Anda di halaman 1dari 2

Pelajaran Tentang Intan

Beberapa jam yang lalu baru saja mengalami sebuah pengalaman* yang out of the box sekali. Yah, meskipun outof the box-nya ngawur, namun paling tidak ada sisi positifnya. Entah mengapa, atau mungkin karena pengalaman yang baru saja itu, saya jadi teringat sebuah pelajaran dari Pak Lukito beberapa pekan lalu saat mengisi sebuah sesi dalam sebuah acara di fakultas. Tentang intan..

Mengingat pelajaran tentang intan. Kita tahu, intan adalah karbon. Arang, yang hitam itu juga dikatakan karbon. Kalau kita melihat karbon dari sudut pandang arang, mungkin yang terbayang adalah kotor, dan tidak begitu bernilai. Tetapi coba kita lihat intan, dia bernilai, berharga mahal, dan hampir setiap orang tidak akan menolak jika diberi. Bahkan sebagian orang rela menukar dengan harta yang banyak untuk mendapatkan batu mulia tersebut.

Sekarang mari kita tengok, bagaimana bisa? Keduanya sama-sama karbon, tetapi memiliki nilai yang berbeda bahkan sangat jauh nilainya. Mengapa bisa begitu? Jawabannya tentu saja karena prosesnya. Intan mengalami proses dengan tekanan dan suhu ekstrem dalam waktu yang tidak sebentar. Perlakuan, tempaan inilah yang membuat sebongkah karbon ini tak lagi jadi hanya sembarang karbon. Dia bernilai dan berharga.

Kerap kali karbon dianalogikan dengan manusia. Manusia, semakin ditempa, semakin dia mendapat cobaan yang ekstrem, dia akan berubah menjadi sebuah pribadi yang jauh lebih berharga dan berkualitas. Saya pribadi sejalan dengan pemikiran ini. Bahkan beberapa kali saya benar-benar merasakan sensasi perubahan karena kondisi ekstrem semacam ini. Bahwa problem-problem dalam kehidupan itu adalah benar-benar sebagai tempaan bagi diri kita yang output-nya adalah pribadi yang lebih berkualitas. Namun saya punya satu poin di sini: kita bukan batu! Kalau intan sudah mencapai fasenya sebagai intan, selesai sudah. Selamanya akan jadi intan. Tetapi kita manusia, dinamika kehidupan akan terus berlaku pada diri kita. Steady state tak akan pernah benar-benar kita alami sebelum kematian datang. Selesainya suatu problem atau beberapa problem sekaligus bukanlah suatu titik selesai yang hakiki. Justru pada saat itu waktu luang, adalah saat-saat yang rawan bagi kita untuk kembali ke fase semula karena kelalaian ataupun karena memperturutkan kemauan diri dan tidak mempedulikan tanggung jawab yang akan datang.

Beberpa waktu yang lalu, benar-benar saya alami. Bahwa waktu luang itu adalah sesuatu yang benar-benar sangat mematikan. Ternyata, situasi di luar zona nyaman itu harus terus-menerus kita pertahankan agar kecepatan pikiran dan perjalanan hidup ini bisa kita pertahankan dalam keadaan yang stabil. Kalau kita melihat motor, dari berhenti untuk mencapai kecepatan tetentu dibutuhkan tenaga yang besar. Berbeda dengan untuk mempertahankan kecepatan tertentu. Begitu pula kita, saat dinamika kehidupan dan lintasan pikiran ini mulai melambat, untuk mempercepatnya lagi butuh energi ekstra. Bahkan mungkin untuk mencapai keadaan semula yang telah susah payah dicapai, berkali-kali ditemui kegagalan karena lemahnya tekad dan kuatnya gangguan dari luar.

Jadi, untuk kita, pejuang kehidupan, rehat itu perlu. Tetapi mengetahui keadaan dan kapasitas diri adalah sesuatu yang sangat vital untuk menjaga agar proses untuk mencapai kondisi dinamis sebelumnya tidak terlampau sulit atau bahkan tidak mungkin.

*menyelesaikan beberapa unit laporan praktikum dalam sehari semalam.

Anda mungkin juga menyukai