Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada tubuh orang sakit harus

terlebih dahulu mengetahui struktur dan fungsi setiap alat dari susunan tubuh manusia

yang sehat dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan tentang anatomi dan fisiologi

tubuh manusia merupakan dasar yang penting. Dengan mengetahui struktur dan

fungsi tubuh manusia, seorang professional dapat makin jelas menafsirkan perubahan

yang terdapat pada alat tubuh tersebut. 1

Jantung adalah organ penting dalam tubuh manusia yang difungsikan untuk

memompa darah ke seluruh tubuh. Darah yang di pompa ke seluruh tubuh melalui

system peredaran darah membawa zat-zat sangat dibutuhkan oleh tubuh. Pemompaan

darah dipicu oleh simpul SA yang terdapat di sebelah serambi kiri jantung. Untuk

mengetahui aktuvitas elektris otot jantung diperlukan pencatatan atau perekaman dari

permukaan tubuh. Perekaman dapat dilakukan pada permukaan tubuh sebab tubuh

adalah konduktor yang baik. Perekaman ini dilakukan dengan menempelkan

elektroda-elektroda pada lokasi tertentu yang disebut sandapat (lead) pada

permukaan kulit pasien. Salah satu fungsi perekaman ini adalah mengetahui frekuensi

detak jantung yang dinyatakan dengan satuan detak/ menit. Frekuensi memberikan

informasi mengenai bagaimana keadaan jantung, cepat lambatnya impuls jantung, ada

tidaknya gangguan pembentukan impuls dan gangguan fungsi jantung. 1

Disritmia jantung adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang

disebabkan oleh konduksi elektrikal abnormal atau otomatis. Disritmia adalah

1
gangguan sistem hantaran jantung dan bukan struktur jantung. Disritmia dapat

diidentifikasi dengan menganalisa gelombang EKG. Disritmia dinamakan

berdasarkan pada tempat dan asal impuls dan mekanisme hantaran yang terlibat.

Misalnya, disritmia yang berasal dari nodus sinus (nodus SA) dan frekuensinya

lambat dinamakan sinus bradikardia. Ada empat kemungkinan tempat asal disritmia :

nodus sinus, atrial, nodus AV atau sambungan, dan ventrikel. Gangguan mekanisme

hantaran, fibrilasi, denyut prematur, dan penyekat jantung. 1

Sejak tahun 1998, National Kidney Foundation (NKF) di Amerika

melaporkan tingginya angka kejadian Penyakit Kardio Vaskuler (CVD) yang terjadi

pada pasien Penyakit Ginjal Kronis (PGK). Dalam kurun waktu 2 dekade banyak

dilaporkan penelitian tentang interaksi antara kedua organ ini. Pada tahun 2008,

Sarnak dkk melaporkan bahwa bila dibandingkan dengan populasi umum maka

kematian akibat PKV pada penderita PGK tahap 5 ( sudah menjalani dialisis), 10-30

kali lebih tinggi. Tingginya angka kejadian PGK tidak saja terjadi pada pasien

dialisis, ternyata juga pada PGK tahap awal dan berkorelasi dengan peningkatan

kadar kreatinin. Fried dkk (2003) melakukan penelitian prospektif pada populasi,

melaporkan bahwa kematian akibat PKV pada populasi dengan kadar kreatinin serum

< 1.10 mg/dl adalah 11.3/1000/tahun meningkat menjadi 34.5/1000/tahun pada

populasi dengan kadar kreatinin serum 1.5 - 1.69 mg/dl kemudian meningkat lagi

menjadi 57.2/1000/tahun pada populasi dengan kadar kreatinin serum > 1.70 mg/dl.

