Anda di halaman 1dari 16

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama

kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukupbulan dan pada 80% bayi kurang bulan. Di Jakarta dilaporkan 32,19% menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau kadar bilirubin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1minggu serta bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut

penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan.

B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian hiperbilirubinemia ? 2. Bagaimana etiologi dari hiperbilirubinemia ? 3. Bagaimana patofisiologi dari hiperbilirubinemia ? 4. Bagaimana manifestasi klinis dari hiperbilirubinemia ? 5. Apa sajakah komplikasi yang terjadi pada hiperbilirubinemia ? 6. Bagaimana penatalaksanaan pada hiperbilirubinemia ? 7. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan hiperbilirubinemia ? 8. Bagaimana rencana pemulangan ? C. Tujuan masalah 1. Untuk mengetahui pengertian hiperbilirubinemia. 2. Untuk mengetahui etiologi dari hiperbilirubinemia.

3. Untuk mengetahui patofisiologi dari hiperbilirubinemia. 4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari hiperbilirubinemia. 5. Untuk mengetahui komplikasi yang terjadi pada hiperbilirubinemia. 6. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada hiperbilirubinemia. 7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan

hiperbilirubinemia. 8. Untuk mengetahui rencana pemulangan.

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum. Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada neonatus ditandai joundice pada sklera mata, kulit, membran mukosa dan cairan tubuh ( Adi Smith G, 1988) Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus (Dorothy R. Marlon, 1998) adalah peningkatan kadar bilirubin serum

Hiperbilirubin

(hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer, 2002) Hiperlirubin adalah akumulasi berlebihan dari bilirubin didalam darah (Wong,2009). Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin dalam darah lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam, yang menandakan terjadinya gangguan fungsional dari hepar, sistem biliary, atau sistem hematologi. Ikterus dapat terjadi baik karena peningkatan bilirubin indirek (unconjugated) dan direk( conjugated ). Unconjugated Bilirubin Larut dalam air Larut dalam lemak Bersenyawa dengan albumin Bilirubin bebas Indirek (-) (+) (+) Toksik di otak Conjugated Direk (+) (-) (-) Tidak

B. Klasifikasi Ikterus dibagi menjadi 3 yaitu: 1. Ikterus Fisiologis a. Ikterus fisiologis menurut Callhon (1996) dalam Schwats (2005) adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut: b. Timbul pada hari kedua ketiga c. Kadar bilirubin indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg % pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % per hari pada kurang bulan d. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % perhari e. Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg % f. Ikterus hilang pada 10 hari pertama g. Tidak mempunyai dasar patologis 2. Ikterus Pathologis/ hiperbilirubinemia Ikterus patologis/hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin dalam darah mencapai nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau hiperbilirubinemia dengan

karakteristik sebagai berikut : a. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran b. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg % atau > setiap 24 jam c. Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg % pada neonatus < bulan dan 12,5 % pada neonatus cukup bulan d. Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD dan sepsis). e. Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia,

hiperkapnia, hiperosmolalitas darah 3. Kern Ikterus Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Kern Ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus cukup bulan dengan ikterus berat ( bilirubin lebih dari 20

mg% ) dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf spatis yang terjadi secara kronik.

C. Etiologi Etiologi hiperbilirubin antara lain : 1. Peningkatan produksi : a. Hemolisis, misalnya pada inkompalibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan rhesus dan ABO. b. Perdarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran c. Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic yang terdapat pada bayi hipoksia atau asidosis d. Defisiensi G6PD (Glukosa 6 Phostat Dehidrogenase) e. Breast milk jaundice yang disebabkan oleh kekurangannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta), diol (steroid) f. Kurangnya enzim glukoronil transferase, sehingga kadar bilirubin indirek meningkat misalnya pada BBLR g. Kelainan congenital 2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya sulfadiazine. 3. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi, toksoplasmasiss, syphilis. 4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ektra hepatic. 5. Peningkatan sirkulasi enterohepatik, misalnya pada ileus obstruktif.

D. Patofisiologi Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban

Bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia. Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan

peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia.

