KONSEP MEDIS
A. Definisi
Jantung merupakan struktur kompleks yang terdiri atas jaringan fibrosa, otot-otot
jantung dan jaringan konduksi listrik. Mempunyai fungsi utama untuk memompadarah
keseluruh tubuh yang dapat dilakukan jika jantung mempunyai kemamputan memompa
yang optimal, system katup yang baik, serta irama pemompaan yang baik pula. Jika
ditemukan ketidaknormalan pada salah satu unsur tadi maka akan berpengaruh terhadap
2012)
CHF adalah sindrom yang disebabkan oleh disfungsi jantung ,umumnya akibat
disfungsi atau kerusakan otot miokard yang ditandai dengan terjadinya hipertrofi LV atau
keduanya (Heart Failure Society of America, 2010). CHF adalah sindrom yang ditandai
oleh disfungsi salah satu atau kedua paru dan vena sistemik sehingga asupan oksigen ke
jaringan perifer kurang baik pada saat relaks atau selama stressor berlangsung , yang
fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada jika disertai peninggian
volume diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif yang sering
digunakan jika terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan (Mansjoer, 2008).
1
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk mempertahankan curah
jantung (Caridiac Output = CO) dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Apabila
tekanan pengisian ini meningkat sehingga mengakibatkan edema paru dan bendungan di
sistem vena, maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif (Kabo & Karim, 2007).
yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. Gagal
jantung kongestif ( CHF ) adalah gangguan klinis yang umum yang menyebabkan
gangguan pada pembuluh darah paru dan penurunan curah jantung (Figueroa, 2006)
National Institute for Health and Clinical Excellence, London tahun 2008
mendefinisikan penyakit ginjal kronis (CKD) adalah abnormalitas struktur atau fungsi
ginjal .Dapat timbul dengan atau tanpa diikuti (komplikasi) kondisi lain misalnya ,
penyakit jantung dan diabetes . Ketika kondisi CKD bertambah buruk tidak jarang dapat
menyebabkan risiko kematian yang lebih tinggi . Faktor risiko CKD dapat diakaitkan
dengan bertambahnya usia , gangguan kardiovaskulart dan beberapa kondisi yang lain
CKD biasanya timbul tanpa gejala . namun dapat terdeteksi , dan tes untuk
mendeteksi CKD yang sederhana dan tersedia secara bebas . Ada bukti bahwa
Namun, karena kurangnya gejala yang spesifik orang dengan CKD sering tidak
didiagnosis , atau terlambat didiagnosis ketika CKD berada pada stadium lanjut .
2
Gagal ginjal kronik adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolik akibat destruksi struktur ginjal
yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam
3. Hemodialisa
Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan
sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa
minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal yang membutuhkan terapi
jangka panjang atau terapi permanen. Sehelai membran sintetik yang semipermeabel
menggantikan glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang
Hemodialisis adalah pengeluaran solut toksik dan kelebihan cairan dari dalam darah
antara darah dan larutan pencuci yang dinamakan dialisat (Hinchliff, 2007).
Tujuan hemodialisis adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari
dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan. Pada hemodialisis, aliran darah yang
penuh dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dialiser tempat
darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien (Smeltzer &
Bare, 2002).
Bagi pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal, hemodialisis akan mencegah
penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau
endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap
3
kualitas hidup pasien. Pasien-pasien ini harus menjalani terapi dialisis sepanjang
hidupnya (biasanya tiga kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam per kali terapi)
atau sampai mendapat ginjal baru melalui operasi pencangkokan yang berhasil.
