1.1 Latar Belakang Anemia adalah salah satu penyakit yang sering diderita masyarakat, baik anak-anak, remaja usia subur, ibu hamil, ataupun orang tua. Penyebabnya sangat beragam, dari yang karena perdarahan, kekurangan zat besi, asam folat, vitamin B12, sampai kelainan hemolitik. Anemia dapat diketahui dengan pemeriksaan fisik maupun dengan pemeriksaan laboratorium. Secara fisik penderita tampak pucat, lemah, dan secara laboratorik didapatkan kadar Hemoglobin (Hb) dalam darah dari yang normal Penderita anemia di Indonesia sangat besar. Menurut data yang ada, jumlah penderita di negeri ini mencapai 30-55 persen dari total penderita di dunia yang mencapai 500-600 juta orang. Menurut konsultan Hematologi Onkologi Medis FKUI/RSUPN-CM, Dr Syafrizal Syafei SpPD KHOM, masyakarat tak menyadari bahwa tubuh mereka sangat rentan terhadap penyakit. Apalagi, anemia itu datang tanpa kita sadari. Kita hanya bisa merasakan lelah, lemah, letih, lesu, lunglai. Ini kita singkat 5L. Anemia timbul akibat gizi utama tak tercukupi dengan baik. Ini menyebabkan kadar hemoglobin (Hb) dalam darah menjadi tak normal sehingga fungsi Hb sebagai pembawa oksigen ke dalam tubuh tak berjalan dengan baik. Inilah yang mengakibatkan penderita mengalami penurunan nafsu makan, mata berkunangkunang, dan memiliki sifat apatis. Dampak terparah anemia adalah menurunkan produktivitas kerja hingga 20 persen.
1.2 Tujuan Adapun tujuan pemaparan makalah ini adalah: a. Untuk mengetahui defenisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan diagnostik, dan penatalaksanaan b. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan asuhan keperawatan (pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi) pada anak dengan diagnosa medik gastroenteritis. c. Untuk mengetahui perkembangan pasien yang telah diberikan intervensi mandiri dan kolaborasi keperawatan.
1.1 Defenisi Anemia Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah, elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah (Doenges, 1999). Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal (Smeltzer, 2002 : 935). Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah, kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah (Price, 2006 : 256). Dengan demikian anemia bukan merupakan suatu diagnosis atau penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh dan perubahan patotisiologis yang mendasar yang diuraikan melalui anemnesis yang seksama, pemeriksaan fisik dan informasi laboratorium.
1.2 Etiologi Penyebab tersering dari anemia adalah kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk sintesis eritrosit, antara lain besi, vitamin B12 dan asam folat. Selebihnya merupakan akibat dari beragam kondisi seperti perdarahan, kelainan genetik, penyakit kronik, keracunan obat, dan sebagainya. Penyebab umum dari anemia:
y y y y y y y y y y y
Perdarahan hebat Akut (mendadak) Kecelakaan Pembedahan Persalinan Pecah pembuluh darah Penyakit Kronik (menahun) Perdarahan hidung Wasir (hemoroid) Ulkus peptikum Kanker atau polip di saluran pencernaan
2
y y y y y y y y y y y y y y y y y y y y y
Tumor ginjal atau kandung kemih Perdarahan menstruasi yang sangat banyak Berkurangnya pembentukan sel darah merah Kekurangan zat besi Kekurangan vitamin B12 Kekurangan asam folat Kekurangan vitamin C Penyakit kronik Meningkatnya penghancuran sel darah merah Pembesaran limpa Kerusakan mekanik pada sel darah merah Reaksi autoimun terhadap sel darah merah Hemoglobinuria nokturnal paroksismal Sferositosis herediter Elliptositosis herediter Kekurangan G6PD Penyakit sel sabit Penyakit hemoglobin C Penyakit hemoglobin S-C Penyakit hemoglobin E Thalasemia (Burton, 1990).
1.3 Patofisiologi Anemia Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum tulang atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum-sum tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa factor diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah. Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system fagositik atau dalam system retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan
3
meningkatkan bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang; kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera. Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Jika suplai ini kurang, maka asupan oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat menghambat kerja organ-organ penting, Salah satunya otak. Otak terdiri dari 2,5 miliar sel bioneuron. Jika kapasitasnya kurang, maka otak akan seperti komputer yang memorinya lemah, Lambat menangkap. Dan kalau sudah rusak, tidak bisa diperbaiki (Sjaifoellah, 1998). PATHWAY ANEMIA
Malnutrisi
Terluka/perdarah an
Penurunan absorbsi
Hb menurun
- Penurunan produksi eritrosit - Pembuatan sel darah merah tidak sempurna - Sel darah merah tidak matang
Anemia
Kekurangan jumlah Hb
Resti infeksi
Gangguan aktivitas
Perubahan nutrisi
Diare 4
1.4 Manifestasi klinis Gejala klinis yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dari berbagai sistem dalam tubuh antara lain: penurunan kinerja fisik, gangguan neurologik (syaraf) yang dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, anorexia (badan kurus kerempeng), pica, serta perkembangan kognitif yang abnormal pada anak. Sering pula terjadi abnormalitas pertumbuhan, gangguan fungsi epitel, dan berkurangnya keasaman lambung. Cara mudah mengenal anemia dengan 5L, yakni lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Kalau muncul 5 gejala ini, bisa dipastikan seseorang terkena anemia. Gejala lain adalah munculnya sklera (warna pucat pada bagian kelopak mata bawah). Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala terasa melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke atau serangan jantung (Sjaifoellah, 1998).
