Anda di halaman 1dari 17

BAB I PENDAHULUAN

Anemia akibat defisiensi besi untuk sintesis hemoglobin merupakan penyakit darah yang paling sering pada bayi dan anak. Frekuensinya berkaitan dengan aspek dasar metabolisme besi dan nutrisi tertentu. 1 Setiap kelompok usia anak rentan terhadap defisiensi besi (DB). Kelompok usia yang paling tinggi mengalami defisiensi besi adalah usia balita (0-5 tahun) sehingga kelompok usia ini menjadi prioritas pencegahan defisiensi besi.2 Anemia defisiensi besi (ADB) menjadi masalah kesehatan di dunia, baik di negara maju maupun negara berkembang seperti di Indonesia. Sekitar 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari setengahnya merupakan anemia defisiensi besi. Dampak negatif yang diakibatkan oleh anemia defisiensi besi pada anak balita sangat serius3 antara lain gangguan kognitif dan perubahan tingkah laku.4 Remaja juga rawan defisiensi besi karena kebutuhan yang tinggi untuk tumbuh pesat, defisiensi nutrisi, dan kehilangan darah menstruasi. Di beberapa negara yang berlimpah kurang kebih 40% anak perempuan dan 15% anak laki-laki mempunyai feritin serum kurang dari 16%, ini menunjukkan cadangan besi yang rendah dalam sumsum tulang.1 Perkembangan anak merupakan hasil maturasi organ tubuh, terutama susunan saraf pusat dan perkembangan dipengaruhi oleh lingkungan biofisikopsikososial dan faktor genetik. Dalam perkembangan terdapat berbagai tahapan yang harus dilalui seorang anak untuk menuju usia dewasa. Tahapan yang terpenting adalah pada masa 2 tahun pertama kehidupan, karena pada masa ini tumbuh kembang berlangsung dengan pesat dan menentukan masa depan anak.5 Faktor gizi memegang peranan yang sangat penting sebagai salah satu penunjang untuk tercapainya hasil tubuh kembang yang optimal, yaitu terwujudnya manusia yang berkualitas. Untuk mencapai pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana cara mengatasi masalah ini, seseorang harus dengan jelas mengetahui apa itu anemia defisiensi besi, apa yang menyebabkannya, efek apa yang ditimbulkannya dan akhirnya bagaimana mengobatinya.5

BAB II
1

TINJAUAN PUSTAKA
Besi adalah mineral yang ditemukan didalam hemoglobin sel darah merah. Besi ini berperan dalam transport oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh.Besi ini secara normal dapat kita temukan dalam makanan yang kita makan. Besi juga merupakan bagian dari mioglobin . Mioglobin menolong sel otot menyimpan oksigen.Tanpa besi yang cukup,metabolisme tubuh tidak bisa berjalan dengan baik. Jumlah besi dalam badan orang dewasa kira-kira 4-5 gram sedangkan pada bayi kira-kira 400 mg. Bayi baru lahir yang sehat memiliki persediaan zat besi yang cukup sampai ia berusia 6 bulan, sedangkan bayi premature persediaan zat besinya hanya cukup sampai berusia 3 bulan.12 II.1 ABSORPSI BESI Manusia tidak mempunyai mekanisme khusus yang efektif untuk mengeluarkan besi tubuh yang berlebihan, sehingga keseimbangan besi dalam tubuh secara fisiologis diatur dengan mengendalikan absorpsinya, yaitu bila cadangan besi tubuh sudah cukup maka absorpsinya akan menurun, dan sebaliknya bila cadangan besi tubuh menurun absorpsinya akan segera meningkat beberapa kali lipat. Secara normal pertukaran besi dengan lingkungan sangat terbatas yaitu kurang dari 0,05% dari besi tubuh total, baik yang diserap ataupun yang hilang tiap hari melalui deskuamasi epitel kulit, saluran gastrointestinal dan traktus urinarius.9 Ada beberapa mekanisme yang mengatur absorpsi besi di usus halus, yaitu:10
1. Dietary regulator