B. Etiologi
Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari semua penyakit jantung
mencakup keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau menurunkan
kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meliputi beban awal seperti : regurgitasi aorta,
cacat septum ventrikel dan beban akhir meningkat pada kondisi stenosis aorta dan
(HFSA,2010) :
4
Kelainan Mekanis Kelainan Miokardial Gangguan Irama Jantung
1. Peningkatan beban tekanan Primer 1. Henti jantung
Dari sentral (stenosis Kardiomiopati 2. Ventrikular fibrialasi
aorta) Gangguan neuromuscular 3. Takikardi atau bradikardi
Dari peripheral miokarditis ekstrim
(hipertensi sistemik) Diabetes mellitus (metabolic) 4. Asinkronik listrikndan
2. Peningkatan beban volume Keracunan gangguan konduksi
Regurgitasi katup Sekunder
Peningkatan beban awal Iskemia (PJK)
3. Obstruksi pengisian ventrikel
Gangguan metabolic
Stenosis mitral atau
trikuspidalis Inflamasi
4. Tamponade pericardium Penyakit infiltrative (restriksi
5. Restriksi endokardium dan kardiomiopati)
miokardium Penyakit sistemik
6. Aneurisma ventricular
PPOM
7. Dis- sinergi ventrikuler
Terapi depresi miokard
Begitu banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronis. Akan
tetapi, apa pun sebabnya, respons yang terjadi adalah penurunan fungsi ginjal secara
5
2) Penyakit umum di luar ginjal
b) Dyslipemia
c) SLE
e) Preeklamsi
f) Obat-obatan
3. Indikasi Hemodialisa
a. Pada gagal ginjal kronik bila laju filtrasi glomerolus kurang dari 15 ml/menit.
b. Gagal ginjal akut (bila keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata)
h. Sindrom Hepatorenal.
d. Demam tinggi.
C. Patofisiologi
6
1. Congesti Heart Failure
Setiap hambatan pada arah aliran (forward flow) dalam sirkulasi akan menimbulkan
pengaliran (forward failure) akan menimbulkan adanya gejala backward failure dalam
sistim sirkulasi aliran darah. Mekanisme kompensasi jantung pada kegagalan jantung
adalah upaya tubuh untuk mempertahankan peredaran darah dalam memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan.
Mekanisme kompensasi yang terjadi pada gagal jantung ialah : dilatasi ventrikel,
perifer, peninggian kadar katekolamin plasma, retensi garam dan cairan badan dan
peningkatan eksttraksi oksigen oleh jaringan. Bila jantung bagian kanan dan bagian kiri
bersama-ama dalam keadaan gagal akibat gangguan aliran darah dan adanya bendungan,
maka akan tampak tanda dan gejala gagal jantung pada sirkulasi sistemik dan sirkulasi
paru. Keadaan ini disebut Gagal Jantung Kongestif (CHF).(American Heart Association,
2009 p. 1983)
Sebagai respon terhadap gagal jantung kongestif, ada tiga mekanisme yang
3. Hipertrofi ventrikel
Ketiga respon diatas bertujuan untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat
normal atau hamper normal pada gagal jantung. Namun kelainan pada kerja ventrikuler
7
2. Gangguan Ginjal Akut
Secara ringkas patofisiologi gagal ginjal kronis dimulai pada fase awal ganggguan,
keseimbangan cairan, penanganan garam, serta penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi
dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari
25% normal, manifestasi klinis gagal ginjal kronik mungkin minimal karena nefron-
nefron sisa yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak.
serta mengalami hipertrofi. Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka
nefron yang tersisa menghadapi tugas yang semakin berat sehingga nefron-nefron
tersebut ikut rusak dan akhirnya mati. Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya
berkaitan dengan tuntunan pada nefron-nefron yang ada untuk meningkatkan reabsorpsi
protein.
dan aliran darah ginjal akan berkurang. Pelepasan renin akan meningkat bersama dengan
memperburuk kondisi gagal ginjal, dengan tujuan agar terjadi peningkatan filtrasi
protein-protein plasma.