1.5 Komplikasi Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya, penderita anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau gampang terkena infeksi saluran napas, jantung juga menjadi gampang lelah, karena harus memompa darah lebih kuat. Pada kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat ditangani dan berkelanjutan dapat menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin. Selain bayi lahir dengan berat badan rendah, anemia bisa juga mengganggu perkembangan organorgan tubuh, termasuk otak (Sjaifoellah, 1998).
1.6 Pemeriksaan Penunjang Jumlah darah lengkap (JDL): hemoglobin dan hemalokrit menurun. Jumlah eritrosit: menurun (AP), menurun berat (aplastik); MCV (molume korpuskular rerata) dan MCH (hemoglobin korpuskular rerata) menurun dan mikrositik dengan eritrosit hipokronik (DB), peningkatan (AP). Pansitopenia (aplastik). Jumlah retikulosit: bervariasi, misal: menurun (AP), meningkat (respons sumsum tulang terhadap kehilangan darah/hemolisis). Pewarna sel darah merah: mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat mengindikasikan tipe khusus anemia).
LED: Peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misal: peningkatan kerusakan sel darah merah: atau penyakit malignasi. Masa hidup sel darah merah: berguna dalam membedakan diagnosa anemia, misal: pada tipe anemia tertentu, sel darah merah mempunyai waktu hidup lebih pendek. Tes kerapuhan eritrosit: menurun (DB). SDP: jumlah sel total sama dengan sel darah merah (diferensial) mungkin meningkat (hemolitik) atau menurun (aplastik). Jumlah trombosit: menurun caplastik; meningkat (DB); normal atau tinggi (hemolitik). Hemoglobin elektroforesis: mengidentifikasi tipe struktur hemoglobin.
Bilirubin serum (tak terkonjugasi): meningkat (AP, hemolitik). Folat serum dan vitamin B12 membantu mendiagnosa anemia sehubungan dengan defisiensi masukan/absorpsi. Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan/biopsi: sel mungkin tampak berubah dalam jumlah, ukuran, dan bentuk, membentuk, membedakan tipe anemia, misal: peningkatan megaloblas (AP), lemak sumsum dengan penurunan sel darah (aplastik). Pemeriksaan andoskopik dan radiografik: memeriksa sisi perdarahan: perdarahan GI (Doenges, 1999).
1.7 Penatalaksanaan Medis Tindakan umum : Penatalaksanaan anemia ditunjukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang hilang. 1. Transpalasi sel darah merah. 2. Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi. 3. Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah. 4. Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang membutuhkan oksigen 5. Obati penyebab perdarahan abnormal bila ada. 6. Diet kaya besi yang mengandung daging dan sayuran hijau.
Pengobatan (untuk pengobatan tergantung dari penyebabnya): 1. Anemia defisiensi besi Penatalaksanaan: Mengatur makanan yang mengandung zat besi, usahakan makanan yang diberikan seperti ikan, daging, telur dan sayur. Pemberian preparat fe Perrosulfat 3x 200mg/hari/per oral sehabis makan Peroglukonat 3x 200 mg/hari /oral sehabis makan. 2. Anemia pernisiosa : pemberian vitamin B12 3. Anemia asam folat : asam folat 5 mg/hari/oral 4. Anemia karena perdarahan : mengatasi perdarahan dan syok dengan pemberian cairan dan transfusi darah.