Fried dkk menentukan kadar kreatinin serum <1.5 mg/dl sebagai batas normal.6 Oleh

2
karena itu, pada kesempatan kali ini refarat ini akan membahas tentang Disritmia

Cordis pada kardiorenal sindrom.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Cardiorenal Sindrom

A. Definisi

NHLBI (The National Heart, Lung, and Blood Institute), di Amerika,

membentuk grup kerja ”Cardio-Renal Connections”, mengajukan definisi

sederhana tentang sindrom kardiorenal (CRS/Cardiorenal syndrome) pada

tahun 2004, CRS adalah penurunan fungsi ginjal yang disebabkan oleh

penurunan fungsi jantung.6

Kimmenade dkk. telah menyatakan keadaan ini sebagai "cardio-renal

syndrome ". Terminologi ini lazim digunakan dalam dekade terakhir namun

belum ada definisi yang dapat diterima secara umum terutama bagi kalangan

ahli jantung dan ahli ginjal sehingga Scrier (2007) membedakan istilah antara

"cardiorenal syndrome" yaitu penurunan fungsi ginjal yang terjadi pada gagal

jantung sedangkan penurunan fungsi jantung akibat gagal ginjal disebut sebagai

"renocardiac syndrome".6

Mengingat fungsi ginjal antara lain mengatur garam dan cairan maka

penurunan fungsinya akan menyebabkan terganggunya pengobatan terhadap

gagal jantung. Definisi ini tidak dapat menjelaskan semua bentuk korelasi antar

organ ginjal-jantung. Defenisi yang disepakati, diperlukan untuk menjelaskan

koeksistensi gangguan jantung dan ginjal dan untuk mengidentifikasi perjalanan

waktu interaksi jantung-ginjal.6

4
B. Klasifikasi

Ronco dkk, membuat klasifikasi sindrom kardiorenal berdasarkan

mekanisme patofisiologi yang mendasari kegagalan fungsi jantung dan ginjal.

Klasifikasi tersebut menitikberatkan pada dua aspek yaitu durasi (onset akut

atau kronik), dan urutan kejadian (didahului gagal ginjal atau didahului gagal

jantung, atau terjadi simultan akibat penyakit sistemik). 5,6

Tabel 1. Klasifikasi sindroma kardiorenal (CRS) menurut Ranco dkk berdasarkan

konferensi konsesus Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI) 5,6

Tipe Sindrom Patofisiologi

I Acute Cardio-renal Penurunan fungsi jantung akut (acute cardiogenic shock

atau ADHF-acute coronary syndrome/ACS) yang

menyebabkan acute kidney injury (AKI)

II Chronic Cardio-renal Penurunan fungsi jantung kronis (gagal jantung kongestif)

yang menyebabkan penyakit ginjal kronis(PGK)

III Acute Reno-cardiac Penurunan fungsi ginjal akut (iskemik atau

glomerulonefritis) menyebabkan gangguan jantung akut

(aritmia,iskemia,infark)

IV Chronic Reno-cardiac Penurunan fungsi ginjal kronis (iskemik atau

glomerulonefritis kronik) menyebabkan gangguan jantung

kronis (LVH/left ventricular hypertrophy, gagal jantung)

V Secondary Cardiorenal Kondisi sitemik (diabetes mellitus, sepsis) menyebabkan

5
gangguan kedua organ

C. Patofisologi

Pada kondisi fisiologis GFR dipertahankan tetap konstan dalam

rentang tekanan darah yang tinggi oleh mekanisme autoregulasi yang terutama

berada dalam pembuluh darah afferent dan efferent glumerulus. Bila terjadi

penurunan cardiac output, tekanan darah dapat turun dibawah rentang yang

dapat dikompensasi oleh mekanisme autoregulasi tersebut. Kondisi ini akan

diikuti oleh hipoperfusi, hipofiltrasi dan kemudian iskemia ginjal. Menurunnya

perfusi ginjal akan mengaktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA)

