Anda di halaman 1dari 6

Teknik Penulisan Dan Presentasi Universitas Jenderal Achmad Yani

PERANAN SERTIFIKASI TERHADAP KUALITAS TENAGA KERJA KONSTRUKSI INDONESIA


Oleh: Nur Afriyati Dewi (2411081027) Program studi Teknik Sipil Universitas Jenderal Achmad Yani Cimahi

Abstrak Dalam Undang undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi menerangkan bahwa semua pekerja konstruksi wajib memiliki sertifikat kerja. Lembaga yang bertanggung jawab dalam sertifikasi tenaga kerja konstruksi ini adalah Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK), yang dalam pelaksanaannya dapat dilakukan oleh lembaga lain yang tentunya telah diakreditasi oleh LPJK, sedangkan untuk tenaga ahli konstruksi proses sertifikasinya dilakukan oleh asosiasi profesi. Namun, dalam proses sertifikasi ini umumnya diterapkan ketentuan persyaratan pengalaman kerja 2 hingga 4 tahun sebelum mendapatkan sertifikasi tenaga ahli. Sedangkan di sisi lain, pola pendidikan tinggi di Indonesia belum bisa menerapkan persyaratan itu, sehingga lulusan suatu perguruan tinggi tidak dapat langsung mendapat sertifikat tersebut. Dengan demikian kesempatan kerja bagi para lulusan (fresh graduate) di bidang konstruksi menjadi berkurang. Meskipun LPJK telah mengeluarkan kebijakan sertifikasi pemula bagi lulusan baru (fresh graduate), namun hal ini menunjukan bukan saja terdapat kesenjangan persyaratan semata, melainkan lebih kepada terdapatnya kesenjangan kompetensi antara pendidikan tinggi dengan kompetensi kerja konstruksi. Berdasarkan data LPJK (2008), terdapat permasalahan kinerja Sertifikasi Tenaga Kerja Konstruksi meliputi antara lain jumlah dan struktur pasokan/supply Tenaga Kerja Konstruksi; kesenjangan kinerja antar Badan Sertifikasi Asosiasi (BSA) dan/atau Badan Sertifikasi Keterampilan (BSK) dalam menghasilkan Tenaga Kerja Konstruksi bersertifikat. Secara umum, pengguna jasa konstruksi meragukan kebenaran terhadap tingkat kompetensi yang dicantumkan dalam sertifikat. Dengan adanya berbagai permasalahan dalam sertifikasi yang mengakibatkan Sertifikasi Tenaga Kerja Konstruksi ini tidak mampu mencapai kinerja yang diharapkan dalam pencapaian tujuan yang diharapkan, maka dikembangkanlah Model Konseptual Manajemen Kinerja yang dianggap mampu memperbaiki kinerja Sertifikasi Tenaga Kerja Konstruksi. Pada intinya permasalahan terdapat didalam dan diluar tubuh Sertifikasi Tenaga Kerja Konstruksi di Indonesia. Dengan artikel ini diharapakan agar permasalahan permasalahan tersebut dapat dipecahkan dan diberi solusi solusinya. Kata kunci: Sertifikasi, tenaga kerja konstruksi, kompetensi, manajemen kinerja 1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini dihadapkan pada suatu proses transisi dari masyarakat tradisionil ke masyarakat industri, disamping menghadapi masalah global dan integrasi regional.Untuk menghadapi hal tersebut, diperlukan masyarakat yang berkemampuan, efisien, dan kompetitif, sehingga mampu mengembangkan masyarakat industri yang dapat bekerja dengan efisien dan produktivitas yang tinggi. Begitu juga dengan para lulusan teknik sipil yang akan menjadi seorang tenaga konstruksi. Dalam era global ini dibutuhkan para tenaga kerja konstruksi yang berkulitas. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi telah mengamanatkan agar setiap tenaga teknik jasa konstruksi wajib memiliki sertifikat keterampilan kerja (SKTK) sebagai bentuk pengakuan kompetensi tenaga teknik jasa konstruksi yang akan mampu meningkatkan kualitas hasil pekerjaan konstruksi di Indonesia. Dalam era otonomi daerah sekarang ini, aktivitas pembangunan semakin meningkat di berbagai bidang yang memerlukan tenaga-tenaga kerja yang profesional, karenanya kepemilikan SKTK merupakan syarat mutlak bagi tenaga teknik untuk dapat bekerja di bidang konstruksi. Menurut Badan Pembinaan Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum hingga saat ini baru 3-4 persen dari 30 persen tenaga terampil bidang