2. Anemia karena Epistaksis (Perdarahan dari Hidung) 2.1 Defenisi Epistaksia adalah pedarahan hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum (kelainan sistemik) . Epistaksis bukan suatu penyakit , melainkan gejala suatu kelainan. Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior melalui cabang a.sfenopalatina. Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang hidung. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat. Epistaksis (mimisan) pada anak-anak umumnya berasal dari littles
2.2 Etiologi Penyebab lokal: Trauma misalnya karena mengorek hidung, terjatuh, terpukul, benda asing di hidung, trauma pembedahan, atau iritasi gas yang merangsang. Infeksi hidung atau sinus paranasal, seperti rinitis, sinusitis, serta granuloma spesifik seperti lepra dansifilis. Tumor, baik jinak maupun ganas pada hidung, sinus paranasal dan nasoparing. Pengaruh
7
lingkungan, misalnya perubahan tekanan atmosfir mendadak, seperti pada penerbang maupun penyelam (penyakit Caisson), atau lingkungan yang udaranya sangat dingin. Benda asing dan rinolit, dapat menyebabkan epistaksis ringan disertai ingus berbau busuk. Idiopatik, biasanya merupakan epistaksis yang ringan dan berulang pada anak dan remaja. Penyebab sistemik: Penyakit Kardiovaskular, seperti hipertensi dan kelainan pembuluh darah. Kelainan darah, seperti trombositopenia, hemofilia, dan leukemia, infeksi sistemik. Dua faktor yang paling penting dari epistaksis pada anak-anak adalah: Trauma minor: mengorek hidung, menggaruk, bersin, batuk atau mengedan
Mukosa hidung yang rapuh: terdapat infeksi saluran napas atas, pengeringan mukosa, penggunaan steroid inhalasi melalui hidung. Penyebab epistaksis lainnya adalah adanya benda asing di dalam rongga hidung, polip hidung, kelainan darah, kelainan pembuluh darah dan tumor pada daerah nasofaring.
2.3 Pengobatan Pengobatan tergantung kepada kecepatan hilangnya darah dan beratnya anemia yang terjadi. Satu-satunya pengobatan untuk kehilangan darah dalam waktu yang singkat atau anemia yang berat adalah transfusi sel darah merah. Selain itu, sumber perdarahan harus ditemukan dan perdarahan harus dihentikan. Jika darah hilang dalam waktu yang lebih lama atau anemia tidak terlalu berat, tubuh bisa menghasilkan sejumlah sel darah merah yang cukup untuk memperbaiki anemia tanpa harus menjalani transfusi.
Asuhan Keperawatan 3.1 Pengkajian Pengkajian pasien dengan anemia (Doenges, 1999) meliputi: 1) Aktivitas/istirahat Gejala: keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktivitas; penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak. Tanda: takikardia/takipnae; dispnea pada waktu bekerja atau istirahat. Letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot,
dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunujukkan keletihan. 2) Sirkulasi Gejala: riwayat kehilangan darah kronik, misalnya perdarahan GI kronis, menstruasi berat (DB), angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan). Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi (takikardia kompensasi). Tanda: TD: peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar, hipotensi postural. Disritmia: abnormalitas EKG, depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T; takikardia. Bunyi jantung : murmur sistolik (DB). Ekstremitas (warna): pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjuntiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. (catatan: pada pasien kulit hitam, pucat dapat tampak sebagai keabu-abuan). Kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon terang (AP). Sklera: biru atau putih seperti mutiara (DB). Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke kapiler dan vasokontriksi kompensasi) kuku: mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia) (DB). Rambut: kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara premature (AP).
3) Integritas ego Gejala: keyakinanan agama/budaya misalnya penolakan transfusi darah. Tanda: depresi. mempengaruhi pilihan pengobatan,
4) Eleminasi Gejala: riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB). Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran urine. Tanda: distensi abdomen.
5) Makanan/cairan Gejala: penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat
badan. Tidak pernah puas mengunyah atau peka terhadap es, kotoran, tepung jagung, cat, tanah liat, dan sebagainya (DB). Tanda: lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan vitamin B12). Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit: buruk, kering, tampak kisut/hilang elastisitas (DB). Stomatitis dan glositis (status defisiensi). Bibir: selitis, misalnya inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah. (DB).
6) Neurosensori Gejala: sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah; parestesia tangan/kaki (AP); klaudikasi. Sensasi manjadi dingin. Tanda: peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental: tak mampu berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik: hemoragis retina (aplastik, AP). Epitaksis: perdarahan dari lubang-lubang (aplastik). Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi, tanda Romberg positif, paralysis (AP).
8) Pernapasan Gejala: riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas. Tanda: takipnea, ortopnea, dan dispnea.
9) Keamanan Gejala: riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia. Riwayat terpajan pada radiasi; baik terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat kanker, terapi kanker. Tidak toleran terhadap dingin dan panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan penglihatan, penyembuhan luka buruk, sering infeksi. Tanda: demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati umum. Ptekie dan ekimosis (aplastik).
10
10) Seksualitas Gejala: perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB). Hilang libido (pria dan wanita). Imppoten. Tanda: serviks dan dinding vagina pucat.
3.2 Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994). Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan anemia (Doenges, 1999) meliputi: 1. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan)). 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan/absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah. 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan. 4. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel. 5. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologist.
3.3 Intervensi keperawatan 1) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan)). Tujuan: Infeksi tidak terjadi. Kriteria Hasil: Mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi
- Meningkatkan penyembuhan luka, - bebas drainase purulen atau eritema, dan demam.
11
Intervensi 1. Tingkatkan cuci tangan yang baik; oleh pemberi perawatan dan pasien.
