Cardio-renal syndrome
Pembimbing :
dr. Y.M. Agung Prihatiyanto Sp.PD
Disusun Oleh :
Priambodo Ilham A
J 500080088
dkk
melaporkan
bahwa
bila
dibandingkan
dengan
adalah
11.3/1000/tahun
meningkat
menjadi
CRS
tipe
terjadi
ketika
gagal
jantung
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Defenisi
NHLBI (The National Heart, Lung, and Blood Institute), di
Amerika, membentuk grup kerja Cardio-Renal Connections,
mengajukan definisi sederhana tentang sindrom kardiorenal
(CRS/Cardiorenal syndrome) pada tahun 2004, CRS adalah
penurunan fungsi ginjal yang disebabkan oleh penurunan fungsi
jantung.
Kimmenade dkk. telah menyatakan keadaan ini sebagai
"cardio-renal syndrome ". Terminologi ini lazim digunakan dalam
dekade terakhir namun belum ada definisi yang dapat diterima
secara umum terutama bagi kalangan ahli jantung dan ahli ginjal
sehingga Scrier (2007) membedakan istilah antara "cardiorenal
syndrome" yaitu penurunan fungsi ginjal yang terjadi pada gagal
jantung sedangkan penurunan fungsi jantung akibat gagal ginjal
disebut sebagai "renocardiac syndrome".
Mengingat fungsi ginjal antara lain mengatur garam dan
cairan
maka
penurunan
fungsinya
akan
menyebabkan
Defenisi
yang
disepakati,
diperlukan
untuk
akibat
mengganggu
sekunder
keduanya
dari
penyakit
sehingga
terjadi
sistemik
siklus
yang
lingkaran
tekanan
vena
ginjal.
Tekanan
perfusi
ginjal
cara
vasodilatasi
arteriol
efferen
glomerulus
dan
konferensi
ini,
istilah
CRS
digunakan
untuk
meyebabkan
disfungsi akut atau kronik organ lainnya. Tujuan dari definisi ini
akan memfasilitasi penelitian epidemiologi, mengidentifikasi
sasaran
populasi
untuk
intervensi,
mengembangkan
alat
ini dipilih
untuk mengenali
organ
dan
berakibat
pada
peningkatan
dalam
mengkompensasi
gangguan
fungsi
masing-
dkk,
membuat
klasifikasi
sindrom
kardiorenal
2,8
2,8
Sindrom
Patofisiologi
e
I
Acute Cardio-renal
Penurunan
fungsi
jantung
akut
(acute
Chronic
Cardio-
renal
III
IV
Acute
menyebabkan
acute
Reno-
kronis(PGK)
Penurunan fungsi ginjal akut (iskemik atau
cardiac
glomerulonefritis)
Chronic
cardiac
Reno-
menyebabkan
gangguan
yang
jantung
kronis
(LVH/left
Secondary
Cardiorenal
akut
fungsi
jantung
(seperti
pada
syok
terjadinya
gagal
jantung
akut
(acute
heart
atau
glomerulonefritis)
yang
menyebabkan
gangguan
fungsi
jantung,
hipertrofi
jantung,
dan/atau
kronis.
eritematosus,
Contohnya
diabetes
peradangan kronis.
termasuk
mellitus,
sepsis,
sistemik
amiloidosis,
atau
lupus
kondisi
7,8
klasifikasi
definisi
seperti
tercantum
pada
tabel
berikut : 2,9
Tabel 2 Defenisi dan klasifikasi sindroma kardio renal (CRS
menurut Liang dkk) tahun 2008.6
Cardiorenal Failure
1.73 m2
(ADHF)
m2
Kenaikan kadar kreatinin serum > 0,3 mg/dl
ADHF
Resistensi Diuretik
interaksi jantung-
sebagai
acuan
desain
penelitian-penelitan
berikutnya.7
Bukti-bukti epidemiologi interaksi antara ginjal dan jantung
pada awalnya banyak diperoleh dari populasi gagal ginjal
terminal. Penyakit kardiovaskular sangat mudah ditemukan pada
populasi tersebut. Pada saat memulai dialisis, sebanyak 40%
diketahui
menderita
penyakit
jantung
koroner,
sedangkan
10
antara
gangguan
fungsi
ginjal
dengan
gradasi
(glomerular
penurunan
filtration
estimasi
rate=GFR)
laju
filtrasi
dibawah
glomerulus
60
ml/menit
dari
80.098
pasien
dirawat
karena
gagal
jantung
ginjal
sebanding
dengan
11
dengan
semua
penyebab
dan
mortalitas
12
kardiovaskular,
lama
rawat
inap,
peningkatan
relaps,
penelitian
terhadap
1102
pasien
dewasa
dengan
sedikit
menantang
karena
beberapa
alasan:
(1)
kerentanan
pada
individu
dengan
sub-klinis
End-stage
kidney
Disease),
harus
penelitian
digunakan
untuk
epidemiologi. Contoh
tipe 3 CRS bisa menjadi ACS, aritmia, atau AHF setelah timbulnya
AKI atau setelah glomerulonefritis akut atau akut kortikal
nekrosis. Toxaemia, cairan dan retensi, mediator humoral, dan
gangguan elektrolit, semuanya dapat menyebabkan disfungsi
akut jantung.