konstruksi di Indonesia yang memiliki sertifikat kompetensi sejak adanya UU No 18/1999 tentang Jasa Konstruksi. Oleh karena itu, pemerintah meminta peran aktif dari asosisasi dan pemerintah daerah (Pemda) untuk meningkatkan kompetensi tenaga kerja yang handal agar mampu bersaing dengan tenaga kerja asing lainnya dalam bidang konstruksi. Namun dalam sertifikasi tersebut, ditemui berbagai permasalahanpermasalahan dalam sistem sertifikasi yang mengakibatkan proses sertifikasi tidak dapat berjalan dengan sesuai amanat UU Jasa Konstruksi tersebut. Pada akhirnya, adanya permasalahanpermasalahan dalam sertifikasi telah mengakibatkan Sertifikasi Tenaga Kerja Konstruksi tidak mampu mencapai kinerja yang diharapkan dalam pencapaian tujuan yang ditetapkan (diharapkan). Melalui penelitian ini dikembangkan Model Konseptual Manajemen Kinerja yang dianggap mampu memperbaiki/mendongkrak kinerja Sertifikasi Tenaga Kerja Konstruksi.

kejuruan, para tenaga kerja konstruksi di Indonesia lebih menyadari pentingnya peranan sertifikasi. Dan dengan pengembangan metode penelitian ini diharapkan proses sertifikasi dapat berjalan lancer sesuai amanat UU Jasa Konstruksi. Karena sertifikasi banyak sekali manfaatnya, selain untuk diri sendiri/penyedia jasa, juga bermanfaat bagi pengguna jasa dan perusahaan/lembaga tempat kita bekerja. 1.4 Ruang Lingkup Pembahasan Ruang lingkup pembahasan penelitian ini adalah tentang peranan sertfikasi terhadap ketenagakerjaan konstrusksi di Indonesia termasuk permasalahan beserta cara penanggulangannya.

2. Dasar Teori
2.1 Pentingnya seseorang memiliki keahlian Menurut IAMPI (2010:22), maraknya globalisasi, diberikannya anggaran yang lebih ketat, persyaratan waktu pelaksanaan yang lebih pendek, penyediaan sumberdaya terbatas yang menjadikan kompetisi ketat dalam industri hingga memaksa para pelaku harus dapat menemukan cara-cara baru untuk menjalankan bisnisnya. Pentingnya dalam memilih dengan pendekatan yang fleksibel dan selalu tanggap terhadap persyaratan/permintaan pelanggan yang selalu berubah, dengan kata lain, untuk menguasai bisnis yang akan datang seorang pelaku bisnis harus mampu menghasilkan suatu produk dengan menggunakan waktu yang lebih cepat, lebih murah, dan kualitas yang lebih unggul dibanding dengan produk yang dihasilkan pesaingnya. Untuk itu keahlian seseorang didalam manajemen proyek sangat penting karena isu - isu di proyek bisa menjadi kacau dan tidak nyaman. Sebagai seorang Manajer Proyek harus bisa mengembangkan dan memiliki keahlian yang terukur yang akan membawa suksesnya proyek dengan timnya. Dengan dilengkapi keahlian tidak hanya membawa nilai tambah pada perusahaanya akan tetapi juga secara individu akan mendapatkan rasa

1.2 Perumusan Masalah Apa yang melatarbelakangi pentingnya keahlian seseorang didalam Manajemen Proyek? Apa itu sertifikasi? Mengapa sertifikasi berpengaruh terhadap kualitas tenaga kerja? Mengapa masih banyak tenaga konstruksi Indonesia yang belum memiliki sertifikat keahlian dan keterampilan? Mengapa proses sertifikasi tidak dapat berjalan dengan sesuai amanat UU Jasa Konstruksi? Bagaimana cara memperbaiki / mendongkrak kinerja sertifikasi tenaga kerja konstruksi Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan Tujuan penulisan ini adalah diharapkan agar para lulusan sekolah

