Anda di halaman 1dari 26

KORUPSI DI INDONESIA Dibuat untuk memenuhi tugas tertulis mata kuliah Pengantar Ekonomi Dosen : Reni Rindriari,SE,MM

Dibuat Oleh : Clara Rizki Ananda 2012050158 Fakultas Ekonomi Manajemen UNIVERSITAS PAMULANG Jl. Surya Kencana No. 1 Pamulang Barat, Tangerang Selatan Telp. /Fax. (021)7412566 2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena berkat rahmatnya penyusun dapat berhasil menyelesaikan makalah yang berjudul Korupsi Di Indonesia. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Ekonomi. Dalam makalah ini dijelaskan tentang Kasus Korupsi. Makalah ini terdiri dari tiga bab. Bab I berisi Pendahuluan, Bab II berisi Pembahasan, dan Bab III berisi kesimpulan. Juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah ini. Kami harap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai otonomi daerah, khususnya bagi penulis. Memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Jakarta, Agustus 2012 Penulis

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Maraknya pelanggaran yang di lakukan oleh para pejabat Negara yang terkait dengan kasus Korupsi merupakan sebuah pencerminan di mana system pemerintahan dan pengawasan terhadap kinerja para aparatur Negara masih sangat minim. Patologi birokrasi yang masih merajalela di kalangan institusi pemerintahan juga merupakan sebuah masalah yang harus difikirkan secara serius oleh pemerintah, guna mewujudkan Negara kesatuan yang dapat melaksanakan fungsinya sebagai good governance. Dalam makalah ini, penulis memfokuskan kajian tentang salah satu patologi birokrasi yaitu tentang Korupsi, di mana saat ini kasus korupsi yang ada di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Korupsi merupakan sebuah masalah besar bagi Negara yang mana dampak dari Korupsi itu adalah kerugian yang di alami oleh Negara. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali. Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan
3

membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas kejahatan. Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain. Ada sedikit sejarah tentang korupsi, korupsi sudah berlangsung lama, sejak zaman Mesir kuno, Babilonia, Roma sampai abad pertengahan dan sampai sekarang. Korupsi terjadi diberbagai negara, tak terkecuali di negara negara maju sekalipun. Di negara Amerika Serikat sendiri yang sudah maju masih ada praktek praktek korupsi. Sebaiknya, pada masyarakat yang primitif di mana ikatan ikatan sosial masih sangat kuat dan kontrol. Sosial yang efektif, korupsi relatif jarang terjadi. Tetapi dengan semakin berkembangnya sektor ekonomi dan politik serta semakin majunya usaha-usaha pembangunan dengan pembukaan-pembukaan sumber alam yang baru, maka semakin kuat dorongan individu terutama di kalangan pegawai negari untuk melakukan praktek korupsi dan usaha usaha penggelapan. Korupsi dimulai dengan semakin mendesaknya usaha-usaha pembangunan yang diinginkan, sedangkan proses birokrasi relaif lambat, sehingga setiap orang atau badan menginginkan jalan pintas yang cepat dengan memberikan imbalan imbalan dengan cara memberikan uang pelicin ( uang sogok ). Akhir akhir ini masalah korupsi sedang hangat-hangatnya dibicarakan publik, terutama dalam media massa baik lokal maupun nasional. Akan tetapi walau bagaimanapun korupsi ini merugikan negara dan dapat merusak kepemerintahan. Di Indonesia, korupsi mulai terjadi sejak jaman kerajaan. Bahkan VOC bangkrut pada awal abad 20 akibat korupsi yang merajalela di tubuhnya. Setelah proklamasi kemerdekaan, banyak petinggi Belanda yang kembali ke tanah airnya, posisi kosong mereka kemudian diisi oleh kaum pribumi pegawai pemerintah
4