Kondisi akan bertambah buruk dengan semakin banyak terbentuk jaringan parut
sebagai respons dari kerusakan nefron dan secara progresif fungsi ginjal menurun drastis
sirkulasi sehingga akan terjadi sindrom uremia berat yang memberikan banyak
3. Prinsip Hemodialisa
8
Sebagian besar dialiser merupakan merupakan lempengan rata atau ginjal serat
artifisial berongga yang berisi ribuan tubulus selofan yang halus yang bekerja sebagai
Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu difusi, osmosis dan
ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan melalui proses difusi
dengan cara bergerak dari darah, yang memiliki konsentrasi tinggi ke cairan dialisat
dengan konsentrasi yang lebih rendah. Cairan dialisat tersusun dari semua elektrolit yang
penting dengan konsentrasi ekstrasel yang ideal. Kadar elektrolit darah dapat
dikendalikan dengan mengatur rendaman dialisat (dialysate bath) secara tepat. Pori-pori
kecil dalam membrane semipermeabel tidak memungkinkan lolosnya sel darah merah
dan protein.
Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis.
Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan, dengan kata
lain, air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan
yang lebih rendah (cairan dialisat). Gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan
tekanan negatif yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Tekanan negatif
diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan pengisap pada membran dan memfasilitasi
pengeluaran air. Karena pasien tidak dapat mengekskresikan air, kekuatan ini diperlukan
Sistem dapar (buffer system) tubuh dipertahankan dengan penambahan asetat yang
akan berdifusi dari cairan dialisat ke dalam darah pasien dan mengalami metabolisme
9
untuk membentuk bikarbonat. Darah yang sudah dibersihkan kemudian dikembalikan ke
dalam tubuh melalui pembuluh vena pasien. Pada akhir terapi dialisis, banyak zat limbah
telah dikeluarkan, keseimbangan elektrolit sudah dipulihkan dan sistem dapar juga telah
diperbarui.
D. Klasifikasi
Pada Guidelines Heart Failure yang dikeluarkan oleh Heart Failure Society of America
tahun 2010 maka klasifikasi CHF dari New York Heart Association (NYHA) , yaitu :
10
b.
ut
proteinuria, PCR dapat digunakan sebagai alternatif. Sementara ACR adalah metode
blocker-II (ARB) kepada orang-orang non-diabetes dengan CKD dan hipertensi dan
ACR 30 mg / mmol atau lebih (kurang lebih setara dengan PCR 50 mg / mmol atau
lebih, atau ekskresi protein urin 0,5 g/24 jam atau lebih).
11
a. GFR 45-59 mL/min/1.73 m2 (stage 3A)
Gagal ginjal kronik selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium-
stadium gagal ginjal kronik didasarkan pada tingkat GFR yang tersisa dan meliputi
hal-hal berikut.
1) Penurunan cadangan ginjal, yang terjadi apabila GFR turun 50% dari normal.
2) Insufisiensi ginjal, yang terjadi apabila GFR turun menjadi 20-35% dari normal.
3) Gagal ginjal, yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal. Semakin
4) Gagal ginjal terminal, yang terjadi apabila GFR menjadi kurang dari 5% dri
normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Pada seluruh ginjal
E. Manifestasi klinik
12
1. Congestive Heart Failure (AHA, 2009)
gas.
2) Batuk, berhubungan dengan gagal ventrikel kiri. Tersering adalah batuk basah.
3) Mudah lelah. Akibat curah jatung yang kurang sehingga darah tidak sampai
1) Edema, biasa pada kaki dan tumit dan secara bertahap bertambah keatas tungkai
dan paha.
2) Hepatomegali dan nyeri pada kuadran kanan, akibat pembesaran vena di hepar.
3) Anoreksia dan mual, akibat pembesaran vena dan stasis vena didalam rongga
abdomen.