E. Pathway Terlampir

F. Manifestasi Klinis 1. Tanda dan gejala yang jelas pada anak yang menderita hiperbilirubin adalah: a. Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa. b. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau infeksi.

c. Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai puncak pada hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke lima sampai hari ke tujuh yang biasanyamerupakan jaundice fisiologis. d. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat. e. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti dempul f. Perut membuncit dan pembesaran pada hati g. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar h. Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap i. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental j. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot 2. Menurut Surasmi (2003) Gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi: a. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kern ikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni. b. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis). G. Komplikasi 1. Terjadi kern ikterus, yaitu kerusakan pada otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, thalamus, nucleus subtalamus hipokampus, nucleus merah didasar ventrikel IV. 2. Kern ikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, RM, hyperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot, dan tangisan yang melengking. 3. Retardasi mental - Kerusakan neurologis Efek Hiperbilirubinemia dapat menimbulkan kerusakan sel-sel saraf, meskipun kerusakan sel-sel tubuh lainnya juga dapat terjadi. Bilirubin dapat menghambat enzim-enzim mitokondria serta mengganggu sintesis DNA.

Bilirubin juga dapat menghambat sinyal neuroeksitatori dan konduksi saraf (terutama pada nervus auditorius) sehingga menimbulkan gejala sisa berupa tuli saraf. 4. Gangguan pendengaran dan penglihatan 5. Kematian. (Donna L. Wong ; 2008) H. Penatalaksanaan Metode terapi hiperbilirubinemia meliputi : fototerapi, transfuse

pangganti,infuse albumin dan therapi obat. 1. Fototerapi Fototerapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfuse pengganti untuk menurunkan bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a bound of fluorescent light bulbs or bulbs in the blue light spectrum) akan menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototerapi menurunkan kadar bilirubin dengan cara memfasilitasi ekskresi bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorpsi jaringan merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah fotobilirubin berikatan dengan albumin dan di kirimke hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan di ekskresikan kedalamduodenum untuk di buang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh hati. Hasilfotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi bilirubin dapat dikeluarkan melaluiurine.Secara umum fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4-5 mg/dl.Noenatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus difototerapidengan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk memberikan fototerapi profilaksasi pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi danberat badan lahir rendah. 2. Transfusi pengganti Transfusi pengganti digunkan untuk: a. Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak susceptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap antibody maternal

b. Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi (kepekaan) c. Menghilangkan serum bilirubin d. Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan dangan bilirubin 3. Therapi Obat Phenobarbital dapat menstimulus hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan Phenobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Coloistrin dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus enterohepatika. Penggolongan Hiperbilirubinemia berdasarkan saat terjadi Ikterus: 1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama. Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat disusun sbb: Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain. Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadangkadangBakteri) Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD. Pemeriksaan yang perlu dilakukan: Kadar Bilirubin Serum berkala. Darah tepi lengkap. Golongan darah ibu dan bayi. Test Coombs. Pemeriksaan skrining Hepar bila perlu. 2. Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir. Biasanya Ikterus fisiologis. Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh, atau golongan lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat misalnya melebihi 5mg% per 24 jam. defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsi

Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih mungkin. Polisetimia. Hemolisis perdarahan tertutup ( pendarahan subaponeurosis, pendarahan Hepar, sub kapsula dll). Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan yang perlu dilakukan: Pemeriksaan darah tepi. Pemeriksaan darah Bilirubin berkala. Pemeriksaan skrining Enzim G6PD. Pemeriksaan lain bila perlu. 3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama. Sepsis. Dehidrasi dan Asidosis. Defisiensi Enzim G6PD. Pengaruh obat-obat. Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert. 4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya: Karena ikterus obstruktif. Hipotiroidisme Breast milk Jaundice. Infeksi. Hepatitis Neonatal. Galaktosemia. Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan: Pemeriksaan Bilirubin berkala. Pemeriksaan darah tepi. Skrining Enzim G6PD. Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.