Hindia Belanda (ambtenaar) yang tumbuh dan berkembang di lingkungan korup. Kultur korupsi tersebut berlanjut hingga masa pemerintah Orde Lama. Di awal pemerintahan Orde Baru, Presiden Soeharto melakukan berbagai upaya untuk memberantas korupsi. Terlepas dari upaya tersebut, Presiden Soeharto tumbang karena isu korupsi. Perjalanan panjang korupsi telah membuat berbagai kalangan pesimis akan prospek pemberantasan korupsi, baik di Indonesia maupun di berbagai belahan dunia. Dalam dua dekade terakhir, dunia mulai memandang korupsi sebagai isu penting. Berbagai inisiatif untuk memerangi korupsi dilakukan mulai dari tingkat nasional, regional hingga level internasional. Pandangan bahwa korupsi mendorong pertumbuhan ekonomi mulai ditinggalkan banyak kalangan. Korupsi dipandang bukan hanya sebagai permasalahan moral semata, tetapi sebagai permasalahan multidimensional (politik, ekonomi, social dan budaya). Perubahan cara pandang dan pendekatan terhadap korupsi, yang diikuti dengan menjamurnya kerjasama antar bangsa dalam isu ini menyemai optimisme bahwa perang melawan korupsi adalah perang yang bisa kita menangkan.

1.2. Rumusan Masalah a) Apa pengertian dari Korupsi ? b) Apa unsur unsur tindak pidana Korupsi ? c) Apa jenis jenis Korupsi ? d) Apa kondisi yang mendukung munculnya Korupsi ? e) Bagaimana dampak negatif dari Korupsi? 1.3. Tujuan dan Manfaat Penulisan a) Untuk mengetahui pengertian dari Korupsi b) Untuk mengetahui unsur unsur tindak pidana Korupsi c) Untuk mengetahui jenis jenis Korupsi d) Untuk mengetahui kondisi yang mendukung munculnya Korupsi e) Untuk mengetahui dampak negatif dari Korupsi

BAB II LANDASAN TEORI


2.1. Pengertian Korupsi Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Namun, karena pemerintah sendiri memandang bahwa masalah ini bisa merongrong kelancaran tugas-tugas pemerintah dan merugikan ekonomi Negara, maka dirumuskanlah peraturan khusus tentang korupsi sehingga kemudian pengertian korupsi tidak hanya menjadi istilah dalam perbincangan perbincangan ringan tetapi juga menjadi pembicaraan masalah masalah kenegaraan. Untuk pertama kalinya korupsi menjadi istilah yuridis dalam peraturan penguasa militer PRT/PM/06/1957 tentang pemeberantasan korupsi. Nepotisme juga punya kaitan erat dengan korupsi meskipun istilah ini kurang mendapatkan perhatian yang memadai dari para penulis masalah korupsi. Asal kata nepotisme adalah nepos yang secara harfia berarti cucu. Nepotisme adalah usaha usaha yang sengaja dibuat oleh seorang pejabat dengan memanfaatkan kedudukan dan jabatannya untuk menguntungkan posisi, pangkat,

dan karier diri sendiri, keluarga, atau kawan dekatnya dengan cara-cara yang tidak adil (unfair) pemilihan atau pengangkatan orang pada jabatan tertentu terkadang tidak melalui cara-cara yang rasional dan seleksi yang tebuka melainkan hanya tergantung rasa suka atau tidak suka. Sepintas lalu nepotisme tidak mebawa banyak kerugian bagi masyarakat, tetapi kita akan melihat bahwa jika dibiarkan berlarut larut ia akan sangat berbahaya bagi kewibawaan administrasi pemerintahan. Nepotisme dapat terjadi sejak tingkat menajemen operasional sampai pada keputusan-keptusan penting tingkat nasional yang melibatkan urusan-urusan politis. Oleh karena itu, dapat di kemukakan secara singkat bahwa korupsi mempunyai karakteristik sebagai kejahatan yang tidak mengandung kekerasan dengan melibatkan unsur-unsur tipu muslihat, ketidak jujuran dan penyembunyian suatu kenyataan. Korupsi merupakan tindakan yang merugikan Negara, secara langsung maupun tidak langsung. Korupsi yang terjadi pada sebuah perusahaan swasta, misalnya, mungkin tidak merugikan masyarakat atau negara secara langsung kecuali bagi karyawan perusahaan tersebut. Namun, ia tetap merugikan masyarakat luas atau negara secara tidak langsung berarti juga mengganggu perekonomian umum.

