Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH PBL BLOK SISTEM RESPIRASI II

Tuberkulosis Paru Adhicea Handayani Pally 102009134

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA Jl. Arjuna utara NO. 6 Jakarta Barat 11510 Telp. (021) 569 42061

BAB I PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah penting bagi kesehatan karena merupakan salah satu penyebab utama kematian. Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia, terjadi pada negara-negara berkembang.1

Data terbaru yang dikeluarkan WHO pada bulan Maret 2009 dalam Global TB Control Report 2009, menunjukkan bahwa pada tahun 2008, prevalensi TB dunia adalah 5-7 juta kasus, baik kasus baru maupun kasus relaps. Dari prevalensi ini, 2,7 juta diantaranya adalah kasus basil tahan asam (BTA) positif baru, dan 2,1 juta kasus BTA (-) baru. 1

Tuberkulosis di Indonesia menduduki peringkat ketiga di dunia setelah India dan Cina (Depkes RI, 2006). Menurut WHO dalam Global TB Control Report (2009), prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2008 adalah 296.514 ribu kasus baru maupun relaps. Angka insidensi kasus baru BTA positif TB di Indonesia berdasarkan hasil survei Depkes RI tahun 2007 pada 33 propinsi adalah 104 per 100.000 penduduk. Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 10% dari total jumlah pasien TB di dunia. Menurut laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007 dalam Depkes RI, menunjukkan bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor dua setelah penyakit kardiovaskuler (stroke) pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Anamnesis Anamnesis merupakan hal yang wajib dilakukan dalam pemeriksaan setiap penyakit, karena sebagian besar diagnosis dapat dipikirkan hanya dari anamnesis. a. Anamnesis umum Identitas2 Identias perlu ditanyakan untuk memastikan bahwa pasien yang dihadapi adalah memang benar pasien yang dimaksud, selain itu identitas juga perlu untuk data penelitian, asuransi, dan sebagainya. Indentitas biasanya meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, nama orang tua atau suami atau istri atau penanggung jawab, alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa dan agama. Dari kasus yang didapat dari hasil anamnesis didapatkan usia pasien adalah 56 tahun. Keluhan utama (chief compalint) 2 Keluhan utama merupakan keluhan yang dirasakan pasien sehingga membawa pasien pergi ke dokter. Dari kasus didapatkan pasien mengeluh batuk tak kunjung sembuh selama empat bulan, batuk berdahak putih dan tiga hari yang lalu ada bercak darah saat batuk. Pasien merasa semakin kurus dalam enam bulan terakhir. b. Anamnesis terarah Pada anamnesis terarah kita mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan utama pasien. Dari kasus didapatkan keluhan yang membawa pasien ke dokter adalah batuk yang berlangsung lama disertai dahak berwarna putih dan tiga hari yang lalu ada bercak
3

darah. Keadaan penting dari kasus pasien yang harus kita cermati adalah timbulnya bercak darah saat batuk. Batuk darah atau hemoptisis bisa disebabkan oleh perdarahan dalam jalan napas, tumor jinak maupun ganas, infeksi (termasuk bronkitis, abses paru, bronkiektasi, tuberkulosis, penumonia dan infeksi jamur), infark paru, cedera dan kelainan lain yang jarang, seperti aneurisma arteriovena. Riwayat penyakit sekarang2,3 Batuk : batu sebenarnya merupakan refleks faali untuk memberikan jalan napas, tetapi juga menjadi tanda penyakit yang menyebabkan rangsangan mukosa trakea dan bronkus. Sputum : sputum merupakan bahan yang dikeluarkan dari paru, bronkus dan trakea melalui mulut. Jumlah, ciri-ciri fisik, warna, kualitas dam bau memberikan petunjuk penting tentang sifat penyakit paru. Mukus murni berwarna putih atau bening dan tidak ada rasanya sering kali merupakan hasil proses iritatif akut atau kronik. Infeksi purulen biasanya mengubah sputum menjadi kuning atau hijau. Hemoptisis : gambaran hemoptisis dan keluhan dan tempat penemuan yang berkaitan biasanya menunjukkan diagnosisnya. Bila gangguan integritas pembuluh darah ringan dan terbatas pada mukosa bronkial, timbul sedikit bercak darah pada sputum. Volume darah yang banyak dan berwarna merah terang biasanya melibatkan pembuluh arteri bronkial. Campuran darah dan mukus berarti infeksi atau peradangan kronik. Nyeri dada : nyeri dada dapat berasal dari dinding toraks atau pleura parietalis, tidak dari pleura viseralis dan jaringan paru karena jaringan ini tidak mengandung saraf sensorik. Nyari pleura disebabkan oleh rangsangan pleura, seperti pada peluritis, infark paru atau tumor. Nyeri terutama dirasakan saat inspirasi. Pada kasus pasien tidak mengalami sesak dan nyeri dada. Riwayat penyakit terdahulu2 Hal-hal yang dapat ditanyakan adalah sebagai berikut : pernah mengalami keluhan yang sama pada masa lalu, riwayat penyakit yang sama dalam lingkungan keluarga
4

atau lingkungan sekitar tempat tinggal, riwayat kontak dengan penderita penyakit dengan gejala yang sama. Dari kasus didapatkan pasien mempunyai riwayat pengobatan paru selama enam bulan dan mempunyai riwayat kencing manis sejak satu tahun yang lain. Riwayat kehidupan sosial2 Kehidupan sosial pasien juga merupakan faktor resiko terjadinya suatu penyakit. Hal ini bisa berhubungan dengan pekerjaan, lingkungan hidup, pergaulan dan lain sebagainya.

B. Pemeriksaan 1. Fisik Tanda vital1 Tekanan darah, temperatur, frekuensi nadi dan frekuensi napas menentukan tingkat keparahan penyakit. Tekanan darah, tekanan darah normal adalah 120/80 mmHg. Tekanan darah tinggi normal adalah 130/85 mmHg, tekanan darah rendah normal adalah 110/75 mmHg. Borderline low pada tekanan 90/60 mmHg sedangkan borderline high pada tekanan 140/90 mmHg. Temperatur, suhu normal manusia berkisar antara 36,5C 37,5C. Pada pasien dengan suhu di bawah 35C atau di atas 41C menandakan keadaan gawat darurat. Pemeriksaan pertama yang perlu dilakukan adalah melihat keadaan umum pasien. Mungkin bisa ditemukan konjungtiva mata atau kulit pucat karena anemia, suhu demam (subfebris), badan kurus atau berat badan menurun. Frekuensi napas, normalnya pada dewasa adalah 12-20x/menit. Frekuensi napas kurang dari 5x/menit mengisyaratkan hipoventilasi. Bila lebih dari 35x/menit menunjukkan gangguan yang parah.

