Anda di halaman 1dari 13

A. PENDAHULUAN Seorang wanita bernama Ny.

S, berusia 83 tahun, berasal dari BolongKaranganyar, sehari-hari pasien beraktivitas sebagai seorang ibu rumah tangga. Pasien datang ke IGD RSUD Karanganyar pada tanggal 17 Mei 2013 dengan keluhan utama sesak napas. Satu minggu sebelum masuk IGD RSUD Karanganyar pasien mengeluh sesak napas. Sesak napas dirasa semakin memberat saat beraktivitas (menyapu), berjalan, dan malam hari saat tidur sehingga pasien sering tidur dengan posisi duduk. Saat tidur pasien lebih nyaman menggunakan dua bantal. Dari keterangan pasien tidak didapatkan keterangan berupa keluhan nyeri dada, namun pasien merasa ampeg, nyeri di ulu hati, dan lemas. Pasien mengaku saat melakukan aktivitas (menyapu, jalan-jalan) kadang terasa sesak napas dan napas ngos-ngosan dan disertai dengan kaki bengkak serta batuk-batuk. Setelah itu pasien istirahat dengan duduk atau tiduran tiduran dengan posisi duduk, pasien merasa keadaannya lebih baik dan bengkak mulai menghilang. Pasien merasakan sesak napas hilang timbul sejak 5 tahun yang lalu. Pasien mengaku memiliki riwayat hipertensi kurang lebih 30 tahun (pasien sering kontrol ke bidan desa) dan pasien tidak memiliki riwayat asma serta tidak memiliki riwayat kebiasaan pribadi seperti merokok, meminum alkohol, dan NAPZA. B. PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG Saat pasien masuk ke IGD RSUD Surakarta, keadaan umum pasien baik, kesadaran compos mentis, tinggi badan 152 cm, dan berat badan 79 kg. Hasil pemeriksaan vital sign tekanan darah 150/90 mmHg, suhu badan 36 oC, respiration rate 32x/menit, nadi 92x/menit, dan heart rate 100x/menit. Pada pemeriksaan kepala leher ditemukan distensi vena leher. Pemeriksaan fisik thorak, pada pemeriksaan paru, pada inspeksi dinding dada simetris, intercostae tidak melebar, costae juga tidak mendatar, retraksi intercostae tidak ditemukan, dan pengembangan dada juga simetris kanan-kiri. Palpasi fremitus raba normal, pergerakan simteris tidak tertinggal.

Suara perkusi sonor pada kedua lapang paru. Dari auskultasi suara dasar paru bronkovesikuler, wheezing tidak ditemukan, ditemukan ronkhi basah basal (1/3 distal lapang paru kanan-kiri). Pemeriksaan jantung, pada inspeksi ictus cordis tidak tampak, pulsasi precardial, epigastrium dan parasternal juga tidak tampak. Palpasi ictus cordis kuat angkat, teraba di SIC V linea media clavicula sinistra 2 cm dibawah papila mammae, kesan terdapat pembesaran jantung. Pada perkusi batas jantung kesan melebar. Pada auskultasi heart rate 100x per menit, reguler. Bunyi jantung I-II murni, reguler, tidak ditemukan bising, dan suara tambahan. Pemeriksaan abdomen dari inspeksi bentuk simetris, dinding abdomen tidak lebih rendah dari dinding thorax. Darm countur, darm steifung tidak ditemukan. Perkusi timpani, palpasi supel, nyeri tekan ada didaerah epigastrium sampai hipokondriaka dextra. Didapatkan pembesaran hepar 2 cm dibawah arcus costae dextra dan 1 cm dibawah procesus xiphoideus. Auskultasi peristaltik usus dalam batas normal. Pada pemeriksaan ekstremitas ditemukan pitting edema pada ekstremitas superior dan inferior dextra et sinistra. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien ini adalah pemeriksaan laboratorium yakni darah rutin dan kimia darah, selain itu juga dilakukan pemeriksaan elektrokardiografi (EKG). Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Laboratoarium Keterangan Hb Hct AL AT MCV MCH MCHC 17-05-2013 Nilai normal Hematologi Rutin 10.0 12,0-15,6 33-45 7.800 4.500-14.500 249.000 150.000-450.000 Index Eritrosit 82.7 80-96 24.8 28-33 29.9 33-36 Kimia Klinik