4) Nokturia, dieresis sering terjadi pada malam hari karena curah jantung akan
13
2. Gangguan Ginjal Kronik
a. Ketidakseimbangan Cairan
peningkatan beban zat tiap nefron. Hal ini terjadi karena keutuhan nefron yang
membawa zat tersebut dan kelebihan air untuk nefron-nefron tersebut tidak dapat
Jika jumlah nefron yang tidak berfungsi meningkat, maka ginjal tidak mampu
menyaring urine (isothenuria). Pada tahap ini glomerulus menjadi kaku dan plasma
tidak dapat difilter dengan mudah melalui tubulus, maka akan terjadi kelebihan cairan
b. Ketidakseimbangan Natrium
mengeluarkan sedikitnya 20-30 mEq natrium berhubungan setiap hari atau dapat
meningkat sampai 200 mEq per hari. Variasi kehilangan natrium berhubungan
dengan intact nephron theory. Dengan kata lain, bila terjadi kerusakan nefron, maka
terutama muntah dan diare. Keadaan ini memperburuk hiponatremia dan dehidrasi.
Pada GGK yang berat keseimbangan natrium dapat dipertahankan meskipun terjadi
kehilangan yang fleksibel pada nilai natrium. Orang sehat dapat pula meningkat di
14
atas 500 meQ/hari. Bila GFR menurun di bawah 25-30 ml/menit, maka ekskresi
keadaan ini natrium dalam diet dibatasi yaitu sekitar 1-1,5 gram/hari.
c. Ketidakseimbangan Kalium
jarang terjadi sebelum stadium IV. Keseimbangan kalium berhbungan dengan sekresi
Hipokalemia terjadi pada keadaan muntah atau diare berat, pada penyakit tubuler
ginjal, dan penyakit nefron ginjal, dimana kondisi ini akan menyebabkan ekskresi
Asidosis metabolik terjadi karena ginjal tidak mampu mengekskresikan ion hydrogen
sebanding dengan penurunan GFR. Asam yang secara terus menerus dibentuk oleh
metabolisme dalam tubuh dan tidak difiltrasi secara efektif, NH3 menurun dan sel
15
e. Ketidakseimbangan Magnesium
Magnesium pada tahap awal GGK adalah normal, tetapi menurun secara progresif
Secara normal kalsium dan fosfor dipertahankan oleh paratiroid hormone yang
depresi reabsorpsi tubuler dari fosfor. Bila fungsi ginjal menurun 20-25% dari
dystrophy.
g. Anemia
5) Defisiensi folat
16
7) Peningkatan hormone paratiroid merangsang jaringan fibrosa atau osteitis
8) Ureum Kreatinin
BUN bukan indicator yang tepat dari penyakit ginjal sebab peningkatan BUN
dapat terjadi pada penurunan GFR dan peningkatan intake protein. Penilaian
kreatinin serum adalah indicator yang lebih baik pada gagal ginjal sebab kretainin
F. Komplikasi
iskemi miokard
2) Angina dan infark miokard, Terjadi akibat dari peningkatan kerja otot jantung
17
2) Hypokalemia, Akibat dari pengeluaran potasium yang berlebihan akibat dari
terapi diuretik
intoksikasi digitalis
5) Infark Miokard, Terjadi akibat dari beban kerja miokard yang meningkat serta
sehingga dapat terjadi penurunan tekanan darah arteri ke organ-organ vital seperti
masuknya cairan dalam kantung pericardium, jika terjadi efusi yang cepat dapat
2. Gangguan Ginjal
a. Retensi cairan akibat kegagalan fungsi ginjal dapat menyebabkan edema, gagal
18
c. Apabila hiperkalemianya parah (≥6,5 mEq/liter), dapat terjadi disritmia dan
kelemahan otot
G. Pemeriksaan penunjang
a) EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia dan
atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan
pulnonal.
membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta
e) Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal,
terapi diuretic.
f) Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF memperburuk
PPOM.
g) AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia
19
2. Gangguan Ginjal
a. Tes Laboratorium
1) Urinalisis
c) hiperkalemia.
d) Hiperfosfatemia.
e) hipokalsemia.
3) Tes Hematologi
normositik normokrom.