Pemeriksaan umum1 Pada pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukkan adanya kelainan terutama pada kasus kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik. Demikian juga apabila sarang penyakit terletak di dalam, akan sulit menemukan kelainan dalam pemeriksaan fisik, karena hantaran getaran / suara lebih dari 4 cm ke dalam paru sulit dinilai secara palpasi, perkusi, maupun auskultasi. Secara anamnesis dan pemeriksaan fisik, TB paru sulit dibedakan dengan pneumonia biasa. Pada TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks (puncak paru). Bila dicurigai adanya infiltrate yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara napas bronchial. Akan didapatkan juga suara napas tambahan berupa ronki basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrate ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napasnya menjadi vesikuler lemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberi suara amforik. Pada TB paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot otot interkostal. Bagian paru yang sakit jadi menciut dan menarik isi mediastinum atau paru lainnya, sedangkan paru yang sehat menjadi lebih hiperinflasi. Bila jaringan fibrotic amat luas yakni lebih dari setengah jumlah jaringan paru paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran darah paru dan selanjutnya meningkatkan tekanan arteri pulmonalis (hipertensi pulmonal) diikuti terjadinya cor pulmonale dan gagal jantung kanan. Bila tuberculosis mengenai pleura, sering membentuk efusi pleura, sehingga paru yang sakit akan terlihat tertinggal waktu pernapasan, dan perkusi akan memberikan suara pekak, auskultasi akan memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali. Dalam klinis, TB paru sering asimtomatik dan penyakit baru dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologis paru atau uji tuberkulin positif.

2. Penunjang Radiologis1 Radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi tuberculosis. Walaupun membutuhkan biaya lebih dibanding pemeriksaan sputum, namun dalam beberapa kasus akan memberi keuntungan seperti pada tuberculosis anak anak dan tuberculosis milier. Pada keadaan di atas diagnosis dapat diperoleh hanya melalui pemeriksaan radiologis dada, karena pemeriksaan sputum hampir selalu negative. Lokasi lesi TB umumnya di daerah apeks paru (segmen apical lobus atas atau segmen apical lobus bawah), dan dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberculosis endobronkial). Pada awal penyakit saat lesi masih berupa sarang sarang pneumonia, gambaran radiologisnya berupa bercak bercak seperti awan dan memiliki batas yang tidak tegas. Apabila lesi sudah diliputi dengan jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai tuberkuloma. Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula mula berdinding tipis, dan makin lama dindingnya menjadi sklerotik dan terlihat menebal. Apabila terjadi fibrosis terlihat bayangan yang bergaris garis. Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercak bercak padat dengan densitas tinggi. Gambaran TB milier terlihat berupa bercak bercak halus yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberculosis paru adalah penebalan pleura (pleuritis), massa cairan di bagian bawah paru (efusi pleura), bayangan hitam radiolusen di pinggir pleura/ paru (pneumothorax). Pada tuberculosis sering menunjukkan gambaran yang aneh, terutama gambaran radilogisnya, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya.
7

Gambar 1. Bayangan infiltrat dengan batasan tidak tegas di daerah lateral paru kanan serta perbesaran nodus limfatikus hilus; tuberkulosis primer

Sumber : Respirologi h.158 Laboratorium1 Darah Pemeriksaan darah kurang atau jarang dilakukan karena hasilnya kadang kadang meragukan. Pada tuberculosis baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang agak sedikit meningkat, limfosit masih di bawah normal, laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun kearah normal lagi. Hasil pemeriksaan darah lain juga didapatkan anemia ringan dengan gambaran normokrom dan normositer, gamma globulin meningkat dan kadar natrium darah menurun. Pemeriksaan serologi yang dikenal hingga kini yang dapat membantu diagnosa tuberkulosis adalah Tes Takahashi. Tes ini merupakan reaksi algutinasi
8

fosfatida kaolin pada seri pengenceran serum sehingga dapat ditentukan titernya. Titer lebih dari 128 dianggap positif, yang berarti proses tuberkulosis aktif.1 Sputum Pemeriksaan sputum sangat penting karena merupakan cara untuk

mengidentifikasi basil TB. Mengidentifikasi basil TB dalam dahak adalah metode yang lebih akurat dari pada menunjukkan sensitisasi untuk basil TB (Mantoux tes kulit) ketika mendiagnosis tuberkulosis. Tes dahak yang biasa digunakan adalah pemeriksaan hapusan dahak dan pemeriksaan dengan biakan. Basil TB dalam dahak biasanya diidentifikasi dengan melihat basil TB bawah mikroskop atau dengan kultur basil TB. Sebuah spesimen dahak untuk pemeriksaan jauh lebih sulit pada anak-anak. Oleh karena itu metode lain harus digunakan pada anakanak muda, terutama anak-anak dibawah usia enam tahun yang biasanya menelan dahak mereka. Diantaranya metode yang digunakan adalah aspirasi lambung. Pemeriksaan hapus dahak di bawah mikroskop adalah cara termudah untuk mengidentifikasi basil TB dan merupakan uji tertua yang digunakan dalam mengidentifikasi pasien dengan tuberculosis. Metode tradisional pewarnaan Ziehl-Neelsen digunakan dan kemudian mencari basil TB di bawah mikroskop cahaya. Dengan metode ini basil TBC pertama bernoda dan kemudian dicuci dengan asam. Sebagai hasilnya pasien TB dengan BTA positif (basil TB dilihat) disebut 'pasien BTA-positif'. Mereka jauh lebih menular dibandingkan pasien dengan TB yang 'negatif smear. Meningkatnya bacil TB terlihat, semakin menular pasien pada orang lain.1 Metode pengumpulan dahak yang sama yang digunakan untuk pemeriksaan dahak BTA, juga digunakan untuk kultur dahak. Hal ini penting untuk menjaga specimen dahak dingin di 4-10 C dan menghantarnya ke laboratorium TB sesegera mungkin. Baik medium padat atau cair yang digunakan. Mungkin butuh waktu 4-8 minggu untuk mendapatkan kultur positif pada media padat walaupun
9