Kasus lain, bedah jantung yang terkait AKI (CSA-AKI),
dimana AKI berkontribusi untuk kelebihan (overload) cairan dan
untuk perkembangan disfungsi jantung laten. Insiden CSA-AKI
telah dilaporkan antara 0,3-29,7% , berbagai macam kejadian
yang dikaitkan dengan definisi yang berbeda. Namun, tantangan
dalam memahami epidemiologi tipe 3 CRS adalah insidensi dan
terkait faktor risiko gagal untuk mempertimbangkan inisiasi CSAAKI.7
4. Sindroma renokardiak kronik (Tipe IV)
Beberapa studi observasional telah mengevaluasi angka
kejadian kardiovaskular dan hasil pada populasi CKD yang dipilih.
Penyakit jantung pada pasien CKD adalah umum dan jantung-
14
spesifik
angka
kematian
1020
kali
lipat
lebih
tinggi
hipertensi,
amiloidosis)
memungkinkan
dapat
yang
15
D. Patofisologi
Pada kondisi fisiologis GFR dipertahankan tetap konstan
dalam rentang tekanan darah yang tinggi oleh mekanisme
autoregulasi yang terutama berada dalam pembuluh darah
afferent dan efferent glumerulus. Bila terjadi penurunan cardiac
output, tekanan darah dapat turun dibawah rentang yang dapat
dikompensasi oleh mekanisme autoregulasi tersebut. Kondisi ini
akan diikuti oleh hipoperfusi, hipofiltrasi dan kemudian iskemia
ginjal. Menurunnya perfusi ginjal akan mengaktivasi sistem reninangiotensin-aldosteron (RAA) dengan dilepaskannya renin yang
akan meningkatkan perubahan angiotensin I oleh angiotensin
converting enzyme (ACE) menjadi angiotensin II yang kemudian
akan menyebabkan vasokonstriksi sistemik dan retensi natrium
di
ginjal,
sehingga
terjadi
peningkatan
volume
sirkulasi
efektif.12,13
Pada gagal jantung, respons fisiologik tersebut tidak hanya
mengaktivasi sistem RAA, tetapi juga meyebabkan efek spiral
negatif berupa aktivasi sistem saraf simpatik, disfungsi endotel,
inflamasi, dan gangguan keseimbangan reactive oxygen/nitric
oxide.
Berbagai
berinteraksi
sistem
membentuk
yang
teraktivasi
lingkaran
setan
tersebut
yang
akan
akan
masing-masing
penderita
dan
mengeliminasinya
bila
16
kronik
seringkali
mempunyai
kondisi
pre-morbid
klinik
dari
masing-masing
mekanisme
jantung
akut
akibat
regurgitasi
mitral
akut
dan
dan
penurunan
fungsi
ginjal
tersebut
secara
17
invasif
pada
gagal
jantung
kronik
tidak
18
pemeriksaan
kateter
arteri
pulmonal
dengan
kadar
natriuretik,
digunakan
dalam
oksida
pengelolaan
nitrat).
gagal
Farmakoterapi
jantung
dapat
yang
turut
akut
(AKI,
iskemia,
atau
glomerulonefritis)
yang
cairan
berperan
dalam
terjadinya
edema
paru.
19
akumulasi
faktor-faktor
depresan
miokard
dan
perikarditis.
ini
rentan
mengalami
gagal
jantung
akut
atau
iskemia
miokard
akut
disebabkan
oleh
peningkatan
inflamasi
kronik,
infeksi
subklinik,
percepatan
20
aterosklerosis,
interaksi
jantung-ginjal,
dan
penyakit
patofisiologik
interaksi
kardiorenal
kronik
antara
nitric
oxide/reactive
oxygen
species,
interaksi
hemodinamik
bertanggung-jawab
terhadap
antara
jantung
progresifitas
dan
penyakit
ginjal
melalui
kardiorenal
tipe
ditandai
oleh
kombinasi
tipe
8,12
terbatas.