10

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN HIPERBILIRUBIN

A. Pengkajian Dalam melakukan pengkajian pada anak dengan gangguan hiperbilirubin adalah dilakukan sebagai berikut : 1. Riwayat Keperawatan a. Riwayat Kehamilan Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat obat yang meningkatkan ikterus misalnya : salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat mempercepat proses konjungasi sebelum ibu partus. b. Riwayat Persalinan Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan atau data obyektif. Lahir prematur / kurang bulan, riwayat trauma persalinan, hipoxin dan aspixin. c. Riwayat Post natal Adanya kelainan darah tapi kadar bilirubin meningkat, kulit bayi tampak kuning. d. Riwayat Kesehatan Keluarga Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak polycythenia, gangguan saluran cerna dan hati ( hepatitis ). Anggota yang pernah mempunyai penyakit yang seperti ini. 2. Kebutuhan Sehari hari a. Nutrisi Pada umumnya bayi malas minum ( reflek menghisap dan menelan lemah ) sehingga BB bayi mengalami penurunan. b. Eliminasi Biasanya bayi mengalami diare, urin mengalami perubahan warna gelap dan tinja berwarna pucat c. Istirahat Bayi tampak cengeng dan mudah terbangun d. Aktifitas

11

Bayi biasanya mengalami penurunan aktivitas, letargi, hipototonus dan mudah terusik. e. Personal hygiene Kebutuhan personal hygiene bayi oleh keluarga terutama ibu 3. Pemeriksaan fisik Keadaan umum lemah, Ttv tidak stabil terutama suhu tubuh (hipo / hipertemi). Reflek hisap pada bayi menurun, BB turun, pemeriksaan tonus otot ( kejang / tremor ). Hidrasi bayi mengalami penurunan. Kulit tampak kuning dan mengelupas ( skin resh ) bronze bayi syndrome, sclera mara kuning ( kadang - kadang terjadi kerusakan pada retina ) perubahan warna urine dan feses.

B. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan 1. Diagnosa Keperawatan Rumusan diagnosa keperawatan pada kasus anak dengan gangguan hiperbilirubin adalah sebagai berikut : a. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan, efek fototerapi, dan diare. b. Peningkatan suhu tubuh ( hipertermi ) berhubungan dengan

hiperbilirubinemia dan efek fototerapi. c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kurangnya cairan, joundice yang ditandai dengan kulit wajah dan dada kuning. d. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan pemecahan produk sel darah merah dalam jumlah besar daripada hati normal dan hati imatur. 2. Intervensi Keperawatan a. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan, efek fototerapi, dan diare. Tujuan : Setelah dilakukan tidakan keperawatan cairan tubuh adekuat. Kriteria Hasil : Bayi mampu minum asi atau susu botol Turgor kulit baik

12

Haluaran urine 1- 2 ml/kg/jam Waktu pengisian kapiler 3-5 detik Intervensi : a) Pantau asupan dan haluaran setiap jam. Catat cairan per intravena, nutrisi parenteral total, dan setiap pemberian makanan per oral atau melalui selang nosogastrik. Timbang popok untuk mengukur jumlah urine dan feses. Tingkatkan pemberian cairan sesuai program. Rasional : Pemantauan semacam ini memungkinkan evaluasi keseimbangan cairan bayi dan kebutuhan intervensi lebih lanjut. b) Timbang bayi pada waktu yang sama setiap hari, menggunakan skala yang sama untuk memperoleh hasil pengukuran yang akurat. Rasional : Perubahan berat badan dapat mengindikasikan perubahan dalam keseimbangan cairan bayi. c) Observasi adanya tanda-tanda dehidrasi (oliguri, kulit kering, turgor kulit buruk, dan fontanel serta mata cekung). Rasional : Tanda dehidrasi mengindikasikan perlunya intervensi segera untuk mengatasi kekurangan cairan pada anak. d) Berikan asi secara perlahan-lahan, gunakan botol susu apabila daya isapan bayi kurang, dan beri air diantara menyusui. Rasional : Asi merupakan makanan bayi yang paling baik dan mengandung berbagai zat gizi yang cukup bagi bayi, dan pemberian air dapat mencegah bayi dehidrasi dengan segera. e) Pantau tahanan perifer total bayi, tekanan darah, elektrolit, kadar protein total, albumin, nitrogen urea darah, dan laporkan setiap kelainan dengan segera. Rasional : Pemantauan dapat mengevaluasi keseimbangan cairan dan elektrolit. Keseimbangan yang tidak diperbaiki dapat menyebabkan takikardia, bradikardia, aritmia atau hipotensi. Temuan yang tidak normal dapat mengindikasikan penolakan atau malfungsi hati. f) Kolaborasi pemberian cairan intravena atau pemasangan nasogastrik. Rasional : Pemberian cairan intravena dapat mempermudah pemasukan cairan yang adekuat pada bayi, dan pemasangan

13

nasogatrik dapat memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan pada bayi apabila bayi sulit menyusu.

