Anda di halaman 1dari 2

HANDOUT FARMAKOLOGI Dimas Alan Setiawan G0010060 I.

Reaksi Hipersensistivitas Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktifitas atau sensitivitas terhadap antigen yang pernah dipajankan atau pernah dikenal sebelumnya. Komponen2 imun yang berkerja pada respon imun protektif sama dengan yang ada pada reaksi hipersensitivitas. Reaksi hipersensitivitas dibagi menjadi berbagai cara diantaranya : A. Reaksi hipersensitivitas berdasarkan waktu timbulnya reaksi 1. Reaksi cepat - Terjadi dalam hitungan detik hilang dalam 2 jam. - Ikatan silang antara alergen dengan IgE menginduksi sel mast melepaskan mediator vasoaktif. - Manifestasi berupa anafilaksis lokal atau anafilaksis sistemik. 2. Reaksi intermediate - Terjadi setelah beberapa jam dan menghilang dalam 24 jam. - Melibatkan kompleks imun IgG dan kerusakan jaringan melalui aktivasi komplemen dan atau sel NK/ADCC. - Manifestasi Reaksi berupa : i. Reaksi transfusi darah, eritroblastosis foetalis dan anemia hemofilik autoimun. ii. Reaksi arthus lokal dan reaksi sistemik seperti serum sickness, vaskulitis nekrotis, glomerulonefritis, atritis reumatoid dan LES. 3. Reaksi lambat - Terjadi 48 jam setelah pajanan. - Pajanan antigen dengan sel Th. Pada DTH, sitokin yang dilepas sel T mengaktifkan sel efektor makrofag yang menimbulkan kerusakan jaringan. - Contohnya dermatitis kontak, reaksi M. Tuberculosis , dan reaksi penolakan tandur. B. Reaksi hipersensitivitas berdasarkan mekanisme imunologis (Gell dan Coombs) 1. Reaksi Hipersensitivitas Tipe I - Disebut juga reaksi cepat, reaksi alergi atau anafilaksis timbul segera setelah pajanan. Alergi diartikan sebagai perubahan reaktivitas organisme - Reaksi ini menimbulkan respon imun berupa produksi IgE melalui beberapa fase yaitu : i. Fase sensitasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikat silang oleh reseptor spesifik pada permukaan sel mast/ basofil ii. Fase aktivasi yaitu waktu yang diperlukan ketika pajanan ulang dengan antigen spesifik dan sel mast/ basofil melepaskan isinya. Hal ini terjadi karena ikatan silang iii. Fase efektor yaitu waktu terjadi respon kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator2 yang dilepas sel mast/basofil dengan aktivitas farmakologik. - Mediator pada reaksi ini diantaranya histamin, prostaglandin, leukotrien dan sitokin.

- Manifestasi klinik: Rinitis alergi, asma bronkiale, dermatitis atopi, reaksi sistemik yang fatal yaitu anafilaksis dan reaksi peseudoalergi tanpa melibatkan IgE. 2. Reaksi Hipersensitivitas tipe II - Disebut juga reaksi sitolitik atau sitotoksik - Melibatkan IgG atau IgM sebagai perantara dan dibantu oleh komplemen atau ADCC , yang menginduksi sel NK untuk lisis sehingga menyebabkan destruksi sel. - Manifestasi klinik : reaksi transfusi, penyakit hemolitik bayi baru lahir, dan anemia hemolitik. 3. Reaksi Hipersensitivitas tipe III - Disebut juga dengan rx kompleks imun. - Dalam keadaan normal kompleks imun dimusnahkan oleh sel fagosit mononuklear, jika ada gangguan fungsi fagosit maka kompleks imun sulit dimusnahkan dan terus ikut dalam sirkulasi. Akan berbahaya ketika terjadi penumpukan kompleks imun atau pengendapan di jaringan. - Kompleks imun mengaktifkan komplemen yang menginduksi sel mast menhgeluarkan mediatornya yang berakibat vasodilatasi dll, yang mengakibatkan keluarnya neutrofil yang juga ditarik oleh kompleks imun ini, selanjutnya neutrofil dirangsang hingga lisis kemudian menimbulkan kerusakan jaringan. - Bentuk reaksi diantaranya : i. Reaksi lokal atau fenomena Arthus ii. Reaksi sistemik atau serum sickness 4. Reaksi Hipersensitivitas tipe IV - Dikenal dengan DTH atau Delayed type hypersensitivity - Terdapat 2 fase yaitu : i. Fase sensitasi : APC mempresentasikan bakteri yang sudah difagosit pada sel CD4+ kemudian melalui sel mediator Sel TDTH yaitu Sel Th1 (umumnya) dan CD8+ (terkadang). ii. Fase efektor : Sel TDTH yang telah tersensitasi mensekresikan sitokin dan kemokin yang memicu makrofag yang istirahat menjadi teraktivasi yang akan mensintesis zat2 yang akan merusak jaringan. - Fase sensitasi membutuhkan 1-2 minggusetelah kontak primer dengan antigen - Manifestasi klinis berupa: dermatitis kontak, hipersensitivitas tuberkulin.

Anda mungkin juga menyukai

  • Serah Terima PPDS - POGI
    Serah Terima PPDS - POGI
    Dokumen2 halaman
    Serah Terima PPDS - POGI
    Grace Kalpika Taruli Siagian
    Belum ada peringkat
  • Profil
    Profil
    Dokumen24 halaman
    Profil
    Grace Kalpika Taruli Siagian
    Belum ada peringkat
  • 21.20 Copy of Obsgyn-1
    21.20 Copy of Obsgyn-1
    Dokumen8 halaman
    21.20 Copy of Obsgyn-1
    Grace Kalpika Taruli Siagian
    Belum ada peringkat
  • Profil
    Profil
    Dokumen24 halaman
    Profil
    Grace Kalpika Taruli Siagian
    Belum ada peringkat
  • Acara
    Acara
    Dokumen1 halaman
    Acara
    Grace Kalpika Taruli Siagian
    Belum ada peringkat
  • Bantuan Hidup Dasar
    Bantuan Hidup Dasar
    Dokumen20 halaman
    Bantuan Hidup Dasar
    Grace Kalpika Taruli Siagian
    Belum ada peringkat
  • Dr. Soerjo Hadijono, DR., SpOG (K)
    Dr. Soerjo Hadijono, DR., SpOG (K)
    Dokumen11 halaman
    Dr. Soerjo Hadijono, DR., SpOG (K)
    Grace Kalpika Taruli Siagian
    Belum ada peringkat
  • Pik
    Pik
    Dokumen11 halaman
    Pik
    Grace Kalpika Taruli Siagian
    Belum ada peringkat
  • Adiksi Situs Jejaring Sosial Online
    Adiksi Situs Jejaring Sosial Online
    Dokumen13 halaman
    Adiksi Situs Jejaring Sosial Online
    Grace Kalpika Taruli Siagian
    Belum ada peringkat
  • Pengaplikasian Single Crystal
    Pengaplikasian Single Crystal
    Dokumen2 halaman
    Pengaplikasian Single Crystal
    Grace Kalpika Taruli Siagian
    Belum ada peringkat
  • TNT PFD
    TNT PFD
    Dokumen3 halaman
    TNT PFD
    Ryuga Hideki
    Belum ada peringkat
  • Aplikasi Single Crystal
    Aplikasi Single Crystal
    Dokumen6 halaman
    Aplikasi Single Crystal
    Grace Kalpika Taruli Siagian
    Belum ada peringkat