2.2. Unsur unsur tindak pidana Korupsi Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur sebagai berikut:

Perbuatan melawan hukum; penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi; merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;

Setiap koupsi bersumber pada kekuasaan yang di legislasikan. Pelaku pelaku korupsi adalah orang yang memperoleh kekuasaan atau wewenang dari perusahaan atau Negara dan memanfaatkannya untuk kepentingankepentingan lain. Jadi, yang menjadi persoalan adalah bahwa akibat-akibat buruk dari korupsi ditanggung oleh masyarakat, perusahaan, atau Negara, bukan oleh si pelaku korupsi.

Korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari pejabat-pejabat yang mekalukannya. Ketika seseoang pejabat disogok untuk mengeluarkan izin pendirian pasar swalayan oleh seorang pengusaha, misalnya perbuatan mengeluarkan surat izin adalah fungsi dari jabatannya sekaligus kepentingan pribadinya.

Korupsi di lakukan dengan tujuan kepentingan pribadi atau kelompok. Oleh karena itu korupsi akan senantiasa bertentangan dengan kepentingan organisasi, kepentingan Negara, atau kepentingan umum.

Orang-orang yang mempraktikan korupsi biasanya berusaha untuk merahasiakan perbuatannya. Ini disebabkan karena setiap tindakan korupsi pada hakikatnya mengandung unsure penipuan dan bertentangan dengan hukum.

Korupsi dilakukan secara sadar dan di sengaja oleh para pelakunya.

2.3. Jenis jenis Korupsi Menurut Robert C. Brooks dan Syed Hussein Alatas menyebutkan ada tujuh jenis korupsi yaitu sebagai berikut: 1. Korupsi transaktif disebabkan oleh adanya kesepakatan timbal balik antara pihak pemberi dan penerima demi keuntungan kedua belah pihak dan secara aktif mereka mengusahakan keuntungan tersebut. Hal ini biasanya melibatkan dunia usaha dan pemerintah atau masyarakat dengan pejabatpejabat pemerintah. 2. Pemerasan adalah korupsi dimana pihak pemberi dipaksa menyerahkan uang suap untuk mencegah kerugian yang menganca dirinya, kepentingannya, atau suatu yang berharga dari dirinya. 3. Korupsi definisif adalah perilaku korban korupsi dengan pemerasan, jadi korupsinya dalam mempertahankan diri. 4. Korupsi investif adalah pemberian barang atau jasa tapa memperoleh keuntungan tertentu, selain keuntungan yang masih angan-angan atau yang dibayangkan akan di peroleh di masa yang akan datang. 5. Nepotisme atau korupsi perkerabatan meliputi menunjukkan secara tidak sah terhadap saudara-saudara atau teman untuk menduduki jabatan tertentu dalam pemerintahan. Imbalan yang bertentangan dengan norma dan peraturan mungkin dapat berupa uang, fasilitas khusus dan sebagainya. 6. Korupsi otogenik adalah bentuk korupsi yang tidak melibatkan orang lain dan pelakunya hanya satu orang saja. Contohnya seorang anggota Dewan Perwakilan yang mendukung berlakunya sebuah undang-undang tampa emperdulikan akibat-akibatnya namun, justru memetik keuntungan financial dari pengetahuannya mengenai undang-undang yang akan diberlakukan tersebut. 7. Korupsi dukungan adalah korupsi yang di lakukan untuk melindungi atau memperkuat korupsi yang sudah ada maupun yang akan di laksanakan. Cara yang di gunakan mungkin sangat licik, misalnya saja membayar
10

pengacau untuk mengusir para pemilih yang jujur dari tempat pemungutan suara, menghambat pejabat-pejabat yang jujur agar tidak dapat menduduki jabatan-jabatan strategis dan sebagainya. Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, di antaranya:

memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan); penggelapan dalam jabatan; pemerasan dalam jabatan; ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara); menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).

11

2.4. Kondisi yang mendukung munculnya Korupsi

Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.

Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal.

Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar. Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".

Lemahnya ketertiban hukum. Lemahnya profesi hukum. Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa. Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.

Mengenai kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri dibanding dengan kebutuhan hidup yang makin hari makin meningkat pernah di kupas oleh B Soedarsono yang menyatakan antara lain " pada umumnya orang menghubunghubungkan tumbuh suburnya korupsi sebab yang paling gampang dihubungkan adalah kurangnya gaji pejabat-pejabat " namun B Soedarsono juga sadar bahwa hal tersebut tidaklah mutlak karena banyaknya faktor yang bekerja dan saling memengaruhi satu sama lain. Kurangnya gaji bukanlah faktor yang paling menentukan, orang-orang yang berkecukupan banyak yang melakukan korupsi.

