Anda di halaman 1dari 6

Pati merupakan sumber polisakarida kedua setelah selulosa yang jumlahnya melimpah pada tanaman.

Pati dikumpulkan di dalam kloroplas dankromatofora, disimpan sebagai suatu cadangan energy pada akar, biji, dan akar umbi sebagai suatu parrtikel kecil yang dikenal dengan granula (Betancur dan Chel, 1997 ). Pati merupakan butiran atau granula yang berwarna putih mengkilat, tidak berbau, dan tidak mempunyai rasa (Brautlecht, 1953). Pada dasarnya pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan -glikosidik. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi yang larut dalam air disebut amilosa dan fraksi yang tidak larut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur linear dengan ikatan -1,4-Dglukosa, sedangkan amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan -1,6-D-glukosa sebanyak 45% dari berat total (Davidson, 1967). Metode yang umum dilakukan untukpembuatan hidrolisat pati menjadi glukosa dapat dilakukan dengan bantuan asam atau enzim pada waktu, suhu, dan pH tertentu. Berbagai cara hidrolisis pati telah banyak dikembangkan diantaranya yaitu hidrolisis asam, hidrolisis enzim, dan kombinasi asam dan enzim (Tjokroadikoesomo, 1986). Pembuatan hidrolisat dari pati melalui hidrolisis enzimatik terdapat tiga tahapan hidrolisis enzimatik yaitu: tahap gelatinisasi, likuifikasi, dan sakarifikasi. Tahap gelatinisasi merupakan pembentukan suspensi kental dari granula pati, tahap likuifikasi yaitu proses hidrolisis pati parsial yang ditandai dengan menurunnya viskositas dan sakarifikasi yaitu proses lebih lanjut dari hidrolisis untuk menghasilkan glukosa. Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan -1,4 glikosidik oleh enzim -amilase pada bagian dalam rantai polisakarida secara acak sehingga dihasilkan glukosa, maltosa, maltodekstrin dan -limit dekstrin. Pada likuifikasi pati amilase yang biasa digunakan adalah yang memiliki aktifitas tinggi (Chaplin dan Buckle, 1990). -amilase (-1,4-glucan-4-glucohydrolase adalah enzim yang mengkatalisis hidrolisa ikatan 1,4-glikosidik dalam polisakarida dan hasil degradasinya (Robyt dan Whelan, 1968). Pada proses liquifikasi, -amilase hanya akan memecah ikatan -1,4 yang terdapat pada amilosa menghasilkan polimer yang dikenal sebagai dekstrin. Ikatan -1,6 dalam amilopektin tidak bisa dihidrolisis oleh enzim ini (Meyer 1973). Ditambahkan Kulp (1975), -amilse pada amilopektin menghasilkan glukosa, maltosa, dan oligosakarida dengan jumlah monomer 4 atau lebih yang semuanya mempunyai ikatan -1,6-glikosidik. (Pazur, 1965) Setelah terjadi likuifikasi, selanjutnya bahan akan mengalami proses sakarafikasi oleh enzim amiloglukosidase. Amiloglukosidase merupakan eksoenzim yang terutama memecah ikatan -(1,4) dan -(1,6) secara lambat dengan melepaskan unit-unit glukosa dari ujung non reduksi molekul amilosa dan amilopektin untuk memproduksi 6-D-Glukosa. Pada kondisi yang sesuai, enzim amiloglukosidase ditambahkan dengan dosis berkisar 1.65-1.80 ml enzim / kg pati atau dengan dosis sebesar 200 U/kg pati (Chaplin dan Buckle, 1990). Pati dapat dihidrolisis (konversi) menjadi glukosa oleh adanya aktifitas enzim glukoamilase. Glukoamilase (-1,4-glukan-glukohidrolase) adalah suatu enzim pengurai dari sisi luar, dimana memisahkan glukosa dari bagian akhir non reduksi suatu polimer pati. Enzim ini dapat dihasilkan oleh A. niger yang secara terpisah dimurnikan dengan teknik kromatografi