GDS Ureum Creatinin Pada hasil

136 pemeriksaan darah

70-150 mg/dl 10-50 0,5-0,9 kesan normal. Dari hasil

pemeriksaan EKG didapatkan hasil HR : 100 x/mnt, irama iregular, gel.P dalam batas normal, PR interval dalam batas normal, QRS komplek dalam batas normal. Hasil analisa adalah terdapat Ventricular Extra Systole (VES) tipe uniform di lead I dan Poor R waves progression di lead V3. Kecurigaan mengarah ke Iskemik Miokardium bagian lateral dengan kesan Left Ventricle Hyperthrophy, dengan dd : PPOK, OMI anteroseptal, LBBB.

Gambar 1. Hasil pemeriksaan EKG C. DIAGNOSIS KERJA DAN DIAGNOSIS BANDING Penegakkan diagnosis pada pasien ini berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang berupa darah rutin, serta pemeriksaan EKG. Resume pemeriksaan adalah sebagai berikut, Seorang wanita bernama Ny. S, berusia 83 tahun datang ke IGD RSUD Karanganyar pada tanggal 17 Mei 2013 dengan keluhan utama sesak napas. Satu minggu sebelum masuk IGD RSUD Karanganyar pasien mengeluh sesak napas. Sesak napas dirasa semakin memberat saat beraktivitas (menyapu), berjalan. Keluhan sesak disertai dengan kaki bengkak serta batuk-batuk dan saat malam hari ketika tidur, pasien sering terbangun karena batuk dan sesak napas, terkadang tidur dengan posisi duduk. Saat tidur pasien lebih nyaman menggunakan dua bantal. Pasien merasakan sesak napas hilang timbul saat beraktivitas sejak 5 tahun yang lalu. Dari keterangan pasien tidak didapatkan keterangan berupa keluhan nyeri dada, namun pasien merasa ampeg, nyeri di ulu hati, dan lemas. Dari Pemeriksaan Fisik didapatkan keadaan umum pasien baik, kesadaran compos mentis. Hasil pemeriksaan vital sign tekanan darah 150/90, suhu badan 36oC, respiration rate 32x/menit, nadi 92x/menit, dan heart rate 100x/menit. Pada pemeriksaan kepala leher ditemukan distensi vena leher. Thorax : ditemukan ronkhi basah basal (1/3 distal lapang paru kanan-kiri). Pemeriksaan jantung : Palpasi ictus cordis kuat angkat, teraba di SIC V linea media clavicula sinistra 2 cm dibawah papila mammae, kesan terdapat pembesaran jantung. Pada perkusi batas jantung kesan melebar. Pada auskultasi heart rate 100x per menit, reguler. Bunyi jantung I-II murni, reguler, tidak ditemukan bising, dan suara tambahan. Pemeriksaan abdomen : perkusi timpani, palpasi supel, nyeri tekan ada didaerah epigastrium sampai hipokondriaka dextra. Didapatkan pembesaran hepar 2 cm dibawah arcus costae dextra dan 1 cm dibawah

procesus xiphoideus. Pada pemeriksaan ekstremitas ditemukan pitting edema pada ekstremitas superior dan inferior dextra et sinistra. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, gejala dan tanda pada pasien ini masuk dalam kriteria Framingham pada pasien gagal jantung. Diagnosis dengan menggunakan kriteria Framingham tegak apabilah terdapat 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor, sehingga diagnosis pada pasien ini adalah Congestive Heart Failure NYHA klas IV dengan Hipertensi stage 1. D. FOLLOW UP Tabel 2. Perkembangan pasien saat rawat inap Tanggal 17-05-2013 Follow Up Terapi atau Tindakan S : sesak napas (+), nyeri ulu hati Non Medikamentosa (+), mual (-), muntah (-), lemas Bedrest posisi duduk (+), batuk (+), makan/minum (-), Diet Jantung, Bubur BAK DC, BAB terakhir 1 hari sebelum masuk RS. RG 1700 K.Kal O: Medikamentosa KU : lemah; Kes: Compos mentis TD : 150/100 N : 92x/m HR O2 2-3 liter/mnt : 100x/m Inf RA 10 tpm RR : 32x/m S : 36,6o Inj Furosemid 1 Kepala : Conjungtiva Anemis (-/-) amp/8jam Sklera Ikterik (-/-) Inj Cefotaxim 1 grm/12 Edema Palpebra Superior (-/-) jam Leher : JVP (+), Pembesaran KGB Spironolactone 100 mg (-) (3x1) Thorax : Pulmo : SDV (+/+), Wh (+/+), Digoxin tab (2x1) Rh (+/+) Hyperil 5 mg (1x1) Cor : BJ I-II murni, intesitas reguler, bising (-) Abdomen : Supel, Peristaltik normal, NT epgastric dan hipokondriaca, hepar teraba.