12

Namun demikian kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri memang faktor yang paling menonjol dalam arti merata dan meluasnya korupsi di Indonesia, hal ini dikemukakan oleh Guy J Parker dalam tulisannya berjudul "Indonesia 1979: The Record of three decades (Asia Survey Vol. XX No. 2, 1980 : 123). Begitu pula J.W Schoorl mengatakan bahwa " di Indonesia di bagian pertama tahun 1960 situasi begitu merosot sehingga untuk sebagian besar golongan dari pegawai, gaji sebulan hanya sekadar cukup untuk makan selama dua minggu. Dapat dipahami bahwa dalam situasi demikian memaksa para pegawai mencari tambahan dan banyak diantaranya mereka mendapatkan dengan meminta uang ekstra untuk pelayanan yang diberikan". ( Sumber buku "Pemberantasan Korupsi karya Andi Hamzah, 2007)

Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian yang cukup ke pemilihan umum. Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau "sumbangan kampanye".

Efek birokratisasi juga merupakan salah satu sumber penyebab korupsi di kebanyakan negara berkembang teori Parkinson tentang birokrasi mengatakan bahwa di dalam setiap struktur formal terdapat kecendrungan bagi bertambahnya personil dalam satuan-satuan organisasi. Setiap kali mendapat tugas, biasanya para pejabat akan membentuk satuan-satuan baru yang merekrut orang-orang baru. Ini mengakibatkan membengkaknya birokrasi dari segi jumlah satuan maupun jumlah pegawainya. Karena lahan atau sumber penghasilan yang bisa digali oleh pegawai-pegawai tiu menjadi terbatas, mereka terdorong untuk melakukan tindakan-tindakan illegal atau dengan kata lain melakukan korupsi. Di lingkungan masyarakat Asia, di samping mekarnya kegiatan pemerintah yang di kelola oleh birokrasi terdapat pula cirri spesifik dalam birokrasi itu sendiri yang dapat menjadi penyebab meluasnya korupsi. Kebanyakan model birokrasi yang terdapat di negara-negara Asia adalah birokrasi patrimonial. Kelemahan

13

yang melekat pada birokrasi seperti ini terutama adalah bawa ia tidak mengenal perbedaan antara lingkup pribadi dan lingkup resmi. Itulah sebabnya para pejabat atau pegawai negeri sering tidak tahu perbedaan antara kewajiban perorangan dan kewajiban masyarakat atau perbedaan antara sumber milik pribadi dan sumber milik pemerintah. Ini tampak dalam pranata pranata hadian dan kewajiban menyantuni keluarga. Juga, kecendrungan bahwa pelaksanaan pemerintahan dianggap sebagai urusan pribadi sang penguasa, dan kekuasaan politik di anggap sebagai bagian dari milik pribadinya, yang dapat di eksploitasi dengan cara menari berbagai sumbangan dan pemungutan. Keburukan hukum merupakan penyebab lain meluasnya korupsi. Seperti halnya delik delik hukum yang lain, delik hukum yang menyangkut korupsi di Indonesia masih begitu rentan terhadap upaya pejabat-pejabat tertentu untuk membelokkan hukum menurut kepentingannya. Padahal semua teori dan semua orang tahu bahwa selama hukum masih dapat diombang ambingkan kepentingan pribadi dan golongan, selama itu pula kejahatan akan berkembang. Apabila penindakan terhadap kasus-kasus korupsi masih pilih kasih, ia bukannya encegah terjadinya korupsi tetapi malah lebih mendorong menjadi-jadinya perbuatan korupsi.

Dengan demikian untuk selanjutnya agaknya kita harus hati hati dengan memandang faktor faktor penyebab korupsi dari kerangka berfikir yang lebih luas. Kemiskinan atau ketidakcukupan bukanlah satu satunya penyebab korupsi. Contoh contoh korupsi yang terungkap, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, telah membuktikan hal ini. Ketika Diky Iskandar Dinata dinyatakan menjadi otak dari korupsi sebesar US $ 419,6 juta atau hampir Rp.800 milyar pada akhir tahun 1990, dia sudah menduduki jabatan wakil presiden direktur Bank Duta dan sudah sangat kaya dalam kedudukannya sebagai banker.