Mekanisme ini mengatur jumlah besi yang dikonsumsi dari diet. Beberapa hari setelah mengkonsumsi diet yang mengandung cukup besi, sel epitel usus (enterosi) menjadi resisten terhadap besi tambahan yang diberikan kemudian. Mekanisme ini diduga terjadi oleh karena penumpukan besi di dalam enterosit sehingga set-point kebutuhan besi sudah terpenuhi. Dahulu mekanisme ini disebut dengan mucosal block.10

2. Stores regulator

Mekanisme ini membatasi jumlah besi yang akan diabsorpsi sebagai respon terhadap kadar besi tubuh total, mungkin melalui mekanisme di crypt-cell programming sebagai respon terhadap saturasi transferin dengan besi.10 3. Erythropoietic regulator Mekanisme ini tidak berespon terhadap kadar besi, melainkan terhadap kebutuhan eritropoesis. Diduga mekanisme ini melalui soluble signal yang berasal dari sum sum tulang ke usus halus. Kapasitas mekanisme ini lebih besar dari store regulator. Besi yang diabsorpsi terutama di duodenum dan jejunum proksimal, ada dalam bentuk heme dan non-heme. Besi heme terdapat hanya sebagian kecil dari diet tetapi langsung diserap dan sedikit sekali dipengaruhi oleh komponen-komponen lain dalam diet. Sedangkan lebih dari 90% besi dalam diet berupa besi non-heme yang absorpsinya sekitar < 5%, dan dipengaruhi oleh keseimbangan antara faktor penghambat (phytates, tannates, phosphate) dan pemacu atau enhancer (asam amino, asam askorbat).10 II. 2 PENGATURAN BESI DALAM TUBUH Besi adalah nutrien esensial yang diperiukan oleh semua sel-sel tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk mengikat oksigen, sebagai katalisator untuk oksigenasi, hidroksilasi dan proses metabolisme penting lainnya, serta mampu menerima atau melepaskan electron dengan cepat seperti perubahan dari Ferri (Fe2+) menjadi Ferrous (Fe3+) atau sebaliknya. Kemampuan tersebut membuatnya menjadi komponen sitokrom yang berguna untuk metabolisme oksidatif, pertumbuhan dan proliferasi sel-sel tubuh.8,10 Besi bebas sangat toksik terhadap sel karena dapat mengkatalisis perubahan H202 menjadi radikal bebas yang merusak membran sel, protein dan DNA sehingga besi yang disimpan tidak dalam bentuk kation bebas, tetapi sebagai kompleks besi.9 Besi yang telah diabsorpsi, di dalam plasma akan diikat oleh apotransferin menjadi transferin untuk diedarkan ke seluruh sel yang membutuhkan atau disimpan di dalam sel dalam bentuk feritin dan hemosiderin.9 Apotransferin / transferin merupakan protein transport yang terdiri dari 2 lobus yang masing-masing mampu mengikat 2 ion Ferri (Fe2+) yang kemudian membentuk kompleks transferin-besi yang akan ditangkap oleh reseptor transferin.8 Semua sel berinti mempunyai reseptor teranferin dengan jumlah terbesar (300.000-400.000 / sel) dimiliki oleh entroblas. Melalui proses endositosis, kompleks transferin-besi yang telah ditangkap oleh
3

reseptor tersebut masuk ke dalam sel, selanjutnya ikatan besi, transferin dan reseptor akan terlepas karena pengaruh penurunan pH. Besi akan dipakai oleh sel sedangkan reseptor dan transferin dikeluarkan dan dipakai ulang (gambar l)9