b. Peningkatan

suhu

tubuh

hipertermi

berhubungan

dengan

hiperbilirubinemia dan efek fototerapi. Tujuan : suhu tubuh bayi kembali normal dan stabil Kriteria hasil : Mambran mukosa lembab Intervensi : a) Pertahankan suhu lingkungan yang netral b) / axilia untuk mencegah yang dibutuhkan c) Kolaborasi pemberian antipiretik jika demam

c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kurang cairan, joundice yang ditandai dengan kulit wajah dan dada kuning. Tujuan : keadaan kulit membaik Kriteria hasil : Kadar bilirubin dalam batas normal Kulit tidak berwarna kuning Daya isap bayi meningkat Pola BAB dan BAK normal Intervensi : a) Monitor warna kulit dan keadaan kulit tiap 15 menit b) Monitor keadaan bilirubin direks dan indireks, laporkan pada data obyektif jika ada kelainaan c) Ubah posisi miring atau tengkurap. Perubahan setiap 2 jam berbarengan dengan perubahan posisi, lakukan message dan monitor keadaan kulit d) Jaga kebersihan dan kelembaban kulit e) Pemeriksaan laboraturium (bilirubin)

14

d. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan pemecahan produk sel darah merah dalam jumlah besar daripada hati normal dan hati imatur. Tujuan : tidak terjadi injuri Kriteria hasil : Adanya kontak mata waktu mata dibuka Adanya respon ketika diajal bicara Bayi bebas dari komplikasi Intervensi : a) Letakkan bayi dengan jarak lebih dari 18 inchi dari sumber cahaya b) Tutup mata dengan kain yang dapat menyerap cahaya dan dapat memproteksi mata dari sumber cahaya c) Matikan lampu dan buka penutup mata bayi setiap 8 jam lakukan inspeksi warna sklera d) Pada waktu menutup mata bayi pastiksn bahwa penutup mata tidak menutupi hidung e) Buka penutup mata waktu memberi makan bayi f) Ajak bicara bayi selama perawatan

C. Rencana Pemulangan Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pulang adalah : 1. Ajarkan orang tua cara merawat bayi agar tidak terjadi infeksi dan jelaskan tentang daya tahan tubuh bayi. 2. Jelaskan pada orang tua pentingnya pemberian ASI apabila sudah tidak ikterik. Namun bila penyebab bukan dari jaundice ASI tetap diteruskan pemberiannya. 3. Jelaskan pada orang tua tentang komplikasi yang mungkin terjadi dan segera lapor dokter atau perawat. 4. Jelaskan untuk pemberian imunisasi. 5. Jelaskan tentang pengobatan yang diberikan.

15

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Hiperbillirubin adalah suatu keadaan dimana kadar billirubin mencapai nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kernikterus, kalau tidak ditanggulangi dengan baik. Hiperbillirubin terjadi disebabkan oleh peningkatan billirubin, gangguan fungsi hati dan komplikasi pada asfiksia, hipoglikemia, hipotermia. Gejala yang menonjol pada hiperbillirubin adalah ikterik. Komplikasi yang terjadi pada hiperbillirubin adalah billirubin ensepalopati dan kernikterus. Pemeriksaan diagnostik pada hiperbillirubin adalah laboratorium, USG, RadioIsotop Scan, dan penatalaksanaannya adalah fototerapi, pemberian fenobarbital, antibiotik dan transfusi tuk B. Saran Berdasarkan simpulan di atas, maka disarankan : 1. Mengetahui karakteristik anak merupakan langkah yang efektif dalam rangka memberikan asuhan keperawatan pada anak, yaitu : a. Proses fisiologis b. Daya pikir yang berbeda c. Struktur fisik yang berbeda dengan orang dewasa. 2. Kerjasama dengan orang yang terdekat pada anak (keluarga) juga akan membantu dalamkelangsungan proses pemberian asuhan keperawatan. 3. Bahaya hiperbilirubin adalah kernikterus, yang dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan bayi. Oleh karena itu pada bayi yang menderita hiperbilirubin perlu dilakukan tindak lanjut sebagai berikut : a. Penilaian berkala pertumbuhan dan perkembangan. b. Penilaian berkala pendengaran. c. Fisioterapi dan rehabilitasi bila terdapat gejala sisa.

16

Anda mungkin juga menyukai