Anda di halaman 1dari 10

Anamnesis Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara melakukan serangkaian wawancara

dengan pasien atau keluarga pasien atau dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien. Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesis dilakukan dengan cara yang khas, berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari masalah yang dikeluhkan oleh pasien. Pada kasus ini, hal yang dapat kita tanyakan adalah sebagai berikut : Identitas pasien seperti nama pasien, nama keluarga terdekat, alamat, umur, agama, tanggal lahir dan tempat lahir, status perkawinan, pendidikan terakhir dan suku bangsa. Riwayat social meliputi hubungan pasien, aktivitas sehari-hari, apakah merokok, mengambil obat-obatan. Riwayat penyakit dahulu yaitu apakah pernah alami penyakit kandungan dan penyakit kelamin. Riwayat persetubuhan meliputi pernah bersetubuh atau tidak, persetubuhan yang terakhir dan apakah menggunakan kondom. Riwayat ginekologi ; Siklus haid, ditanyakan kapan menarche dan hari pertama haid terakhir, apakah haid teratur, berapa lama kitar haid, berapa banyak perdarahan haid, apakah nyeri haid. Riwayat obstetric; pernah hamil atau tidak, pernah alami keguguran atau tidak, pemakaian alat kontrasepsi. Pemeriksaan Fisik
Selama pertumbuhan pesat masa puber, terjadi empat perubahan fisik penting dimana tubuh anak dewasa: perubahan ukuran tubuh, perubahan proporsi tubuh, perkembangan ciri-ciri seks primer dan perkembangan ciri-ciri seks sekunder 1. Perubahan primer 2. Perubahan sekunder Perubahan primer pada masa puber :

Perubahan primer pada masa pubertas adalah tanda-tanda/perubahan yang menentukan sudah mulai berfungsi optimalnya organ reproduksi pada manusia. Pada wanita - Semua organ reproduksi wanita tumbuh selama masa puber, meskipun dalam tingkat kecepatan yang berbeda. Berat uterus anak usia 11 atau 12 tahun berkisar 5,3 gram, pada usia 16 rata-rata beratnya 43 gram. Tuba falopi, telur-telur, dan vagina juga tumbuh pesat pada saat ini. Petunjuk pertama bahwa mekanisme reproduksi anak perempuan menjadi matang adalah datangnya menstruasi.3,4 Perubahan sekunder pada masa pubertas : Perubahan sekunder pada masa pubertas adalah perubahan-perubahan yang menyertai perubahan primer yang terlihat dari luar. Pada perempuan: lengan dan tungkai kaki bertambah panjang; pertumbuhan payudara; tumbuh bulu-bulu halus disekitar ketiak dan vagina; panggul mulai melebar; tangan dan kaki bertambah besar; tulang-tulang wajah mulai memanjang dan membesar; vagina mengeluarkan cairan; keringat bertambah banyak; kulit dan rambut mulai berminyak; pantat bertambah lebih besar.3

Pemeriksaan Penunjang

Informed Consent Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang efektif antara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak akan dilakukan terhadap pasien. Informed consent dilihat dari aspek hukum bukanlah sebagai perjanjian antara dua pihak, melainkan lebih ke arah persetujuan sepihak atas layanan yang ditawarkan pihak lain: Informed consent memiliki 3 elemen, yaitu 1. Threshold elements.

Elemen ini sebenarnya tidak tepat dianggap sebagai elemen, oleh karena sifatnya lebih ke arah syarat, yaitu pemberi consent haruslah seseorang yang kompeten. Kompeten disini diartikan sebagai kapasitas untuk membuat keputusan (medis). Kompetensi manusia untuk membuat keputusan sebenarnya merupakan suatu kontinuum, dari sama sekali tidak memiliki kompetensi hingga memiliki kompetensi yang penuh. Diantaranya terdapat berbagai tingkat kompetensi membuat keputusan tertentu (keputusan yang reasonable berdasarkan alasan yang reasonable). Secara hukum seseorang dianggap cakap (kompeten) adalah apabila telah dewasa, sadar dan berada dalam keadaan mental yang tidak di bawah pengampuan. Dewasa diartikan sebagai usia telah mencapai 21 tahun atau telah pernah menikah. Sedangkan keadaan mental yang dianggap tidak kompeten adalah apabila ia mempunyai penyakit mental sedemikian rupa atau perkembangan mentalnya terbelakang sedemikian rupa, sehingga kemampuan membuat keputusannya terganggu. 2. Information elements Elemen ini terdiri dari dua bagian, yaitu disclosure (pengungkapari) dan understanding (pemahaman). Pengertian berdasarkan pemahaman yang adekuat membawa konsekuensi kepada tenaga medis untuk memberikan informasi (disclosure) sedemikian rupa agar pasien dapat mencapai pemahaman yang adekuat. Dalam hal ini, seberapa baik informasi harus diberikan kepada pasien, dapat dilihat dari 3 standar, yaitu:

Standar Praktek profesi o Bahwa kewajiban memberikan informasi dan kriteria keadekuatan informasi ditentukan bagaimana biasanya dilakukan dalam komunitas tenaga medis (constumary practices of a professional community-Faden and Beauchamp, 1986). Standar ini terlalu mengacu kepada nilai-nilai yang ada didalam komunitas kedokteran, tanpa memperhatikan keingintahuan dan kemampuan pemahaman individu yang diharapkan menerima informasi tersebut.

o Dalam standar ini ada kemungkinan bahwa kebiasaan tersebut diatas tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial setempat, misalnya : risiko yang tidak bermakna (menurut medis) tidak diinformasikan, padahal mungkin bermakna dari sisi sosial / pasien. Standar Subyektif o Bahwa keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yang dianut oleh pasien secara pribadi, sehingga informasi yang diberikan harus memadai untuk pasien tersebut dalam membuat keputusan. Sebaliknya dari standar sebelumnya, standar ini sangat sulit dilaksanakan atau hampir mustahil. Adalah mustahil bagi tenaga medis untuk memahami nilai-nilai yang secara individual dianut oleh pasien. Standar pada reasonable person o Standar ini merupakan hasil kompromi dari kedua standar sebelumnya, yaitu dianggap cukup apabila informasi yang diberikan telah memenuhi kebutuhan pada umunmya orang awam. o Sub-elemen pemahaman (understanding) dipengaruhi oleh penyakitnya, irrasionalis dan imaturitas. o Banyak ahli yang mengatakan bahwa apabila elemen ini tidak dilakukan maka dokter dianggap telah lalai melaksanakan tugasnya memberi informasi yang adekuat.

3. Consent Elements Elemen ini juga terdiri dan dua bagian, yaitu voluntariness (kesukarelaan, kebebasan) dan authorization (persetujuan). Kesukarelaan mengharuskan tidak adanya tipuan, misrepresentasi ataupun paksaan. Pasien juga harus bebas dari tekanan yang dilakukan tenaga medis yang bersikap seolaholah akan dibiarkan apabila tidak menyetujui tawarannya. Banyak ahli masih berpendapat bahwa melakukan persuasi yang tidak berlebihan masih dapat dibenarkan secara moral. Consent dapat diberikan: a. Dinyatakan (expressed)

dinyatakan secara lisan dinyatakan secara tertulis. Pernyataan tertulis diperlukan apabila dibutuhkan bukti di kemudian hari, umumnya pada tindakan yang invasif atau yang berisiko mempengaruhi kesehatan pasien secara bermakna. Permenkes tentang Persetujuan Tindakan Medis menyatakan bahwa semua jenis tindakan operatif harus memperoleh persetujuan tertulis.

b. Tidak dinyatakan (implied) Pasien tidak menyatakannya, baik secara lisan maupun tertulis, namun melakukan tingkah laku (gerakan) yang menunjukkan jawabannya. Meskipun consent jenis ini tidak memiliki bukti, namun consent jenis inilah yang paling banyak dilakukan dalam praktek sehari-hari. Misalnya adalah seseorang yang menggulung lengan bajunya dan

mengulurkan lengannya ketika akan diambil darahnya.

Informed consent memiliki lingkup terbatas pada hal hal yang telah dinyatakan sebelumnya, tidak dapat dianggap sebagai persetujuan atas semua tindakan yang akan dilakukan. Dokter dapat bertindak melebihi yang telah disepakati hanya apabila gawat darurat dan keadaan tersebut membutuhkan waktu yang singkat untuk mengatasinya. Proxy-consent adalah consent yang diberikan oleh orang yang bukan si pasien itu sendiri, dengan syarat bahwa pasien tidak mampu memberikan consent secara pribadi, dan consent tersebut harus mendekati apa yang sekiranya akan diberikan oleh pasien apabila ia mampu memberikannya (baik buat pasien, bukan baik buat orang banyak). Umumnya urutan orang yang dapat memberikan proxy-consent adalah suami/isteri, anak, orang tua, saudara kandung, dll. Proxy-consent hanya boleh dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan ketat. Suatu kasus telah membuka mata orang Indonesia betapa riskannya proxy-consent ini, yaitu ketika seorang kakek-kakek menurut dokter yang telah mengoperasinya hanya berdasarkan persetujuan anaknya, padahal ia tidak pernah dalam keadaan tidak sadar atau tidak kompeten. Hak menolak terapi lebih sukar diterima oleh profesi kedokteran daripada hak menyetujui terapi. Banyak ahli yang mengatakan bahwa hak menolak terapi bersifat tidak