Gambar 1. Pengaturan besi dalam tubuh9

Siklus pertukaran besi di dalam tubuh sangat efisien, sekitar 80% besi plasma (24 mg/hari) diambil oleh sistem eritoid di sumsum tulang, yang sebagian besar (17 mg/hari) dipakai untuk membentuk hemoglobin. Sel-sel darah merah akhirnya akan difagositir oleh makrofag sumsum tulang, lien dan hati besi dilepas dari hemoglobin untuk dipakai kembali melalui transferin. Makrofag juga memperoleh besi dari katabolisme sel-sel eritroid yang tidak sempurna sekitar 7 mg/hari. Akhirnya makrofag mengembalikan besi ke dalam plasma yang diikat transferin sebesar 22 mg/hari untuk dimanfaatkan kembali yang jumlahnya hampir sama dengan kebutuhan sistim eritroid.9 Pengeluaran besi dari tubuh yang normal pada bayi 0,3-0,4 mg/ hari ,anak 412 tahun 0,4 1 mg / hari, laki-laki dewasa 1 1.5 mg / hari , wanita dewasa 1 2,5 mg / hari dan wanita hamil 2,7 mg/ hari. Kebutuhan besi pada bayi dan anak lebih besar dari
4

pengeluarannya, kebutuhan seorang anak rata-rata 5 mg/hari , bila ada infeksi dapat meningkat 10 mg/ hari. 12

BAB III PEMBAHASAN

III.1 DEFINISI ANEMIA DEFISIENSI BESI Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang disebabkan kekurangan besi yang diperlukan untuk sintesis hemoglobin8 atau suatu keadaan dimana kadar hemoglobin dalam darah lebih rendah daripada nilai normal untuk kelompok orang yang bersangkutan. Kelompok ditentukan menurut umur dan jenis kelamin, seperti yang terlihat dalam tabel di bawah ini:9 Tabel 1. Batas normal kadar Hb menurut umur dan jenis kelamin Sumber : WHO, 200010 Kelompok Anak Umur 6-59 bulan 5-11 tahun Dewasa 12-14 tahun Wanita > 15 tahun Wanita hamil Laki-laki > 15 tahun Hemoglobin 11,0 11,5 12 12,0 11,0 13,0

Jika simpanan zat besi dalam tubuh seseorang sudah sangat rendah berarti orang tersebut mendekati anemia walaupun belum ditemukan gejala-gejala fisiologis. Simpanan zat besi yang sangat rendah lambat laun tidak akan cukup untuk membentuk sel-sel darah merah di dalam sumsum tulang sehingga kadar hemoglobin terus menurun di bawah batas normal, keadaan inilah yang disebut anemia defisiensi besi.10 Anemia Defisiensi besi ditandai dengan menurunnya saturasi transferin, berkurangnya kadar feritin serum atau hemosiderin sumsum tulang. Secara morfologis keadaan ini diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintesis hemoglobin.10 Defisiensi zat besi tidak menunjukkan gejala yang khas (asimtomatik) sehingga anemia pada anak sukar untuk dideteksi. 9 Seorang anak yang mula-mula berada di
dalam keseimbangan besi kemudian menuju ke keadaan anemia defisiensi besi akan melalui 3 stadium yaitu:10

Stadium I: Hanya ditandai oleh kekurangan persediaan besi di dalam depot. Keadaan ini dinamakan stadium deplesi besi. Pada stadium ini baik kadar besi di dalam serum maupun kadar hemoglobin masih normal. Kadar besi di dalam depot dapat ditentukan
6

dengan pemeriksaan sitokimia jaringan hati atau sumsum tulang. Disamping itu kadar feritin/saturasi transferin di dalam serumpun dapat mencerminkan kadar besi di dalam depot.10 Stadium II: Mulai timbul bila persediaan besi hampir habis. Kadar besi di dalam serum mulai menurun tetapi kadar hemoglobin di dalam darah masih normal. Keadaan ini disebut stadium defisiensi besi.10 Stadium III: Keadaan ini disebut anemia defisiensi besi. Stadium ini ditandai oleh penurunan kadar hemoglobin MCV, MCH, MCHC disamping penurunan kadar feritin dan kadar besi di dalam serum. Besi juga sangat dibutuhkan untuk metabolisme susunan saraf pusat karena peranannya dalam sintesis neurotransmiter, pembentukan mielin dan pertumbuhan otak. Sistim neurotransmiter susunan saraf pusat sangat sensitif terhadap perubahan status besi. Bila kandungan besi total dalam otak berkurang 15% di bawah normal, dapat mengakibatkan gangguan sistim neurotransmiter tersebut. Defisiensi besi selama periode kritis perkembangan otak diduga menyebabkan kerusakan yang ireversibel sehingga mengakibatkan terjadinya keterlambatan perkembangan.5

