Anda di halaman 1dari 4

KULIAH UMUM bertema PERPUSTAKAAN UNTUK RAKYAT Assalamualaikum. Wr. Wb.

Kembali lagi nih ,,, dengan diriku, dan pastinya aku datang dengan coretanku yang reader tunggu-tunggu. Hehehee .... Langsung aja yuk disimak dan dibaca. Seperti semester-semester sebelumnya program studi Ilmu Perpustakaan mengadakan kuliah umum (stadium general) yang diikuti oleh seluruh mahasiswa/mahasiswi Ilmu Perpustakaan baik itu D3 maupun S1. Dengan diadakan kuliah umum ini diharapkan mahasiswa maupun mahasiswa jurusan Ilmu Perpustakaan mendapat pembelajaran yang lebih mendalam mengenai perpustakaan maupun kepustakawanan, dimana nantinya akan menjadi bidang yang akan digelutinya. Untuk itu, demi kelancaran kegiatan ini pastinya pihak kejurusan atau panitia yang mengadakan mengundang orang-orang yang dapat dikatakan ahlinya di bidang perpustakaan dan kepustakawanan sebagai narasumber. Dan narasumber tersebut diantaranya adalah Bapak Blasius Sudarsono, MLS., Ibu Afia Rosdiana, M.Pd., dan Kak Ratih Rahmawati. (prok .... prok ... prok) WOW .... narasumbernya saja sudah dari kalangan yang terpandang di bidang perpustakaan dan kepustakawanan, terkecuali Kak Ratih sih. Ya ... walaupun belum menjadi pustakawan, tapikan Kak Ratih saat ini sedang menyelesaikan pendidikannya di UI (Universitas Indonesia) parodi Ilmu Perpustakaan. Yang pastinya nanti kalau sudah lulus bakal jadi generasi penerusnya Bapak Blasius tuhhhh, jadi pustakawan yang okeee abis pastinya. Aminnn.... tapi aku juga nggak mau kalah ya, aku juga mau jadi pustakawan yang jempolan nanti kalau sudah lulus. Langsung saja ya membahas tentang kuliah umum kemarin yang aku ikuti. Kuliah umum yang kemarin dilaksanakan pada intinya membedah sebuah buku yang berjudul PERPUSTAKAAN UNTUK RAKYAT yang sekaligus menjadi tema dalam kuliah umum tersebut. Buku tersebut ditulis oleh Bapak Blasius bersama Kak Ratih, buku ini isinya mengenai dialog antara bapak dan anak yang membahas tentang perpustakaan dan kepustakawanan pastinya. Dan direkomendasikan kepada mahasiswa/mahasiswi ilmu perpustakaan yang masih dalam masa kegalauan dan belum menemukan jati dirinya di bidang tersebut. Menurut Ibu Afia, inti dari buku PERPUSTAKAAN UNTUK RAKYAT tersebut adalah sebagai seorang pustakawan itu jangan hanya bisa atau menguasai teorinya saja seperti

klasifikasi, inventaris, selving, dll. Menurut beliau sebagai seorang pustakawan itu juga harus mampu berinteraksi dan memahami masyarakat, dimana masyarakat tersebut sebagai pengguna perpustakaan. Untuk mensinergikan kedua hal tersebut antara teori skill dan sosial skill, pustakawan harus memiliki jiwa kepustakawanan. Dan aku setuju dengan pendapat Ibu Afia tadi, memang benar kita sebagai calon pustakawan janganlah hanya menguasai teorinya saja, kita juga harus mempelajari sosial skill. Kita belajar memahami masyarakat pengguna perpustakaan dan kita juga harus menciptakan hubungan yang harmonis dengan berinteraksi kepada masyarakat pengguna perpustakaan. Dengan demikian, kita akan mengetahui informasi apa saja yang dibutuhkan oleh masyarakat pengguna perpustakaan tersebut saat ini dan seterusnya. Agar perpustakaan tidak monoton dan membosankan bagi pengguna, karena dengan berinteraksi dengan penggunanya perpustakaan tersebut akan menjadi perpustakaan yang maju dan ter-update. Bu Afia juga mengatakan bahwa mengenai perpustakaan untuk rakyat ini telah terealisasikan di Yogyakarta. Karena di Yogyakarta sudah berdiri Taman Baca Masyarakat (TBM) dan Perpustakaan Masyarakat baik itu perpustakaan desa, perpustakaan kecamatan, maupun perpustakaan kota. Sebenarnya antara TBM dan Perpustakaaan Masyarakat itu memiliki tujuan yang sama yaitu mengembangkan literasi masyarakat. Yang membedakan antara keduanya hanya kepemilikan dan donatur yang memberikan bantuan. Untuk TBM berada di bawah naungan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional

(KEMENDIKNAS) yang sekaligus menjadi donatur untuk TBM sedangkan Perpustakaan Masyarakat itu berada di bawah naungan Perpustakaan Nasional (PerpusNas) dan PerpusNas juga yang menjadi donaturnya. Lanjut untuk narasumber kedua yaitu Bapak Blasius, beliau menuturkan sebuah filosofi yaitu perpustakaan adalah pustakawannya. Menurutku mungkin yang dimaksudkan dari filosofi tersebut adalah perpustakaan itu cerminan dari pustakawannya. Dimana perpustakaan bisa menjadi perpustakaan yang maju maupun menjadi perpustakaan yang ditinggalkan penggunanya itu tergantung pustakawannya. Maka untuk menuju perpustakaan yang maju dan tidak ditinggalkan oleh penggunanya, pustakawan tersebut harus memiliki roh atau jiwa kepustakawanan seperti yang dikatakan Ibu Afia tadi. Dan beliau juga mengatakan konstruktif distraktion untuk pustakawan, dimana pustakawan memiliki hak sebagai pustakawan seperti kebebasan berfikir dan kebebasan berekspresi serta berani mengatakan Im just simple libraryan. Dengan adanya hak pustakawan tersebut diharapkan akan muncul ilmuan di bidang perpustakaan. Bapak Blasius memiliki pandangan yang condong pada eksistensi dimana dengan pendekatan sistem yang

memusatkan pada manusianya. Jika di perpustakaan pendekatan sistem berpusat pada pustakawannya. Karena pustakawan sebagai pusat dari sebuah sistem, maka beliau berpandangan bahwa pustakawan harus memiliki 4 pilar kepustakawanan yaitu panggilan dalam diri untuk bisa menjadi seorang pustakawan, memiliki semangat hidup, karya pelayanan, dan dilaksanakan dengan profesional. Sedangkan untuk mewujudkan keprofesionalan, seorang pustakawan harus ada kemauan yang akan didorong dengan kemampuan. Kemampuan tersebut meliputi kritikal thinking, membaca, menulis, intrepensif, dan etika. Sedangkan mengenai buku yang beliau tulis perpustakaan untuk rakyat, seperti yang dikatak oleh Ibu Afia tadi bahwa di Indonesia sudah terealisasikan dengan berdirinya TBM dan Perpustakaan Masyarakat. Pembangunan Perpustakaan Masyarakat dan TBM ini adalah untuk mewujudkan tujuan negara yang tercantum dalam pembukaan UUD45 yaitu kesejahteraan umum dan mencerdaskan bangsa. Namun sayangnya tujuan kemerdekaan tersebut tidak segera di internalkah kepada masyarakat. Maka sampai saat ini masih ada masyarakat yang memandang bahwa perpustakaan itu tempat membosankan dan tidak dapat memberikan informasi yang cukup, apalagi saat ini perpustakaan harus bersaing dengan teknologi informasi yang canggih dan berkembang sangat pesat. Selanjutnya narasumber yang ketiga yaitu Kak Ratih Rahmawati. Pada kuliah umum kemarin Kak Ratih berbagi ceritanya bahwa ini adalah kali pertamanya ia menulis buku bersama Bapak Blasius. Ia menceritakan kalau dulu ia masih belum menemukan jati dirinya di parodi yang ia ambil sampai semester 4. Baginya menulis buku ini adalah pengalaman yang mungkin tidak akan terlupakan apalagi ia menulis bersama Bapak Blasius. Setelah menyelesaikan penulisan buku ini dan melakukan penelitian mengenai TBM di kota Yogyakarta, ia baru menemukan jati dirinya atau istilahnya ia mendapat pencerahan di bidang kepustakawanan. Karena semua kegalauan dalam dirinya mengenai profesi yang akan ia geluti nantinya yaitu sebagai pustakawan telah terjawab dengan pengalaman ia meneliti dan menulis tersebut. Nah itu tadi sedikit ceritaku mengenai kuliah umum yang aku ikuti. Merasa sedikit tergugah mendengar semua pembicaraan dari para narasumber tadi. Ingin rasanya mengikuti jejak para narasumber tadi khususnya Bapak Blasius, dimana beliau bisa menjadi pustakawan sekaligus penulis. Dua jempol deh buat bapak .... (prok ... prok ... prok), tapi kemampuan q di bidang menulis masih rendah (sedikit curhat ya ...). Meskipun begitu aku akan berusaha mengasah kemampuan menulisku dan mungkin kemampuan-kemampuan yang lain seperti yang dikatakan Bapak Blasius di atas tadi.

Terimakasih sudah membacanya, sampai ketemu di coretan-coretanku yang lain ya. Wassalamualaikum. Wr. Wb.

Anda mungkin juga menyukai