absolut, artinya masih dapat ditolak atau tidak diterima oleh dokter. Hal ini karena dokter akan mengalami konflik moral dengan kewajiban menghormati kehidupan, kewajiban untuk mencegah perbuatan yang bersifat bunuh diri atau self inflicted, kewajiban melindungi pihak ketiga, dan integritas etis profesi dokter. Pengaruh Konteks Doktrin informed consent tidak berlaku pada 5 keadaan, yaitu (1) keadaan darurat medis, (2) ancaman terhadap kesehatan masyarakat, (3) pelepasan hak memberikan consent (waiver), (4) clinical privilege, dan (5) pasien yang tidak kompeten memberikan consent. May menambahkan bahwa penggunaan clinical privilege hanya dapat dilakukan pada pasien yang melepaskan haknya memberikan consent. Contextual circumstances juga seringkali mempengaruhi pola perolehan informed consent. Seorang yang dianggap sudah pikun, orang yang dianggap memiliki mental yang lemah untuk dapat menerima kenyataan, dan orang dalam keadaan terminal seringkali tidak dianggap cakap menerima informasi yang benar apalagi membuat keputusan medis. Banyak keluarga pasien melarang para dokter untuk berkata benar kepada pasien tentang keadaan sakitnya Pengaruh budaya Indonesia atau budaya Timur pada umumnya sangat terasa dalam praktek informed consent. Sebagaimana dituliskan oleh Kazumasa Hoshino bahwa orang Jepang cenderung untuk menyerah kepada pendapat umum dalam kelompoknya. Umumnya keputusan medis dipahami sebagai proses dalam keluarga, pasien sendiri umumnya mendesak untuk berkonsultasi dahulu dengan keluarganya untuk menjaga keharmonisan keluarga. Budaya sebagian besar suku bangsa di Indonesia tampaknya sangat sesuai dengan budaya Jepang di atas. Persetujuan tindakan medis umumnya diberikan oleh keluarga dekat pasien oleh karena pasien cenderung untuk menyerahkan permasalahan medisnya kepada keluarga terdekatnya. Nilai yang lebih bersifat kolektif seperti ini juga terlihat pada rahasia kedokteran. Budaya, kebiasaan dan tingkat pendidikan juga mempengaruhi cara dan keadekuatan berkomunikasi antara dokter dan pasien. Penelitian yang dilakukan oleh Cassileth menunjukkan bahwa dari 200 pasien pengidap kanker yang ditanyai sehari sesudah dijelaskan, hanya 60% yang memahami tujuan dan sifat tindakan medis, hanya 55% yang dapat menyebut komplikasi yang mungkin timbul, hanya 40% yang membaca formulir

dengan cermat, dan hanya 27% yang dapat menyebut tindakan alternatif yang dijelaskan. Bahkan Grunder menemukan bahwa dan lima rumah sakit yang ditelitinya, empat diantaranya membuat penjelasan tertulis yang bahasanya ditujukan untuk dapat dimengerti oleh mahasiswa tingkat atas atau sarjana, dan satu lainnya berbahasa setingkat majalah akademik spesialis. Keluhan pasien tentang proses informed consent adalah: bahasa yang digunakan untuk menjelaskan terlalu teknis, Perilaku dokter yang terlihat terburu-buru atau tidak perhatian, atau tidak ada waktu untuk tanya-jawab. Pasien sedang stress emosional sehingga tidak mampu mencerna informasi. Pasien dalam keadaan tidak sadar atau mengantuk

Sebaliknya dokter juga mengeluhkan hal-hal di bawah ini: pasien tidak mau diberitahu pasien tak mampu memahami risiko terlalu umum atau terlalu jarang terjadi situasi gawat darurat atau waktu yang sempit.