III.2 EPIDEMIOLOGI ANEMIA DEFISIENSI BESI Prevalens anemia defisiensi besi (ADB) pada anak balita di Indonesia sekitar 40-45%. Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan prevalens anemia defisiensi besi pada bayi 0-6 bulan, bayi 6-12 bulan dan anak balita berturut-turut sebesar 61,3%, 64,8% dan 48,1%. Penelitian kohort terhadap 211 bayi berusia 0 bulan selama 6 bulan dan 12 bulan didapatkan insiden anemia defisiensi besi sebesar 40,8% dan 47,4%. Pada usia balita, prevalens tertinggi defisiensi besi umumnya terjadi pada tahun kedua kehidupan akibat rendahnya asupan besi melalui diet dan pertumbuhan yang cepat pada tahun pertama. Angka kejadian defisiensi besi lebih tinggi pada usia bayi, terutama pada bayi prematur (sekitar 25-85%) dan bayi yang mengkonsumsi ASI secara eksklusif tanpa suplementasi. Penelitian oleh IDAI pada 1.000 anak sekolah di 11 provinsi di indonesia menunjukkan prevalensi anemia sebanyak 20-25% dan jumlah anak yang mengalami defisiensi besi tanpa anemia jauh lebih banyak lagi. Penelitian Dee Pee dkk. (2002), prevalensi anemia pada bayi 3-5 bulan di Jawa barat, Jawa tengah dan Jawa timur adalah 37% pada bayi dengan kadar hemoglobin di bawah 10 g/dl dan 71 % pada bayi dengan kadar hemoglobin di bawah
7

11 g/dl dan bayi berat badan lahir normal dari ibu anemia mempunyai kecenderungan hampir dua kali lipat menjadi anemia dibanding dari ibu yang tidak anemia.8

III.3 ETIOLOGI ANEMIA DEFISIENSI BESI Penyebab Anemia Defisiensi Besi adalah :10,11 1. Asupan zat besi Rendahnya asupan zat besi sering terjadi pada orang-orang yang mengkonsumsi bahan makananan yang kurang beragam dengan menu makanan yang terdiri dari nasi, kacang-kacangan dan sedikit daging, unggas, ikan yang merupakan sumber zat besi. Gangguan defisiensi besi sering terjadi karena susunan makanan yang salah baik jumlah maupun kualitasnya yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, distribusi makanan yang kurang baik, kebiasaan makan yang salah, kemiskinan dan ketidaktahuan.10,11 2. Penyerapan zat besi Diet yang kaya zat besi tidaklah menjamin ketersediaan zat besi dalam tubuh karena banyaknya zat besi yang diserap sangat tergantung dari jenis zat besi dan bahan makanan yang dapat menghambat dan meningkatkan penyerapan besi.10,11 3. Kebutuhan meningkat Kebutuhan akan zat besi akan meningkat pada masa pertumbuhan seperti pada bayi, anak-anak, remaja, kehamilan dan menyusui. Kebutuhan zat besi juga meningkat pada kasus-kasus pendarahan kronis yang disebabkan oleh parasit.9,10,11 4. Kehilangan zat besi Kehilangan zat besi melalui saluran pencernaan, kulit dan urin disebut kehilangan zat besi basal. Pada wanita selain kehilangan zat besi basal juga kehilangan zat besi melalui menstruasi. Di samping itu kehilangan zat besi disebabkan pendarahan oleh infeksi cacing di dalam usus.9,10,11 Penyebab Anemia Defisiensi Menurut Umur10 1. Bayi di bawah umur 1 tahun - Persediaan besi yang kurang karena berat badan lahir rendah atau lahir kembar. 2. Anak berumur 1-2 tahun - Masukan (intake) besi yang kurang karena tidak mendapat makanan tambahan (hanya minum susu)
8

- Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang/menahun - Malabsorbsi - Kehilangan berlebihan karena perdarahan antara lain karena infestasi parasit 3. Anak berumur 2-5 tahun - Masukan besi kurang karena jenis makanan kurang mengandung Fe-heme - Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang/menahun. - Kehilangan berlebihan karena perdarahan antara lain karena infestasi parasit 4. Anak berumur 5 tahun masa remaja - Kehilangan berlebihan karena perdarahan antara lain karena infestasi parasit dan poliposis. 5. Usia remaja dewasa - Pada wanita antara lain karena menstruasi berlebihan. Penelitian di negara berkembang mengemukakan bahwa bayi yang lahir dari ibu yang menderita anemia kemungkinan akan menerima anemia gizi, mempunyai berat badan lahir rendah, prematur dan meningkatnya mortalitas (Academy of sciences, 1990). III.4 GEJALA KLINIS Penemuan ini dapat menerangkan terjadinya iritabilitas, daya persepsi dan perhatian yang berkurang, sehingga menurunkan prestasi belajar.10 Rasa lemah, letih, hilang nafsu makan, menurunnya daya konsentrasi dan nafsu makan atau pening juga merupakan gejala awal anemia. Pada kasus yang lebih parah, sesak nafas disertai gejala lemah jantung dapat terjadi.10,11 Anak yang menderita anemia defisiensi besi lebih mudah terserang infeksi karena defisiensi besi dapat menyebabkan gangguan fungsi neutrofil dan berkurangnya sel limfosit T yang penting untuk pertahanan tubuh terhadap infeksi. Perilaku yang aneh berupa pika, yaitu gemar makan atau mengunyah benda tertentu antara lain kertas, kotoran, alat tulis, pasta gigi, es dan lain-lain, timbul sebagai akibat adanya rasa kurang nyaman di mulut. Rasa kurang nyaman ini disebabkan karena enzim sitokrom oksidase yang terdapat pada mukosa mulut yang mengandung besi berkurang. Dampak kekurangan besi tampak pula pada kuku berupa permukaan yang kasar, mudah terkelupas dan mudah patah. Bentuk kuku seperti sendok ( spoonshaped nails) yang juga disebut sebagai kolonikia terdapat pada 5,5% kasus anemia defisiensi besi.11
9

Koilonikia (kuku sendok)7 Pada saluran pencernaan, kekurangan zat besi dapat menyebabkan gangguan dalam proses epitialisasi. Papil lidah mengalami atropi. Pada keadaan anemia defisiensi besi berat, lidah akan memperlihatkan permukaan yang rata karena hilangnya papil lidah. Mulut memperlihatkan stomatitis angularis dan ditemui gastritis pada 75% kasus anemia defisiensi besi.10

Atrofi glositis (Lidah halus)7

10

Angular cheilitis (ulkus sudut mulut)7

III.5 PEMERIKSAAN KADAR HEMOGLOBIN The American Academy of Pediatrics (AAP) dan CDC di Amerika

menganjurkan melakukan pemeriksaan hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct) setidaknya satu kali pada usia 9-12 bulan dan di ulang 6 bulan kemudian pada usia 15-18 bulan atau pemeriksaan tambahan setiap 1 tahun sekali pada usia 2-5 tahun. Pemeriksaan tersebut dilakukan pada populasi dengan resiko tinggi seperti bayi dengan kondisi prematur, berat lahir rendah, riwayat mendapat perawatan lama di unit neonatologi, dan anak dengan riwayat perdarahan, infeksi kronis, etnik tertentu dengan prevalens anemia yang tinggi, mendapat asi eksklusif tanpa suplementasi, mendapat susu sapi segar pada usia dini, dan faktor resiko sosial lain. Pada bayi prematur atau dengan berat lahir rendah yang tidak mendapat formula yang difortifikasi besi perlu dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan hemoglobin sebelum usia 6 bulan.2 Pada anak usia sekolah (5-12 tahun) dan remaja laki-laki, CDC hanya merekomendasikan pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit pada individu yang memiliki riwayat anemia defisiensi besi. Pada usia remaja, skrining dapat dilakukan satu kali antara usia 11-21 tahun. Skrining dapat diulang setiap 5-10 tahun, kecuali pada remaja perempuan yang telah menstruasi dan mempunyai resiko tinggi, skrining dapat diulang setahun sekali. Indonesia merupakan salah satu negara dengan prevalens anemia yang tinggi dan mempunyai kemungkinan etiologi yang beragam. Oleh karena itu, jika dari hasil pemantauan ditemukan anemia, maka perlu dicari penyebabnya.2