Pemahaman
tentang
pengaruh
yang
berbeda
dibanding
kombinasi
dapat berperan pula pada sindrom kardiorenal tipe II dan tipe IV.
8,12
dua
adalah
urutan
22
penting
lainnya
adalah
kerangka
waktu
di
mana
23
24
25
26
27
28
29
E. Diagnosis
Kelompok
konsensus
IQDI
membahas
tentang
peran
akut.
Berikut
biomarker
jantung
dan
ginjal
serta
gelatinase-associated
lipocalin
(NGAL)
30
enzim lisosomal
akut iskemik
31
suatu
kesepakatan
bahwa
Bioimpedance
vector
yang
Kombinasi
lebih
NGAL
baik
dan
dari
BNP
status
dapat
hidrasi
digunakan
pasien.
untuk
MRI/magnetic
resonance
imaging,
MRS/magnetic
32
mungkin
terapi
yang
secara
evidence-based
33
Penilaian
fungsi
ginjal
yang
didasarkan
pada
tersebut
tidak
praktis,
nilai
GFR
dapat
34
risiko yang
Faktor-faktor
lain
yang
potensial
adalah
sistemik,dan
Perburukan
fungsi
kondisi
ginjal
lebih
low-output
sering
resistensi
(hipotensi).
ditemukan
pada
lebih
lanjut.
Perfusi
ginjal
harus
dijaga
dengan
status
volume,
cardiac
output
dan
resistensi
35
penderita
sindrom
kardiorenal
yang
berat
untuk
12
36
meningkatkan harapan hidup penderita. Akan tetapi evidencebased manfaatnya pada penderita gagal jantung dengan
gangguan fungsi ginjal sangat terbatas. Penggunaan inhibitor
ACE atau ARB biasanya berhubungan dengan penurunan
ringan fungsi ginjal yang ditandai oleh peningkatan kadar
kreatinin dan penurunan GFR. Penurunan fungsi ginjal tersebut
semakin nyata pada penderita disfungsi ginjal. Kekhawatiran
akan semakin memburuknya fungsi ginjal disertai risiko
hipotensi
dan
hiperkalemia
menyebabkan
banyak
klinisi
tentang
hubungannya
penggunaan
dengan
inhibitor
peningkatan
ACE
kadar
dalam
kreatinin
kreatinin
setelah
pemberian
inhibitor
ACE
adalah
mengurangi
risiko
perburukan
fungsi
ginjal,
persisten,
atau
penggunaan
obat
lain
yang
atau
ARB
menunjukkan
harus
dihentikan.
penggunaan
inhibitor
Beberapa
ACE
pada
penelitian
penderita
37
obat
ini
sebaiknya
tetap
diberikan
walaupun
terjadi
dengan
efek
renoprotektif
jangka
panjang.
oleh
mengalami
vasodilatasi
penurunan
inhibitor
dosis
ACE.
Pada
berlebih,
atau
penderita
mungkin
penghentian
yang
diperlukan
sementara
penurunan
mortalitas
yang
sebanding
dengan
38
dengan
fraksi
ejeksi
yang
rendah,
penambahan
gagal
jantung.
Untuk
menghindari
kejadian
struktural.
Pemeriksaan
ini
bermanfaat
untuk
39
yang
dapat
dicapai,
diuretik
relatif
yang
menciptakan
dikenal
sebagai
keadaan
braking
40
volume
overload,
dan
resistensi
diuretik,
menyebabkan
terjadinya
resistensi
diuretik
diantaranya
akan
Kombinasi
ini
memberi
perlu
respons
pemantauan
diuresis
ketat
lebih
karena
baik.
dapat
41
renal
dan
mencegah
reabsorbsi
natrium
lebih
berhasil
mengatasi
resistensi
diuretik,
perlu
jantung
yang
refrakter
terhadap
diuretik
loop.
aliran
darah
ginjal.