14

2.5. Dampak negatif dari Korupsi Demokrasi Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik ( good governance ) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidakseimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi. Ekonomi Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan. Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan.

15

Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien. Korupsi menimbulkan distorsi ( kekacauan ) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturanaturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah. Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal ( capital investment ) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri ( maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss ). Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya ( meminta sogok ), namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dari Universitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri. (Hasilnya, dalam artian pembangunan ( atau kurangnya pembangunan ) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson ).

16

Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, di luar jangkauan dari ekspropriasi di masa depan.

Kesejahteraan umum negara Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil. Politikus politikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka. Bagi Rakyat Miskin Korupsi, tentu saja berdampak sangat luas, terutama bagi kehidupan masyarakat miskin di desa dan kota. Awal mulanya, korupsi menyebabkan Anggaran Pembangunan dan Belanja Nasional kurang jumlahnya. Untuk mencukupkan anggaran pembangunan, pemerintah pusat menaikkan pendapatan negara, salah satunya contoh dengan menaikkan harga BBM. Pemerintah sama sekali tidak mempertimbangkan akibat dari adanya kenaikan BBM tersebut ; harga-harga kebutuhan pokok seperti beras semakin tinggi ; biaya pendidikan semakin mahal, dan pengangguran bertambah. Tanpa disadari, masyarakat miskin telah menyetor 2 kali kepada para koruptor. Pertama, masyarakat miskin membayar kewajibannya kepada negara lewat pajak dan retribusi, misalnya pajak tanah dan retribusi puskesmas. Namun oleh negara hak mereka tidak diperhatikan, karena duitnya rakyat miskin
17

tersebut telah dikuras untuk kepentingan pejabat. Kedua, upaya menaikkan pendapatan negara melalui kenaikan BBM, masyarakat miskin kembali menyetor negara untuk kepentingan para koruptor, meskipun dengan dalih untuk subsidi rakyat miskin. Padahal seharusnya negara meminta kepada koruptor untuk mengembalikan uang rakyat yang mereka korupsi, bukan sebaliknya, malah menambah beban rakyat miskin. Bahaya korupsi terhadap generasi muda Salah satu efek negatif yang paling berbahaya dari korupsi pada jangka panjang adalah rusaknya generasi muda. Dalam masyarakat yang korupsi telah menjadi makanan sehari-harinya, anak tumbuh dengan pribadi antisosial, selanjutnya generasi muda akan menganggap bahwa korupsi sebagai hal biasa (atau bahkan budayanya ), sehingga perkembangan pribadinya menjadi terbiasa dengan sifat tidak jujur dan tidak bertanggungjawab. Jika generasi muda suatu bangsa keadaannya seperti itu, bisa dibayangkan betapa suramnya masa depan bangsa tersebut. Bahaya korupsi terhadap politik. Kekuasaan politik yang dicapai dengan korupsi akan menghasilkan pemerintahan dan pemimpin masyarakat yang tidak legitimate di mata publik. Jika demikian keadaannya, maka masyarakat tidak akan percaya terhadap pemerintah dan pemimipin tersebut, akibatnya mereka tidak akan akan patuh dan tunduk pada otoritas mereka. Praktik korupsi yang meluas dalam politik seperti pemilu yang curang, kekerasan dalam pemilu, money politics dan lain-lain juga dapat menyebabkan rusaknya demokrasi, karena untuk mempertahankan kekuasaan, penguasa korup itu akan menggunakan kekerasan ( otoriter ) atau menyebarkan korupsi lebih luas lagi di masyarakat.

18

Di samping itu, keadaan yang demikian itu akan memicu terjadinya instabilitas sosial politik dan integrasi sosial, karena terjadi pertentangan antara penguasa dan rakyat. Bahkan dalam banyak kasus, hal ini menyebabkan jatuhnya kekuasaan pemerintahan secara tidak terhormat, seperti yang terjadi di Indonesia.

