Anda di halaman 1dari 10

HASIL PARAMETER KIMIA DI PERAIRAN PAOTERE MAKASSAR

PENENTUAN KADAR OKSIGEN TERLARUT (DO) DALAM AIR LAUT

NAMA NIM KELOMPOK ASISTEN

: ROBBY NIMZET : L 111 11 271 : 5 (LIMA) : SETIAWAN MANGANDO

LABORATORIUM OSEANOGRAFI KIMIA JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang


Oksigen terlarut (dissolved oxygen, disingkat DO) atau sering juga disebut dengan kebutuhan oksigen (Oxygen demand) merupakan salah satu parameter penting dalam analisis kualitas air. Nilai DO yang biasanya diukur dalam bentuk konsentrasi ini menunjukan jumlah oksigen (O2) yang tersedia dalam suatu badan air. Semakin besar nilai DO pada air, mengindikasikan air tersebut memiliki kualitas yang bagus. Sebaliknya jika nilai DO rendah, dapat diketahui bahwa air tersebut telah tercemar (Odum,1971). Oksigen terlarut yang terkandung di dalam air, berasal dari udara dan hasil proses fotosintesis tumbuhan air. Oksigen diperlukan oleh semua mahluk yang hidup di air seperti ikan, udang, kerang dan hewan lainnya termasuk mikroorganisme seperti bakteri (Abel,1989) Oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui besarnya kandungan oksigen terlarut dalam air laut sebab oksigen sangat dibutuhkan makhluk dalam melakukan proses respirasi. Inilah yang menjadi latar belakang pelaksanaan praktikum ini.

B. Tujuan dan Kegunaan


Adapun diadakannya tujuan praktikum ini adalah untuk menentuan kadar oksigen terlarut dalam air laut. Adapun kegunaan praktikum ini adalah agar dapat mengetahui dan memahami cara menentukan kadar oksigen terlarut dalam air laut.

II. TINJAUAN PUSTAKA


Oksigen terlarut adalah jumlah oksigen dalam miligram yang terdapat dalam satu liter air (ppt). Oksigen terlarut umumnya berasal dari difusi udara melalui permukaan air, aliran air masuk, air hujan, dan hasil dari proses fotosintesis plankton atau tumbuhan air. Oksigen terlarut merupakan parameter penting karena dapat digunakan untuk mengetahui gerakan masssa air serta merupakan indikator yang peka bagi proses-proses kimia dan biologi . Kadar oksigen yang terlarut bervariasi tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musiman, tergantung pada pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dam limbah (effluent) yang masuk ke badan air. Selain itu, kelarutan oksigen dan gas-gas lain berkurang dengan meningkatnya salinitas sehingga kadar oksigen di laut cenderung lebih rendah daripada kadar oksigen di perairan tawar. Peningkatan suhu sebesar 1oC akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10 (Riley,1976) Jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh organisme akuatik tergantung spesies, ukuran, jumlah pakan yang dimakan, aktivitas, suhu, dan lain-lain. Konsentrasi oksigen yang rendah dapat menimbulkan anorexia, stress, dan kematian pada ikan ( Boyd, 1990). Bila dalam suatu kolam kandungan oksigen terlarut sama dengan atau lebih besar dari 5 mg/l, maka proses reproduksi dan pertumbuhan ikan akan berjalan dengan baik. Pada perairan yang mengandung deterjen, suplai oksigen dari udara akan sangat lambat sehingga oksigen dalam air sangat sedikit (Swingle dalam Boyd (1982). Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen =DO) memiliki beberapa manfaat diantaranya : 1. Untuk pernapasan

2.

oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik.

3.

