Anda di halaman 1dari 11

KEBIJAKAN TERINTEGRASI DALAM PELAYANAN OBSTETRI

NEONATAL EMERGENSI KOMPREHENSIF (PONEK)


DI RUMAH SAKIT

Soerjo Hadijono

Meskipun sangat sulit untuk mendefinisikan kualitas terutama dalam bidang


keilmuan tertentu, tetapi ada beberapa definisi yang dapat dipergunakan sebagai
dasar untuk menentukan definisi dari kualitas dalam bidang klinis. Goodlee (2009)
mendefinisikan pelayanan kesehatan yang berkualitas sebagai "efektif secara klinis,
aman dan memberikan pengalaman yang baik bagi pasien". 1 Hulton dkk. (2000) 2
secara lebih spesifik untuk bidang kesehatan mendefinisikan kualitas pelayanan
kesehatan reproduksi sebagai “tingkat dimana pelayanan kesehatan ibu untuk
individu dan populasi meningkatkan kemungkinan pengobatan yang tepat waktu
dan sesuai untuk mencapai hasil yang diinginkan yang konsisten dengan
pengetahuan profesional saat ini dan menjunjung tinggi hak-hak reproduksi dasar."
Pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang berkualitas didefinisikan oleh
Institute of Medicine (IOM), sebagai pelayanan kesehatan yang aman, efektif,
berfokus pada pasien, tepat waktu, efisien dan sama untuk setiap individu. 3 Definisi
kualitas pelayanan kesehatan dari IOM bersifat komprehensif dan mencakup tiga
komponen utama kualitas: klinis (aman dan efektif), interpersonal (berfokus pada
pasien) dan kontekstual (tepat waktu, efisien dan sama untuk setiap individu).
Kualitas pelayanan sebagai suatu konsep normatif yang dipergunakan untuk
mengukur kualitas atau peningkatan kualitas, menuntut serangkaian standar untuk
mengukur dampak dari upaya peningkatan kualitas. Pelayanan klinis berkualitas
dalam kesehatan ibu dan bayi baru lahir telah didefinisikan dengan baik, mis.
terdapat pedoman berbasis bukti untuk praktik terbaik dalam pelayanan kesehatan
ibu dan bayi baru lahir, seperti yang dikembangkan oleh World Health
Organization (WHO) atau Royal College of Obstetrics and Gynaecologists
(RCOG). Sehingga upaya untuk mengikuti standar praktik terbaik dalam pelayanan
klinis akan menjadi tujuan dari setiap upaya peningkatan kualitas.
IOM mendefinisikan pelayanan kesehatan yang berfokus pada pasien
sebagai “pelayanan kesehatan yang menghormati dan responsif terhadap pilihan,
kebutuhan, dan nilai-nilai individual pasien, dan memastikan bahwa nilai-nilai
pasien (patient values) akan memberikan panduan pada semua keputusan klinis.”
Mendefinisikan, mengukur dan mengevaluasi kualitas pelayanan kesehatan yang
berfokus pada pasien adalah juga suatu upaya yang sedang dikerjakan secara aktif
oleh komunitas pelayanan kesehatan ibu. Sifat subyektif dan kontekstual dari
pilihan, kebutuhan dan nilai-nilai, menyulitkan menentukan secara definitif
"standar emas" dari pelayanan kesehatan, meskipun telah dikembangkan indikator
dan ukuran yang lebih baik untuk mendefinisikan dan mengukur kualitas pelayanan
kesehatan yang berfokus pada pasien. Standar emas IOM untuk pelayanan
kesehatan yang tepat waktu, efisien dan sama untuk setiap individu, akan
mengamanatkan: tidak ada waktu menunggu atau penundaan berbahaya bagi
mereka yang menerima atau memberikan pelayanan; tidak ada penggunaan
peralatan, persediaan, ide atau energi yang tidak bermanfaat, dan akhirnya, tidak
ada variasi dalam ketersediaan pelayanan sebagai akibat dari karakteristik pribadi
seperti jenis kelamin, etnis, lokasi geografis, atau status sosial ekonomi.
Raven dkk. 4 setelah melakukan analisis komprehensif dari literatur yang ada,
menemukan bahwa ada berbagai perspektif telah digunakan dalam pendekatan
kualitas pelayanan dalam kesehatan ibu dan bayi baru lahir. Model peningkatan
kualitas saat ini termasuk yang didasarkan pada penilaian kualitas dari perspektif
klien 5; pengalaman pengguna pelayanan dan kualitas pelayanan klinis 6; hak-hak
pasien dan kebutuhan penyedia layanan 7,8; jalur intervensi yang sesuai selama
rujukan untuk mengatasi keterlambatan kritis 9, dan model input-output-hasil. 10 11
12 13

Mengembangkan dan menerapkan kerangka kerja yang mencakup sebagian


besar unsur-unsur penting ini sangat penting pada saat ini di bidang kesehatan ibu
dan bayi baru lahir, dengan peningkatan secara bermakna akses ke institusi
pelayanan, khususnya perawatan antenatal dan persalinan di klinik dan rumah sakit.
Model seperti itu akan bermanfaat untuk memahami dampak yang tidak sesuai
dengan harapan pada hasil pelayanan kesehatan, meskipun telah dilakukan upaya
dan disediakan dana yang lebih besar untuk meningkatkan akses ke pemberi
layanan yang terampil.
Model ini berlaku untuk pelayanan kesehatan yang diberikan di fasilitas kesehatan
tingkat pertama dan sekunder, dengan fokus khusus pada perilaku penyedia layanan
(baik klinis maupun interpersonal). Ini adalah penggabungan rantai sebab akibat
Donabedian yang dimodifikasi dengan kerangka kerja kualitas pelayanan lainnya
(mis. Hulton, Maxwell, Dogba dan Raven). Kerangka kerja yang dihasilkan
menguraikan input yang saling berhubungan, diperlukan pada berbagai tingkat
sistem kesehatan yang mengarah pada pemberian layanan berkualitas dan
menghasilkan hasil pelayanan kesehatan yang positif (Gambar 1).

Hadijono S. Kebijakan Terintegrasi dalam pelayanan PONEK di rumah sakit 2


Gambar 1 Kerangka konsep

Terdapat tiga komponen utama pada model logika Donabedian: Struktur, Proses
dan Hasil, yang didefinisikan sebagai berikut: 14
1. Struktur: Mengacu pada konteks di mana layanan kesehatan dilaksanakan;
Aspek politik, hukum, profesional, dan sumber daya organisasi diperlukan
untuk memastikan bahwa pelayanan kesehatan yang berkualitas diberikan, di
tingkat masyarakat, kabupaten, dan tingkat fasilitas dalam sistem pelayanan
kesehatan.
2. Proses: Mengacu pada apakah praktik medis yang baik diikuti atau tidak, dan
apakah pelayanan kesehatan berkualitas sebagaimana didefinisikan oleh IOM
telah diberikan; dan
3. Hasil (outcomes): Dalam kerangka kerja ini hasil terbagi menjadi dua domain:
Selain hasil klinis tradisional berupa peningkatan status kesehatan, hasil,
termasuk pengalaman pengguna layanan yang positif 15, adanya peningkatan
kebutuhan, dan pemanfaatan secara berkala dari pelayanan kesehatan. 16

Donabedian 17 juga menegaskan bahwa ketiga kategori ukuran kualitas ini tidak
independen, tetapi saling terkait dalam kerangka kerja yang mendasarinya. Struktur