Rasional 1. Mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bakterial. Catatan: pasien dengan anemia berat/aplastik dapat berisiko akibat flora normal kulit
3. Berikan perawatan kulit, perianal dan oral 3. Menurunkan risiko kerusakan dengan cermat. 4. Motivasi perubahan posisi/ambulasi yang sering, latihan batuk dan napas dalam. kulit/jaringan dan infeksi 4. Meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membantu memobilisasi sekresi untuk mencegah pneumonia 5. Tingkatkan masukkan cairan adekuat. 5. Membantu dalam pengenceran sekret pernapasan untuk mempermudah pengeluaran dan mencegah statis cairan tubuh 6. Pantau suhu tubuh. 6. Adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi/pengobatan
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan/absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah. Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil: - Menunujukkan peningkatan/mempertahankan berat badan dengan nilai laboratorium normal, - tidak mengalami tanda mal nutrisi, - menununjukkan perilaku, - perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang sesuai - menghabiskan seluruh diet yang telah disediakan
12
Intervensi
Rasional
1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan 1. Mengidentifikasi defisiensi, menduga yang disukai. kemungkinan intervensi
2. Observasi dan catat masukkan makanan 2. Mengawasi masukan kalori atau kualitas pasien. 3. Timbang berat badan setiap hari. kekurangan konsumsi makanan 3. Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi 4. Berikan makan sedikit dengan frekuensi 4. Makan sedikit dapat menurunkan sering dan atau makan diantara waktu makan. 5. Observasi dan catat kelemahan dan meningkatkan pemasukan juga mencegah distensi gaster kejadian 5. Gejala GI dapat menunjukkan efek anemia(hipoksia) pada organ
6. Berikan dan Bantu hygiene mulut yang 6. Meningkatkan nafsu makan dan baik; sebelum dan sesudah makan, gunakan penyikatan sikat yang gigi halus untuk Berikan pemasukan oral, menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik perawatan mulus khusus mungkin diperlukan bila jaringan rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat. 7. Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana 7. Membantu dalam membuat rencana diet diet. 8. Kolaborasi; berikan obat sesuai indikasi. untuk memenuhi kebutuhan individual 8. Meningkatkan efektivitas program pengobatan
lembut.
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan. Tujuan: dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.
Kriteria hasil: - Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari), menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan darah masih dalam rentang normal.
13
Rasional 1. Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan gangguan 2. Menunjukkan perubahan neurologi karena defisiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera
3. Observasi tanda-tanda vital sebelum dan 3. Manifestasi kardiopulmonal dari upaya sesudah aktivitas. jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan 4. Berikan batasi 4. Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh pengunjung, dan kurangi suara bising, dan menurunkan regangan jantung dan pertahankan tirah baring bila di paru indikasikan. lingkungan tenang, energi, 5. Mendorong pasien melakukan banyak dengan membatasi penyimpangan energi anjurkan pasien istirahat bila terjadi dan mencegah kelemahan kelelahan dan kelemahan, anjurkan menghemat pasien melakukan aktivitas semampunya (tanpa memaksakan diri).
5. Gunakan teknik
4) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel. Tujuan: peningkatan perfusi jaringan Kriteria hasil: Menunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil. Intervensi Rasional
1. Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, 1. Memberikan informasi tentang warna kuku. kulit/membrane mukosa, dasar derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi 2. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai 2. Meningkatkan ekspansi paru dan toleransi. memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler. 3. Awasi upaya pernapasan; auskultasi bunyi 3. Dispnea, gemericik menunjukkan GJK
14
5. Berikan sel darah merah lengkap/packed 5. Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen: memperbaiki defisiensi untuk produk darah sesuai indikasi. menurunkan risiko perdarahan 6. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi. 6. Memaksimalkan transpor oksigen ke jaringan
5) Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologist Tujuan: dapat mempertahankan integritas kulit. Kriteria hasil: - Mengidentifikasi factor risiko/perilaku individu untuk mencegah cedera dermal. Intervensi Rasional
1. Kaji integritas kulit, catat perubahan 1. Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, pada turgor, gangguan warna, hangat local, eritema, ekskoriasi. nutrisi, dan imobilisasi, jaringan dapat menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi dan rusak 2. Reposisi secara periodic dan pijat 2. Meningkatkan sirkulasi ke semua area kulit membatasi iskemia jaringan/mempengaruhi hipoksia seluler
3. Anjurkan pemukaan kulit kering dan 3. Area lembab, terkontaminasi memberikan bersih. Batasi penggunaan sabun. media yang sangat baik untuk pertumbuhan organisme patogenik. Sabun dapat mengeringkan kulit secara berlebihan dan meningkatkan iritasi 4. Bantu untuk latihan rentang gerak. 4. Meningkatkan sirkulasi jaringan, mencegah stasis
15
3.4 Evaluasi Evaluasi pada pasien dengan anemia adalah: 1) Infeksi tidak terjadi 2) Kebutuhan nutrisi terpenuhi 3) Pasien dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas 4) Peningkatan perfusi jaringan 5) Dapat mempertahankan integritas kulit 6) Membuat/kembali pola normal dari fungsi usus 7) Pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic dan rencana pengobatan.