pertumbuhan basil TB lebih cepat di dua sampai tiga minggu dengan cairan (kaldu) menengah. Menunggu lama ini adalah masalah utama dengan budaya TB. Namun, keuntungannya adalah bahwa sensitivitas obat atau resistensi pengujian dapat dilakukan jika budaya yang positif diperoleh. Seperti pewarnaan BTA, budaya dahak pada anak-anak tidak sensitif seperti pada orang dewasa, karena anak biasanya jauh lebih sedikit basil TB dalam sputum. Kultur jauh lebih akurat dari pemeriksaan hapusan dahak karena dapat mendeteksi basil TB jauh lebih sedikit. Kultur mungkin positif ketika BTA negatif pada anak atau orang dewasa dengan TB. Oleh karena itu budaya TB sangat penting, terutama jika BTA negatif pada anak dengan sejarah, pemeriksaan klinis, tes Mantoux kulit dan sinar-X dada menunjukkan TBC. 1 Tes Tuberkulin Pemeriksaan ini sangat sering digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis tuberculosis terutama pada anak anak. Biasanya dipakai tes Mantoux yaitu dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberculin PPD (purified protein derivates) intrakutan berkekuatan 5 Tuberkulin Unit (intermediate strength). Apabila takut terjadi reaksi hebat dengan 5 TU, dapat diberikan dulu 1 atau 2 TU (first strength). Kadang kadang bila dengan 5 TU masih memberikan hasil negative dapat diulangi dengan 250 TU (second strength). Bila dengan 250 TU masih menunjukkan hasil negative juga, berarti tuberculosis dapat disingkirkan. Tetapi pada umumnya tes Mantoux dengan menggunakan 5 TU sudah cukup berarti. Tes tuberculin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah mengalami infeksi M. tuberkulosa, M. bovis, vaksinasi BCG dan Mycobacteria paatogen lainnya. 1 Dasar reaksi dari tuberculin test ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Pada penularan dengan kuman pathogen baik yang virulen ataupun tidak (Mycobacterium tuberculosae atau BCG) tubuh manusia akan mengadakan
10

reaksi imunologi dengan dibentuknya antibody selular pada permulaan dan kemudian diikuti oleh pembentukan antibody humoral yang dalam perannya akan menekan antibody selular. Bila pembentukan antibody seluler cukup, misalnya pada penularan dengan kuman yang sangat virulen dan jumlah kuman sangat besar atau pada keadaan dimana pembentukan antibody humoral sangat berkurang (missal pada keadaan hipogama-globulinemia), maka akan mudah terjadi penyakit setelah penularan. Setelah 48 72 jam tuberculin disuntikkan, akan timbul indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrate limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibody selular dengan antigen tuberculin. Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan antibody selular dan antigen tuberculin sangat dipengaruhi oleh antibody humoral, makin besar pengaruh antibody humoral, makin kecil indurasi yang ditimbulkan. 1 Berdasarkan hal hal tersebut di atas, hasil tes Mantoux ini dibagi dalam : 1. Indurasi 0 - 5 mm : berarti mantoux negative = golongan no sensitivity. Di sini peran antibody humoral sangat menonjol. 2. Indurasi 6 9 mm : hasil meragukan = golongan low grade sensitivity. Di sini peran dari antibody humoral masih menonjol. 3. Indurasi 10 15 mm : mantoux positif = golongan normal sensitivity. Di sini peran dari antibody humoral seimbang dengan antibody seluler. 4. Indurasi 10 15 mm : mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity. Di sini peran antibody seluler paling menonjol. Biasanya hamper seluruh pasien tuberculosis memberikan hasil Tes Mantoux yang positif (99,8%). Kelemahan tes ini dapat terjadi positif palsu pada pemberian BCG atau terinfeksi dengan Mycobacterium lain. Negative palsu lebih banyak ditemui dari pada positif palsu. Hal hal yang memberikan reaksi tuberculin berkurang (negative palsu) yakni :
11

a. Pasien yang baru 2 10 minggu terpajan tuberculosis b. Keadaan anergi, penyakit sistemik berat (sarkoidosis, LE) c. Penyakit eksantematous dengan panas yang akut : morbili, cacar air, poliomyelitis d. Pemberian kortikosteroid yang lama, pemberian obat obat imunosupresif lainnya e. Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan. Untuk pasien HIV, tes Mantoux kurang lebih 5 mm, dinilai positif. Tes resistensi Tes resistensi atau kepekaan kuman tuberkulosis terhadap obat-obatan anti tuberkulosis penting dilakukan untuk pengobatan yang tepat. Obat-obatan yang dicoba termasuk sterptomisin, INH, PAS, etambutol, pirazinamid, rimfapisin dan kanamisin yang biasa dipergunakan di klinik. Tes resistensi dapat secara langsung apabila jumlah kuman di dalam dahak cukup banyak yaitu Bronkhorst III, tetapi umunya dilakukan secara tidak langsung yaitu kuman diisolasi dahulu sebelum dilakukan tes. Tes resistensi ada yang disebut absolut, dimana patokannya adalah kadar hambat minumum kuman terhadap obat tertentu. Apabila kadarnya melebihi batas KHM berarti resisten. Metode lain adalah ratio, yaitu perbandingan dengan kuman standar H37Rv, apabila sama berarti sensitif. Metode lain adalah Proportion method, di mana dilihat berapa berapa persen kuman telah resisten terhadap obat tertentu. Apabila proporsi yang resisten rendah, maka obat tersebut digunakan untuk terapi. Cara yang lazim digunakan adalah kombinasi antara resiten ratio dan propotion method sehingga didapatkan hasil sebagai berikut : Obat anti TB A: B x H37Rv C% B: apabila > 4 x dianggap resisten C: apabila > 1 % dianggap resisten

12

C. Diagnosis a. Differential diagnosis Kanker paru1 Kanker paru merupakan suatu keadaan dimana terjadi pertumbuhan sel-sel kanker yang tidak terkendali di dalam jaringan paru. Kebiasaan merokok merupakan salah satu etiologi yang diyakini menginduksi perkembangan sel-sel kanker. Selain itu paparan zat karinogen (asbestos, radiasi ion, aren, nikel, dsb), polusi udara dan genetik juga merupakan etiologi yang pernah dilaporkan. Gejala klinik Gejala kanker paru primer termasuk batuk , batuk darah, nyeri dada , dan sesak napas. Batuk baru pada seorang perokok atau mantan perokok Batuk yang tak kunjung hilang atau semakin memburuk dari waktu ke waktu Batuk darah ( hemoptisis ) Nyeri dada Sesak napas biasanya akibat penyumbatan pada aliran udara di bagian paru-paru, akumulasi cairan di sekitar paru ( efusi pleura ), atau penyebaran tumor ke seluruh paru-paru. Mengi atau suara serak akibat penyumbatan atau peradangan di paru-paru Infeksi pernafasan berulang seperti bronkitis atau pneumonia, dapat menjadi tanda kanker paru-paru. Gejala tumor metastasis paru-paru tergantung pada lokasi dan ukuran. Sekitar 30% 40% penderita kanker paru-paru memiliki beberapa gejala atau tanda-tanda penyakit metastasis. Kanker paru-paru paling sering menyebar ke hati, kelenjar adrenal, tulang, dan otak. Matastatis ke hati sering kali tidak menimbulkan gejala,

13

Metastatis kanker paru-paru dalam kelenjar adrenal juga biasanya tidak menimbulkan gejala.