Dopamin
juga
meta-analisis,
tinjauan
sistematik
dan
42
sama
yaitu
dopamin
dosis
rendah
tidak
mencegah
termasuk
menginduksi
hipotiroid,
dan
dapat
oleh
glomerulus
menyebabkan
efek
diuresis
meningkatkan
aliran
darah
kedalam
cairan
osmotik.
intrarenal
tubulus
Manitol
melalui
dapat
efeknya
pemberian
larutan
mengandung
500
cc
Beberapa
penelitian
berskala
kecil
yang
efek
samping
berupa
gangguan
elektrolit,
43
memperbaiki
penggunaannya
untuk
respons
tujuan
diuresis,
memperbaiki
sehingga
resistensi
solution=HSS)
akan
menyebabkan
kenaikan
cairan
bertambahnya
ekstravaskular
aliran
darah
ke
ginjal.
intravaskular,
Pemberian
dan
secara
secara
signifikan
berhubungan
dengan
44
pengaruh
akan
retensi
mengurangi
natrium
braking
pasca
diuretik
phenomenon.
yang
lebih
tinggi
pada
tubulus
distal
akan
penelitian
lebih
lanjut.
Terapi
ini
dapat
dan
mempunyai
menghambat
efek
natriuresis
norepinefrin,
dan
endotelin-1,
diuresis,
dan
serta
aldosteron.
dekompensasi
akut
gagal
jantung
secara
signifikan
Sebuah penelitian
juga
berhubungan
dengan
50%
reduksi
insiden
lebih
ekonomi,
rendah.
Dampak
ketersediaan
jangka
sarana,
panjang,
dan
dampak
kompleksitas
46
vasopresin
atau
hormon
antidiuretik,
perangsangan
simpatetik.
Vasopresin
mempunyai
V2
ditemukan
di
tubulus
kolekting
ginjal,
V1a
menurunkan
akan
resistensi
meningkatkan
vaskular
cardiac
perifer,
output,
menurunkan
aquaresis
sehingga
terjadi
peningkatan
47
Terdapat
penelitian
antagonis
intensif
vasopresin
yaitu
yang
antagonis
sedang
reseptor
dalam
V1a/V2
memperbaiki
fungsi
ginjal
dan
mengatasi
penghambatan
pada
jaras
umpan
balik
reseptor
adenosin
A1
dalam
mencegah
48
Berbagai
derajat
berhubungan
dengan
gangguan
berbagai
fungsi
gangguan
ginjal
fungsi
diketahui
jantung,
meyebabkan
Patofisiologi
sindrom
kardiorenal
belum
sepenuhnya
konsensus
IQDI
membahas
tentang
peran
49
B-type
natriuretic peptide (BNP dan NT-proBNP), Neutrophil gelatinaseassociated lipocalin (NGAL), Cystatin C, Kidney injury molecule-1
(KIM-1),
N-asetil-b-(D)
glucosaminidase,
dan
Interleukin-18.
dan
memperbaiki
kemampuan
kita
untuk
kuat
(evidence-based).
Langkah-langkah
berikut
umum,
Tatalaksana
terbatasnya
asalkan
sindrom
dengan
kardiorenal
pengetahuan
pemantauan
menjadi
tentang
sulit
lebih
ketat.
disebabkan
mekanisme
yang
50
DAFTAR PUSTAKA
1. Shah BN, Greaves K. The Cardiorenal Syndrome: A Review.
International Journal of Nephrology. 2011; 920195: 1-11.
2. Rosner MH, Rastogi A, Ronco C. The Cardiorenal Syndrome.
International Journal of Nephrology.2011; 982092:1-2.
3. Santos PM, Vilacosta I. Cardiorenal Syndrome: An Unsolved
Clinical
Problem.
International
Journal
of
Nephrology.
2011;913029:1-6.
4. Shlipak MG, Massie BM. The clinical challenge of cardiorenal
syndrome. Circulation 2004;110:1514-7.
5. Francis G. Acute decompensated heart failure: the cardiorenal
syndrome. Cleve Clin J Med 2006;73(Suppl 2):S8-13.
6. Roesli RM, Martakusumah AH. Sindroma Kardio Renal. FK
UNPAD/ RS dr Hasan Sadikin Bandung : Subbag Ginjal
Hipertensi, Bag Ilmu Penyakit Dalam.
7. Ronco C, et al. Cardio-renal syndromes: report from the
consensus conference of the Acute Dialysis Quality Initiative.
European Heart Journal. 2010;31, 703-7011.
8. Ronco C, Haapio M, House AA, Anavekar N, Bellomo R.
Cardiorenal syndrome. J Am Coll Cardiol 2008;52:1527-39.
51
&
Vascular
Medicine
Fakultas
Kedokteran
52