Hadijono S. Kebijakan Terintegrasi dalam pelayanan PONEK di rumah sakit 3


yang baik harus mempromosikan proses yang baik dan proses yang baik pada
gilirannya akan mempromosikan hasil yang baik.
Komponen struktural dari kerangka kerja mencakup input pada tiga tingkat
sistem kesehatan: masyarakat, kabupaten, dan fasilitas kesehatan. Di tingkat
masyarakat, dampak jangkauan layanan kesehatan, kunjungan rumah, dasar
pembiayaan, mobilisasi masyarakat / kelompok pendukung dan pengalihan tugas
untuk penempatan pekerja kesehatan diamati. Elemen-elemen penting di tingkat
kabupaten juga dipertimbangkan (mis. dimensi tata kelola, akuntabilitas,
ketersedian tenaga kesehatan, infrastruktur, keterlibatan dan partisipasi
masyarakat).
Di tingkat fasilitas, terdapat dimensi kepemimpinan, ketersediaan tenaga
kesehatan, peralatan, dan kemampuan teknis. Penyampaian pelayanan juga
membahas aspek-aspek lingkungan kerja: kepuasan dan kemampuan penyedia
layanan, kebersihan lingkungan yang baik, praktik berbasis bukti dan pelayanan
yang berfokus pada pemakai. Pelayanan berkualitas tinggi adalah proses yang
diperlukan untuk meningkatkan hasil dari pelayanan kesehatan. Peningkatan dalam
dimensi kualitas sistematik atau proses ini cenderung menghasilkan hasil kesehatan
ibu dan bayi baru lahir yang lebih baik: pengurangan kematian, penyakit, kecacatan,
ketidaknyamanan, dan ketidakpuasan dengan perawatan yang diberikan.
Kerangka kerja pelayanan berkualitas ini dikembangkan sebagai panduan
konseptual yang mudah digunakan dan digunakan untuk memahami manfaat
kualitas dalam pelayanan kesehatan ibu berbasis fasilitas. Kerangka kerja ini
menambah dimensi kerangka kerja Donabedian yang ada yang telah digunakan
untuk menilai kualitas pelayanan. Sebagai contoh, Dogba dkk. memeriksa bukti
material, struktur manusia dan organisasi, pada proses perawatan klinis dan
interpersonal, dan penyediaan pelayanan kegawatdaruratan kebidanan dan neonatal
dasar. Pemahaman yang lebih baik tentang kepentingan interaksi kritis diantara
faktor struktural di tingkat komunitas, kabupaten, dan fasilitas yang memfasilitasi
pemberian layanan kesehatan ibu berkualitas tinggi. Pada akhirnya ini akan
mengarahkan pada keberhasilan implementasi intervensi untuk peningkatan hasil
bagi ibu dan bayi baru lahir.

KEBIJAKAN DAN STRATEGI


Dengan pendekatan kualitas, persiapan persalinan adalah penyediaan tenaga
kesehatan yang kompeten untuk memberikan pelayanan sesuai dengan praktik
terbaik atau standar yang telah ditetapkan. Setiap anggota masyarakat harus
mempunyai akses dan memperoleh asuhan persalinan oleh tenaga terampil. Dengan
pendekatan program, persiapan persalinan diartikan sebagai perencanaan dan
penyediaan pertolongan persalinan yang bersih dan aman, terutama apabila hal itu