18-05-2013

Extremitas : Edema tungkai bawah kanankiri A: - Decomp Cordis NYHA class IV - Hipertensi stage 1 S : sesak napas (+) berkurang, Non Medikamentosa nyeri ulu hati (+), mual (-), Bedrest posisi duduk muntah (-), lemas (+), batuk (+), Diet Jantung, Bubur makan/minum dbn, BAK DC (balance cairan negatif : -600 cc), RG 1700 K.Kal BAB terakhir 2 hari sebelum Medikamentosa masuk RS. O2 2-3 liter/mnt O: KU : lemah; Kes: Compos mentis Inf RA 10 tpm TD : 140/90 N : 88x/m HR : Inj Furosemid 1 96x/m RR : 28x/m S : 36,6o amp/8jam Kepala : Inj Cefotaxim 1 grm/12 Conjungtiva Anemis (-/-) jam Sklera Ikterik (-/-) Edema Palpebra Superior (-/-) Spironolactone 100 mg Leher : (3x1) JVP (+), Pembesaran KGB Digoxin tab (2x1) (-) Thorax : Hyperil 5 mg (1x1) Pulmo : SDV (+/+), Wh (+/+), Rh (+/+) Cor : BJ I-II murni, intesitas reguler, bising (-) Abdomen : Supel, Peristaltik normal, NT epgastric dan hipokondriaca, hepar teraba. Extremitas : Edema tungkai bawah kanankiri A: - Decomp Cordis NYHA class IV - Hipertensi stage 1 6

19-05-2013

20-05-2013

S : sesak napas (+) berkurang, Non Medikamentosa nyeri ulu hati (+), mual (-), Bedrest posisi duduk muntah (-), lemas (+), batuk (+), Diet Jantung, Bubur makan/minum dbn, BAK DC (balance cairan negatif : -1200 RG 1700 K.Kal cc), BAB terakhir 3 hari sebelum Medikamentosa masuk RS. O2 2-3 liter/mnt O: KU : lemah; Kes: Compos mentis Inf RA 10 tpm TD : 140/90 N : 88x/m HR : Inj Furosemid 1 96x/m RR : 28x/m S : 36,6o amp/8jam Kepala : Inj Cefotaxim 1 grm/12 Conjungtiva Anemis (-/-) jam Sklera Ikterik (-/-) Edema Palpebra Superior (-/-) Spironolactone 100 mg Leher : (3x1) JVP (+), Pembesaran KGB Digoxin tab (2x1) (-) Thorax : Hyperil 5 mg (1x1) Pulmo : SDV (+/+), Wh (+/+), Rh (+/+) Cor : BJ I-II murni, intesitas reguler, bising (-) Abdomen : Supel, Peristaltik normal, NT epgastric dan hipokondriaca, hepar teraba. Extremitas : Edema tungkai bawah kanankiri (berkurang) A: - Decomp Cordis NYHA class IV - Hipertensi stage 1 S : sesak napas (-), nyeri ulu hati Non Medikamentosa (-), mual (-), muntah (-), lemas Bedrest posisi duduk (-), batuk (-), makan/minum dbn, Diet Jantung, Bubur BAK DC (balance cairan negatif : -1000 cc), BAB terakhir RG 1700 K.Kal 4 hari sebelum masuk RS. Medikamentosa 7