konvensional. Glukoamilase atau yang biasa disebut amiloglukosidase mampu memecah ikatan -1-4 dalam amilosa, amilopektin, dan glikogen dari ujung gula non pereduksi (Manunjat et al. 1983). Enzim ini juga dapat menghidrolisis ikatan -1,6 meskipun pemecahannya lambat. Hidrolisis asam dapat digunakan untuk memecah komponen polisakarida menjadi monomer-monomer. Proses hidrolisis yang sempurna akan memecah selulosa dan pati menjadi glukosa, sedangkan hemiselulosa akan terpecah menjadi pentosa dan heksosa. Asam sulfat (H2SO4) dan asam klorida (HCl) merupakan asam yang dapat digunakan sebagai katalis dalam proses hidrolisis. Tjokroadikoesoemo (1986) menyatakan pada bahan mengandung pati, hidrolisis merupakan proses pemecahan (penguraian) pati menjadi unit-unit monomer gula. Hidrolisis pati dapat dilakukan dengan bantuan asam atau dengan enzim pada waktu, suhu, dan pH tertentu. Beberapa polisakarida biasanya terhidrolisis oleh asam mineral, seperti H2SO4 dan HCl. Selain asam mineral, asam-asam organik seperti asam oksalat, asam trikloroasetat, dan asam trifluoroasetat juga dapat dimanfaatkan sebagai katalis dalam proses hidrolisis pati. Hidrolisis asam merupakan proses yang berlangsung secara acak dan tidak terpengaruh dengan adanya ikatan -1,6-glikosidik. Pemotongan rantai pati oleh asam tidak teratur dibandingkan pemotongan rantai oleh enzim, sehingga hasilnya adalah campuran antara dekstrin, maltosa, dan glukosa (Chaplin dan Buckle, 1990). Manfaat dari produk hidrolisat gula adalah dalam pembuatan bioetanol, Bioetanol adalah salah satu dari biofuel. Boetanol (C2H5OH) merupakan cairan biokimia yang dihasilkan melalui proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme (Ristek, 2006). Keunggulan dari produk hidrolisat gula ini adalah dengan rekayasa proses bahan yang mengandung pati dapat dikonversi menjadi glukosa dengan bantuan enzim dan asam, produk hidrolisat gula ini memberikan nilai tambah sehingga kebutuhan akan gula sebagai sumber energy dapat terpenuhi dengan memperhatikan efektifas dan efisiensi produk yang dihasilkan selain produk hidrolisat pati juga dapat dijadikan sebagai bahan baku dalam pembuatan bioetanol dan dapat dijadikan sumber bahan bakar bensin yang nilai tambahnya semakin tinggi karena dapat dijadikan sebagai sumber energy terbarukan yang akan memenuhi kebutuhan manusia. Dalam pengujian maltodekstrin katalis enzim harus dibekukan terlebih dahulu adalah bertjuan untuk inaktivasi. Aktivitas enzim akan menurun seiring dengan menurunnya suhu disebabkan oleh rendahnya energi kinetik molekul enzim substrat Enzim mempercepat terjadinya reaksi kimia pada suatu sel hidup. Dalam batas-batas suhu tertentu, kecepatan reaksi yang dikatalisis enzim akan naik bila suhunya naik. Re aksi yang paling cepat terjadi pada suhu optimum (Rodwell, 1988). Oleh karena itu, penentuan suhu optimum aktivitas enzim sangat perlu karena apabila suhu terlalu rendah maka kestabilan enzim tinggi tetapi aktivitasnya rendah, sedangkan pada suhu tinggi aktivitas enzim tinggi tetapi kestabilannya rendah (muchtadi, 1992). Namun, kecepatannya akan menurun drastis pada suhu yang lebih tinggi. Hilangnya aktivitas pada suhu tinggi karena terjadinya perubahan konformasi

panas (denaturasi) enzim.Kebanyakan enzim tidak aktif pada suhu sekitar 55-600C (Rabyt, 1987). Derajat Polimerisasi (DP) adalah menyatakan jumlah unit monomer dalam satu molekul. Unit monomer dalam pati adalah glukosa sehingga maltosa memiliki DP 2 dan DE 50 (Wurzburg, 1989). Dan merupakan perbandingan total gula dengan total gula pereduksinya. Dextrose Equivalen (DE) merupakan ukuran kualitas dari produk hidrolisis pati yang menyatakan perbandingan jumlah gula reduksi dengan berat berat keringnya . Dekstrosa ekivalen (DE) adalah besaran yang menyatakan nilai total pereduksi dari pati atau produk modifikasi pati dalam satuan persen. Pada hidrolisis sempurna, pati seluruhnya dikonversikan menjadi dekstrosa dengan nilai DE-nya 100 sedangkan pati yang sama sekali tidak terhidolisis DE-nya 0. Nilai DE maltodekstrin berkisar antara 3 20. Maltodekstrin dengan DE yang rendah bersifat non-higroskopis, DE yang rendah menunjukkan kecenderungan rendahnya penyerapan uap air. Maltodekstrin dengan DE tinggi cenderung menyerap air (higroskopis) (Luthana, 2008). Bahas data