Hadijono S. Kebijakan Terintegrasi dalam pelayanan PONEK di rumah sakit 4


terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di dalam sistem kesehatan
nasional.
Pencegahan komplikasi menggunakan kedua pendekatan tersebut diatas, bertujuan
untuk membuat ibu dan bayi baru lahir dapat memperoleh derajat kesehatan yang
tinggi dan terhindar berbagai ancaman atau risiko fungsi reproduksi. Tujuan
tersebut harus dicapai melalui kemitraan lintas program dan sektor, pemerintah dan
masyarakat, publik dan swasta untuk memobilisasi potensi dan sumberdaya
kesehatan, pemberdayaan keluarga (budaya hidup sehat, mengenali tanda bahaya
kehamilan/persalinan), peran serta dan kepedulian masyarakat dalam pendanaan
persalinan, rujukan tepat waktu, penyediaan sarana transportasi, dan utilisasi
fasilitas kesehatan yang mampu menangani komplikasi kehamilan/persalinan
secara adekuat dan tuntas. Salah satu upaya strategik dalam P4K adalah
mempromosikan dan menyediakan pelayanan persalinan yang berkualitas di setiap
fasilitas kesehatan.
Upaya ini telah dilaksanakan oleh negara Srilangka sejak tiga dekade lalu dan
hasilnya sangat mengagumkan. Dengan sumberdaya dan dana kesehatan yang
terbatas, Srilangka mewajibkan persalinan di fasilitas kesehatan bagi setiap warga
negaranya. Dengan intervensi tersebut, AKI dalam tiga tahun terakhir di Srilangka
setara dengan negara maju, yaitu 3-5 per 100.000 kelahiran hidup. Kebijakan
tersebut, tidak akan berjalan efektif apabila tenaga kesehatan dan kinerja institusi
kesehatan yang memberikan asuhan persalinan tidak dapat diandalkan dan jaminan
kualitas pelayanan tidak dapat diberikan.
Pemerintah Indonesia memberikan perhatian khusus pada pengembangan /
perluasan intervensi kunci seperti program imunisasi; MTBS; gizi terfokus; PHBS;
akses-kualitas pelayanan kesehatan khususnya bagi ibu, bayi baru lahir dan anak;
perbaikan kesenjangan geografis, perbaikan status sosial-ekonomi (termasuk
gender), dan pemberdayaan perempuan / ketahanan keluarga. Asuhan
berkesinambungan difokuskan untuk masyarakat miskin dan di Daerah Tertinggal,
Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) dengan tujuan akhir mencapai ekualitas dan
cakupan semesta, terutama bagi kelangsungan hidup anak.
Penguatan Pelayanan Kesehatan Ibu dan bayi baru lahir dilakukan melalui strategi
kelangsungan hidup bayi baru lahir, anak, dan balita dengan menekankan pelayanan
kehamilan dan persalinan bersih dan aman, pelayanan dasar bayi baru lahir
(termasuk Inisiasi Menyusu Dini - ASI Eksklusif, menjaga kehangatan, dan
perawatan tali pusat), deteksi dan pengobatan infeksi, dan perawatan khusus bayi
berat badan lahir rendah dan prematur.
Perbaikan pelayanan esensial obstetrik-neonatal untuk pencegahan dan asuhan
segera komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas, dilakukan melalui pelatihan
dan supervisi fasilitatif untuk perbaikan kinerja petugas dan kualitas pelayanan
kesehatan, yang bertujuan mengatasi masalah / penyulit selama kehamilan,

Hadijono S. Kebijakan Terintegrasi dalam pelayanan PONEK di rumah sakit 5


persalinan, dan nifas terutama pencegahan morbiditas-mortalitas ibu dan bayi baru
lahir (penyebab utama kematian ibu dan neonatal).
Upaya kuratif-rehabilitatif tersebut, dilakukan bersamaan dengan upaya promotif-
preventif lain seperti perbaikan sanitasi tempat tinggal dan lingkungan, perilaku
hidup bersih dan sehat, peran serta masyarakat (termasuk pengenalan tanda bahaya
kehamilan dan persalinan), ketersediaan air bersih dan gizi masyarakat, akses
asuhan persalinan bersih dan aman, imunisasi, pemberian suplemen zat besi,
pendidikan, gender, pemberdayaan perempuan, dan program perlindungan sosial.
Memperhatikan lambatnya penurunan angka kematian ibu dan rumitnya
masalah dan tantangan yang dihadapi dalam rangka mencapai target AKI tahun
2030, yaitu 102 per 100.000 kelahiran hidup, maka upaya-upaya ke depan harus
menjamin peningkatan:
1. frekuensi dan kualitas asuhan antenatal oleh tenaga kesehatan terampil,
2. cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan kompeten,
3. penanganan obstetri-neonatal emergensi (dasar dan komprehensif) untuk
kehamilan dan persalinan risiko tinggi,
4. persalinan di fasilitas kesehatan.
Untuk itu, kebijakan dan strategi yang diambil meliputi:
1. Peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang
berkualitas, dengan:
a) meningkatkan pelayanan di institusi kesehatan seperti puskesmas
(pelayanan primer dan PONED), rumah sakit (rujukan dan PONEK) dan
revitalisasi posyandu;
b) meningkatkan akses pelayanan KB, terutama bagi ibu pascakeguguran
dan melahirkan, kelompok unmet need, kelompok rawan risiko,
masyarakat miskin dan tertinggal.
c) memperbaiki kinerja bidan desa, kemitraan dengan institusi kesehatan
perusahaan dan swasta, dan memperkuat pelayanan kesehatan berbasis
masyarakat (posyandu dan poskesdes).
d) perbaikan sistem rujukan untuk mengatasi 3 terlambat yaitu (i) terlambat
memutuskan untuk mencari pelayanan, (ii) terlambat mencapai fasilitas
pelayanan, dan (iii) terlambat memperoleh pelayanan adekuat di fasilitas
kesehatan.
2. Menciptakan kemitraan dan manajemen yang kondusif untuk penyusunan
kebijakan dan perencanaan kesehatan, melalui:
a) penyesuaian strategi intervensi penyedia layanan (keluarga berencana
dan KIA) disesuaikan dengan kondisi geografis dan sosial ekonomi yang
ada;
b) meningkatkan kesehatan bayi sebagai bagian tak terpisahkan dari
program kesehatan ibu;