kesenangan dalam menyelesaikan tugas tugasnya. Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Ir. Abrar Husen (2009:104) bahwa, Sumber Daya Manusia atau tenaga kerja, sebagai penentu keberhasilan proyek harus memiliki kualifikasi, keterampilan, dan keahlian yang sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai keberhasilan suatu proyek. Cleland (1999) mencatat bahwa banyak keahlian diperlukan untuk mensukseskan proyek seperti kemampuan berkomunikasi, bekerja dengan tim, melakukan negosiasi, dan mendengarkan. Baru baru ini manajemen konsultan dan pengarang Peters (2004) bilang bahwa pada saat ini keahlian seseorang yang menentukan suksesnya organisasi meningkat. Dari perpektif profesi melihat bahwa manajemen proyek sukses adalah 80 % art (keahlian seseorang) dan 20 % nya lagi science-or technology-based. Sayangnya, banyak yang berprofesi dibidang manajemen proyek belum mendapatkan sertifikasi keahlian seperti yang dipersyaratkan pada proyek yang mengharapkan sukses. 2.2 Pengertian Sertifikasi Apa itu sertifikasi? Sertifikasi (profesi) merupakan suatu bentuk formal pernyataan yang menjamin bahwa seseorang telah mempunyai kualifikasi dan/atau kompetensi untuk melakukan tugas atau pekerjaan atau profesi tertentu. (Abduh, et.al 2008 : 237) 2.3 Pentingnya Sertifikasi Abdul Malik (2010:29) menyebutkan mengapa sertifikasi itu dianggap penting, diantaranya : Sertifikasi sangat penting gunanya, dilihat dari : Tujuan sertifikasi Menunjang proyek keberhasilan suatu industri

Memenuhi persyaratan UndangUndang Republik Indonesia (UUJK No. 18 Tahun 1999 dan PP No. 28, 29, 30 Tahun 2000) dan Keppres No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksana Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah dan SK Menteri Kimpraswil No. 257/KPTS/M/2005 tentang Pengadaan Jasa Konstruksi

Manfaat sertifikasi

a. Bagi manajer proyek konstruksi dan anggota tim ahli pelaksana konstruksi : Pengakuan kompetensinya secara Nasional dan Internasional Peningkatan pengetahuan dan sikap dalam mengelola proyek konstruksi Lebih mampu melaksanakan proyek sesuai dengan visi, misi dan tujuan proyek Sarana untuk meningkatkan jenjang karier dan memacu diri agar lebih profesional dan mencapai hasil pekerjaan yang berkualitas dan dapat dipertanggung jawabkan Peningkatan berkomunikasi dengan rekan seprofesi

b. Bagi atasan : Peningkatan performance sehingga mampu berkompetensi secara global Mengetahui tingkat profesionalisme tiap personil Menempatkan personil pada tempat yang tepat karena mengetahui kompetensinya

Sebagai acuan untuk konstruksi di Indonesia Kemampuan untuk secara internasional Pertanggungjawaban masyarakat

kompetensi terhadap

c. Bagi penyedia konstruksi :

jasa

pelaksana

Bukti atas standar kualifikasi profesionalisme personil tenaga kerja Komitmen nyata atas profesi ahli pelaksana konstruksi Mendorong untuk meningkatkan kemampuan atau paling tidak mencapai kriteria minimum yang dipersyaratkan Semacam upaya keahlian tertentu pemasaran

- Browsing internet : Saya mencari sejumlah data yang berkaitan dengan sertifikasi tenaga konstruksi, alamat web-nya bisa dilihat di halaman daftar pustaka. - Seminar : Saya mengikuti seminar yang berjudul Peranan Sertifikasi Dalam Peningkatan Kompetensi Tenaga Kerja Konstruksi pada tanggal 2 Desember 2008 di Hotel Savoy Homann Bandung. Selain itu seminar itu pun dilaksanakan di Gedung Sasana Krida Universitas Jenderal Achmad Yani dengan judul yang sama.

d. Bagi pengguna jasa/pemilik proyek/pemberi tugas : Keyakinan untuk mendapatkan tenaga ahli pelaksana konstruksi yang profesional Mempunyai hubungan profesional antara pengguna dan penyedia jasa Adanya jaminan bahwa penyedia jasa yang ditunjuk mempunyai keahlian sesuai dengan apa yang akan dikerjakan Adanya semacam jaminan dari asosiasi profesi Mengurangi pengeluaran biaya untuk prakualifikasi profesi (adanya asosiasi yang kompeten)

4. Hasil Penelitian
- Belum terjaminnya mutu di bidang pendidikan dengan kemampuan kinerja profesi. - Lulusan sarjana minimal harus memilki pengalaman kerja 2 tahun 4 tahun untuk mengajukan proses pembuatan sertifikasi dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK). Perguruan tinggi belum dapat mengeluarkan sertifikasi karena sistem akademik yang belum sinkron dengan kualitas kinerja dilapangan. - Dibutuhkan suatu perumusan konsep dengan format standar akreditasi untuk pendidikan. - Berdasarkan penelitian diperoleh solusi berupa penerapan Konseptual Manajemen Kinerja yang harus dikembangkan secara tegas dan efisien.