20
4) Tes Mikrobiologi
Biakan urin untuk melihat spesies bakteri penyebab infeksi saluran kemih
5) Elektrokardigram (EKG)
aritmia
b. Pemeriksaan Radiologi
1) Ultrasonografi (USG)
Obstruksi (batu atau massa tumor) dan menilai apakah proses sudah lanjut.
bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.
4) Foto Dada
Bendungan paru akibat kelebihan air efusi pleura, kardiomegali dan efusi
perikardial
H. Penatalaksanaan
1) Instruksi diet mengenai asupan natrium disarankan pada semua pasien dengan
CHF. Pasien dengan HF dan diabetes, dislipidemia, atau obesitas berat harus
21
2) diet pembatasan sodium (2-3 g sehari) disarankan untuk pasien dengan sindrom
klinis HF dan fraksi ejeksi ventrikel kiri menetap (LVEF). Pembatasan lebih
3) Pembatasan asupan cairan harian kurang dari 2 L/hari, dianjurkan pada pasien
untuk semua pasien yang menunjukkan retensi cairan yang sulit untuk mengontrol
b. Non Farmakologis
a. CHF Kronik
b. CHF Akut
b) Pembatasan cairan
22
c. Farmakologis
pada disfungsi diastolic, seperti :.thiazide diuretics untuk CHF sedang, loop
relaksasi
dan pengisian dan pengisian ventrikel (jangan dipakai pada CHF kronik).
23
2. Gangguan Ginjal Kronik
a. Penatalaksanaan konservatif
d) mengurangi proteinuria.
lemak darah
b) Penanganan sepsis,
e) Resiko kehamilan meningkat bila kreatinin serum >1,5 mg/dl, dan bila
(2) asidosis metabolik, à diet rendah protein, bila bikarbonat serum< 15 -17
24
(3) hiperkalemia, à pembatasan asupan kalium
(4) diet rendah protein (0,6 gram/kgBB/hari) dgn 40% asam amino esensial
D (1,25-dihidroksikalsiferol)
(2) bila LFG < 30 ml/menit à kalsium karbonat atau kalsium asetat pada saat
makan
c) Penanganan hiperurisemia
b. Dialisis
tetap atau transplantasi, pada tahap ini biasanya LFG sekitar 5-10 ml/menit.
a) asidosis metabolik & hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-
obatan
25
c) ensefalopati uremik
d) efusi perikardial
a) Hemodialisis
b) Peritoneal Dialisis
3) Transplantasi Ginjal
26
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
Congestive Heart Failure e.c. Chronic Kidney Desease
A. PENGKAJIAN DATA
Pengkajian pada pasien CHF dengan Acute Kidney Injury ( AKI ) ditujukan sebagai
pengumpulan data dan informasi terkini mengenai status pasien dengan pengkajian sistem
riwayat khususnya yang berhubungan dengan nyeri dada, sulit bernafas, palpitasi, riwayat
pingsan, atau keringat dingin ( diaphoresis). Selain itu perlu pula dikaji mengenai data yang
berkaitan dengan fungsi ginja; maupun data pasien yang sudah memerlukan terapi
hemodialisa. Masing-masing gejala harus dievaluasi waktu dan durasinya serta factor
pencetusnya.
a. Anamnesa
1) Keluhan Utama
Keluhan utama pada CHF sehingga pasien mencari bantuan atau pertolongan
antara lain :
a) Dyspneu
vascular paru. Jika tekanan hidrostatik dari anyaman kapiler paru melebihi
27
intersistial. Dimana cairan masuk kedalam alveoli dan terjadilah edema paru
b) Kelemahan fisik
c) Edema sistemik
a) Orthopnea
tidak adekuat
Terjadinya sesak nafas atau nafas pendek pada malam hari yang disebabkan
c) Batuk
serta pendek.