Hadijono S. Kebijakan Terintegrasi dalam pelayanan PONEK di rumah sakit 6


c) memperbaiki perencanaan dan manajemen program kesehatan ibu, bayi,
dan anak;
d) mendukung kemitraan lintas program dan sektor, swasta dan masyarakat
untuk sinergi program dan penyediaan pelayanan KIA.
3. Perbaikan manajemen sistem informasi melalui:
a) pengenalan berbagai metoda analitis untuk mengukur kematian ibu dan
bayi;
b) fokus pada kelompok dan daerah dengan risiko tinggi kematian ibu dan
bayi;
c) menemukan model untuk keberhasilan pelaksanaan strategi MPS
4. Penguatan koordinasi pusat dan daerah untuk memperkuat surveilans,
monitoring, evaluasi, serta pembiayaan, di mana penentuan prioritas dan
alokasi sumber daya mengacu pada intensitas sasaran di daerah tertinggal dan
miskin. Penjaminan sinergi pelaksanaan program, dilakukan melalui
kemitraan lintas program dan sektor, lembaga swadaya masyarakat (LSM)
dan sektor swasta lainnya.

PROGRAM PONEK DI RUMAH SAKIT


Strategi Penyelamatan Ibu, Bayi Baru Lahir, dan Anak
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan sesuai dengan konsep manajemen
masalah telah menetapkan strategi akselerasi penurunan kematian ibu, bayi baru
lahir, dan anak dalam 2 area utama yaitu promotif-preventif dan kuratif-
rehabilitatif. Strategi ini sesuai dengan strategi yang direkomendasikan oleh
Mahmoud Fattala (Federasi Obstetri-Ginekologi Internasional) dengan four
maternal mortality exit strategy yaitu: pemberdayaan perempuan, keluarga
berencana, pertolongan persalinan oleh tenaga terampil, dan asuhan obstetri-
neonatal emergensi yang tepat waktu dan adekuat.
Semua strategi tersebut harus dijalankan secara simultan melalui keterpaduan lintas
program dan sektor, termasuk peran-serta pihak swasta dan masyarakat di dalam
melaksanakan langkah-langkah dan kegiatan terkait. Hingga saat ini, keterpaduan
lintas program masih menjadi masalah yang belum dapat dipecahkan secara tuntas,
apalagi jika beranjak ke keterpaduan lintas sektor dan peran-serta masyarakat.
Walaupun sejak tahun 2007, departemen teknis mendapat dukungan dana program
hampir 10 kali lipat dari periode sebelumnya, tetapi upaya perbaikan status
kesehatan ibu, bayi baru lahir, dan anak ternyata masih berjalan lambat.
Menurut Buttha (Global Maternal and Neonatal Health Conference, New Delhi,
2010) strategi promotif-preventif KIA dapat menurunkan AKI secara bermakna,
tetapi untuk mencapai tahap ideal dan berkesinambungan, diperlukan investasi
yang besar dan waktu yang cukup lama (5-10 tahun). Sambil menunggu
keberhasilan strategi preventif-promotif, tugas dari pemerintah di suatu negara