Oksigen juga memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik (Abel,1989). Kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan semakin rendahnya

suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis (Odum,1971). Menurut Effendi (2008), kadar oksigen yang terlarut dalam perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian (altitude) serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil. Kadar oksigen juga berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musiman, tergantung pada percampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah (effluent) yang masuk ke badan air (Effendi,2003). Oksigen terlarut akan menurun apabila banyak limbah, terutama limbah organik, yang masuk ke perairan. Hal ini dikarenakan oksigen tersebut digunakan oleh bakteri-bakteri aerobik dalam proses pemecahan bahan-bahan organik yang berasal dari limbah yang mencemari perairan tersebut (Anonim,2010). Limbah organik sangat berpengaruh pada jumlah oksigen terlarut karena secara alamiah, limbah organik berupa mikroorganisme dapat mengdegradasi dan menguraikan limbah organik yang ada sehingga proses dekomposisi oleh bakteri terhadap limbah organik itu dapt menurunkan jumlah O2 yang ada. Kekurangan oksigen ekibat dekomposisi limbah organik oleh bakteri dapat diatasi dengan cara uptake/pengambilan O2 dari udara yang dipenagruhi oleh tekanan atmosfer ke dalam laut. Di daerah permukaan penambahan dan pengurangan

DO hanya bersumber dari aktivitas fotosintesis dari tumbuhan air dan adanya perbedaan DO antara dasar dan permukaan (Anonim, 2010). Kandungan oksigen terlarut 2 mgr/L adalah kandungan minimal yang cukup untuk mendukung kehidupan organisme perairan secara normal. Agar kehidupan dapat layak dan kegiatan perikanan berhasil maka kandungan oksigen terlarut harus tidak boleh kurang daripada 4 ppm sedangkan perairan mengandung 5 mgr/L oksigen pada suhu 20 30 oc masih dipandang sebagi air yang cukup baik utuk kehidupan ikan. Sedangkan standar Do yang berlaku yaitu 2 - 4 mgr/L (Odum, 1971). Berdasarkan kandungan oksigen terlarut, maka pengelompokan kualitas perairan air laut dapat dibagi menjadi empat macam yaitu tidak tercemar (> 6,5 mgr/l ), tercemar ringan (4,5 6,5 mgr/l), tercemar sedang (2,0 4,4 mgr/l) dan tercemar berat (< 2,0 mgr/l) (Odum, 1971). .

III. METODE ANALISIS A. Prinsip Analisis


Dalam penentuan kadar oksigen terlarut suatu perairan kita gunakan metode analisis yang umum digunakan untuk menganalisis kadar oksigen dalam air laut yakni metode titrasi iodometri. Metode ini pertama kali dikenalkan oleh Winkler pada tahun 1888, kemudian dilakukan modifikasi untuk mengatasi gangguan yang ditimbulkan oleh garam garam nitrit dengan menambahkan garam natrium asida dilakukan oleh Alsterberg pada tahun 1925. B. Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu botol BOD 300 ml berfungsi sebagai wadah air sampel, buret titrasi berfungsi untuk mengeluarkan larutan dengan volume tertentu , pipet tetes berfungsi untuk memipet larutan, gelas ukur 100 ml berfungsi untuk mengukur berapa banyak larutan yang digunakan, dan erlenmeyer 250 ml berfungsi sebagai wadah percampuran larutan. Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu sampel air laut, larutan MnSO4, larutan alkali-iodida-asida, larutan Asam Sulfat pekat H2SO4 (p). larutan indikator 2%, dan larutan Natrium Tio Sulfat 0,025 N.