dengan dilepaskannya renin yang akan meningkatkan perubahan angiotensin I

oleh angiotensin converting enzyme (ACE) menjadi angiotensin II yang

kemudian akan menyebabkan vasokonstriksi sistemik dan retensi natrium di

ginjal, sehingga terjadi peningkatan volume sirkulasi efektif.1

Pada gagal jantung, respons fisiologik tersebut tidak hanya

mengaktivasi sistem RAA, tetapi juga meyebabkan efek spiral negatif berupa

aktivasi sistem saraf simpatik, disfungsi endotel, inflamasi, dan gangguan

keseimbangan reactive oxygen/nitric oxide. Berbagai sistem yang teraktivasi

tersebut akan berinteraksi membentuk lingkaran setan yang akan mempercepat

penurunan fungsi ginjal dan fungsi jantung lebih lanjut. 1,2

6
II. Hiperkalemia

Bila kadar kalium kurang dari 3,5 mEq/L disebut sebagai hipokalemia

dan kadar kalium lebih dari 5,3 mEq/L disebut sebagai hiperkalemia. Kekurangan

ion kalium dapat menyebabkan frekuensi denyut jantung melambat. Peningkatan

kalium plasma 3-4 mEq/L dapat menyebabkan aritmia jantung, konsentrasi yang

lebih tinggi lagi dapat menimbulkan henti jantung atau fibrilasi jantung.

Hiperkalemia dapat disebabkan oleh :

I. Ekskresi tidak adekuat

a. Gangguan ginjal

- Gangguan ginjal akut

- Gagal ginjal kronik berat

- Gangguan tubulus

b. Volume sirkulasi efektif menurun

c. Hipoaldosteronisme

- Penyakit adrenal

- Hiporeninemia

Menyertai penyakit tubulointerstinal ginjal

Akibat obat-obatan (anti inflamasi non steroid,penghambat enzim

konversi, antagonis dan adrenergic beta)

d. Diuretik yang menghambat sekresi kalium (spironolakton, triamteren,

amilorid)

7
II. Perpindahan kalium dari jaringan

1. Kerusakan jaringan (gencetan pada otot, hemolisis, perdarah internal)

Obat-obatan (suksinilkolin, arganin, digitalis, keracunan, antagois

adrenergic beta).

2. Asidosis

3. Hiperosmolalitas

4. Defisiensi insulin

5. Paralisis periodic hiperkalemik

III. Asupan berlebihan

IV. Pseudohiperkalemia

(trombositosis, leukositosis, teknik punksi vena yang buruk, hemolisis in vitro).4

Penyebab lain dari hyperkalemia yaitu:

a. Keluarnya Kalium dari Intrasel ke Ekstrasel

Kalium keluar dari sel dapat terjadi pada keadaan asidosis metabolik bukan

oleh asidosis organik (ketoasidosis, asidosis laktat), defisit insulin, katabolisme

jaringan meningkat, pemakaian obat penghambat-β adrenergik, dan

pseudohiperkalemia.

b. Berkurangnya Ekskresi Kalium melalui Ginjal

Berkurangnya ekskresi kalium melalui ginjal terjadi pada keadaan

hiperaldosteronisme, gagal ginjal, deplesi volume sirkulasi efektif, pemakaian

siklosporin atau akibat koreksi ion kalium berlebihan dan pada kasus-kasus

8
yang mendapat terapi angiotensin-converting enzyme inhibitor dan potassium

sparing diuretics.4

III. Disritmia

A. Definisi

Disritmia jantung adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung

yang disebabkan oleh konduksi elektrikal abnormal atau otomatis. Disritmia

adalah gangguan sistem hantaran jantung dan bukan struktur jantung.

Disritmia dapat diidentifikasi dengan menganalisa gelombang EKG.

Disritmia dinamakan berdasarkan pada tempat dan asal impuls dan

mekanisme hantaran yang terlibat. Misalnya, disritmia yang berasal dari

nodus sinus (nodus SA) dan frekuensinya lambat dinamakan sinus

bradikardia. Ada empat kemungkinan tempat asal disritmia : nodus sinus,

atrial, nodus AV atau sambungan, dan ventrikel. Gangguan mekanisme

hantaran, fibrilasi, denyut prematur, dan penyekat jantung. 1

B. Etiologi

Etiologi disritmia dalam garis besarnya dapat disebabkan oleh :

1. Peradangan jantung

2. Gangguan sirkulasi koroner

3. Karena obat (intoksikasi )

4. Gangguan keseimbangan elektrolit

5. Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom.

6. Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat

9
7. Gangguan metabolik

8. Gangguan irama jantung akibat gagal jantung

9. Gangguan irama jantung karena kardiomiopati atau tumor jantung.2

IV. Hubungan Hiperkalemia Terhadap Disritmia Pada kardiorenal sindrom

Ekskresi ginjal yang tidak adekuat merupakan penyebab hiprkalemia yang

sering. Jika oligouria atau anuria ada dengan semakin progresifnya gagal ginjal

akut, hiperkalemia pasti terjadi. Kalium plasma meningkat 0,05mmol/l per hari

jika tidak ada beban abnormal. Gagal ginjal kronik tidak menyebabkan

hiperkalemia berat atau progresif, kecuali jika oligouria juga ada. Perubahan

adaptif meningkatkan ekskresi kalium per nefron residual bila gagal ginjal

kronik semakin berlanjut. 4

Efek toksik terpenting dari hiperkalemia adalah aritmia jantung.

Manifestasi paling dini adalah munculnya gelombang T puncak tinggi, terutama

menonjol pada hantaran prekordial. Namun tidak seperti gangguan lain yang

menyebabkan gelombang T puncak tinggi. Hiperkalemia tidak memperpanjang

interval QT. Perubahan lebih lanjut antara lain peanjangan interval PR, blok

jantung komplit dan asistole atrium. Bila kalium plasma makin meninggi,

kompleks-kompleks ventrikel dapat memburuk. Kompleks QRS memanjang

progresif, dan akhirnya menyatu dengan gelombang T membentuk konfigurasi

gelombang sinus. Akirnya dapat terjadi fibrilasi dan henti ventrikel. Terkadang,

hiperkalemia sedang atau berat menimbulkan dampak yang nyata pada otot-otot

10
perifer. Kelemahan otot asenden dapat terjadi dan berkembang menjadi

Quadriplegia flaksid dan paralysis pernapasan. 4

Jadi, kondisi hiperkalemia dapat disebabkan oleh kondisi ginjal yang

buruk. Kondisi hiperkalemia dapat menyebabkan gannguan pada konduksi

jantung yamg memicu terjadinya gangguan irama pada jantung. 4

11
BAB III
LAPORAN KASUS

A. KASUS
a) Identitas pasien
Nama : Ny. Menteng
Umur : 53 tahun
Alamat : Jalan Slamet Riadi
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Pendidikan terakhir :-
Tanggal pemeriksaan : 30 Desember 2018

b) Anamnesis
Keluhan Utama : Muntah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan muntah yang dirasakan
sejak kurang lebih 8 hari sebelum masuk rumah sakit, muntah sebanyak > 5
kali dalam sehari berisi makanan dan cairan yang dikonsumsi. Pasien juga
mengeluhkan adanya buang air besar yang cair sebanyak 4 kali berisikan
cairan dan sedikit ampas dengan warna hitam kecoklatan, untuk Pusing (+),
batuk (-), mual (+), Nyeri dada (-), buang air kecil (-) sejak kemarin.

Riwayat Penyakit Terdahulu :


-Riwayat Hipertensi (+), Riwayat Diabetes (+), Penyakit Jantung (+)

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga :


Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan / penyakit yang
sama. Riwayat jantung dalam keluarga (-).

12
c) Pemeriksaan fisik
- Keadaan Umum
SP : SS/CM/GC
BB : 60 kg
TB : 155 cm
IMT : kg/m2
- Vital Sign
TD : 140/70 mmHg
Respirasi : 35 x/menit
Pulsasi : 98 x/menit
Suhu : 36.5oC
- Kepala
a. Wajah : Simetris kanan dan kiri, tampak lemas
b. Deformitas : Tidak ada
c. Bentuk : Normosephal
- Mata
a. Konjungtiva : Anemis -/-
b. Sklera : ikterus -/-
c. Pupil : isokor, bulat
d. Mulut : tidak ditemukan lidah kotor dan sianosis
- Leher
a. KGB : tidak ada pembesaran
b. Tiroid : tidak ada pembesaran
c. JVP : ada peninggian