Hadijono S. Kebijakan Terintegrasi dalam pelayanan PONEK di rumah sakit 7


adalah mengorganisir sumberdaya kesehatan untuk menjamin ketersediaan
pelayanan dan berfungsinya sistem rujukan gawat-darurat obstetri-neonatal. Hal ini
sangat logis, karena kita tidak dapat menunggu terwujudnya hasil intervensi
promotif-preventif, sementara kasus gawat-darurat obstetri-neonatal juga tidak
dapat menunggu untuk diselamatkan.
Sesuai dengan struktur dan kewenangan di lingkungan Kementerian Kesehatan,
strategi kuratif-rehabilitatif obstetri-neonatal dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal
Bina Pelayanan Medik (sejak 1 Januari 2011 menjadi Direktorat Bina Upaya
Kesehatan). Direktorat Bina Pelayanan Medik Spesialistik (sekarang Direktorat
Bina Upaya Kesehatan Rujukan) melakukan berbagai upaya untuk menyiapkan
rumah sakit pemerintah (baik vertikal maupun daerah) agar memiliki kesiapan
untuk memberikan pelayanan obsteri-neonatal emergensi komprehensif. Selain
pemenuhan sumberdaya kesehatan, bantuan sarana-prasarana pelayanan, dana
operasional, juga dilakukan penyiapan tenaga kesehatan melalui lokakarya dan
supervisi fasilitatif (on the job training) melalui lokakarya standardisasi klinik
PONEK.
Program PONEK di rumah sakit (terutama pemerintah) tidak dapat berjalan
sesuai dengan yang diharapkan, jika hanya mengandalkan lokakarya atau pelatihan
klinik karena intervensi ini hanya dapat memperbaiki keterampilan/kinerja tim
PONEK rumah sakit. Untuk melaksanakan standar PONEK, maka perlu disiapkan
pula sarana dan prasarana sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (Tingkat 1,
2, dan 3), dukungan manajemen (SK Tim PONEK, mekanisme kerja, dan dana
program khusus), dukungan pemerintah setempat (status BLU/BLUD, kebijakan
dan dana), kerjasama perbaikan sistem rujukan dan jejaring pelayanan dengan
Dinas Kesehatan, dan bimbingan teknis atau on the job training antar fasilitas
kesehatan setempat.

Penyiapan Pelayanan Obstetri-Neonatal Emergensi Komprehensif di Rumah


Sakit
Menurut data program dan Lancet (2005) angka kematian ibu tertinggi terjadi di
rumah sakit (40-70%) yang diikuti dengan di rumah (20-35%) dan di perjalanan
(10-18%). Data ini diterjemahkan menjadi rumah sakit adalah penyumbang
kematian ibu terbanyak di Indonesia dan upaya penurunan AKI harus difokuskan
di rumah sakit. Data lain yang menunjuk rumah sakit atau fasilitas kesehatan terkait
dengan tingginya AKI, didapat dari penelitian Matlab-Bangladesh yang
menunjukkan bahwa kematian ibu tertinggi (100 kali dari kondisi normal) terjadi
pada hari persalinan (Gambar 2). Stigma ini membuat pihak Direktorat Bina
Pelayanan Medik Spesialistik menugaskan Sub-direktorat Rumah Sakit untuk
melakukan upaya perbaikan/penyiapan PONEK di rumah sakit vertikal dan daerah.