16
I.
Tempat/ Tangal Lahir : Medan, 10 Januari 2007 Nama ayah/ ibu Pekerjaan ayah Pekerjaan ibu Alamat Suku Agama Pendidikan Tanggal Masuk Tanggal Pengkajian Tanggal Operasi : Tn. I/ Ny. A : Wiraswasta : IRT : Jln. Blok XVII Belawan Pulau Sicanang : Batak : Kristen Protestan : Belum Sekolah : 3 Desember 2011 : 3 Desember 2011 :-
II.
Keluhan utama : An. R mengalami muntah darah dan keluar darah segar dari hidung. Ini dialami An. R sejak hari jumat pukul 20.00 WIB dan kemudian An. R dibawa ke RS pada pukul 02.00 WIB hari sabtu. Darah yang keluar dari hidung sebanyak 30 cc dan muntah darah sebanyak 150 cc. Perdarahan yang terjadi tanpa sebab yang jelas.
III.
Riwayat kehamilan dan kelahiran : a. Prenatal: Ibu An. R tidak mengalami masalah sewaktu mengandung An. R. b. Natal: An. R lahir secara spontan ditolong oleh bidan.tidakada masalah sewaktu An. R dilahirkan. c. Postnatal: Tidak ada masalah.
17
IV.
Riwayat masa lampau a. Penyakit masa kecil: An. R sebelumnya tidak pernah sakit parah. Hanya mengalami batuk, dan demam biasa. Tetapi ada suatu respon tubuh yang tidak biasa dari An. R. Apabila An. R terbentur ringan (pelan), ini dapat langsung menimbulkan memar/kebiruan pada tubuh An. R, selama tiga bulan terakhir An. R sering mengalami gusi berdarah. b. Hospitalisasi: Pasien belum pernah dirawat dirumah sakit sebelumnya. c. Obat-obatan yang digunakan: Obat-obatan yang pernah dikonsumsi oleh An.D yakni bodrex, tempra, dan paracetamol. d. Tindakan operasi: Pasien belum pernah dioperasi sebelumnya. e. Alergi: T idak ada alergi paga pasien baik alergi makanan, obat, maupun cuaca. f. Kecelakaan: Pasien tidak pernah mengalami kecelakaan sebelumnya. g. Imunisasi: Pasien telah mendapatkan imunisasi lengkap. Imunisasi yang telah didapat yaitu HB (3x), DPT (3x), BCG (1x), Polio (4x), dan Campak (1x). h. Riwayat keluarga Keluarga Tn. I Keluarga Ny. A
Klien An.D
Keterangan:
Laki-laki
Klien
Serumah
Perempuan
Meninggal
________ Cerai
18
A. Riwayat sosial a. Yang mengasuh: Sejak dilahirkan, pasien diasuh oleh kedua orangtuanya. b. Hubungan dengan anggota keluarga: Hubungan pasien dengan anggota keluarga baik/ tidak ada masalah. c. Hubungan dengan teman sebaya: Hubungan dengan teman sebaya baik. d. Pembawaan secara umum: Pembawaan pasien aktif dan tidak mau berdiam diri. e. Lingkungan rumah: Ibu pasien mengatakan bahwa lingkungan rumah mereka bersih dan nyaman.