- Dada

13
 Paru-paru
a. Inspeksi : Bentuk simetris bilateral
b. Palpasi : Vocal fremitus kiri dan kanan sama
c. Perkusi : sonor/sonor kedua lapang paru
d. Auskultasi : Vesikular +/+ , Rhonki -/- ,Wheezing -/-
 Jantung
a. Inspeksi : iktus cordis terlihat
b. Palpasi : iktus cordis teraba di ICS V
c. Perkusi :
Batas Atas : SIC II linea midclavicularis sinistra
Batas Kanan: SIC IV linea parasternal dextra
Batas Kiri : SIC II linea parasternal sinistra
Batas bawah: SIC VI linea midclavicula sinistra
d. Auskultasi : BJ I/II murni regular, gallop (-), murmur (-)
- Perut
Inspeksi : Tampak cembung, kesan normal
Auskultasi : Peristaltik (+), normal
Perkusi : Timpani (+)
Palpasi : Nyeri tekan (+) di epigastrium, organomegali (-)

- Anggota gerak :
 Atas : Akral hangat +/+, edema -/-
 Bawah : Akral hangat +/+, edema +/+

14
d) Resume :
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan muntah yang dirasakan
sejak kurang lebih 8 hari sebelum masuk rumah sakit, muntah sebanyak > 5
kali dalam sehari berisi makanan dan cairan yang dikonsumsi. Pasien juga
mengeluhkan adanya buang air besar yang cair sebanyak 4 kali berisikan
cairan dan sedikit ampas dengan warna hitam kecoklatan, untuk Pusing (+),
batuk (-), mual (+), Nyeri dada (-), buang air kecil (-) sejak kemarin.
Pemeriksaan fisik : TD : 140/70 mmHg, Respirasi : 35 x/menit,
Pulsasi : 98 x/menit, Suhu : 36.5oC. Perkusi jantung menunjukan adanya
kesan kardiomegali, pemeriksaan paru terdapat Rhonki -/- ,Wheezing -/-
pada basal hemitoraks kiri, edema pada kedua kaki.

e) Diagnosis Kerja
- CAD, Bradikardi simtomatik
- Diabetes Militus Tipe 2
- Acute On CKD

f) Penatalaksanaan
- Nonmedikamentosa
Menjaga kondisi fisik dan menjaga stabilitas fisik, menghindari
perilaku yang dapat memperburuk kondisi, taat minum obat, dan bed
rest.

- Medikamentosa
a. Dopamin 7 meq/kgBB/menit via Syring Pump
b. IVFD Nacl 0,9 % 18 tpm
c. Insulin drips 0,5 U/jam
d. ISDN 5mg 3x1

15
e. Spironolacton 25 mg 1-0-1
f. Amlodipin 5 mg 1-0-0
g. Furosemid Inj. 1amp/8 jam
h. Atorvastatin 0-0-1
i. Aspliet 80 mg 0-0-1
j. Clopidogrel 75 mg 1-0-0
k. Valsartan 80 mg 0-0-1

g) Hasil pemeriksaan penunjang


Laboratorium :
WBC : 17,6. 103/mm3
RBC : 3,35.10 Juta/uL
HGB : 10,6 g/dl
HCT : 31,2 %
PLT : 296 ribu/uL
Ureum : 303,2 mg/dl
Creatinin : 4,77 mg/dl
GDS : 245 mg/dl
Natrium : 127 nmol/L
Kalium : 8,7 nmol/L
Klorida : 98 nmol/L

Hasil EKG

16
h) Prognosis
Dubia ad malam

17
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini didiagnosis dengan Coronary Artery Disease,Bradicardia

symtomatis,DM Tipe dua dan Acute on CKD, Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik dan penunjang yang telah dilakukan. Pada anamnesis, Pasien masuk rumah sakit

dengan keluhan muntah yang dirasakan sejak kurang lebih 8 hari sebelum masuk

rumah sakit, muntah sebanyak > 5 kali dalam sehari berisi makanan dan cairan yang

dikonsumsi. Pasien juga mengeluhkan adanya buang air besar yang cair sebanyak 4

kali berisikan cairan dan sedikit ampas dengan warna hitam kecoklatan, untuk Pusing

(+), batuk (-), mual (+), Nyeri dada (-), buang air kecil (-) sejak kemarin. Pasien juga

mempunyai riwayat diabetes militus, hipertensi dan Penyakit jantung koroner,

Sehingga jika dihubungkan dengan gejala dan riwayat penyakit maka dapat

mendukung diagnosis yang telah ditegakkan.

