PENDAHULUAN
Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada tubuh orang sakit harus
terlebih dahulu mengetahui struktur dan fungsi setiap alat dari susunan tubuh manusia
yang sehat dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan tentang anatomi dan fisiologi
tubuh manusia merupakan dasar yang penting. Dengan mengetahui struktur dan
fungsi tubuh manusia, seorang professional dapat makin jelas menafsirkan perubahan
Jantung adalah organ penting dalam tubuh manusia yang difungsikan untuk
memompa darah ke seluruh tubuh. Darah yang di pompa ke seluruh tubuh melalui
system peredaran darah membawa zat-zat sangat dibutuhkan oleh tubuh. Pemompaan
darah dipicu oleh simpul SA yang terdapat di sebelah serambi kiri jantung. Untuk
mengetahui aktuvitas elektris otot jantung diperlukan pencatatan atau perekaman dari
permukaan tubuh. Perekaman dapat dilakukan pada permukaan tubuh sebab tubuh
permukaan kulit pasien. Salah satu fungsi perekaman ini adalah mengetahui frekuensi
detak jantung yang dinyatakan dengan satuan detak/ menit. Frekuensi memberikan
informasi mengenai bagaimana keadaan jantung, cepat lambatnya impuls jantung, ada
Disritmia jantung adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang
1
gangguan sistem hantaran jantung dan bukan struktur jantung. Disritmia dapat
berdasarkan pada tempat dan asal impuls dan mekanisme hantaran yang terlibat.
Misalnya, disritmia yang berasal dari nodus sinus (nodus SA) dan frekuensinya
lambat dinamakan sinus bradikardia. Ada empat kemungkinan tempat asal disritmia :
nodus sinus, atrial, nodus AV atau sambungan, dan ventrikel. Gangguan mekanisme
melaporkan tingginya angka kejadian Penyakit Kardio Vaskuler (CVD) yang terjadi
pada pasien Penyakit Ginjal Kronis (PGK). Dalam kurun waktu 2 dekade banyak
dilaporkan penelitian tentang interaksi antara kedua organ ini. Pada tahun 2008,
Sarnak dkk melaporkan bahwa bila dibandingkan dengan populasi umum maka
kematian akibat PKV pada penderita PGK tahap 5 ( sudah menjalani dialisis), 10-30
kali lebih tinggi. Tingginya angka kejadian PGK tidak saja terjadi pada pasien
dialisis, ternyata juga pada PGK tahap awal dan berkorelasi dengan peningkatan
kadar kreatinin. Fried dkk (2003) melakukan penelitian prospektif pada populasi,
melaporkan bahwa kematian akibat PKV pada populasi dengan kadar kreatinin serum
populasi dengan kadar kreatinin serum 1.5 - 1.69 mg/dl kemudian meningkat lagi
menjadi 57.2/1000/tahun pada populasi dengan kadar kreatinin serum > 1.70 mg/dl.
Fried dkk menentukan kadar kreatinin serum <1.5 mg/dl sebagai batas normal.6 Oleh
2
karena itu, pada kesempatan kali ini refarat ini akan membahas tentang Disritmia
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Cardiorenal Sindrom
A. Definisi
tahun 2004, CRS adalah penurunan fungsi ginjal yang disebabkan oleh
syndrome ". Terminologi ini lazim digunakan dalam dekade terakhir namun
belum ada definisi yang dapat diterima secara umum terutama bagi kalangan
ahli jantung dan ahli ginjal sehingga Scrier (2007) membedakan istilah antara
"cardiorenal syndrome" yaitu penurunan fungsi ginjal yang terjadi pada gagal
jantung sedangkan penurunan fungsi jantung akibat gagal ginjal disebut sebagai
"renocardiac syndrome".6
Mengingat fungsi ginjal antara lain mengatur garam dan cairan maka
gagal jantung. Definisi ini tidak dapat menjelaskan semua bentuk korelasi antar
4
B. Klasifikasi
Klasifikasi tersebut menitikberatkan pada dua aspek yaitu durasi (onset akut
atau kronik), dan urutan kejadian (didahului gagal ginjal atau didahului gagal
(aritmia,iskemia,infark)
5
gangguan kedua organ
C. Patofisologi
rentang tekanan darah yang tinggi oleh mekanisme autoregulasi yang terutama
berada dalam pembuluh darah afferent dan efferent glumerulus. Bila terjadi
penurunan cardiac output, tekanan darah dapat turun dibawah rentang yang
mengaktivasi sistem RAA, tetapi juga meyebabkan efek spiral negatif berupa
6
II. Hiperkalemia
Bila kadar kalium kurang dari 3,5 mEq/L disebut sebagai hipokalemia
dan kadar kalium lebih dari 5,3 mEq/L disebut sebagai hiperkalemia. Kekurangan
kalium plasma 3-4 mEq/L dapat menyebabkan aritmia jantung, konsentrasi yang
lebih tinggi lagi dapat menimbulkan henti jantung atau fibrilasi jantung.
a. Gangguan ginjal
- Gangguan tubulus
c. Hipoaldosteronisme
- Penyakit adrenal
- Hiporeninemia
amilorid)
7
II. Perpindahan kalium dari jaringan
adrenergic beta).