28
d) Edema pulmonal
Terjadi bila tekanan kapiler pulmonal melebihi tekanan dalam vascular (30
Apakah pasien pernah mengalami nyeri dada akibat Infark Moikard akut,
hipertensi, DM. Konsumsi obat yang digunakan dan alergi terhadap makanan
atau obat
b. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Didapakan kesadaran baik dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang
2) Pemeriksaan system
atau ronchi basah dapat ditemukan pada posterior paru. Yang dikenali
Inspeksi : adanya parut pasca bedah jantung, distensi vena jugularis (gagal
29
Palpasi : perubahan nadi (cepat dan lemah) sebagai manifestasi dari
serta crackles pada paru-paru. S3 atau gallop adalah tanda penting dari gagal
ventrikel kiri.
kegawatan penyakitnya
mengukur haluaran urine yang dihubungkan pada asupan cairan dan fungsi
ginjal.
kulit dingin, mudah lelah sebagai akibat penurunan curah jantung dan
30
3) Pemeriksaan diagnostic
b. Echocardiography
jantung.
membantu membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub
memperburuk PPOM.
31
i. Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan
a. Anamnesa
1) Riwayat Kesehatan
2) Pola Aktivitas/Istirahat
dan penurunan toleransi latihan. Kebutuhan istirahat dan tidur lebih banyak.
Tanda : penurunan kekuatan, bahu merosot, jalan lamban, dan tanda lain yang
menunjukkan kelelahan
3) Sirkulasi
kecenderungan perdarahan.
4) Integritas Ego
dengan diagnosis dan kemungkinan takut mati. Ansietas sehubungan dengan tes
32
diagnostic dan modalitas pengobatan. Masalah finansial. Status hubungan: takut
dan ansietas sehubungan dengan menjadi orang yang tergantung pada keluarga.
5) Eliminasi
Tanda : Perubahan warna urin. Contoh: kuning pekat, merah, coklat, berawan,
6) Makanan/Cairan
7) Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, dan kram otot/kejang sindrom “kaki
8) Nyeri/Kenyamanan
33
9) Pernapasan
kussmaul), napas ammonia, batuk produktif dengan sputum kental merah muda
(edema paru).
10) Kenyamanan
Tanda : Demam (sepsis, dehidrasi), petekie (area kulit ekimosis), dan pruritus
(kulit kering).
11) Seksualitas
12) Penyuluhan/Pembelajaran
ini/berulang.
b. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat. Tingkat kesadaran menurun
sesuai dengan tingkat uremia di mana dapat mempengaruhi sistem saraf pusat. Pada
34
B1 (Breathing)
Klien bernapas dengan bau urine (fetor uremik) sering didapatkan pada fase ini.
Respons uremia didapatkan adanya pernapasan KUssmaul. Pola napas cepat dan
menumpuk di sirkulasi.
B2 (Blood)
Pada kondisi uremia berat, tindakan auskultasi perawat akan menemukan adanya
friction rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial. Didapatkan tanda dan
gejala gagal jantung kongestif, TD meningkat, akral dingin, CRT >3 detik, palpitasi,
nyeri dada atau angina dan sesak napas, gangguan irama jantung, edema penurunan
perfusi perifer sekunder dari penurunan curah jantung akibat hiperkalemi, dan
eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan
B3 (Brain)
proses piker dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang, adanya
neuropati perifer, burning feet syndrome, retless leg syndrome, kram otot, dan nyeri
otot.
35
B4 (Bladder)
Penurunan urine output <400 ml/hari sampai anuri, terjadi penurunan libido berat.
B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare sekunder dari bau mulut
ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering
B6 (Bone)
Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki (memburuk
saat malam hari), kulit gatal, ada/berlangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis,
dehidrasi), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, defosit fosfat kalsium,
pada kulit, jaringan lunak, dan sendi keterbatasan gerak sendi. Didapatkan adanya
kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer
dari hipertensi.
c. Pemeriksaan Diagnostik
(1) Laboratorium
(a) Laju Endap Darah: meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
yang rendah.