O: KU : lemah; Kes: Compos mentis TD : 150/90 N : 88x/m HR : 96x/m RR : 28x/m S : 36,6o Kepala : Conjungtiva Anemis (-/-) Sklera Ikterik (-/-) Edema Palpebra Superior (-/-) Leher : JVP (+), Pembesaran KGB (-) Thorax : Pulmo : SDV (+/+), Wh (-/-), Rh (+/+) Cor : BJ I-II murni, intesitas reguler, bising (-) Abdomen : Supel, Peristaltik normal, NT epgastric dan hipokondriaca, hepar teraba. Extremitas : Edema tungkai bawah kanankiri (berkurang) A: - Decomp Cordis NYHA class IV - Hipertensi stage 1

O2 2-3 liter/mnt Inf RA 10 tpm Inj Furosemid 1

amp/8jam Inj Cefotaxim 1 grm/12 jam Spironolactone 100 mg (3x1) Digoxin tab (2x1) Hyperil 5 mg (1x1) PASIEN BLPL

E. DISKUSI PATOGENESIS DAN PENATALAKSANAAN Gagal Jantung Kongestif (Congestive Heart Failure atau decompensatio cordis) merupakan suatu sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala) yang ditandai oleh sesak napas dan fatigue (saat istirahat maupun aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Terdapat beberapa faktor predisposisi gagal jantung yakni penyakit arteri koroner, hipertensi, kardiomiopati, penyakit pembuluh darah, penyakit jantung kongenital. Keadaan tersebut akan mengakibatkan terjadinya penurunan fungsi ventrikel.

Penegakan diagnosis gagal jantung ditegakkan melalui kriteria Framingham, yang terdiri dari kriteria mayor dan kriteria minor. Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor. Kriteria mayor tersebut adalah paroksismal nocturnal dyspneu, distensi vena leher, suara ronkhi paru, kardiomegali, edema paru akut, gallop S3, peningkatan tekanan vena jugulare, refluks hepatojugular. Sedangkan kriteria minor adalah edema ekstremitas, batuk malam hari, dyspneu deffort, hepatomegali, efusi pleura, penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal, takikardi. Pasien gagal jantung di klasifikasikan oleh New York Heart Association dalam 4 klas fungsional dengan parameter keterbatasan pada aktivitas fisik, gejala yang muncul pada aktivitas biasa, gejala saat istirahat. NYHA klas I pasien dengan penyakit jantung namun tanpa keterbatasan pada aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan keletihan palpitasi, sesak, atau nyeri angina; NYHA klas II pasien dengan penyakit jantung yang menyebabkan keterbatasan aktivitas fisik ringan. Pasien merasa nyaman pada saat istirahat. Aktivitas fisik biasa mengakibatkan kelemahan, palpitasi, sesak atau nyeri angian; NYHA klas III pasien dengan penyakit jantung yang mengakibatkan keterbatasan bermakna pada aktivtas fisik. Pasien merasa nyaman saat istirahat. Aktivtas fisk yang lebih ringan dari biasanya menybabkan keletihan, palpitasi, sesak, dan nyeri angina; NYHA klas IV pasien dengan penyakit jantung mengakibatkan ketidakmampuan untuk menjalani aktivitas fisik apapun tanpa rasa tidak nyaman. Gejala gagal jantung atau sindroma angina dapat dialami bahkan saat istirahat. Jika aktivitas fisik dilakukan, maka rasa tidak nyaman semakin meningkat. Berdasarkan fisiologisnya, gagal jantung dibedakan menajdi gagal jantung kanan dan kiri. Pada gagal jantung kiri manifestasi klinis yang muncul antara lain dyspneu deffort, orthopneu, paroksismal nocturnal dyspneu, irama derap, nocturia, diaphoresis, suara ronkhi paru, dan kongesti paru. Sedangkan gagal jantung kanan manifestasi yang muncul antara lain nyeri perut kanan atas, hepatomegali, hepatojugular refluks, distensi vena jugulare, ascites, sianosis. Penegakkan diagnosis gagal jantung kongestif pada pasien ini berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada kasus ini, pasien datang dengan keluhan