III.6 PENATALAKSANAAN Pengobatan sudah harus dimulai pada stadium dini untuk mencegah terjadinya anemia defisiensi besi yang akan memberikan dampak negatif yang lebih berat pada tumbuh-kembang anak12 1. Medikamentosa
11

Badan kesehatan dunia WHO telah merekomendasikan program berskala besar pemberian suplementasi besi harian untuk mengurangi prevalensi anemia defisiensi besi pada daerah risiko tinggi. Namun demikian, anemia defisiensi besi masih umum terjadi di sebagian besar belahan dunia, khususnya pada anak-anak di negara berkembang.5 Ketidakpatuhan minum tablet besi adalah masalah utama strategi ini karena efek samping pada saluran cerna dan sulitnya memotivasi untuk meminum tablet besi setiap hari dalam jangka waktu yang lama.5 Suplementasi besi mingguan sebagai pengganti suplementasi besi harian telah didiskusikan secara luas di negara-negara berkembang, karena absorbsi besi yang lebih besar pada penelitian binatang dan didapat efek samping yang lebih kurang.
5

Berbagai penelitian mengenai suplementasi besi pada anak dengan ADB juga mendapatkan bahwa suplementasi besi mingguan atau 2 kali seminggu sama efektifnya dengan suplementasi besi harian dalam pengobatan ADB, walaupun ada pengurangan 30%-70% dalam dosis kumulatifnya. Dasar penelitian, pada pengamatan terhadap absorbsi dan transport besi yang berkurang pada pemberian besi harian karena terjadi kelebihan besi dalam sel-sel usus sehingga terjadi blok mukosa. Teori
10

lain menyebutkan, absorbsi besi terjadi lebih besar bila diberikan pada saat baru terbentuknya mukosa usus yang terjadi setiap 5-6 hari, sehingga pemberian suplementasi besi mingguan menjadi efektif. Hal-hal inilah yang dapat menjelaskan mengapa suplementasi besi mingguan sama efektifnya dengan suplementasi harian.
6

Dosis dan lama pemberian suplementasi besi (Rekomendasi A)4 Usia (tahun) Bayi*: BBLR (<2.500 gram) Cukup bulan Dosis besi elemental 3 mg/kg BB/ hari 2 mg/ kg BB/ hari Lama pemberian Usia 1 bulan sampai 2 tahun Usia 4 bulan sampai 2 tahun

2-5 (balita) >5-12 (Usia sekolah) 12-18 (remaja)

1 mg/kg BB/ hari 1 mg/ kg BB/ hari 60 mg/ hari#


12

2x/ minggu selama 3 bulan berturut-turut setiap tahun 2x/ minggu selama 3 bulan berturut-turut setiap tahun 2x/ minggu selama 3 bulan

berturut-turut setiap tahun

Keterangan :* Dosis maksimum untuk bayi :15 mg/hari, dosis tunggal # khusus remaja perempuan ditambah 400 mikrogram asam folat

2. Tranfusi Darah10,11 Tranfusi darah hanya dilakukan bila kadar hemoglobin kurang dari 6 g/dl atau kadar hemoglobin 6g/dl disertai lemah,gagal jantung,infeksi berat atau akan menjalani oprasi. Diberikan packed red cells (PRC) dosis 10-15ml/kgBB. Atau (Hbdinginkan Hb sekarang) x 4 x kgBB. (Recht, 1999)
3. Suportif 11