Kanker paru-paru yang telah menjalar ke tulang menyebabkan nyeri tulang, biasanya di tulang punggung (vertebra) dan tulang rusuk.

Kanker paru-paru yang menyebar ke otak dapat menyebabkan kesulitan dengan konsentrasi, kelemahan pada satu sisi tubuh, dan / atau kejang. Sindrom paraneoplastic adalah efek tidak langsung dari kanker yang disebabkan oleh bahan kimia yang dilepaskan dari sel kanker. Gejala meliputi:

Clubbing fingger Anemia Efek lain : kelemahan otot, ruam kulit, dan degenerasi otak Berat badan berkurang

Pneumonia1 Penumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus resoiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan gas setempat. Penumonia sering disebabkan oleh Str. Pneumoniae, H. influenza, staph. aureus, M. pneumoniae, C. penumoniae, Legionella dan virus. Gejala knilis Batuk lendir. Lendir mungkin berwarna hijau dengan bercak darah Demam disertai menggigil Napas capat dan merasa sesak napas Nyeri dada yang sering merasa lebih buruk ketika batuk atau inspirasi Detak jantung cepat Merasa sangat lelah atau lemas Mual dan muntah Diare
14

Histoplasmosis4 Histoplasmosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh jamur Histoplasmosis capsulatum. Kebanyakan orang dengan histoplasmosis tidak memiliki gejala. Namun, Histoplasma dapat menyebabkan penyakit paru-paru akut atau kronis. Gejala mulai timbul dalam 3 sampai 17 hari setelah paparan (rata-rata 10 hari). Penyakit pernapasan akut ditandai dengan gejala pernapasan, perasaan sakit umum, demam , sakit dada, dan batuk kering atau produktif. Penyakit paru-paru kronis menyerupai tuberkulosis dan dapat memperburuk selama beberapa bulan atau tahun.

b. Working diagnosis Tuberkulosis paru5 Diagnosis tuberculosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, gambaran radiologis dan penunjang lainnya. o Gejala klinis: Gejala klinis tuberculosis paru dibagi menjadi 2 bagian: a. Gejala respiratorik: Batuk > 3 minggu, berdahak, batuk darah, nyeri dada (timbul bila infiltrasi radang sudah samapi ke pleura), sesak napas. Gejala respiratorik sangat bervariasi, mulai dari tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat, tergantung dari luas lesi. b. Gejala sistemik: Demam, keringat malam, malaise, anoreksia, berat badan menurun. Penderita dengan gejala tersebut dianggap sebagai curiga TB dan harus diperiksa dahaknya. Pemeriksaan dahak dilakukan 3 kali (pagi-sewaktu-pagi/ SPS) dengan pewarnaan. Definisi kasus :
15

Dalam menegakkan diagnosis TB, dan sebelum menentukan pengobatan, harus ditentukan pula definisi kasus TB. Definisi kasus ditentukan oleh 4 determinan yaitu: a. Definisi kasus berdasarkan lokasi penyakit: 1. TB paru yaitu jika penyakit melibatkan parenkim paru 2. TB ekstra paru yaitu TB pada organ selain paru

b. Definisi kasus berdasarkan hasil hapusan dahak : 1. TB paru BTA (+), yaitu bila 2 atau lebih dari pemeriksaan dahak didapatkan BTA (+) atau satu BTA (+) plus abnormalitas radiologis yang menunjukkan TB paru, atau satu hapusan BTA (+) plus kultur M. tb positif. 2. TB paru BTA (-), yaitu diluar definisi pada BTA (+) tersebut. c. Definisi kasus berdasarkan beratnya penyakit : Lokasi penyakit, luasnya kelainan, bacillary load menentukan beratnya penyakit. Yang dikelompokkan berat jika penyakit dapat mengancam jiwa atau dapat menimbulkan cacat (TB milier, efusi pericardial, efusi pleura massif atau bilateral meningitis TB, TB spinal, intestinal, dan genitourinaria). d. Definisi kasus berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya : 1. Kasus baru (new case) : Penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang atau tidak lebih dari 1 bulan. 2. Kambuhan (relaps) : Penderita TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan sputum BTA positif (hapusan atau kultur). 3. Gagal pengobatan (treatment after failure) :
16

Penderita yang memulai pengobatan kategori 2 setelah gagal dengan pengobatan sebelumnya. Yaitu penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 atau lebih, atau penderita dengan BTA negative menjadi positif pada akhir bulan ke-2. 4. Pengobatan setelah default (treatment after default / drop out) : Penderita yang kembali berobat, dengan hasil bekteriologi positif, setelah berhenti minum obat 2 bulan atau lebih. 5. Pindahan (transfer in) : Penderita sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten kemudian pindah ke kabupaten lain. Penderita ini harus membawa surat rujukan / pindah. 6. Kasus kronik : Penderita dengan hasil BTA tetap positif setelah selesai pengobatan ulang dengan kategori 2. Pada tahun 1991 WHO membagi TB ke dalam 4 kategori berdasarkan terapi, yaitu Kategori 1 :: kasus baru dengan sputum positif dan kasus baru dengan bentuk TB berat Kategori 2 :: kasus kambuh dan kasus gagal dengan sputum BTA positif Kategori 3 :: kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas, kategori TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I Kategori 4 :: ditujukan terhadap TB kronik.

D. Penatalaksanaan a. Non medica mentosa6 Penatalaksanaan medica mentosa lebih ditujukan kepada orang-orang dengan keadaan kliniks yang masih baik. 1. Tirah baring

17

Kebanykan pasien TBC mendapat kesembuhan setelah istrahat selama beberpa minggu, karena kita tau bahwa aktifitas fisik yang minim pada orang sakit akan membuat tubuh lebih protektif. Keberhasilan dapat dilihat dari demam yang perlahan menurun atau batuk yang mulai berkurang. 2. Diet Diet gizi yang seimbang dapat meningkatkan daya tahan tubuh sesorang. Mengkonsumsi vit C, sayur-sayuran dan buah-buhan dalam porsi yang seimbang dapat membantu meningkatkan kekebalan tubuh.

b. Medica mentosa6 Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT (Obat Anti Tuberkulosis).