B. Keadaan kesehatan saat ini a. Diagnosis medis b. Tindakan operasi c. Status cairan d. Status nutrisi e. Obat-obatan : Anemia e/c Epistaksis : Tidak ada : RL 20 ggt/i : Diet MII 1350 kkal + 34 gr Protein : Cefotaxime 350 mg/ 12 jam/ IV Ranitidine 18 mg/ 8 jam/ IV Transamin 350 mg/ 8 jam. f. Aktivitas g. Hasil laboratorium : Tirah baring : Hasil pemeriksaan hematologi Hb Leukosit Hematokrit Trombosit Direk Masa Protombin INR Masa a.P.T Elektrolit Kalium Klorida h. Foto rontgen 7,1 15.300 24 20.000 12,8 0,98 33,9 177 3,4 89 (Lk: 14-16 gr/dl) (4-10. 103 / mm3 ) (36-48%) (150-50.103/mm3 ) (C=14 detik) (1-1,3) (30,2 detik) (136-155mmol/dl) (3,5-5,5) (95-103)
19
C. Pemeriksaan fisik a. Keadaan umum : pasien gelisah, lemah, pucat (tampak kekuningan). b. TB/ BB c. Lingkar kepala d. Kepala : 113 cm, 17,5 kg : : Bentuk normal, kulit kepala bersih, penyebaran rambut merata, tidak ada benjolan, tidak ada lesi. e. Mata : Letak mata simetris kanan dan kiri, konjungtiva pucat (anemis), pupil isokor 2-3mm, terdapat memar di palpebra mata sebelah kiri, refleks cahaya (+), edema (-), mata cekung. f. Leher : Letak trakea tepat di tengah leher, tidak ada pembesaran tiroid, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening. g. Telinga : Telinga kiri dan kanan simetris, perdarahan (-), tanda-tanda peradangan tidak ada. h. Hidung : Terdapat perdarahan pada hidung, pernapasan cuping hidung (-), tampon terpasang di hidung. i. Mulut : Mukosa bibir kering dan pucat, keluar darah dari mulut (muntah darah), pernapasan melalui mulut. j. Dada k. Paru-paru : Pergerakkan dada simetris, kedua sisi dada utuh, retraksi dada (-). : Palpasi getaran dan vibrasi simetris dan jelas, bunyi napas vesikuler, pengembangan paru simetris, tidak ada ronkhi, RR = 20x/i. l. Jantung : Irama jantung teratur dan tetap, frekuensi sama dengan nadi radialis, HR = 64x/i. m. Punggung n. : Tulang punggung utuh, simetris, kelainan (-), lesi (-), benjolan (-). Genitalia : Laki-laki, organ genitalia lengkap, tidak ada
tanda-tanda kelainan, anus (+). o. Ekstremitas 1) Ekstremitas atas : Tangan kanan dan kiri simetris, rentang gerak tangan kanan penuh, tangan kiri terpasang infuse, telapak tangan dingin dan pucat, CRT : > 3 dtk, kuku pucat. 2) Ekstremitas bawah : Kaki kanan dan kiri simetris, CRT : > 3 dtk, tampak memar pada kedua tungkai kaki, kuku pucat.
20
TTV
B. No. 1.
ANALISA DATA Data Ds : Kakek An.R mengatakan bahwa cucunya sudah banyak sekali mengeluarkan darah melalui hidung. Etiologi Hemolisis q Epistaksis q Keluarnya darah melalui Do : darah keluar melalui hidung sekitar s 50cc muntah darah sebanyak s 150 cc. pasien tampak gelisah dan rewel intake terbatas (mual) pasien merasa haus bibir pucat konjungtiva anemis akral dingin CRT > 3 detik hasil lab : Hb: 7,1gr/dl (14-16) hidung dan mulut (secara berkesinambungan) q Output cairan tubuh (cairan intravaskuler/darah) ooo q Gangguan keseimbangan volume darah Masalah Gangguan keseimbangan volume darah
Ht: 24% (36-48) Trombosis Direk:20.000/mm3 Masa Protrombin 12,8(C=14) INR 0,98 (1-1,3) 33,9 (30,2)
Masa a.P.T
21
2.
Hemolisis q Epistaksis
Infeksi
Do : T= 38,5oC Leukosit= 15.300 An. R tampak lemah dan pucat Mukosa bibir An. R kering Mata cekung Epistaksis (darah yang keluar s 50cc) Tampon terpasang.
q Keluarnya darah melalui hidung dan mulut (secara berkesinambungan) q Terpasang tampon q Perdarahan di hidung tertahan q Terjadi infeksi
3.
Ds : Kakek An. R mengatakan bahwa cucunya sudah banyak mengeluarkan darah melalui
Resiko syok
Do : Darah keluar melalui hidung sekitar 50 cc Muntah darah sebanyak 150cc Nilai GCS 14 Akral dingin Vital Sign RR = 20x/ menit HR = 64x/ menit TD = 100 /60 mmHg T = 38,50C
hidung dan mulut (secara berkesinambungan) q Output cairan tubuh (cairan intravaskuler/darah) ooo q Kehilangan banyak darah q Resiko syok
22
4.
Ds : Kakek dari An.R mengatakan bahwa An.R belum ada makan dan minum sejak semalam.
Hemolisis q Epistaksis q
Do : An. R tidak mau makan Mual dan muntah An. R tampak pucat dan lemah 1 porsi diet yang disediakan, hanya mampu dihabiskan 3 sendok oleh An. R Intake cairan 2 gelas. BB = 17,5 kg.
Keluarnya darah dari hidung dan mulu (secara berkesinambungan) q Anoreksia q Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Gangguan keseimbangan volume darah b/d epistaksis dan muntah darah d/d darah keluar dari hidung 50 cc dan mulut 150 cc, tubuh pucat, konjungtiva anemis, CRT > 3 detik. 2. Infeksi b/d perdarahan (kehilangan banyak darah) d/d leukosit 15.300, T= 38,5oC. 3. Resiko syok b/d kehilangan banyak darah d/d keluarnya darah dari hidung 50 cc dan dari mulut 150 cc, nilai GCS 14, HR = 64x/i, RR = 20x/i, TD = 100/60 mmHg, T = 38,5oC, akral dingin. 4. Resiko gangguan pemenuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake menurun d/d mual dan muntah, pasien tidak menghabiskan diet yang disediakan, intake cairan 2 gelas/hari.