Makanan gizi seimbang terutama yang mengandung kadar besi tinggi yang bersumber dari hewani (limfa,hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan)
4. Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya )11

Ke sub bagian terkait dengan etiologi dan komplikasi (Gizi, Infeksi,Pulmonologi, Gastro-Hepatologi, Kardiologi )

III.7 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN ANEMIA DEFISIENSI BESI Dapat dilakukan antara lain dengan cara:9,10 1. Pendididikan gizi Pendidikan gizi merupakan hal yang penting dalam pencegahan defisiensi besi.ASI merupakan besi yang kurang dibandingkan dengan susu sapi. Tetapi penyerapan /bioaavailabilitasnya lebih tinggi ( 50% ) dari susu sapi. Bahkan susu sapi dapat menghambat penyerapan besi yang berasal dari sumber makanan lain. Karenanya pemberian ASI eksklusif perlu digalakkan dengan memberi pula makanan tambahan sesuai dengan usia.9,10 2. Meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan Mengkonsumsi pangan hewani dalam jumlah cukup. Namun karena harganya cukup tinggi sehingga masyarakat sulit menjangkaunya. Untuk itu diperlukan
13

alternatif yang lain untuk mencegah anemia gizi besi. Memakan beraneka ragam makanan yang memiliki zat gizi saling melengkapi termasuk vitamin yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi, seperti vitamin C. Peningkatan konsumsi vitamin C sebanyak 25, 50, 100 dan 250 mg dapat meningkatkan penyerapan zat besi sebesar 4 - 5 kali. Buah-buahan segar dan sayuran sumber vitamin C, namun dalam proses pemasakan 50 - 80 % vitamin C akan rusak.Mengurangi konsumsi makanan yang bisa menghambat penyerapan zat besi seperti : fitat,fosfat, tannin.9,10 3. Suplementasi zat besi Pemberian suplemen besi menguntungkan karena dapat memperbaiki status hemoglobin dalam waktu yang relatif singkat. Di Indonesia pil besi yang umum digunakan dalam suplementasi zat besi adalah ferous sulfat.10 Efek sam ping dari pemberian besi feroral adalah mual, ketidak nyamanan epigastrium, kejang perut, konstipasi dan diare. Efek ini tergantung dosis yang diberikan dan dapat diatasi dengan mengurangi dosis dan meminum tablet segera setelah makan atau bersamaan dengan makanan.10 4. Fortifikasi zat besi Fortifikasi adalah penambahan suatu jenis zat gizi ke dalam bahan pangan untuk meningkatkan kualitas pangan . Kesulitan untuk fortifikasi zat besi adalah sifat zat besi yang reaktif dan cenderung mengubah penampilan bahan yang di fortifikasi. Sebaliknya fortifikasi zat besi tidak mengubah rasa, warna, penampakan dan daya simpan bahan pangan. Selain itu pangan yang difortifikasi adalah yang banyak dikonsumsi masyarakat seperti tepung gandum untuk pembuatan roti.9,10 5. Penanggulangan penyakit infeksi dan parasit Penyakt infeksi dan parasit merupakan salah satu penyebab anemia gizi besi. Dengan menanggulangi penyakit infeksi dan memberantas parasit diharapkan bisa meningkatkan status besi tubuh.

III.8 AKIBAT ANEMIA DEFISIENSI BESI Akibat-akibat yang merugikan kesehatan pada individu yang menderita anemi gizi besi adalah: 1. Bagi bayi dan anak (0-9 tahun) a. Gangguan koordinasi. b. Gangguan perkembangan dan kemampuan belajar.
14

c. Gangguan pada psikologis dan perilaku 2.Remaja (10-19 tahun) a. Gangguan kemampuan belajar b. Penurunan kemampuan bekerja dan aktivitas fisik c. Dampak negatif terhadap sistem pertahanan tubuh dalam melawan penyakit infeksi 3.Orang dewasa pria dan wanita a. Penurunan kerja fisik dan pendapatan. b. Penurunan daya tahan terhadap keletihan 4.Wanita hamil a. Peningkatan angka kesakitan dan kematian ibu b. Peningkatan angka kesakitan dan kematian janin c. Peningkatan resiko janin dengan berat badan lahir rendah dan gangguan perkembangan motorik