2. Asidosis
3. Hiperosmolalitas
4. Defisiensi insulin
IV. Pseudohiperkalemia
Kalium keluar dari sel dapat terjadi pada keadaan asidosis metabolik bukan
pseudohiperkalemia.
siklosporin atau akibat koreksi ion kalium berlebihan dan pada kasus-kasus
8
yang mendapat terapi angiotensin-converting enzyme inhibitor dan potassium
sparing diuretics.4
III. Disritmia
A. Definisi
B. Etiologi
1. Peradangan jantung
9
7. Gangguan metabolik
sering. Jika oligouria atau anuria ada dengan semakin progresifnya gagal ginjal
akut, hiperkalemia pasti terjadi. Kalium plasma meningkat 0,05mmol/l per hari
jika tidak ada beban abnormal. Gagal ginjal kronik tidak menyebabkan
hiperkalemia berat atau progresif, kecuali jika oligouria juga ada. Perubahan
adaptif meningkatkan ekskresi kalium per nefron residual bila gagal ginjal
menonjol pada hantaran prekordial. Namun tidak seperti gangguan lain yang
interval QT. Perubahan lebih lanjut antara lain peanjangan interval PR, blok
jantung komplit dan asistole atrium. Bila kalium plasma makin meninggi,
gelombang sinus. Akirnya dapat terjadi fibrilasi dan henti ventrikel. Terkadang,
hiperkalemia sedang atau berat menimbulkan dampak yang nyata pada otot-otot
10
perifer. Kelemahan otot asenden dapat terjadi dan berkembang menjadi
11
BAB III
LAPORAN KASUS
A. KASUS
a) Identitas pasien
Nama : Ny. Menteng
Umur : 53 tahun
Alamat : Jalan Slamet Riadi
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Pendidikan terakhir :-
Tanggal pemeriksaan : 30 Desember 2018
b) Anamnesis
Keluhan Utama : Muntah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan muntah yang dirasakan
sejak kurang lebih 8 hari sebelum masuk rumah sakit, muntah sebanyak > 5
kali dalam sehari berisi makanan dan cairan yang dikonsumsi. Pasien juga
mengeluhkan adanya buang air besar yang cair sebanyak 4 kali berisikan
cairan dan sedikit ampas dengan warna hitam kecoklatan, untuk Pusing (+),
batuk (-), mual (+), Nyeri dada (-), buang air kecil (-) sejak kemarin.
12
c) Pemeriksaan fisik
- Keadaan Umum
SP : SS/CM/GC
BB : 60 kg
TB : 155 cm
IMT : kg/m2
- Vital Sign
TD : 140/70 mmHg
Respirasi : 35 x/menit
Pulsasi : 98 x/menit
Suhu : 36.5oC
- Kepala
a. Wajah : Simetris kanan dan kiri, tampak lemas
b. Deformitas : Tidak ada
c. Bentuk : Normosephal
- Mata
a. Konjungtiva : Anemis -/-
b. Sklera : ikterus -/-
c. Pupil : isokor, bulat
d. Mulut : tidak ditemukan lidah kotor dan sianosis
- Leher
a. KGB : tidak ada pembesaran
b. Tiroid : tidak ada pembesaran
c. JVP : ada peninggian
- Dada
13
Paru-paru
a. Inspeksi : Bentuk simetris bilateral
b. Palpasi : Vocal fremitus kiri dan kanan sama
c. Perkusi : sonor/sonor kedua lapang paru
d. Auskultasi : Vesikular +/+ , Rhonki -/- ,Wheezing -/-
Jantung
a. Inspeksi : iktus cordis terlihat
b. Palpasi : iktus cordis teraba di ICS V
c. Perkusi :
Batas Atas : SIC II linea midclavicularis sinistra
Batas Kanan: SIC IV linea parasternal dextra
Batas Kiri : SIC II linea parasternal sinistra
Batas bawah: SIC VI linea midclavicula sinistra
d. Auskultasi : BJ I/II murni regular, gallop (-), murmur (-)
- Perut
Inspeksi : Tampak cembung, kesan normal
Auskultasi : Peristaltik (+), normal
Perkusi : Timpani (+)
Palpasi : Nyeri tekan (+) di epigastrium, organomegali (-)
- Anggota gerak :
Atas : Akral hangat +/+, edema -/-
Bawah : Akral hangat +/+, edema +/+
14
d) Resume :
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan muntah yang dirasakan
sejak kurang lebih 8 hari sebelum masuk rumah sakit, muntah sebanyak > 5
kali dalam sehari berisi makanan dan cairan yang dikonsumsi. Pasien juga
mengeluhkan adanya buang air besar yang cair sebanyak 4 kali berisikan
cairan dan sedikit ampas dengan warna hitam kecoklatan, untuk Pusing (+),
batuk (-), mual (+), Nyeri dada (-), buang air kecil (-) sejak kemarin.