Prinsip pengobatan Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut: OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan. Tahap awal (intensif) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
18

Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

Tahap Lanjutan Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama (4-6 bulan) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister (dorman) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan

Jenis, sifat dan dosis obat Pengobatan tuberkulosis menggunakan obat-obat sebagai berikut : Obat primer (obat antituberkulosis tingkat satu) : isoniazid, rimpafisin, pirazinamid, streptomisin, etambutol. (lihat tabel 1) Obat sekunder (obat antituberkulosis tingkat dua) : kanamisin, PAS (para amino salicylic acid), tiasetazon, etionamid, protionamid, sikloserin, viomisin, kapreomisin, amikasin, ofloksasin, siprofloksasin, norfloksasin, levofloksasin, klofazimin.

Tabel 1. Jenis obat, sifat dan dosis OAT primer

Sumber : Pedoman nasional penanggulanagn tuberkulosis h.19


19

Antiruberkulosis umumnya aktif terhadap kuman yang sedang giat yang membelah, kecuali rimfapisin yang juga aktif terhadap kuman yang lambat membelah. Selain itu, obat-obat ini tidak aktif dalam suasana asam sehingga kuman yang berada dalam sel makrofag (suasana intraselny asam) tidak dapat dibunuh. Hanya pirazinamid yang aktif dalam suasana asam. Oleh karena kuman tuberkulosis mudah resisten terhadap antituberkulosis, kemoterapi selalu diberikan dalam kombinasi dua atau tiga macam obat untuk meningkatkan efek terapinya dan mengurangi kemungkinan timbulnya resistensi.

Panduan OAT Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan kategorinya. Paduan OAT untuk setiap kategori disediakan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien. Disampinb itu juga disediakan panduan obat sisipan (HRZE). (Tabel 2) KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB: Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien

1. Kategori 1

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru: Pasien baru TB paru BTA positif. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
20

Pasien TB ekstra paru

Panduan obat yang dianjurkan adalah 2 RHZE/4 RH atau 2 RHZE/6 HE atau 2 RHZE/4R3H3
2. Kategori 2 a. TB paru kasus kambuh.

Panduan obat yang dianjurkan : 2 RHZES/1 RHZE sebelum ada hasil uji resistensi. Bila hasil uji resistensi telah ada, berikan obat sesuai dengan hasil uji resistensi.

b. TB Paru kasus gagal pengobatan.

Panduan obat yang dianjurkan adalah: Fase awal dapat diberikan 2 RHZES/1RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi, dapat diberikan 5 RHE.
c. TB Paru kasus putus berobat.

Berobat 4 bulan BTA saat ini negatif. Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan panyakit paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama (2 RHZES / 1 RHZE / 5R3H3E3). BTA saat ini positif. Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.

Berobat 4 bulan Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama (2 RHZES / 1 RHZE / 5R3H3E3).

21

Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif, pengobatan diteruskan.

3. Kategori 3

Panduan OAT diberikan kepada : Penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan Penderita ekstra paru ringan yaitu TBC kelenjar limfe, TBC kulit , tbc tulang (kecuali tulang belakang) sendi dan kelenjar aderenal. Paduan obat yang diberikan adalah 2 RHZE / 4 R3H3
4. Kategori 4

a. TB Paru kasus kronik. Paduan obat yang dianjurkan: Bila belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES. Bila telah ada hasil uji resistensi, berikan sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang sensitif ditambah obat lini 2 (pengobatan minimal 18 bulan). b. MDR-TB, paduan obat yang dianjurkan sesuai dengan uji resistensi ditambah OAT lini 2 atau H seumur hidup.
5. Obat sisipan HRZE

Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2 hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif diberikan obat sisipan ( HRZE ) setiap hari selama 1 bulan.

Multi-drug Resistant Multi-drug resistant tuberculosis adalah resistensi obat terhadap obat anti tuberkulosis (OAT) isoniazid dan rifampisin, dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lainnya.

22

MDR-TB menyebabkan penyakit TB paru menjadisangat fatal dan mematikan, (terutama terjadi pada pasien TB dengan HIV). MDR-TB dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu primary dan acquired. Tipe primary disebabkan karena penderita tidak diobati dengan OAT sebelumnya, sedangkan tipe acquired disebabkan karena adanya pengobatan kemoterapi pada penderita TB paru. Terdapat tiga faktor risiko penting yang mempengaruhi kejadian MDR-TB, yaitu: 1) pengobatan dengan OAT yang tidak sesuai 2) pengobatan dengan OAT yang tidak lengkap 3) Adanya kontak dengan komunitas penderita TB yang memiliki prevalensi resistensi obat yang tinggi. Pengobatan dengan OAT yang lengkap (kombinasi isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol) selama 6-9 bulan adalah salah satu pencegahan yang utama MDR-TB. Bila MDRTB telah terjadi, maka penatalaksanaan yang harus dilakukan adalah memberikan OAT lini kedua seperti levofloksasin, aminoglikosida, pirazinamid, etambutol, dan tioamida untuk jangka waktu yang lama, yaitu 18-24 bulan. Belum ada paduan pengobatan yang distandarisasi untuk pasien MDR-TB hingga saat ini. Pemberian pengobatan pada dasarnya tailor made, bergantung dari hasil uji resistensi dengan menggunakan minimal 2-3 OAT yang masih sensitif dan obat tambahan lain. Obat tambahan yang dapat digunakan yaitu golongan fluorokuinolon (ofloksasin dan siprofloksasin), aminoglikosida (amikasin, kanamisin dan kapreomisin), etionamid, sikloserin, klofazimin, amoksilin+ as. klavulanat. Hasil pengobatan terhadap TB resisten ganda ini kurang menggembirakan. Pada pasien nonHIV, konversi hanya didapat pada sekitar 50% kasus, sedangkan response rate didapat pada 65% kasus dan kesembuhan pada 56% kasus. Pemberian obat antituberkulosis yang benar dan pengawasan yang baik, merupakan salah satu kunci penting mencegah resisten ganda. Konsep Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) merupakan salah satu upaya penting dalam menjamin keteraturan berobat.
23

Tabel 2. Panduan OAT menurut kategori Kategori Kasus Panduan Obat Fase intensif Fase lanjutan

(setiap hari atau (setiap hari atau tiga kali seminggu) I Pasien baru TB paru BTA positif. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif Pasien TB ekstra paru 2 HRZE tiga kali seminggu) 4 HR atau 6 HE

II

TB paru kasus kambuh. TB Paru kasus gagal pengobatan. TB Paru kasus putus berobat.