Dasar Penyiapan Larutan dan Kurva Standar Dasar penyiapan larutan sampel untuk uji gula pereduksi (DNS) Gula reduksi adalah semua gula yang memiliki kemampuan untuk mereduksi dikarenakan adanya gugus aldehid atau keton bebas. Aldehid dapat teroksidasi langsung melalui reaksi redoks. Namun, gugus keton tidak dapat teroksidasi secara langsung, gugus keton, tetapi harus diubah menjadi aldehid dengan perpindahan tautomerik yang memindahkan gugus karbonil ke bagian akhir rantai. Monosakarida yang termasuk gula reduksi antara lain glukosa, fruktosa, gliseraldehida, dan galaktosa. Untuk disakarida, contohnya adalah laktosa dan maltosa. Sedangkan yang termasuk gula non-reduksi adalah sukrosa. Gula non-reduksi dicirikan dengan tidak adanya struktur rantai terbuka, sehingga tidak rentan terhadap proses oksidasi reduksi. Pada polimer glukosa seperti amilum dan turunan amilum (maltodextrin dan dextrin), makromolekulnya dimulai dengan gula reduksi. Umumnya gula pereduksi yang dihasilkan berhubungan erat dengan aktifitas enzim, dimana semakin tinggi aktifitas enzim maka semakin tinggi pula gula pereduksi yang dihasilkan. Persentase gula reduksi di dalam turunan amilum/pati disebut dengan dextrose equivalent (DE). (Lehninger, 1997) Metode penentuan komposisi gula reduksi dalam sampel yang mengandung karbohidrat yang digunakan adalah menggunakan pereaksi asam dinitro salisilat / 3,5dinitrosalicylic acid. Metode ini adalah metode kimiawi. DNS merupakan senyawa aromatis yang akan bereaksi dengan gula reduksi maupun komponen pereduksi lainnya untuk membentuk 3-amino-5-nitrosalicylic acid, suatu senyawa yang mampu menyerap dengan kuat radiasi gelombang elektromagnetik pada 540 nm. Semakin banyak komponen pereduksi yang terdapat dalam sampel, maka akan semakin banyak pula molekul 3-amino-5-nitrosalicylic acid yang terbentuk dan mengakibatkan serapan semakin tinggi. (Lehninger, 1997) Reaksi dengan DNS yang terjadi merupakan reaksi redoks pada gugus aldehid gula dan teroksidasi menjadi gugus karboksil. Sementara itu DNS sebagai oksidator akan tereduksi membentuk 3-amino dan 5-nitrosalicylic acid. Reaksi ini berjalan dalam suasana basa. Bila terdapat gula reduksi pada sampel, maka larutan DNS yang awalnya berwarna kuning akan bereaksi dengan gula reduksi sehingga menimbulkan warna jingga kemerahan. (Lehninger, 1997) Dalam pembuatan reagen DNS, kita perlu menambahkan NaOH ke dalam larutan yang bertujuan untuk memberikan suasana basa. Karena nantinya reaksi dari reagen DNS ini bekerja pada suasana basa. Selain menambahkan NaOH, juga ditambahkan kalium natrium tartrat 40% (Rochelle Salt). Fungsi dari penambahan ini adalah untuk menstabilkan warna yang terbentuk pada saat reaksi terjadi yaitu merah bata/kecoklatan. Di samping itu, kadang juga diperlukan pemanasan untuk membantu mempercepat jalannya reaksi. Karena nantinya yang akan diukur adalah absorbansi dari warna yang terbentuk tersebut dengan spektrofotometri pada panjang gelombang 575 nm. (Sastrohamidjojo, 2005) Kandungan total gula (Fenol H2SO4 pekat) digunakan untuk menetapkan total gula semua bahan pangan. Sebelumnya contoh harus disiapkan seperti pada persiapan contoh untuk

analisis gula. Gula sederhana, oligosakarida, polisakarida, dan turunannya dapat bereaksi dengan fenol dalam asam sulfat pekat menghasilkan warna oranye kekuningan yang stabil. Perhitungan menggunakan metode fenol adalah konsentrasi gula dalam contoh ditentukan dengan menggunakan kurva standar (hubungan antara konsentrasi gula standar dengan absorbans) dan memperhitungkan pengenceran yang dilakukan. Rumus perhitungannya dapat ditulis sebagai berikut. Total gula (%) = ((GxFP)/W)x100 Dimana: G = konsentrasi gula dari kurva standar (gram) FP = faktor pengenceran W = berat contoh (gram)

Dapus

Lehninger, A.L. 1997. Dasar-dasar Biokimia (edisi ke-Jilid 1, diterjemahkan oleh M. Thenawidjaja). Jakarta: Erlangga. Sastrohamidjojo, Hardjono. 2005. Kimia Organic, Sterokimia, Lemak, dan Protein. Yogyakarta :Gadjah Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai