipe dialisis, dimana darah dibersihkan di dalam tubuh. Dokter akan melakukan pembedahan untuk memasang akses berupa catheter di dalam abdomen penderita. Pada saat tindakan, area abdominal pasien akan secara perlahan diisi oleh cairan dialisat melalui catheter. Ada dua macam peritoneal dialysis yaitu continous peritoneal dialysis (CAPD) dan Continonus Cycling Peritoneal Dialysis (CCPD). Untuk Indonesia CAPD lebih lazim digunakan daripada CCPD. Pada CAPD penderita melakukan sendiri tindakan medis tanap bantuan mesin dan biasanya berlangsung 4 kali sehari masing masing selama 30 menit.

27

2.8.8 Transplantasi Ginjal Transplantasi ginjaladalah terapi penggantian ginjal yang melibatkan

pencangkokan ginjal dari orang hidup atau mati kepada orang yang membutuhkan. Transplantasi ginjal menjadi terapi pilihan untuk sebagian besar pasien dengan gagal ginjal dan penyakit ginjal stadium akhir. Transplantasi ginjal menjadi pilihan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Ginjal transplan biasanya tidak ditempatkan di tempat asli ginjal yang sudah rusak, kebanyakan difossa iliaka, sehingga diperlukan pasokan darah yang berbeda, seperti arteri renalis yang dihubungkan ke arteri iliaka eksterna dan vena renalis yang dihubungkan ke vena iliaka eksterna. Terdapat sejumlah komplikasi (penyulit) setelah transplantasi, seperti rejeksi (penolakan), infeksi,sepsis, gangguan ketidakseimbangan elektrolit, dsb. proliferasi limfa pasca-transplantasi,

28

2.8.9 Donor Ginjal Untuk transplantasi ginjal, ada dua jenis donor yaitu donor yang masih hidup dan donor yang sudah meninggal. Donor yang masih hidup biasanya berasal dari anggota keluarga atau teman dekat. Sedangkan ginjal dari donor yang sudah meninggal berasal dari seseorang yang sudah meninggal namun memiliki ginjal yang sehat. Untuk ginjal yang berasal dari donor yang sudah meninggal biasanya akan ada daftar tunggu karena lebih banyak pasien yang membutuhkan daripada ginjal yang tersedia. 2.8.10 Kecocokan Meskipun sudah ada ginjal yang berasal dari donor baik yang masih hidup atau sudah meninggal, namun masih diperlukan kecocokan antara pasien dan donor. Ginjal donor harus cocok dengan jenis darah dan jaringan tubuh penerima ginjal (pasien). Beberapa tes dan pemeriksaan kesehatan harus dilakukan baik pada pasien maupun donor potensial untuk menentukan apakah ginjal akan cocok atau tidak.

Gambar: Ginjal donor biasanya ditempatkan lebih rendah daripada lokasi anatomisnya yang normal.

29

2.9 prognosis 2.9.1 Prognosis dari penyakit ginjal kronik Tergantung pada seberapa cepat upaya deteksi dan penanganan dini, serta penyakit penyebab.Semakin dini upaya deteksi dan penanganannya, hasilnya akan lebih baik.Beberapa jenis kondisi/penyakit, akan tetap progresif. Misalnya: dampak diabetes pada ginjal dapat dibuat berjalan lebih lambat dengan upaya kendali diabetes. Pada kebanyakan kasus, penyakit ginjal kronik progresif bisa menjadi gagal ginjal kronik. Kematian pada penyakit ginjal kronik tertinggi adalah karena komplikasi jantung, dapat terjadi sebelum maupun sesudah gagal ginjal. 2.9.2 Prognosis gagal ginjal Menurut kepustakaan, di Amerika kematian pasien dialisis tertinggi 6 bulan pertama paska dialisis, 35% nya bisa bertahan lebih dari 5 tahun, bila disertai diabetes lebih kecil lagi yaitu 25%.Pasien gagal ginjal tanpa upaya dialisis akan berakhir dengan kematian.Penyebab kematian pada gagal ginjal kronik, terbesar adalah karena komplikasi jantung (45%), akibat infeksi (15%), komplikasi uremia pada otak (6%), dan keganasan (4%). 2.10 Pencegahan 2.10.1 Perubahan gaya hidup dapat menjaga ginjal Anda sehat Membuat pilihan gaya hidup sehat dapat membantu untuk menjaga ginjal Anda berfungsi dengan baik seperti: Makan banyak buah dan sayuran, termasuk kacang-kacangan (kacang polong atau kacang) dan makanan berbasis gandum seperti roti, pasta, mie dan nasi. Makan daging tanpa lemak seperti ayam dan ikan setiap minggu. Makan hanya sejumlah kecil makanan asin atau berlemak. Minum banyak air daripada minuman lain. Meminimalkan konsumsi minuman ringan bergula. Menjaga berat badan yang sehat.