Hadijono S. Kebijakan Terintegrasi dalam pelayanan PONEK di rumah sakit 8


Gambar 2: Risiko kematian ibu menurut periode hari persalinan, Matlab-
Bangladesh

Gambar 2 Mortality during pregnancy and by time since end of pregnancy


in Matlab, Bangladesh. Black lines show 95% CI

Sementara melakukan penyiapan PONEK di rumah sakit, diperoleh data baru dari
hasil penelitian Impacct-University of Aberdeen di kabupaten Serang dan
Pandeglang 18 dan berbagai penelitian di wilayah Indonesia, yang dapat
menjelaskan situasi dan penyebab sebenarnya dari tingginya AKI di Indonesia.
Kesenjangan sosio-ekonomi yang lebar, cakupan persalinan oleh petugas
kesehatan, kompetensi penolong persalinan, sistem rujukan, dan kondisi pasien saat
tiba di rumah sakit rujukan ternyata menjadi penyumbang terbesar AKI.
Tim PONEK IGD, unit obstetri dan neonatologi harus menyiapkan sarana-
prasarana, mekanisme kerja dan prosedur baku, serta jaminan pelayanan
purnawaktu. Pemenuhan standar input dan proses serta kehandalan kinerja Tim
PONEK didukung oleh kinerja manajemen, akan menghasilkan keluaran yang
berkualitas seperti yang diharapkan. Sebagai pelengkap SK Tim PONEK Rumah
Sakit, tim rumah sakit juga mendapat SK Tim PONEK Provinsi/Kabupaten/Kota
dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota agar tim tersebut mendapat
kewenangan untuk melakukan pembinaan atau perbaikan kinerja Tim PONEK RS
Kabupaten/Kota atau Tim PONED Puskesmas. Pemanfaatan Tim PONEK RS
Provinsi atau RS Pusat Rujukan Provinsi bagi RS Kabupaten dan Puskesmas, bukan
saja akan memperbaiki kinerja profesional kesehatan yang ada di berbagai tingkat
fasilitas kesehatan, tetapi juga membangun sistem rujukan yang efektif melalui
interaksi dan komunikasi serta pembentukan jejaring pelayanan. 19
Standar pelayanan kesehatan maternal dan neonatal kemudian dikembangkan
dengan mempertimbangkan:
a) Pelayanan persalinan berkualitas tinggi diberikan melalui layanan yang
memelihara dan mengembangkan hubungan saling percaya dan responsif
dengan perempuan dan keluarga yang mereka layani.

Hadijono S. Kebijakan Terintegrasi dalam pelayanan PONEK di rumah sakit 9


b) Memberikan kualitas seperti itu berarti bahwa penyedia layanan bekerja
dalam kolaborasi dengan semua pemangku kepentingan utama dan terlibat
secara proaktif dengan pengguna layanan, memastikan bahwa pandangan
mereka diperhatikan ketika ada perubahan bermakna pada sistem yang
diusulkan.
c) Penyedia layanan menanggapi umpan balik secara tepat waktu dan
menumbuhkan budaya belajar dan dukungan praktik kerja yang terbuka dan
transparan dalam menanggapi penyelidikan dari setiap kejadian kritis.

Standar ini harus digunakan dalam jaringan sistem penyedia layanan yang bekerja
saling berhubungan. 20 Jaringan tersebut sangat penting untuk memastikan bahwa
perempuan memiliki akses tepat waktu ketika mereka membutuhkan tim multi-
profesional yang bekerja dalam kemitraan dengan spesialis dan lembaga lokal dan
regional yang memastikan hubungan yang serasi antara layanan primer, sekunder,
spesialis dan masyarakat. Jaringan yang efektif juga harus memastikan bahwa tidak
ada perempuan yang terpapar pada intervensi yang tidak diperlukan atau tidak
dirujuk pada saat membutuhkan tingkat pelayanan yang lebih tinggi. 21 22

Kerjasama Multidisiplin
Penyedia layanan persalinan seharusnya hanya memberikan layanan sesuai dengan
keahlian dalam kompetensinya pada kehamilan dengan gangguan medis, dan
selanjutnya akan dilanjutkan oleh tim multidisiplin, yang dikoordinasikan oleh
dokter spesialis dalam bidang fetomaternal dan/atau perinatologi.
Layanan persalinan untuk wanita dengan gangguan medis harus benar-benar multi-
profesional dan multidisiplin, dengan struktur klinik yang dirancang untuk
memberikan pelayanan terpadu dan untuk memaksimalkan komunikasi dan
pembelajaran antar spesialisasi dan kelompok profesional.