IUD
Cara Kerja

Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopii Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu, walaupun AKDR membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi sperma untuk fertilisasi

Keuntungan Kontrasepsi IUD

Sangat efektif. 0,6 - 0,8 kehamilan/100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan dalam 125 - 170 kehamilan)

AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan

Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380A dan tidak perlu diganti) Tidak mempengaruhi hubungan seksual Tidak ada efek samping hormonal dengan CuT-380A Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau abortus (apabila tidak terjadi infeksi) Dapat digunakan sampai manopouse Tidak ada interaksi dengan obat-obat Membantu mencegah kehamilan ekktopik

Kelemahan Kontrasepsi IUD

Efek samping umum terjadi: perubahan siklus haid, haid lebih lama dan banyak, perdarahan antar mensturasi, saat haid lebih sakit

Komplikasi lain: merasa sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah pemasangan, perdarahan berat pada waktu haid atau diantaranya yang memungkinkan penyebab anemia, perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangan benar)

Yang Boleh Menggunakan


Usia reproduktif Keadaan nulipara Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang Perempuan menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi Setelah melahirkan dan tidak menyusui Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi Risiko rendah dari IMS Tidak menghendaki metoda hormonal Tidak menyukai mengingat-ingat minum pil setiap hari Tidak menghendaki kehamilan setelah 1 - 5 hari senggama Perokok Gemuk ataupun kurus

Etika Kedokteran Di dalam menentukan tindakan di bidang kesehatan atau kedokteran, selain mempertimbangkan keempat kebutuhan dasar di atas, keputusan hendaknya juga mempertimbangkan hak-hak asasi pasien. Pelanggaran atas hak pasien akan mengakibatkan juga pelanggaran atas kebutuhan dasar di atas terutama kebutuhan kreatif dan spiritual pasien. Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar-salahnya suatu sikap dan atau perbuatan seseorang individu atau institusi dilihat dari moralitas. Penilaian baik-buruk dan benar-salah dari sisi moral tersebut menggunakan pendekatan teori etika yang cukup banyak jumlahnya. Terdapat dua teori etika yang paling banyak dianut orang adalah teori deontologi dan teleologi. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa, Deontologi mengajarkan bahwa baik-buruknya suatu perbuatan harus dilihat dari perbuatannya itu sendiri (I Kant), sedangkan teleologi mengajarkan untuk menilai baik-buruk tindakan dengan melihat hasilnya atau akibatnya (D Hume, J Bentham, JS Mills). Deontologi lebih mendasarkan kepada ajaran agama, tradisi dan budaya, sedangkan teleologi lebih ke arab penalaran (reasoning) dan pembenaran (justifikasi) kepada azas manfaat (aliran utilitarian). Beauchamp and Childress (1994) menguraikan bahwa untuk mencapai ke suatu keputusan etik diperlukan 4 kaidah dasar moral (moral principle) dan beberapa rules dibawahnya. Ke-4 kaidah dasar moral tersebut adalah: 1. Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi pasien (the rights to self determination). Prinsip moral inilah yang kemudian melahirkan doktrin informed consent; 2. Princip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan ke kebaikan pasien. Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan saja, melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar daripada sisi buruknya (mudharat); 3. Prinsip non-maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai primum non nocere atau above all do no harm.

4. Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya (distributive justice).

Sedangkan rules derivatnya adalah veracity (berbicara benar, jujur dan terbuka), privacy (menghormati hak privasi pasien), confidentiality (menjaga kerahasiaan pasien) dan fidelity (loyalitas dan promise keeping). Selain prinsip atau kaidah dasar moral di atas yang harus dijadikan pedoman dalam mengambil keputusan klinis, profesional kedokteran juga mengenal etika profesi sebagai panduan dalam bersikap dan berperilaku (code of ethical conduct). Sebagaimana diuraikan pada pendahuluan, nilai-nilai dalam etika profesi tercermin di dalam sumpah dokter dan kode etik kedokteran. Sumpah dokter berisikan suatu kontrak moral antara dokter dengan Tuhan sang penciptanya, sedangkan kode etik kedokteran berisikan kontrak kewajiban moral antara dokter dengan peer-groupnya, yaitu masyarakat profesinya. Baik sumpah dokter maupun kode etik kedokteran berisikan sejumlah kewajiban moral yang melekat kepada para dokter. Meskipun kewajiban tersebut bukanlah kewajiban hukum sehingga tidak dapat dipaksakan secara hukum, namun kewajiban moral tersebut haruslah menjadi pemimpin dan kewajiban dalam hukum kedokteran. Hukum kedokteran yang baik haruslah hukum yang etis.

Anda mungkin juga menyukai