2 HRZES / 1 HRZE

5 HRE

III

Penderita baru BTA negatif dan 2 HRZE rontgen positif sakit ringan

4 HR atau 6 HE

IV

Penderita ekstra paru ringan Kronik dan MDR - TB Sesuai uji resistensi

Sumber : Panduan nasioanal penaggulangan tuberkulosis h.23

E. Etiologi Penyakit Tuberculosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini termasuk dalam family Mycobacterium, yang dimana memiliki bentuk batang yang sangat sulit untuk diwarnai, tetapi jika sekali diwarnai, sulit untuk dihapus dengan zat asam. Oleh karena itu, disebut juga batang tahan asam. Sifat tahan asam Mycobacterium adalah karena sifat dinding sel yang tebal yang terdiri dari lapisan lilin dan lemak yang terdiri dari asma lemak mikolat. 7
24

Morfologi dan fisiologi7 Mikroskopik Tubuh kuman berbentuk batang dengan ukuran 3 x 0,5 mikrometer. Pada perbenihan berbentuk kokoid dan berfilamen Tidak bersporw dan tidak bersimpai Dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen atau Kinyoun-Gabbet kuman berwarna merah dengan latar belakang biru. Kultur Perbenihan cair: Perbenihan ini menggunakan medium asam oleat-albumin (Dubos). Pada medium ini yang mengandung Tween-80, kuman akan tumbuh merata pada seluruh medium. Biasanya pada medium cair, pertumbuhannya lebih cepat. Perbenihan padat: Perbenihan ini menggunakan medium Lowenstein-Jensen. Medium ini

mengandung telur, gliserol, garam garam mineral, hijau malakhit dan biasanya dicampur dengan penisilin untuk menghambat pertumbuhan kuman yang lain. Sifat sifat pertumbuhan Pertumbuhan secara obligat aerob Suhu pertumbuhan optimum 37oC Pada perbenihan, pertumbuhan tampak setelah 2 3 minggu dengan koloni cembung, kering, kuning gading. Daya tahan Daya tahan kuman tuberculosis lebih besar apabila dibandingkan dengan kuman lainnya karena hidrofobik permukaan sel Hijau malakhit dapat menghambat atau membunuh kuman lain tetapi tidak membunuh kuman Mycobacterium tuberculosis, demikian juga asam dan alkali. Dengan fenol 5 % diperlukan waktu 24 jam untuk membunuh Mycobacterium tuberculosis
25

Pada sputum yang kering yang melekat pada debu dapat bertahan hidup 8 10 hari Pengaruh pemanasan daya tahannya sama dengan kuman lainnya, jadi dengan pasteurisasi kuman tuberculosis ini sudah dapat dibunuh Strukur antigen Sebagian besar antigen kuman terdapat pada dinding sel yang dapat menimbulkan hpersensitivitas tipe lambat, kekebalan dan menjadi Freunds adjuvant. Antigen protoplasma tidak banyak peranannya tetapi dapat menyebabkan hipersensitivitas tipe lambat pada binatang yang terinfeksi. Lemak Mycobacterium mengandung banyak lemak kompleks, asam lemak dan lilin. Dalam sel, lemak tergabung pada protein dan polisakarida. Komponen lemak ini dianggap yang bertanggung jawab terhadap reaksi sel jaringan terhadap kuman tuberculosis. Fraksi fosfatida menyebabkan reaksi tuberkel dengan kaseosa nekrosis pada jaringan. Lemak juga berperanan pada sifat tahan asam. Strain yang virulen dari kuman tuberculosis membentuk Sarpentin Cord yaitu susunan parallel dari kuman. Pembentukan cord ini dihubungkan dengan factor virulensi kuman. Protein Tiap tipe Mycobacterium mengandung beberapa protein yang menimbulkan reaksi tuberculin. Protein yang terikat pada fraksi lilin dapat membangkitkan sensitivitas tuberculin, dan jugta dapat merangsang pembentukan antibody. Polisakarida Mycobacterium mengandung berbagai macam macam polisakarida. Peranannya dalam pathogenesis belum jelas. Dapat merangsang timbulnya hipersensitivitas cepat dan dapat menganggu beberapa reaksi antigen-antibodi secara in-vitro.

Cara penularan7
26

Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

F. Patofisiologi Tuberkulosis Primer1 Tuberkulosis primer merupakan bentuk penyakit yang terjadi pada orang yang belum pernah terpajan kuman TB, dengan sumber organisme adalah eksogen. Tiga ribu droplet nuclei akan dikeluarkan oleh pasien TB dengan BTA (+) yang sedang batuk dan berbicara selama 5 menit. Droplet nuclei ini dapat terinhalasi oleh orang-orang yang ada disekitar penderita ini, sampai kejauhan sekitar 3m. Satu droplet nuclei mengandung 3000 basil tuberculosis. Ukuran basil tuberkulosis yang kecil (<5m), kuman TB yang ada dalam droplet nuclei yang terhirup, dapat menembus sistem mukosilier saluran napas sehingga dapat mencapai dan bersarang di bronkus dan alveoli. Oleh karena itu, paru merupakan port dentre lebih dari 98% kasus infeksi TB. Infeksi tuberkulosis dimulai saat kuman TB sudah memasuki alveolus. Pertama kali, kuman akan menghadapi neutrofil yang mengontrol penyebaran infeksi melalui produksi kemokin yang merupakan faktor kemotaktik, menginduksi pembentukan granuloma, dan mengarahkan molekul mikrobakteria ke
27

makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag, keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya. Sebagian kuman TB dapat bertahan hidup dengan cara menghambat pembentukan enzim-enzim pencernaan makrofag. Fase terdini pada tuberkulosis primer (<3 minggu) pada orang yang belum tersensitisasi ditandai dengan proliferasi basil tanpa hambatan di dalam makrofag alveolus dan rongga udara. Pada tahap ini, sebagian besar pasien asimptomatik atau mengalami gejala seperti flu. Kuman yang bersarang di jaringan paru ini akan membentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau fokus Ghon. Fokus Ghon merupakan suatu daerah konsolidasi peradangan abu - abu putih sebesar 1-1,5 cm. Basil tuberkel, baik dalam bentuk bebas maupun dalam fagosit, akan menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional. Penyebaran ini menyebabkan respon inflamasi yang terjadi pada saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Gabungan antara fokus primer (fokus Ghon), limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer (kompleks Ghon). Pada proses ini terbentuk formasi tuberkel. Bagian tengah dari tuberkel ini memiliki karakteristik, yaitu adanya nekrosis kaseosa yang konsistensinya semi-solid atau seperti keju. Pada bentuk tuberkel ini, kuman TB tidak dapat bermultiplikasi karena rendahnya pH dan lingkungan yang anoksik pada tuberkel. Walaupun demikian, kuman TB dapat bertahan hidup dorman pada tuberkel ini selama bertahuntahun namun tidak menimbulkan gejala sakit TB. Dapat disimpulkan bahwa kompleks primer yang terbentuk pada tuberculosis primer dapat menjadi: 1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Hal ini terjadi karena terbentuknya reaksi hipersensitivitas dan resistensi. Ada beberapa bukti klinis dimana kebanyakan orang yang diinfeksi oleh basilus tuberkel (90%) tidak mengalami penyakit ini selama hidupnya.