30

Tetap fit. Lakukan minimal 30 menit aktivitas fisik yang meningkatkan denyut jantung Anda pada lima atau lebih hari dalam seminggu, termasuk berjalan, memotong rumput, naik sepeda, berenang atau aerobik lembut. Jika Anda tidak merokok, jangan mulai. Jika Anda melakukannya, berhenti Batasi alkohol Anda untuk dua minuman kecil per hari jika Anda laki-laki atau satu gelas kecil per hari jika Anda adalah perempuan. Memiliki tekanan darah Anda diperiksa secara teratur. Lakukan hal-hal yang membantu Anda rileks dan mengurangi tingkat stres Anda. 2.10.2 Screening Kidney Early Evalution Program (KEEP) Merupakan program screening yang ditawarkan oleh National Kidney Foundation (NKF) untuk seseorang yang memiliki resiko tinggi terhadap kidney disease. a. Tekanan darah, tinggi badan, berat badan, pengukuran lingkar pinggang. b. Cek Hemoglobin darah c. Albumin untuk mengukur rasio creatinin dalam urin d. Serum creatinin diperiksa untuk mengukur GFR e. Menghitung GFR f. Kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida Calcium, phosphorus, PTH dan atau Hemoglobin A1c 2.11 Rencana Asuhan Keperawatan 2.11.1 Pengkajian 1) Identitas Klien a. Nama b. Umur c. Pekerjaan d. Jenis Kelamin e. Alamat f. Agama : Tn. K : 45 Tahun : Bekerja di ruang ber-AC : Laki-laki ::-

31

g. Suku Bangsa

:-

h. Status pernikahan : i. Diagnosa Medis 2) Keluhan Utama Klien mengeluh lemas. 3) Riwayat Kesehatan a. Riwayat Kesehatan Sekarang Klien mengeluh cepat capek dan napas terasa sesak saat aktifitas dan diikuti dengan tremor, gatal-gatal diseluruh tubuh, kadang keluar darah dari hidung, kulit tampak kering dan mengelupas, rambut r=tampak kusam dan kemerahan. b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu Tn. K bekerja di ruangan AC dan minum kurang dari 4 gelas. Riwayat hipertensi 5 tahun yang lalu. c. Riwayat Kesehatan Keluarga ( perlu dikaji) d. Riwayat pengobatan HD rutin 2x seminggu sejal 2 tahun yang lalu. e. Riwayat Psikososial Klien mengatakan kepada dokter dan perawat, ini HD terakhir yang akan dilakukan karena merasa benci dengan proses HD dan tidak ingin hidup seperti ini terusmenerus. Dia juga mengatakan bahwa dia mengerti bahwa hidupnya tergantung pada dialisis. Dia berencana ke Cina untuk mencari alternatif penanganan penyakitnya. 4) Kebutuhan Dasar a. Pola makan : - (perlu dikaji) : Gagal Ginjal Kronik

b. Pola napas : terasa sesak saat aktivitas, RR 24x/mt c. Pola eliminasi d. Aktivitas : - (perlu dikaji)