5. Pembahasan Hasil Penelitian 3. Metodologi Penelitian


Metode penelitian yang diambil termasuk Metode Deskriptif yang menggambarkan data apa adanya pada saat ini. Data saya kumpulkan dari hasil pengamatan, browsing internet, dan mengikuti seminar yang berkaitan dengan judul penelitian saya. - Hasil pengamatan : Benar adanya jika melamar pekerjaan, sertifikat sangat diperhitungkan. Masa kini orang bekerja tidak cukup dengan pengakuan lulus perguruan tinggi berupa ijasah, namun lulusan perguruan tinggi masih harus diukur tingkat kompetensinya, dinyatakan dengan sertifikat keahlian/ketrampilan yang dikelurakan oleh badan yang ditunjuk oleh pemerintah dan asosiasi profesi sebagai pihak penyelenggara. Penelitian yang telah dilakukan dengan penelaahan terhadap kejadian kejadian serta pengumpulan data hasil penelitian sebelumnya dapat di jabarkan sebagai berikut : 5.1 Pola baku sertifikasi antara bidang pendidikan dengan bidang profesi yang belum berkaitan Terdapat suatu permasalahan yang terkait dengan belum adanya keseimbangan antara mekanisme penjaminan mutu di bidang pendidikan dengan mekanisme penjaminan mutu kemampuan profesional. Dalam suatu rangkaian proses pendidikan dan praktek profesi di lingkungan indusri, mekanisme pendidikan mempunyai orientasi ke hilir dalam artian pendidikan lebih

mengutamakan mutu prosesnya yang menghasilkan lulusan yang mempunyai kompetensi akademik tertentu. Sedangkan mekanisme sertifikasi berorientasi ke hulu yaitu lebih kepada upaya penjaminan pemenuhan kompetensi seseorang yang sesuai dengan persyaratan kerja atau profesi. Jadi singkatnya, dalam suatu mata rantai pengembangan SDM, pendidikan (akreditasi) dapat dipandang sebagai mekanisme yang orientasinya adalah pasokan (supply), sementara sertifikasi berorientasi pada kebutuhan (demand) (lihat Gambar 1). Konsep akreditasi (pendidikan) menjamin mutu proses dan hasil pendidkan yang pada gilirannya akan menjadi masukan bagi proses pengakuan (sertifikasi) kemampuan profesi bagi lulusan lembaga pendidikan tersebut. Oleh karena itu, konsep konsep tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Goemelar Perdanakusumah (2008:2) mengatakan bahwa, akreditasi yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi atau BAN-PT seharusnya dapat menjamin kemampuan lulusan suatu perguruan tinggi yang telah terakreditasi itu telah sesuai dengan kompetensi yang diharapkan oleh dunia kerja. 5.2 Perumusan Konsep Format Standar akreditasi untuk pendidikan Diperlukan perumusan yang mudah untuk mengatasi terhadap faktor kesenjangan ialah dapat dilakukan dalam bentuk materi pelatihan yang lebih relevan dengan kesenjangan atau dengan mengurangi ruang lingkup pengalaman pada bidang bidang yang relevan dengan kompetensi umum., sedangkan untuk alternatif terhadap pengkayaan terhadap pengalaman dapat diwujudkan melalui upaya pemasukan aspek pengenalan industri/profesi kedalam kurikulum pendidikan perguruan tinggi khususnya. Rumusan diatas merupakan solusi terhadap kesenjangan dan masih sedikitnya tingkat pengalaman lulusan sarjana. Oleh karena itu, perumusan tersebut harus mengacu pada perudangan yang berlaku, yaitu : - Proses mekanisme dan penerbitan SKA P yang saat ini berlaku harus mengacu pada pola sertifikasi melalui proses magang seperti yang telah diterapkan di USA, Australia, dan

Singapura (mekanisme Engineerings In training, EIT). - Untuk menghindari kesenjangan antara pendidikan tinggi dengan kebutuhan dunia profesi maka dalam proses akreditasi pendidikan tinggi BAN PT hendaknya juga melibatkan asosiasi profesi yang relevan. - Bagi lulusan perguruan tinggi yang belum mendapat akreditasi perlu dikembangkan mekanisme penilaian khusus yang lebih komprehensif oleh asosiasi profesi. Mekanisme ini sendiri juga dilakukan dengan arahan dari LPJK.