BAB III PEMBAHASAN


3.1. Analisa Deskriptif Di era Orde Baru, korupsi dikaitkan dengan kegiatan produktif di sektor bisnis sambil terus mengukuhkan jaringan korupsi. Sekarang fenomena ini berkurang dimana sektor bisnis merasa sukar untuk bermain dalam jaringan korupsi. Kalangan bisnis mendapat saingan dari kegiatan ekonomi illegal yang merupakan hasil korupsi atau justru tindakan korupsi itu sendiri. Dalam negara dengan masa transisi, sektor ekonomi ilegal membesar dan menggerogoti kemampuan negara mengatur kebijakan pembangunan. Para pelaku bisnis legal menyurutkan investasinya. Sektor illegal menggantikan penyediaan lapangan kerja, meskipun bukan berarti mencipatakan kemakmuran. Salah satu yang paling krusial untuk dipecahkan oleh bangsa dan pemerintah Indonesia adalah masalah korupsi. Hal ini disebabkan semakin lama tindak pidana korupsi di Indonesia semakin sulit untuk diatasi. Maraknya korupsi di Indonesia disinyalir terjadi di semua bidang. Sangat banyak Undang-undang yang menunggu peraturan pelaksaannya. Padahal undang-undang itu sendiri masih mengandung inkonsistensi dan kurang mempertimbangkan aspek kontekstual institusional, sosiologis, dan ekonomi. Karena tidak realsitis, maka masyarakat terpaksa mencari jalan keluar dengan terlibat tindak korupsi.
19

Badan yang khusus menangani korupsi, seperti Komisi Yudisial dan Komisi Ombudsman terlalu terbatas wewenangnya, kurang sumber daya, dukungan politik, dan pertautan kelembagaan. KPK bisa dikatakan cukup wewenang dan sumber daya relatif, namun masih tergantung pada kualitas lembaga lain sebagai tenaga pelaksana. Lembaga ini juga sangat kurang mendapat dukungan politik. Pertautan dengan lembaga lain juga belum memadai, sesuatu yang membutuhkan kekuatan di luar KPK sendiri. Dengan banyaknya tindak korupsi yang terjadi selama ini, jalannya penanganan korupsi di Indonesi menjadi sorotan khusus berbagai media. Dari bidang supremasi hukum dan pengadilan sendiri, beratnya hukuman dalam pengambilan keputusan suatu perkara korupsi kadang tidak sebanding dengan tindakan yang dilakukan. Dalam arti lain pengambilan keputusan berjalan berat sepihak atau tidak adil. KPK sebagai suatu lembaga yang independen sejauh ini hanya bertugas untuk mencari kasus-kasus korupsi yang terjadi tanpa bisa ikut campur dalam penentuan beratnya hukuman. Padahal dalam berbagai kasus-kasus yang ditangani oleh KPK, banyak bukti-bukti suatu perkara yang dapat memberatkan pengambilan hukuman. Terkadang pula kebijakan pemerintah yang dibuat justru menginterfensi keputusan pengadilan sendiri. Sehingga hukum yang tercipta di masyarakat bukanlah suatu hukum yang sama rata dan mutlak. Upaya-upaya pemerintah dalam pembentukan gerakan anti korupsi sebenarnya sudah sangat memadai untuk memecahkan perkara korupsi di negara ini. Hanya saja, dalam praktek kegiatannya sering mengalami hambatan, misalnya birokrasi yang sulit dalam pembentukkan suatu kebijakan terkait pemberantasan korupsi itu sendiri. Jalan akhir yang harus ditempuh bangsa ini kembali kepada kesadaran atas suatu sistem politik yang bersih karena secara langsung maupun tidak langsung korupsi akan memberikan dampak yang teramat buruk bagi berjalannya suatu bangsa. Penyadaran ini memanglah tidak mudah, setidaknya kita harus mempunyai suatu contoh atau panutan sebagai tolak ukur upaya ini. Bagaimana suatu masyarakat akan berubah dari suatu budaya korupsi ini jikalau para pemimpin bangsanya justru memberikan contoh yang buruk. Mencoba untuk
20

suatu perubahan bukanlah suatu hal yang buruk, dengan harapan perubahan nyata akan terjadi pada bangsa ini di masa mendatang.