28

2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, dan kalsifikasi di hilus. Keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya lebih dari 5 mm dan kurang lebih 10% diantaranya terdapat reaktivasi lagi karena kuman yang dorman. 3. Berkomplikasi dan menyebar secara progresif bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun pada paru disebelahnya, secara limfogen dan hematogen ke organ tubuh lainnya. Insidensi tuberkulosis primer progresif sangat tinggi pada pasien positif HIV dengan derajat imunosupresi lanjut (hitung CD4+ < 200 sel/mm3). Tuberkulosis Sekunder/ tuberculosis pasca primer1 Tuberkulosis sekunder adalah pola penyakit yang berkembang pada host yang dahulunya sudah tersensitisasi. Biasanya (90%) dihasilkan dari reaktivasi (reinfeksi) lesi primer dorman setelah beberapa decade. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas yang menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS dan gagal ginjal. Lokasinya biasanya pada bagian apeks dari satu atau kedua lobus paru, dimana berkaitan dengan tingginya tegangan oksigen di apeks sehingga membantu kuman TB untuk tumbuh dengan baik. Sarang dini dapat menjadi beberapa hal, tergantung dari jumlah kuman, virulensinya, dan imunitas pasien, sarang dini dapat menjadi: 1. Direabsorbsi kembali tanpa meninggalkan cacat. 2. Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera sembuh dengan serbukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras, menimbulkan perkapuran. Sarang dini meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek dan membentuk suatu jaringan perkejuan (nekrosis kaseosa). Bila jaringan dibatukkan keluar, maka akan terbentuk kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik). Secara keseluruhan akan terdapat 3 macam sarang, yakni:
29

1. Sarang yang sudah sembuh. Sarang bentuk ini tidak perlu pengobatan lagi. 2. Sarang aktif eksudatif. Sarang bentuk ini perlu pengobatan yang lengkap dan sempurna. 3. Sarang yang berada antara aktif dan sembuh. Sarang bentuk ini dapat sembuh spontan, tetapi mengingat kemungkinan terjadinya eksaserbasi, sebaiknya diberi pengobatan yang lengkap dan sempurna.

G. Epidemiologi Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia namun hingga saat ini TB masih menjadi masalah kesehatan dunia yang utama. Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. 6 Secara persentase 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia, terjadi pada negaranegara berkembang. Pervalensi tertinggi terjadi pada Asia dengan 65% kasus, hal ini berhubungan dengan tingkat kepadatan penduduk (gambar 2 ). Dari kasus-kasus diatas sebanyak 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (20-49 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB global antara lain antara lain6 : 1. Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara negara yang sedang berkembang. 2. Kegagalan program TB yang diakibatkan oleh: Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh masyarakat, diagnosis kasus yang tidak standar, obat tidak terjamin penyediaannya) Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat yang tidak standar, gagal menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis) Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG

30

Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami krisis ekonomi atau pergolakan masyarakat Peningkatan penduduk dunia umur Dampak pandemi infeksi HIV.

Gambar 2 Insiden TB dunia

Sumber : Pedoman nasional penanggulangan tuberkulosis h.3

Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk. Prevalensi tertinggi terdapat di NTT dengan angka kejadian 0,74 %, sedangakn prevelensi terendah terdapat di Bali dengan angka kejadian 0,08 %.6

31

Faktor resiko kejadian tuberkulosis Adapun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kejadian tuberkulosis paru adalah: 1. Umur Insidensi tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai pada usia dewasa muda, pada usia produktif, yaitu umur 20 49 tahun. Berdasarkan penelitian kohort Gustafon, et all terdapat suatu efek dosis respon, yaitu semakin tua umur akan meningkatkan risiko menderita tuberkulosis dengan odds rasio pada usia 25-34 tahun adalah 1, 36 dan odds rasio pada kelompok umur > 55 tahun adalah 4,08. 2. Jenis Kelamin Hampir tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan sampai pada umur pubertas. Namun, menurut penelitian Gustafon P., et all menunjukkan bahwa laki-laki mempunyai risiko 2,58 kali untuk menderita tuberkulosis dibandingkan dengan wanita. Mungkin hal ini berhubungan interaksi sosial. Walaupun insisden tuberkulosis paru pada wanita lebih rendah daripada pria, perkembangan infeksi TB paru menjadi penyakit TB paru pada wanita lebih cepat dibandingkan dengan pria. 3. Gizi Terdapat bukti yang jelas bahwa gizi buruk mengurangi daya tahan tubuh terhadap penyakit tuberkulosis. Faktor ini sangat penting, baik pada orang dewasa maupun pada anak. Menurut Hernilla, et all, orang yang menkonsumsi vitamin C lebih dari 90 mg/hari dan mengkonsumsi lebih dari rata-rata jumlah sayuran, buah-buahan, dan berry, secara signifikan dapat menurunkan risiko terjadinya penyakit tuberkulosis. 4. Kondisi Lingkungan Rumah Beberapa hal yang mempengaruhi kondisi lingkungan rumah dalam risiko kejadian infeksi tuberkulosis adalah kepadatan rumah, intensitas cahaya yang masuk, dan kelembapan udara. Intensitas cahaya yang alami, yaitu sinar matahari, sangat berperan dalam penularan kuman TB karena kuman TB relatif tidak tahan terhadap terhadap sinar matahari
32

(Depkes, 2006). Rumah yang tidak masuk sinar matahari mempunyai risiko 3,7 kali untuk menularkan tuberkulosis dibandingkan dengan rumah yang tidak dimasuki sinar matahari. Kelembapan udara mempengaruhi pertumbuhan bakteri. Rumah yang memiliki kelembapan lebih dari 60% memiliki risiko terkena infeksi tuberkulosis. 10,7 kali dibandingkan dengan rumah yang kelembapannya lebih kecil dari 60%.