(b) Ureum dan kreatinin: meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan
(c) Hiponatremi
36
(e) Phosphate alkaline meninggi akibat gangguan metabolisme tulang, terutama
(g) Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolism karbohidrat pada gagal
(h) Hipertrigliserida
(4) USG
(5) Renogram
(6) EKG
d. Penatalaksanaan Medis
(1) Dialisis
37
B. Penyimpangan KDM
Peningkatan aktivasi
Aritmia ventrikular otomatik (afternpotential) CHF
dan re-entry
Kongesti Pulmonalis
Kematian mendadak Penurunan curah jantung
Tekanan hidrostatiklebih
besar dari tekanan osmotik
Pengembangan paru
Aliran darah tidak
tidak optimal
Penurunan eksresi Natrium dan Peningkatan reabsorbsi adekuat ke jantung dan
H2o dalam Urine natrium dan H2o dalam otak
tubulus
Pola nafas tidak efektif
PK GGA
38
Penurunan urine output,
peningkatan volume plasma, Gangguan perfusi Penurunan tingkat Resti kelebihan volume
peningkatan tekanan hidrostatik Kelemahan fisik jaringan kesadaran cairan
Pasien selalu
Penurunan suplai O2 ke Syok Kardiogenik terjaga
miokardium
Kondisi dan prognosis
penyakit Kematian
Perubahan metabolism Peningkatan hipoksia
miokardium jaringan miokardium
Insomnia
Iskemia miokardium
Nyeri dada
Infark Miokardium
39
2. Gangguan Ginjal Akut
Penurunan GFR
Bau amonia pd
Edema paru Defisit vol. tidakseimbang Kelelahan otot mulut,mual,muntah,a
asidosis cairan elektrolit kram otot noreksia
metabolik
Kelelahan Pemenuhan
Perubahan
Penurunan nutrisi kurang
konduksi
perfusi serebral dari
elektrikal
kebutuhan
jantung
40
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
kongesti paru sekunder, perbahan membrane kapiler alveoli dan retensi cairan
interstitial
d. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru tidak optimal dan
l. Cemas berhubungan dengan rasa takut akan kematian, penurunan status kesehatan,
41
m. Konstipasi berhubungan dengan penurunan intake, serat dan penurunann bisisng
usus.
mual, muntah.
keletihan.
42
D. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
43
10. Kaji perubahan sensori (letargi, Menunjukkan ketidakadekuatan perfusi
cemas dan depresi) serebral sekunder terhadap penurunan CO
14. Kolaborasi pemberian diet jantung Pengaturan diet yang baik dapat
menurunkan kerja dan ketegangan otot
jantung
16. Kolaborasi pemberian diuretic Merangsang curah jantung yang normal dan
menurunkan gejala kongesti diuretic blok
reabsorbsi diuretic dan menurunkan
reabsorbsi natrium serta air.