23
D.
No. 1.
Tujuan dan Kriteria Hasil Tujuan: Defisit volume darah dapat terpenuhi.
volume darah b/d epitaksis dan muntah darah d/d darah keluar dari hidung 50 cc dan mulut 150 cc, tubuh
Kriteria Hasil: 3. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi cairan, pemberian obat, dan tranfusi darah. 4. Lakukan cek darah ulang
pucat, mukosa mulut dan bibir lembab dan berwarna merah muda mata normal (tidak cekung) konjungtiva merah muda hasil lab hematology dalam batas normal.
2.
Infeksi
b/d
perdarahan
o
1. Mengawasi infeksi
tingkat
keparahan
2. Observasi vital sign pasien Kriteria Hasil: Suhu tubuh normal Nilai lab leukosit dalam 3. Ganti bagian luar tampon apabila sudah penuh 4. Lakukan kompres di kening,
24
rentang normal
axila, dan lipatan paha. 5. Anjurkan minum sedikit tapi sering. 6. Kolaborasi dalam pemberian obat antipiretik dan antibiotik. 5. Mencegah hidrasi dan
menurunkan panas tubuh. 6. Menurunkan mengendalikan terjadi 1. Untuk mengetahui tanda-tanda demam infeksi dan yang
3.
Resiko syok b/d kehilangan banyak darah d/d keluarnya darah dari hidung 50 cc dan dari mulut 150 cc, nilai GCS
syok sedini mungkin 2. Kaji sumber, lokasi, dan 2. Untuk menetukan tindakan
Kriteria Hasil:
14, HR = 64x/i, RR = 20x/i, Perdarahan dapat TD = 100/- mmHg, T = 38,5 C, akral dingin.
o
dikendalikan Vital sign pasien normal 4. Pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht). 5. Kolaborasi pemberian cairan infuse dan pemberian obat koagulan (vit. K) dan penghentian perdarahan dengan fiksasi.
4. Untuk mengetahui kadar Hb, Ht apakah perlu transfusi atau tidak 5. Pemberian cairan per infuse dan membantu darah proses pembekuan menghentikan
untuk
perdarahan
25
4.
Resiko gangguan pemenuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake
1. Kaji pola nutrisi klien dan perubahan yang terjadi 2. Timbang berat badan pasien
1. Membandingkan kondisi sekarang dengan pola kebiasaan sehari-hari. 2. Menilai status gizi pasien. 3. Mengidentifikasi penyebab
Kriteria Hasil:
3. Kaji faktor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi. nutrisi klien 4. Lakukan pemeriksaan fisik abdomen (palpasi, perkusi, dan auskultasi). 5. Berikan diet dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering. 6. Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet klien.
menghabiskan
Diet habis 1 porsi yang disediakan Mual dan muntah tidak ada.
26
Implementasi dan Catatan Perkembangan Pasien No. 1. Hari/Tanggal Sabtu/ 3 Desember 2011 Diagnosa Dx. 1 Implementasi 1. Mengobservasi tanda vital RR= 22x/i HR= 70x/i T= 38,5 C TD=100/60 mmHg 2. Memantau output input dan
o
Evaluasi tanda- S= -
darah
(pasien
mengalami muntah darah 100 cc) 3. Memberikan transamin jam/IV 4. Pemasangan tampon oleh dokter THT 5. Melakukan Pemberian 350 obat mg/8
tranfusi darah (dilakukan A= Masalah belum transfusi Whole Blood 1 bag pada tanggal 2011 3 teratasi
Desember
Dx. 2
1. Memantau infeksi
tanda-tanda S= -
2. Mengobservasi vital sign O= pasien RR= 22x/i HR= 70x/i T= 38,5 C 3. Mengganti tampon bagian luar sudah
o
- Suhu pasien masih tinggi yaitu 38,5oC - Perdarahan masih aktif, baik dari hidung (tertampung di tampon) maupun dari
apabila
27
mulut (100cc)
biasa di kening, axila, dan A= Masalah belum lipatan paha. 5. Memberikan obat P= Intervensi dilanjutkan teratasi
Dx. 3
1. Mengobservasi tandatanda vital. RR= 22x/i HR= 70x/i T= 38,5 C 2. Mengkaji sumber, lokasi, dan banyaknya perdarahan (perdarahan berasal dari mulut dan hidung, dari hidung tertampung di tampon, dan dari mulut sebanyak 100 cc) 3. Memberikan posisi supinasi. 4. Melakukan pemeriksaan laboratorium (Hb). 5. Berkolaborasi dalam pemberian cairan infuse dan pemberian obat koagulan (vit. K) dan penghentian perdarahan dengan fiksasi.
o
S=-
O= - Hb= 7,1 g/dL - T = 38,5oC - perdarahan dari mulut (100cc) dan hidung masih aktif
P = Intervensi dilanjutkan.