5. Pendidikan Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap perilaku kesehatan individu atau masyarakat dan perilaku terhadap penggunaan sarana pelayanan kesehatan yang tersedia. Proporsi kejadian TB lebih banyak terjadi pada kelompok yang mempunyai pendidikan yang rendah, dimana kelompok ini lebih banyak mencari pengobatan tradisional dibandingkan pelayanan medis. 6. Pendapatan Keluarga Pendapatan keluarga merupakan hal yang sangat penting dalam upaya pencegahan penyakit, karena dengan pendapatan yang cukup maka akan ada kemampuan menyediakan biaya kesehatan serta mampu menciptakan lingkungan rumah yang sehat dan makanan yang bergizi. Sembilan puluh persen penderita TB terjadi pada penduduk dengan status ekonomi rendah dan umumnya terjadi pada negara berkembang termasuk Indonesia. 7. Riwayat Penyakit Penyerta Beberapa penyakit penyerta tertentu rentan tertular penyakit tuberkulosis seperti penderita penyakit HIV/AIDS, hepatitis akut, kelainan hati kronik, gangguan ginjal, diabetes melitus, dan penderita pengguna kortikosteroid. Penelitian yang dilakukan oleh Tanjung (1998) mendapatkan bahwa dari 733 penderita TB paru, penderita juga menderita diabetes melitus 11,7 %, hipertensi 9,28%, kelainan hati 2,7%, kelainan jantung 1,9%, kelainan ginjal 0,9% dan struma 0,4%.
33

Penderita diabetes melitus memiliki risiko 2-3 kali lebih sering untuk terkena penyakit tuberkulosis paru. Efek hiperglikemi pada penderita diabetes melitus sangat berperan terhadap mudahnya pasien diabetes mellitus terkena infeksi. Pada penderita TB paru dengan diabetes mellitus, kepekaan terhadap kuman TB meningkat, reaktifitas fokus infeksi lama, cenderung lebih banyak kavitas dan pada hapusan serta kultur sputum lebih banyak positif. Selain itu, pasien TB dengan diabetes melitus memiliki respon yang rendah terhadap pengobatan OAT dan sering terjadi multi-drug resistant. Meningkatnya prevalensi HIV/AIDS di Indonesia membawa dampak peningkatan insidens TB serta masalah TB lainnya, seperti TB milier, TB ekstraparu, serta MDR-TB. Adanya imunokompromais pada penderita HIV/AIDS menyebabkan mudahnya penderita tersebut terinfeksi kuman TB dan cepatnya perkembangan infeksi TB menjadi penyakit TB.

H. Komplikasi Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan baik dan benar, maka akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut. 1 1. Komplikasi dini dapat berupa : Pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis. 2. Komplikasi lanjut dapat berupa : Obstruksi jalan napas menyebabkan sindrom obstruksi pasca tuberculosis (SOPT), kerusakan parenkim berat menyebabkan fibrosis paru, cor pulmonale, amiloidosis, karsinoma paru, sindroma gagal napas dewasa (akut respiratory distress sindrom), yang sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.

I. Prognosis Prognosis baik pada pasien yang menjalani pengobatan dengan baik. Prognosis buruk bahkan sampai kematian pada pasien yang tidak menjalani pengobatan.
34

J. Pencegahan Vaksinasi BCG Dari beberapa penelitian diketahui bahwa vaksin BCG yang telah dilakukan pada anak-anak selama ini hanya memberikan daya proteksi sebagian saja, yakni 0-80%. Tetapi BCG masih tetap dipakai karena ia dapat mengurangi kemungkinan terhadap tuberkulosis berat (meningitis, tuberkulosis milier, dll) dan tuberkulosis ekstra paru lainya. 1 Kemoprofilaksis Kemoprofilaksis terhadap tuberkulosis merupakan masalah tersendiri dalam

penanggulangan tuberkulosis paru di samping diagnosis yang cepat dan pengobatan yang adekuat. Isoniazid banyak dipakai selami ini karena harganya murah dan efek sampingnya sedikit. Lama profilaksis yang optimal belum diketahui, tetapi banyak penilitian menganjurkan waktu antara 6-12 bulan, terhadap tersangka dengan hasil uji tuberkulin yang diameternya lebih dari 5-10 mm. yang mendapat profilaksis 12 bulan adalah pasien HIV positif dan pasien dengan kelainan radiologis dada. Yang lainnya seperti kontak tuberkulosis dan sebagiannya cukup 6 bulan saja. Pada negara-negara dengan populasi tuberkulosis tinggi sebaiknya profilaksis diberikan terhadap semua pasien HIV positif dan pasien yang mendapat terapi imunosupresif. 1 Menghindari kontak erat dengan pasien TBC aktif

35

KESIMPULAN

Penyakit Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi kronis menular yang masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Diagnosis TBC tidak dapat ditegakkan hanya dari anamnesis, pemeriksaan fisik atau pemeriksaan penunjang tunggal. Gambaran klinis TBC: badan turun, nafsu makan turun, demam tidak tinggi dapat disertai keringat malam, pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit, batuk lama lebih dari 30 hari. Uji tuberkulin positif bila indurasi > 10 mm pada gizi baik, atau > 5 mm pada gizi buruk. Uji tuberkulin positif menunjukkan TBC. Tatalaksana TBC dilakukan berdasarkan kategori penyakit yang direkomendasikan oleh WHO.

36

DAFTAR PUSTAKA

1. Amin, Zulkifli., Bahar, Asril. Ilmu penyakit dalam - tuberkulosis paru. InternaPublishing : Jakarta; 2009.h.2231-9 2. Davey, Patrick. Medicine at a glance (edisi bahasa indonesia, ahli bahasa: anisa rahmalia). Erlangga: Jakarta;2003. h.10-12 3. Welsby, PD. Clinical history taking and examination (edisi bahasa indonesia, alhi bahasa : sandy qlintang). EGC : Jakarta; 2009. p.46-7 4. Dapertemen Parasitologi FKUI. Buku ajar parasitologi kedokteran edisi 4. Balai Penerbit FKUI : Jakarta;2008. h.366-7 5. Dapertemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional penanggulangan tuberkulosis edisi 1. Jakarta; 2002. h.5-8 6. Dapertemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional penanggulangan tuberkulosis edisi 2. Jakarta; 2006. h.19-23 7. Staf Pengajar FKUI. Buku ajar mikrobiologi kedokteran edisi revisi. Binarupa aksara. Jakarta; 2009. h.277-38.

37

Anda mungkin juga menyukai