3.2. Analisa Tabel Supply dan Demand Korupsi

Diagram ini menjelaskan upaya penurunan supply dan demand korupsi dimana akan terlihat penurunan volume korupsi. Pada kondisi awal, sebelum upaya pemberantasan korupsi dilaksanakan, supply korupsi berada sepanjang garis s1, sedangkan demand korupsi berada pada sepanjang garis d1. Kedua garis bertemu di e1, meninggalkan korupsi pada sebanyak q1 dengan harga korupsi sebanyak p1, dengan kerugian langsung sebesar area 0-p1-e1-q1.Penjelasan dalam box di atas menyimpulkan bahwa penurunan jumlah korupsi hanya akan signifikan jika dilakukan secara bersama-sama dari sisi supply maupun demand. Beberapa strategi untuk mengurangi supply korupsi di antaranya:
21

menerapkan merit system pada birokrasi; meningkatkan gaji para birokrat; memperketat peraturan dan mengawasi implementasinya; menerapkan kode etik; membuka pusat aduan bagi publik dengan menjaga kerahasiaan pelapor (semacam whistleblower rule); membentuk ombudsman; menerapkan citizen report card; rotasi atau mutasi karyawan secara periodik untuk mencegah terciptanya korupsi sistemik; serta memperberat hukuman bagi birokrat korupsi. Sedangkan strategi untuk mengurangi demand korupsi dapat dilakukan dengan cara: menyederhanakan berbagai peraturan terkait dengan pelayanan publik; memberikan penjelasan tentang prosedur pelayanan publik kepada masyarakat; membuka beberapa kantor untuk jenis pelayanan yang sama (mendorong kompetisi); mengurangi interaksi face to face antara publik dan pegawai pemerintah, misalnya melalui pengembangan sistem online di website pemerintah; memperberat hukuman bagi penyuap yang tertangkap; dan mengurangi pembayaran menggunakan kas, diupayakan sebisa mungkin pembayaran melalui transfer, cek atau credit card sehingga alur dana dapat dilacak.

22

BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan Korupsi merupakan tindakan yang merugikan Negara, secara langsung maupun tidak langsung. Korupsi yang terjadi pada sebuah perusahaan swasta, misalnya, mungkin tidak merugikan masyarakat atau negara secara langsung kecuali bagi karyawan perusahaan tersebut. Namun, ia tetap merugikan masyarakat luas atau negara secara tidak langsung berarti juga mengganggu perekonomian umum. B Soedarsono juga sadar bahwa hal tersebut tidaklah mutlak karena banyaknya faktor yang bekerja dan saling memengaruhi satu sama lain. Kurangnya gaji bukanlah faktor yang paling menentukan, orang-orang yang berkecukupan banyak yang melakukan korupsi. Namun demikian kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri memang faktor yang paling menonjol dalam arti merata dan meluasnya korupsi di Indonesia, hal ini dikemukakan oleh Guy J Parker.

23

4.2. Saran Sebaiknya masyarakat kecil. Pemerintah seharusnya juga menindak dan menghukum korupsi tersebut sesuai dengan hukum yang berlaku. Korupsi adalah produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat yang memakai uang sebagai standard kebenaran dan sebagai kekuasaaan mutlak. Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat banyak sekali kekurangan dan kelemahan baik dalam segi penulisan, penyusunan maupun materi yang disajikan, untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna menjadi bahan introveksi dalam membuat makalah-makalah selanjutnya. pemerintah lebih serius dan selalu waspada dalam

menanggulangi masalah korupsi ini, karena masalah ini sungguh merugikan

24

DAFTAR PUSTAKA

Axel Dreher, Christos Kotsogiannis, Steve McCorriston (2004), Corruption Around the World: Evidence from a Structural Model Kumorotomo, Wahyudi, Etika Administrasi Negara, PT. Rajawali Pers, Jakarta, 2009 Ndaraha, Taliziuduhu, Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru), Rineka Cipta. Jakarta 2002 Inu Kencana Syafiie, Ilmu Administrsai Publik, Rineka Cipta. Jakarta 1999 Diskusi dengan Nuhu Ribadu di sela-sela workshop Managing for Integrity di Budapest, Hungaria Juli 2009 http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi

25

26

Anda mungkin juga menyukai