Untuk terapi, pasien ini diberikan infus Nacl untuk menjaga hemodinamik

pasien juga sebagai jalur untuk pemberian obat intravena. Diberikan obat golongan

nitrat organik (ISDN 5mg). Isosorbide dinitrate mengakibatkan pembuluh darah pada

otot polos mengalami dilatasi, karena pembuluh darah arteriolar mengalami relaksasi

maka menurunkan tekanan sistolik ateri, sehingga dapat menghilangkan nyeri dada,

memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang umur. Pemberian Diuretik

(Furosemid) direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis atau

gejala kongesti. Tujuan dari pemberian diuretik adalah untuk mencapai status

euvolemia (kering dan hangat) dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu harus

18
diatur sesuai kebutuhan pasien, untuk menghindari dehidrasi dan retensi. Pemberian

spironolakton digunakan sebagai diuretik hemat kalium, bekerja menghambat

aldosteron dan meningkatkan retensi kalium dan eksresi natrium di tubulus distal,

pada kasus ini spironolakton di kombinasikan bersama furosemid, dengan tujuan

mengurangi hilangnya kalium melalui urin. Pada kasus ini, pasien berusia 53 tahun

dan terdiagnosis Acute on CKD, pada populasi berusia ≥18 tahun dengan penyakit

ginjal kronik terapi antihipertensi awal atau tambahan sebaiknya mencakup ACEI

atau ARB untuk menungkatkan outcome ginjal. Hal ini berlaku untuk semua pasien

penyakit ginjal kronik dengan hiperetensi terlepas dari ras atau status diabetes.

Namun pada kasus ini pasien diberikan kombinasi amlodipin dari golongan CCB dan

Valsartan dari golongan ARB.

Pada pasien dengan CKD otomatis GFR telah terganggu, sehingga untuk

mengeluarkan zat-zat yang tidak diperlukan tubuh tidak bias dikeluarkan. Maka

terjadilah penumpukan akibat ginjal tidak bias membuang zat tersebaut, Salah

satunya yang kadarnya tinggi yaitu kalium (hiperkalemi), fungsi dari kalium ketika

dalam keadaan norma yaitu menjaga pembuluh darah,membantu kelistrikan jantung

dan membantu meregangkan otot jantung, dan ketika kadar kalium tersebut tinggi

dapat menyebabkan kelemahan susunan saraf ( parestesia,kelemahan otot) dan sistem

kardiovaskuler (disritmia,perubahan EKG). Perubahan paling penting pada

Hiperkalemia yaitu otot rangka dan jantung.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Ganong F. William, 2003, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20, EGC,
Jakarta.
2. Price & Wilson, 2006, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi
6, Volume I, EGC, Jakarta.
3. Roesli RM, Martakusumah AH. Sindroma Kardio Renal. FK UNPAD/ RS dr
Hasan Sadikin Bandung : Subbag Ginjal Hipertensi, Bag Ilmu Penyakit
Dalam.
4. Sacher R.A. dan Mcpherson R.A, ‘Pengaturan Asam-Basa dan Elektrolit’ pada:
Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, edisi kedua, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2002, hh.320-340.
5 Rosner MH, Rastogi A, Ronco C. The Cardiorenal Syndrome. International
Journal of Nephrology.2011; 982092:1-2.
6. Ronco C, Haapio M, House AA, Anavekar N, Bellomo R. Cardiorenal syndrome. J
Am Coll Cardiol 2008;52:1527-39.

20

Anda mungkin juga menyukai