28
Dx. 4
1. Mengkaji
pola
nutrisi
S=-
2. Menimbang berat badan - diet yang disediakan pasien 3. Mengkaji faktor penyebab gangguan pemenuhan hanya mampu dihabiskan bagian oleh pasien.
nutrisi (pasien mengalami - intake cairan 3-4 gelas anoreksia muntah) 4. Menganjurkan pasien karena mual per hari. - Pasien tampak lemah dan pucat
menghabiskan diet yang - BB = 17,5kg disediakan 5. Memberikan diet dalam A = Masalah belum kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering. P = Intervensi dilanjutkan. teratasi
2.
Dx. 1
1. Mengobservasi tanda vital RR= 21x/i HR= 70x/i T= 37,5 C 2. Memantau input
o
tanda- S= -
O= Keluar darah dari hidung 25 cc dan dan muntah sebanyak 75 cc Konjungtiva anemis CRT < 2 detik Hb= 11,3 g/dL darah
output darah (darah keluar dari hidung sebanyak 25 cc dan muntah darah
tranfusi trombosit 2 Unit A= Masalah teratasi pada pukul 20.15-20.45 WIB. sebagian
29
4. Memberikan
transamin 350 mg/ 8 jam/ IV 5. Mengganti tampon bagian dalam dan luar (oleh
(suhu
normal, masih terdapat O= perdarahan melalui Vital sign pasien normal T=37,5oC Terdapat bau pada tampon diganti sewaktu
hidung dan mulut, tampon lama menimbulkan bau yang tidak sedap) 2. Mengobservasi vital sign pasien RR= 21x/i HR= 70x/i T= 37,5oC 3. Mengganti tampon. 4. Menganjurkan sedikit tapi sering. 5. Memberikan Cefotaxim jam/IV Dx. 3 1. Mengobservasi vital sign S= pasien RR= 21x/i HR= 70x/i T= 37,5 C
o
bagian
minum
30
posisi
obat
koagulan (vit. K) dan A= Masalah teratasi penghentian dengan fiksasi 5. Pemeriksaan laboratorium P= Intervensi (Hb) dilanjutkan perdarahan sebagian
Dx. 4
1.
2.
O= Diet yang disediakan hanya mampu dihabiskan oleh pasien Intake cairan 4-5 gelas/hari Pasien tampak lemah dan pucat BB = 17,5kg
3.
4.
5.
Memberikan diet dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering.
P= Intervensi dilanjutkan 3. Selasa/ 6 Desember 2011 Dx. 1 1. Mengobservasi tanda vital RR= 22x/i HR= 71x/i T= 38,4oC O= - perdarahan dari hidung masih aktif, tanda- S= -
31
2. Memantau
input
dan
tertampung di tampon
tampak - muntah darah tidak ada - Konjungtiva merah Pemberian - CRT < 2 detik
tranfusi trombosit 2 Unit pada pukul 13.00-13.30 A = Masalah teratasi WIB. 4. Memberikan transamin jam/IV 350 obat mg/8 P = Intervesi dilanjutkan sebagian
Dx. 2
1. Memantau infeksi
tanda-tanda S = pasien masih O = perdarahan - suhu turun 37,8oC - pasien tampak tenang
(suhu
meningkat, terdapat
melalui hidung) 2. Mengobservasi vital sign pasien RR= 22x/i HR= 71x/i T= 38,4oC 3. Mengganti bagian tampon. 4. Melakukan kompres air biasa di kening, axila, dan lipatan paha. 5. Menganjurkan sedikit tapi sering. 6. Memberikan obat minum luar
P = Intervensi dilanjutkan
32
Cefotaxim 350 mg/12 jam/IV Dx. 3 1. Mengobservasi vital sign S = pasien RR= 22x/i HR= 71x/i T= 38,4 C 2. Mengkaji sumber, lokasi, dan perdarahan 3. Memberikan supinasi 4. Memberikan obat
o
banyaknya - muntah darah tidak ada. posisi - kesadaran pasien compas mentis
koagulan (vit. K) dan A = masalah teratasi penghentian dengan fiksasi P = Intervensi dilanjutkan. Dx. 4 1. Mengkaji pola klien dan nutrisi S = Pasien mengatakan perdarahan sebagian
yang terjadi
2. Menimbang berat badan - intake cairan 5 gelas pasien 3. Mengkaji penyebab - pasien menghabiskan faktor dari diet yng gangguan disediakan - BB = 18kg pasien
menghabiskan diet yang A = masalah teratasi disediakan 5. Memberikan diet dalam kondisi hangat dan porsi P= intervensi kecil tapi sering. dilanjutkan. sebagian
33