Pemeriksaan fisik : TD : 140/70 mmHg, Respirasi : 35 x/menit,
Pulsasi : 98 x/menit, Suhu : 36.5oC. Perkusi jantung menunjukan adanya
kesan kardiomegali, pemeriksaan paru terdapat Rhonki -/- ,Wheezing -/-
pada basal hemitoraks kiri, edema pada kedua kaki.
e) Diagnosis Kerja
- CAD, Bradikardi simtomatik
- Diabetes Militus Tipe 2
- Acute On CKD
f) Penatalaksanaan
- Nonmedikamentosa
Menjaga kondisi fisik dan menjaga stabilitas fisik, menghindari
perilaku yang dapat memperburuk kondisi, taat minum obat, dan bed
rest.
- Medikamentosa
a. Dopamin 7 meq/kgBB/menit via Syring Pump
b. IVFD Nacl 0,9 % 18 tpm
c. Insulin drips 0,5 U/jam
d. ISDN 5mg 3x1
15
e. Spironolacton 25 mg 1-0-1
f. Amlodipin 5 mg 1-0-0
g. Furosemid Inj. 1amp/8 jam
h. Atorvastatin 0-0-1
i. Aspliet 80 mg 0-0-1
j. Clopidogrel 75 mg 1-0-0
k. Valsartan 80 mg 0-0-1
Hasil EKG
16
h) Prognosis
Dubia ad malam
17
BAB IV
PEMBAHASAN
fisik dan penunjang yang telah dilakukan. Pada anamnesis, Pasien masuk rumah sakit
dengan keluhan muntah yang dirasakan sejak kurang lebih 8 hari sebelum masuk
rumah sakit, muntah sebanyak > 5 kali dalam sehari berisi makanan dan cairan yang
dikonsumsi. Pasien juga mengeluhkan adanya buang air besar yang cair sebanyak 4
kali berisikan cairan dan sedikit ampas dengan warna hitam kecoklatan, untuk Pusing
(+), batuk (-), mual (+), Nyeri dada (-), buang air kecil (-) sejak kemarin. Pasien juga
Sehingga jika dihubungkan dengan gejala dan riwayat penyakit maka dapat
Untuk terapi, pasien ini diberikan infus Nacl untuk menjaga hemodinamik
pasien juga sebagai jalur untuk pemberian obat intravena. Diberikan obat golongan
nitrat organik (ISDN 5mg). Isosorbide dinitrate mengakibatkan pembuluh darah pada
otot polos mengalami dilatasi, karena pembuluh darah arteriolar mengalami relaksasi
maka menurunkan tekanan sistolik ateri, sehingga dapat menghilangkan nyeri dada,
(Furosemid) direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis atau
gejala kongesti. Tujuan dari pemberian diuretik adalah untuk mencapai status
euvolemia (kering dan hangat) dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu harus
18
diatur sesuai kebutuhan pasien, untuk menghindari dehidrasi dan retensi. Pemberian
aldosteron dan meningkatkan retensi kalium dan eksresi natrium di tubulus distal,
mengurangi hilangnya kalium melalui urin. Pada kasus ini, pasien berusia 53 tahun
dan terdiagnosis Acute on CKD, pada populasi berusia ≥18 tahun dengan penyakit
ginjal kronik terapi antihipertensi awal atau tambahan sebaiknya mencakup ACEI
atau ARB untuk menungkatkan outcome ginjal. Hal ini berlaku untuk semua pasien
penyakit ginjal kronik dengan hiperetensi terlepas dari ras atau status diabetes.
Namun pada kasus ini pasien diberikan kombinasi amlodipin dari golongan CCB dan
Pada pasien dengan CKD otomatis GFR telah terganggu, sehingga untuk
mengeluarkan zat-zat yang tidak diperlukan tubuh tidak bias dikeluarkan. Maka
terjadilah penumpukan akibat ginjal tidak bias membuang zat tersebaut, Salah
satunya yang kadarnya tinggi yaitu kalium (hiperkalemi), fungsi dari kalium ketika
dan membantu meregangkan otot jantung, dan ketika kadar kalium tersebut tinggi
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Ganong F. William, 2003, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20, EGC,
Jakarta.
2. Price & Wilson, 2006, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi
6, Volume I, EGC, Jakarta.
3. Roesli RM, Martakusumah AH. Sindroma Kardio Renal. FK UNPAD/ RS dr
Hasan Sadikin Bandung : Subbag Ginjal Hipertensi, Bag Ilmu Penyakit
Dalam.
4. Sacher R.A. dan Mcpherson R.A, ‘Pengaturan Asam-Basa dan Elektrolit’ pada:
Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, edisi kedua, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2002, hh.320-340.
5 Rosner MH, Rastogi A, Ronco C. The Cardiorenal Syndrome. International
Journal of Nephrology.2011; 982092:1-2.
6. Ronco C, Haapio M, House AA, Anavekar N, Bellomo R. Cardiorenal syndrome. J
Am Coll Cardiol 2008;52:1527-39.
20