: lemas, cepat capek, napas terasa sesak saat aktivitas

e. Pola tidur : - (perlu dikaji) 5) Pemeriksaan Fisik a. Keadaan umum, Antropometr Compos mentis BB : 56 kg TB : 152 cm
32

b. TTV RR TD HR Suhu : 24 x/mt : 170/100 mmHg : 96 x/mt :-

c. Pemeriksaan Persistem Sistem Respirasi Napas terasa sesak saat aktivitas, RR 24 x/mt. Sistem Kardiovaskular Inspeksi : muka tampak pucat, edema-anasarka. BP : 170/100 mmHg, HR : 96 x/mt. Sistem Neurobehaviour Inspeksi : Tremor Sistem Imun dan Hematologi Inspeksi : kadang keluar darah dari hidung Sistem Digestive (perlu dikaji) Sistem Persepsi Sensori (perlu dikaji) Sistem Muskuloskeletal (perlu dikaji) Sistem Integumen Inspeksi : Gatal-gatal diseluruh tubuh, kulit tampak kering dan mengelupas, rambut tampak kusam dan kemerahan. Sistem Endokrin (perlu dikaji) Sistem Urinari (perlu dikaji) Sistem Reproduksi (perlu dikaji) 6) Pemeriksaan Diagnostik Hb 8 gr % Ureum 312 Kreatinin 3,1
33

7) Terapi Direncanakan transfusi PRC 2 labu, diet rendah garam, rendah protein, diet rendah kolesterol, hemapo 50 IU/mg IV. 2.11.2 Analisa data No. 1. Data DS: Etiologi Penurunan eksresi DO: klien edema anasarka fungsi elektrolit absorpsi Masalah & Gangguan volume

(sodium, cairan lebih dari kebutuhan

potassium, magnesium)

Hipernatremia

Sodium di darah meningkat

Retensi air

Edema

Gangguan kebutuhan 2.

volume

cairan

>>

DS: klien mengeluh gatal- Hiperpospatemia gatal di seluruh tubuhnya Deposit dikulit DO: rambut klien tampak kusam dan kemerahan. Kulit Fungsi tampak kering dan banyak keringat yang mengelupas. Kulit kering kelenjar minyak &

Gangguan integritas kulit

Mengelupas Gatal-gatal

Gangguan integritas kulit 3. DS: klien mengeluh lemah Produksi RBC di bone narrow Intoleran aktivitas

34

dan mudah cepat lelah, nafas terasa sesak saat aktivitas. Anemia normotik

DO:

muka

klien

pucat, Hb

RR=24x/menit, Hb=8 gr% Mudah lelah

Intoleran aktivitas

2.11.3 Diagnosa dan Intervensi No. 1. Diagnosa Tujuan Intervensi 1. Observasi cairan distensi Rasional status 1. Untuk memantau klien: JVP, adanya perubahan dan mengevaluasi intervensi.

Kelebihan volume Tupan: cairan berhubungan keseimbangan cairan tubuh

dengan retensi air klien tercapai. dan Na ditandai dengan anasarka edema Tupen: 2x24 edema berkurang. dalam jam, klien

turgor kulit, BB klien, keseimbangan masukan haluaran klien. 2. Batasi cairan. dan cairan

masukan 2. Pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal, haluaran urin, dan respons terhadap terapi.

3. Identifikasi sumber 3. Untuk potensial seperti cairan, medikasi mengidentifikasi adanya masukan yang diketahui. 4. Jelaskan pada klien 4. Meningkatkan sumber cairan tidak

dan makanan.

35

dan rasional

keluarga dari

kerjasama dan

klien

keluarga

pembatasan.

dalam pembatasan cairan.

5. Bantu klien dalam 5. Kenyamanan menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan. klien dapat

meningkatkan kepatuhan terhadap pembatasan diet.

6. Tingkatkan

dan 6. Mengurangi kekeringan membran mukosa mulut. 7. Karena klien

dorong hygien oral dengan sering.

7. Diet natrium, potassium

rendah kalium,

mengalami kelebihan natrium, kalium di dalam darah. 8. Membantu untuk

8. Kolaborasi: diuretic, dialysis

pengeluaran kelebihan cairan

di dalam tubuh. 2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ditandai muka Tupan: toleransi terhadap klien 1. Observasi faktor 1. Mengetahui indikasi keletihan. tingkat

yang menimbulkan keletihan: anemia, retensi sampah, 3x24 produk depresi,

anemia aktivitas. dengan tampak Tupen:

ketidakseimbangan cairan elektrolit. 2. Tingkatkan 2. Meningkatkan aktivitas dan

pucat, Hb rendah, jam klien dapat mudah lelah melakukan aktivitas perawatan diri

kemandirian dalam

36

secara mandiri, muka klien tidak pucat, Hb klien normal (N=1216 gr %)

aktivitas perawatan diri yang dapat bantu

ringan/sedang dan memperbaiki harga diri.