C. Prosedur Kerja
Terlebih dahulu memasukkan air contoh kedalam botol BOD secara perlahan, hindari adanya gelembung udara. Kemudian menutup botol secara perlahan. Selanjutnya membuka tutup botol dan menambahkan 2 ml MnSO4. H2O, kemudian menambahkan 2 ml alkali-iodida-asida. Kemudian menutup kembali botol BOD secara perlahan. Kemudian mengocok dengan cara membolak balik sebanyak 15 kali. Kemudian mendiamkan sampai terjadi endapan di dasar botol. Kemudian menambahkan 2 ml (H 2 SO 4 ), kocok sampai semua endapan larut. Setelah itu, mengambil air contoh 100 ml dengan

menggunakan gelas ukur 100 ml kemudian memasukkan ke dalam erlenmeyer. Kemudian melakukan titrasi dengan Na-Thiosulfat 0,025 N hingga terjadi perubahan warna dari kuning tua hingga kuning muda. Selanjutnya

menambahkan 5 hingga 8 tetes indikator amilum sampai terbentuk warna biru. Setelah itu melanjutkan titrasi dengan Na-Thiosulfat sampai berwarna bening.

B. Perhitungan
Adapun perhitungan yang digunakan dalam menentukan oksigen terlarut adalah dengan menggunakan rumus:

Oksigen terlarut dalam mg/L = Keterangan :

1000 x A x N x 8 Vc x Vb / (Vb - 6)

A = mL larutan baku natrium tiosulfat yang digunakan (ml) Vc = mL larutan yang dititrasi (ml) N = kenormalan larutan natrium tiosulfat (0.025) Vb = volume botol BOD (300 ml)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Data yang diperoleh : A1 = 1.5, A2 = 1.5 N= 0,025 Vc= 50 ml Vb= 300 ml 1000 x A x N x 8 Oksigen terlarut dalam mg/L = ---------------------------Vc x Vb / (Vb 6) = 1000x 1.5x 0.025 x 8 50 x 300 x/ (300-6) = 300 15000/ 294 = 5.88 mg/L

B. Pembahasan
Dari hasil pengamatan dan perhitungan diperoleh hasil kandungan oksigen terlarut (DO) menggunakan metode titrasi larutan sampel air laut sebesar 5.88 mg/L. Dari hasil pengamatan tersebut dapat dikatakan bahwa kadar oksigen terlarut di daerah tersebut termasuk perairan yang tercemar ringan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Odum (1971) bahwa Korelasi antara kualitas perairan dengan kandungan oksigen terlarut (mg/L) sebesar 4,5 6,5 berarti tercemar ringan.

V. PENUTUP A. Kesimpulan
Dari hasil praktikum ini dapat disimpulkan bahwa penentuan kadar Oksigen Terlarut (DO) menggunakan metode titrasi didapatkan nilai DO 5.88 mg/l. Nilai yang didapat tersebut menunjukkan bahwa daerah tersebut termasuk perairan yang tercemar ringan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Odum (1971) bahwa Korelasi antara kualitas perairan dengan kandungan oksigen terlarut (mg/L) sebesar 4,5 6,5 berarti tercemar ringan. B. Saran Ada baiknya praktikum dilakukan tiap praktikan atau 2-3 orang per kelompok agar proses pembelajaran kedepannya lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA
Abel, P. D. 1989. Water Pollution Biology. Ellis Harword Limited. Chichester, 231 p Anonim. 2010. Bahan Kuliah Pencemaran Laut. Fakultas Ilmu Kelautan, UNHAS, Makassar. Effendi, Hefni.2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. W.B. Saunder Com. Philadelphia 125 pp. Riley dan Skirrow. 1976. Chemichal Oceaenography. Vol 1 dan 2. John Wiley and Sons ; New York. Salmin. 2000. Kadar Oksigen Terlarut di Perairan Sungai Dadap, Goba, Muara Karang dan Teluk Banten. Dalam : Foraminifera Sebagai Bioindikator Pencemaran, Hasil Studi di Perairan Estuarin Sungai Dadap, Tangerang (Djoko P. Praseno, Ricky Rositasari dan S. Hadi Riyono, eds.) P3O - LIPI hal 42 46. Swingle, H.S. 1968. Standardization of Chemical Analysis for Water and Pond Muds. F.A.O. Fish, Rep. 44, 4 , 379 - 406 pp.

Anda mungkin juga menyukai