5.3 Pengembangan Konseptual Manajemen Kinerja di bidang teknik sipil Model Manajemen Kinerja ini menggunakan konsep perbaikan kinerja pada seluruh komponen kegiatan yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan. Untuk menyediakan informasi kinerja yang telah dicapai perlu dilakukan Pengukuran Kinerja sebagai elemen dasar Manajemen Kinerja. Model Konseptual Pengukuran Kinerja yang dikembangkan, khusus untuk mengukur kinerja Akreditasi Tenaga Kerja Konstruksi yang bertujuan untuk menghasilkan BSA dan/atau BSK yang benar-benar kompeten dan bertanggungjawab dalam menyelenggarakan Sertifikasi Tenaga Kerja Konstruksi. Dari Model Pengukuran Kinerja yang dikembangkan ditetapkan 5 (lima) komponen yang harus diukur kinerjanya dalam menjamin pencapaian tujuan, meliputi antara lain: Asosiasi Profesi dan/atau Institusi Diklat; Pedoman Akreditasi; Komite Akreditasi; Proses Akreditasi; dan BSA dan/atau BSK. Sebagai alat untuk mengukur kinerja perlu dikembangkan indikator-indikator kinerja pada tiap komponen yang akan diukur kinerjanya. Untuk itu, lebih lanjut dilakukan identifikasi Indikator Kinerja khusus untuk Pedoman Akreditasi. Dalam identifikasi Indikator Kinerja Pedoman Akreditasi teridentifikasi 13 (tiga belas) indikator kinerja yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja Pedoman Akreditasi sebagai alat atau sarana untuk mengukur tingkat pencapaian pengaturan (pedoman) dalam menjamin standar kelayakan Asosiasi Profesi dan/atau Institusi Diklat sebagai badan-lembaga (BSA/BSK) yang

menyelenggarakan sertifikasi tenaga kerja konstruksi. (Riyani, et.al 2010: 3)

ilkom-unmul-v-5-1-0.pdf. [04 Desember 2010]

6. Kesimpulan
Setelah dilakukan analisa data penulisan dapat diambil kesimpulan yang diuraikan sebagai berikut : Setiap orang, terutama para lulusan perguruan tinggi memang perlu memiliki keterampilan dan keahlian masing masing; Keterampilan dan keahlian bisa dimiliki dengan berbagai cara. Dan sebagai barang buktinya harus memiliki sertifikat. Kesenjangan antara kompetensi perguruan tinggi dan kompetensi keahlian konstruksi masih terlihat walau sudah banyak solusinya. Model Konseptual Pengukuran Kinerja dinilai mampu memecahkan permasalahan sertifikasi ini.

Daftar Pustaka
Abduh, et.al (2008). Kesenjangan Antar Kompetensi Pendidikan Tinggi Dengan Kompetensi Keahlian Konstruksi, [online]. Tersedia : http://www.hatti.or.id/event/Sertifik asi.PDF. [04 Desember 2010] Husen, A. 2009. Manajemen Proyek. Jakarta : Gramedia Iampi. 2007. Industri Jasa Konstruksi, [online]. Tersedia : http://www.pusbinkpk.net/jp/index. php? option=com_content&view=article &id=56&Itemid=63&lang=in. [04 Desember 2010] Malik, A. 2010. Pengantar Bisnis Jasa Pelaksana Konstruksi . Yogyakarta: Andi Perdanakusumah, G. 2008. Peranan Sertifikasi dalam Upaya Peningkatan Kompetensi Tenaga Kerja Konstruksi. Bandung : Seminar Sinergitas Perguruan Tinggi Dan Stakeholder Riyani, et.al. 2010. Sistem Pendukung Keputusan Sertifikasi Badan Usaha Pelaksana Jasa Konstruksi Pada BPD GAPENSI Kaltim, [online]. Tersedia : http://informatikamulawarman.files. wordpress.com/2010/02/01-jurnal-

Anda mungkin juga menyukai