1
Godlee F: Effective, safe and a good patient experience. BMJ 2009, 339: b4346.
2
Hulton LA, Matthews Z, Stones RW: A Framework for the Evaluation of Quality of Care
in Maternity Services. University of Southampton, Southampton, United Kingdom;
2000.
3
Institute of Medicine. Crossing the Quality Chasm: A New Health System for the 21st
Century. The National Academics Press 2001.
4
Raven J, Hofman J, Adegoke A, van den Broek N. Methodology and tools for quality
improvement in maternal and newborn health care. International Journal of
Gynaecology and Obstetrics 2011, 114:4-9.
5
Bruce J. Fundamental elements of the quality of care: a simple framework. Stud Fam
Plann 1990, 21:61-91.

Hadijono S. Kebijakan Terintegrasi dalam pelayanan PONEK di rumah sakit 10


6
Hulton LA, Matthews Z, Stones RW. Applying a framework for assessing the quality of
maternal health services in urban India. Social science & medicine 2007, 64:2083-
2095.
7
Germain A, Ordway J. Population Control and Women’s Health: Balancing the Scales.
International Women’s Health Coalition, New York, United States of America; 1989
8
Engender Health. COPE handbook: A process for improving quality in health services.
United States of America; 2003.
9
Maxwell RJ. Dimensions of quality revisited: from thought to action. Qual Health Care
1992, 1:171-177.
10
Donabedian A. The quality of care. How can it be assessed? Arch Pathol Lab Med 1997,
121:1145-1150, 1988.
11
Donabedian A. Institutional and professional responsibilities in quality assurance. Qual
Assur Health Care 1989, 1:3-11.
12
Donabedian A. The quality of care. How can it be assessed? JAMA 1988, 260:1743-1748.
13
Dogba M, Fournier P. Human resources and the quality of emergency obstetric care in
developing countries: a systematic review of the literature. Human resources for
health 2009, 7:7.
14
Donabedian A. The quality of medical care. Science 1978, 200: 856-864.
15
Maxwell RJ. Dimensions of quality revisited: from thought to action. Qual Health Care
1992, 1:171-177.
16
Ovretveit J. Health service quality: an introduction to quality methods for health services.
Blackwell Special Projects 1992.
17
Donabedian A. Evaluating the quality of medical care. The Milbank Memorial Fund
quarterly 1966, 44(Suppl):166-206.
18
JNPK-KR. Reducing Maternal and Neonatal Mortality in the District Hospital through
the Best Practices Implementation Package (Comprehensive Emergency Obstetrics
and Neonatal Care. Reconvening Bangkok: 2007 to 2010 - Progress Made and Lessons
Learned in Scaling-Up FP-MNCH Best Practices in the Asia and Middle East (AME)
Region in Bangkok March 7-11, 2010
19
JNPK-KR. Improvement Collaborative Approach in Hospital Comprehensive
Emergency Obstetrics and Neonatal to Reduce Maternal and Neonatal Mortality in
District Hospitals. Pathfinder International-National Clinical Training Network in
Reproductive Health Collaboration, Global Maternal Health Conference, New Delhi,
India Habitat Center, August 30-September 01, 2010
20
National Services Division. National Managed Networks 2016. Available from
http://www.nsd.scot.nhs.uk/services/nmcn
21
Tuncalp, Were WM, MacLennan C, Oladapo OT, Gulmezoglu AM, Bahl R, et al. Quality
of care for pregnant women and newborns-the WHO vision. BJOG: An International
Journal of Obstetrics and Gynaecology. 2015;122(8):1045-9.
22
Institute of Medicine. A New Health System for the 21st Century. Washington, DC: IOM,
2001.

Hadijono S. Kebijakan Terintegrasi dalam pelayanan PONEK di rumah sakit 11

Anda mungkin juga menyukai