sesak napas. Sesak napas harus dibedakan apakah berasal dari penyakit paru atau jantung. Data dari anamnesis didapatkan bahwa pasien Ny. S dengan keluhan utama sesak napas. Satu minggu sebelum masuk IGD RSUD Karanganyar pasien mengeluh sesak napas. Sesak napas dirasa semakin memberat saat beraktivitas (menyapu), berjalan. Keluhan sesak disertai dengan kaki bengkak serta batukbatuk dan saat malam hari ketika tidur, pasien sering terbangun karena batuk dan sesak napas, terkadang tidur dengan posisi duduk. Saat tidur pasien lebih nyaman menggunakan dua bantal. Pasien merasakan sesak napas hilang timbul saat beraktivitas sejak 5 tahun yang lalu. Dari pemeriksaan klinis didapatkan distensi vena leher, suara ronkhi pada basal paru dextra dan sinistra, ictus cordis kuat angkat, teraba di SIC V linea media clavicula sinistra 2 cm dibawah papila mammae, kesan terdapat pembesaran jantung. Pada perkusi batas jantung kesan melebar. nyeri tekan pada regio hypochondriaca dextra, hepar teraba membesar 2 cm dibawah arcus costae dextra, edema ekstremitas superior dextra et sinistra. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik tersebut gejala dan tanda pada pasien ini masuk dalam kriteria Framingham, yakni 5 kriteria mayor, 4 kriteria minor. Diagnosis fungsional gagal jantung pada pasien ini masuk dalam NYHA klas IV karena pasien merasakan sesak saat beraktivitas bahkan saat istrahat pun pasien masih merasakan sesak. Diagnosis etiologi diduga adalah riwayat penyakit hipertensi yang dimiliki oleh pasien sejak 40 tahun yang lalu. Pasien mengaku sering berobat karena pusing dan leher bagian belakang terasa cengeng. Dari hasil follow up tekanan darah pasien bervariasi mulai dari 150/90 sampai dengan 160/90 mmHg dan terkadang turun sampai 130/70 mmHg. Pada pemeriksaan penunjang yakni pemeriksaan laboratorium darah dalam batas normal. Dari hasil pemeriksaan EKG didapatkan hasil HR : 100 x/mnt, irama iregular, gel.P dalam batas normal, PR interval dalam batas normal, QRS komplek dalam batas normal. Hasil analisa adalah terdapat Ventricular Extra Systole (VES) tipe uniform di lead I, kecurigaan mengarah ke Iskemik Miokardium bagian lateral dengan kesan Left Ventricle Hyperthrop.

10

PEMBAHASAN Penyebab terjadinya gagal jantung pada pasien ini diduga disebabkan oleh Hipertensi. Dimana patofisiologinya adalah ketika beban kerja yang berlebihan dikenakan pada jantung, maka terjadi peningkatan tekanan darah sistol (tekanan overload), peningkatan volume diastol (volume overload), atau loss of myocardium. Sel miokard normal akan membesar (hipertrofi) dalam upaya untuk meningkatkan kontraksi pada range normal. Selanjutnya terjadi perubahan biokimia, elektrofisiologi, dan fungsi kontraksi yang menyebabkan perubahan fungsi mekanik miokard. Penebalan dinding ventrikel membatasi tingkat pengisian ventrikel (disfungsi diastolik), yang diperburuk dengan peningkatan frekuensi jantung karena penebalan dinding ventrikel memperpendek waktu pengisian ventrikel. Kekuatan kontraksi miokard pada akhirnya berkurang karena cell loss dan berlanjutnya hipertrofi, yang menyebabkan perubahan signifikan pada ventrikel geometris dan peningkatan volume. Setelah fase kompensasi awal, peningkatan volume intracavitary biasanya dikaitkan dengan pengurangan fraksi ejeksi ventrikel (progresif disfungsi sistolik) dan kelainan dalam sirkulasi perifer sebagai mekanisme kompensasi neurohumoral (Crawford, 2002). Selanjutnya terjadi CHF (congestive hearth failure) yang di tandai dengan pengurangan respon kontraksi untuk meningkatkan volume (flattened FrankStarling curve) dan mengurangi fraksi ejeksi ventrikel kiri. Respon abnormal neurohormonal menyebabkan peningkatan tonus simpatik sistemik dan mengaktivkan sistem renin-angiotensin. Peningkatan pada resisitensi arteri perifer membatasi cardiac output selama aktivitas. Peningkatan angiotensin II menstimulasi pengeluaran aldosteron oleh glandula renalis, meningkatkan retensi natrium dan dengan demikian menyebabkan retensi cairan dan edema perifer. Pasien pada awalnya sering tidak bergejala, tanda dan gejala CHF terjadi setelah beberapa bulan myocardial (pump) failure dan pengurangan fraksi ejeksi. Cardiak output tidak meningkat secara adekuat selama aktibvitas, tetapi dapat normal ketika istirahat. Walaupun pasien dapat asimptomatik atau sedikit gejala pada saat istirahat, fraksi ejeksi tidak berubah, dan perubahan pada vaskuler