BAB IV KESIMPULAN Anemia defisiensi besi adalah suatu keadaan kadar hemoglobin di dalam darah lebih rendah daripada nilai normal.9 Penyebab anemia defisiensi besi sangat banyak diantaranya : pengadaan zat besi yang tidak cukup, berat badan lahir rendah, ibu mengandung menderita anemia. Selain itu absorbsi yang kurang karena infeksi cacing yang memperberat anemia. Faktor-faktor lain turut pula mempengaruhi seperti faktor sosial ekonomi, pendidikan, pola makan, fasilitas kesehatan dan faktor budaya.9 Pengaruh anemia pada balita diantaranya adalah penurunan kekebalan tubuh dimana terjadi penurunan kemampuan sel humoral dan seluler di dalam tubuh. Hal ini mengakibatkan anak mudah terkena infeksi. Terhadap fungsi kognitif terjadi pula penurunan sehingga

15

kecerdasan anak berkurang, kurang perhatian dan prestasi belajar terganggu. Hal ini akan melemahkan anak sebagai generasi penerus.9 Upaya penanggulangan anemia defisiensi besi diprioritaskan pada kelompok rawan yaitu balita, anak usia sekolah, ibu hamil dan menyusui, wanita usia subur termasuk remaja putri dan pekerja wanita. Upaya pencegahan efektif untuk menanggulangi anemia defisiensi besi adalah dengan pola hidup sehat dan upaya-upaya pengendalian faktor penyebab dan predisposisi terjadinya anemia defisiensi besi yaitu berupa penyuluhan kesehatan, memenuhi kebutuhan zat besi pada masa pertumbuhan cepat, infeksi kronis/berulang pemberantasan penyakit cacing dan fortifikasi besi.

DAFTAR PUSTAKA 1. Behrman, Kliegman, Arvin: Ilmu Kesehatan Anak,Nelson, Vol.2,1069-1071, 1996. 2. Rekomendasi IDAI suplementasi besi pada bayi dan anak, 2011 3. Gambaran Hematologi Anemia Defisiensi Besi pada Anak, Sari Pediatri, Vol. 4, No.3, Desember 2002 4. Hubungan antara Anemia dengan Perkembangan Neurologi Anak Usia 12-24 bulan 5. Efektifitas Suplementasi Besi Harian Dibandingkan Mingguan pada Anemia Defisiensi Besi Anak Umur 5 11 Tahun 6. http://kesehatan.kompasiana.com/ibu-dan-anak/2010/09/27/anemia-defisiensi-besi/ 7. Bidasari Lubis. 2008. Pencegahan anemia defisiensi besi sejak bayi sebagai salah satu upaya optimalisasi fungsi kognitif anak pada usia sekolah dalam pidato pengukuhan
16

jabatan guru besar tetap dalam bidang ilmu kesehatan anak pada fakultas kedokteran universitas sumatera utara. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/717 8. Anemia defisiensi besi pada balita http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/3723 9. Maria Abdulsalam, Albert Daniel Diagnosis, Pengobatan dan Pencegahan Anemia Defisiensi Besi. http://www.idai.or.id/saripediatri/pdfile/4-2-7.pdf
10. Ringoringo HP, Endang Windiastuti, Profil Parameter Hematologik dan Anemia

Defisiensi Zat Besi Bayi Berumur 0-6 Bulan di RSUD Banjarbaru, Sari Pediatri, Vol. 7, No. 4, Maret 2006: 214 218. http://www.idai.or.id/saripediatri/pdfile/7-4-7.pdf 11. Masrizal, ANEMIA DEFISIENSI BESI. http://www.jurnalkesmas.com/index.php/kesmas/article/download/66/55
12. Anemia defisiensi besi, SMF Ilmu Kesehatan Anak RSU Dr. Pirngadi Medan

17

Anda mungkin juga menyukai