ditoleransi, jika terjadi.

keletihan

3. Anjurkan aktivitas 3. Mendorong alternatif istirahat. sambil latihan aktivitas

dalam batas-batas yang ditoleransi istirahat adekuat. dapat dan yang

4. Anjurkan

untuk 4. Program membuat keletihan. makanan 5. Untuk

dialisis klien

beristirahat setelah dialisis. 5. Berikan

tinggi asam folat. Zat kalori 6. Kolaborasi: hemapo, transfuse darah 3. Gangguan integritas berhubungan dengan penumpukkan ureum dengan kering, mengelupas, gatal-gatal Tupen: dalam Tupan: kulit integritas kulit besi, tinggi

memperpanjang masa hidup RBC.

6. Untuk mengatasi masalah anemia.

1. Observasi kondisi 1. Untuk kulit kemerahan, bengkak). (turgor, menentukan intervensi selanjutnya efektif. 2. Menghindari kulit terjadinya infeksi. yang

klien terjaga.

ditandai 2x24 jam kulit 2. Pertahankan kulit klien mengalami pengelupasan dan lembab. selalu tidak permukaan bersih. 3. Kompres hangat.

air 3. Air Tidak membuka pori kulit

hangat poridan

menggunakan

37

sabun

yang

menghindari kulit kering.

mengandung soda.

4. Berikan perawatan 4. Menjaga kulit (lotion). kelembaban kulit. tidak kulit

5. Pertahankan kuku 5. Agar tetap pendek. mengiritasi

ketika menggaruk kulit. 6. Gunakan pakaian 6. Menjaga kulit dari gesekan antara

yang longgar

kulit dan pakaian.

2.12 Patofisiologi (lampiran)

38

BAB III PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan Penyakit ginjal kronis adalah kerusakan ginjal setidaknya selama tiga bulan atau lebih, yang didefinisikan sebagai abnormalitas struktural atau fungsional ginjal, dengan atau tanpa penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) yang bermanifestasi sebagai kelainan patologis atau kerusakan ginjal; termasuk ketidakseimbangan komposisi zat di dalam darah atau urine serta ada tidaknya gangguan hasil pemeriksaan pencitraan (Konsensus Dialisis, 2003). Penyebab gagal ginjal kronik diantaranya glomerolonefritis, nefropati analgesik, nefrotipati refluks, ginjal polikistik, nefropati diabetik, penyebab lainya hipertensi, obtruksi, gout, dan tidak diketahui.( Mansjoer 2001, 532) Pengobatan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama terdiri dari tindakan konservatif yang ditujukan untuk meredakan atau memperlambat perburukan progresif gangguan fungsi ginjal. Tindakan konservatif dimulai bila penderita mengalami azotemia. Tahap kedua pengobatan dimulai kertika tindakan konservatif tidak lagi efektif dalam mempertahankan kehidupan.

3.2 Saran Kita sebagai perawat hendaknya memberikan penyuluhan dan informasi yang adekuat kepada masyarakat tentang penyakit gagal ginjal kronik ini, sehingga masyarakat memiliki pengetahuan yang cukup. Selain itupun hendaknya kita bisa memberi contoh terkait pola hidup dan gaya hidup sehat, sehingga semua lapisan masyarakat bisa meniru dan pada akhirnya dapat meminimalisir resiko terkena penyakit ini.

39

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan medikal Bedah Brunner & Suddart, Vol 2. Jakarta : EGC

Price, Wilson. 2006. Petofisiologi : Konsep Klinis dan Proses Penyakit, Edisi 6 Vol 2. Jakarta : EGC

Corwin, Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

FKUI. Buku Ajar Penyakit Dalam, Jilid 1 Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai Penerbit FKUI Nefrologi Klinik.2006. Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) 3. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan http://www.kidney.org http://www.betterhealth.vic.gov.au

40

Anda mungkin juga menyukai