11

perifer terjadi secara perlahan berupa peningkatan resistensi selama aktivitas. Kinerja aktivitas secara perlahan menjadi terbatas karena vaskuler perifer tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk meningkatakan metabolisme otot rangka. Meskipun mekanisme yang tepat dimana respon faktor hemodinamik dan neurohumoral berinteraksi untuk menyebabkan pemburukan klinis yang progresif pada CHF tidak diketahui, kelainan hemodinamik dan neurohumoral yang meningkatkan stres dinding jantung dapat menyebabkan cell slippage, perubahan morfologi sel miokard, dan remodeling struktural jantung. Dilatasi rongga ventrikel dan perubahan bentuknya pada akhirnya dapat menyebabkan regurgitasi mitral. Peningkatan tekanan jantung dan volume dapat memicu iskemia miokard, terutama pada pasien dengan penyakit arteri koroner yang mendasarinya (CAD). Hipertrofi miokard dapat meningkatkan kebutuhan metabolik jantung dan dapat meningkatkan risiko iskemia pada pasien dengan CAD. Selain itu, aktivasi berkepanjangan neurohumoral dapat merusak jantung secara independen: Konsentrasi tinggi dari norepinefrin dan angiotensin II dapat memberi efek toksik langsung pada sel miokard. Aktivitas tinggi dari sistem saraf simpatik dan sisttem renin angiotensin dapat berefek elektropsikologi yang merugikan dan dapat menyebabkan aritmia jantung mematikan, terutama pada pasien dengan ketidak seimbangan elektrolit (Crawford, 2002). Penanganan pasien secara non medikamentosa dan medikamentosa diantaranya adalah : 1. Non Medikamentosa a. Bedrest posisi duduk b. Diet Jantung, Bubur RG 1700 K.Kal 2. Medikamentosa a. O2 2-3 liter/mnt b. Inf RA 10 tpm c. Inj Furosemid 1 amp/8jam d. Inj Cefotaxim 1 grm/12 jam e. Spironolactone 100 mg (3x1) f. Digoxin tab (2x1)

12

g. Hyperil 5 mg (1x1) Pada pasien ini diberikan furosemid (loop diuretik), Diuretik diberikan pada pasien ini dengan tujuan untuk mengurangi akumulasi cairan dengan meningkatkan ekskresi garam dan air dari ginjal. Dengan demikian diharapkan preload jantung, kongesti pulmonal, dan edema sistemik dapat berkurang, dan juga pemberian diuretik selektif seperti spironolactone bertujuan untuk menghemat kalium. Digoxin adalah salah satu glikosida jantung (digitalis), yaitu suatu kelompok senyawa yang mempunyai efek khusus pada miokardium. Digoxin pada prinsipnya bekerja dengan cara menghambat pompa Na/K ATP-ase yang bekerja dengan meningkatkan pertukaran natrium-kalsium intraselular sehingga meningkatkan kadar kalsium intraseluler dan meningkatkan kontraktilitas. Digoxin secara spesifik berikatandengan subunit- dari pompa Na+/ K+ ATPase yang terletak di otot jantung (miokardia),adanya ikatan ini meneyebabkan tidak berfungsinya pompa Na+/K+ ATPase. Hal ini memberikan efek inotropik positif dan konotropik negatif. Hyperil merupakan golongan dari ACE inhibitor yang mengandung zat aktif ramipril dengan cara menghambat kerja ACE (Angiotensin Converting Enzym), tujuan pemberian adalah untuk mengontrol tekanan darah pasien. Cefotaxim adalah antibiotic golongan sefalosporin generasi ketiga yang mempunyai khasiat bakterisidal dan bekerja dengan menghambat sintesis mukopeptida pada dinding sel bakteri, tujuan pemberian kepada pasien adalah untuk tindakan preventif/pencegahan terkena infeksi, karena pasien tirah baring di rumah sakit, dan menghindari terkena infeksi transmisi dari pasien lain.

13

Anda mungkin juga menyukai