2. Nyeri dada berhubungan Dalam waktu 3 x 24 jam tidak ada 1. Catat karakteristik nyeri, lokasi, Variasi penampilan dan perilaku pasien
dengan penurunan suplai keluhan dan mendapatkan respon intensitas, durasi dan penjalaran karena nyeri
darah ke miokardium, penurunan nyeri dada. nyeri
perubahan metabolism Kriteria hasil :
dan peningkatan prosuksi 1. Secara subjektif pasien 2. Anjurkan pada pasien untuk Nyeri berat dapat mengakibatkan syok
asam laktat mengatakn penurunan rasa nyeri melaporkan nyeri dengan segera kardiogenik dengan dampak kematian
44
2. TD 110-120/ 70-90 mmHg
3. Nadi 80-100 x/ menit
4. Wajah rileks
5. Tidak terjadi penurunan perfusi 3. Lakukan managemen nyeri :
perifer a. Atur posisi fisiologis pasien Meningkatkan asupan O2 sehingga
menurunkan nyeri sekunder dari iskemia
jaringan
3. Pola nafas tidak efektif Dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi 1. Auskultasi bunyi nafas (crackles) Indikasi edema paru sekunder akibat
berhubungan dengan perbahan pola nafas dekompensasi jantung
ekspansi paru tidak Kriteria hasil :
optimal dan kelebihan 1. Secara subjektif pasien 2. Kaji edema Menunjukkan tanda kongesti atau overload
cairan pada paru-paru. melaporkan sesak berkurang cairan
45
2. RR 18-20 x/menit
3. Respon batuk berkurang
4. Pertahankan asupan cairan 2000 cc/ Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang
24 jam dalam toleransi dewasa, namun tetap dalam pembatasan
kardiovaskuler terkait dekompensasi jantung
5. Kolaborasi :
a. Diet tanpa garam Natrium dapat meningkatkan retensi cairan
dan meningkatkan volume plasma yang
berdampak terhadap peningkatan beban
kerja jantung
4. Kerusakan pertukaran gas Dalam waktu 3 x 24 jam tidak ada 1. Beri support O2 4-6 lpm Meningkatkan konsentrasi O2 dalam proses
berhubungan dengan keluhan sesak atau respon yang pertukaran gas
perembesan cairan ke menyatakan penurunan sesak
alveoli, kongesti paru Kriteria hasil : 2. Pantau saturasi, pH, BE, HCO3 Diketahuinya tingkat oksigenasi pada
sekunder, perbahan 1. Secara subjektif pasien jaringan sebagai dampak adekuat tidaknya
membrane kapiler alveoli melaporkan sesak berkurang proses pertukaran gas
dan retensi cairan 2. RR 18-20 x/menit
interstitial 3. Tidak ada penggunaan otot bantu 3. Koreksi keseimbangan asam basa Mencehag asidosis yang memperberat
nafas pernafasan
46
5. Kolaborasi Meningkatkan kontraktilitas otot jantung
a. Pemberian IVFD RL 500cc/24 dan mencegah timbulnya edema
jam
b. Digoxin 1-0-0 Mencehag terjadinya retensi cairan dengan
c. Furosemid 2-1-0 menghambat ADH
5. Gangguan perfusi perifer Dalam waktu 2x 24 jam perfusi 1. Ukur dan bandingkan TD kedua Hipotensi dapat terjadi karena disfungsi
berhubungan dengan perifer meningkat lengan dalam posisi baring, duduk ventrikuler, hipertensi merupakan fenomena
penurunan curah jantung. Criteria hasil : dan berdiri umum berhubungan dengan nyeri karena
1. Pasien tidak mengeluh pusing pengeluaran katekolamin
2. TD 110-120/ 70-90 mmHg
3. Nadi 80-100 x/ menit 2. Kaji warna kulit, suhu, sianosis, Diketahuinya derajat hipoksemia dan
4. CRT < 3 detik nadi perifer dan diaphoresis secara peningkatan tahanan perifer
5. Haluaran urine > 600 cc/hari periodic
3. Kaji kualitas peristaltic Mengetahui pengaruh hipoksia terhadap
fungsi saluran cerna dan dampak penurunan
elektrolit
4. Kaji adanya kongesti hepar Dampak gagal jantung kanan, jika berat
akan ditemukan adanya kongesti pada hepar
5. Pantau urine output Output < 600 cc/hari merupakan tanda syok
kardiogenik
47
6. Penurunan tingkat Dalam waktu 2 x 24 jam kesadaran 1. Kaji status mental secara periodic Diketahuinya derajat hipoksia pada otak
kesadaran berhubungan tetap penuh dan CO adekuat sebagai
dengan penurunan suplai peningkatan perfusi jaringan otak 2. Observasi perubahan sensori dan Bukti actual terhadap penurunan aliran
darah ke otak. Kriteria hasil : tingkat kesadaran pasien yang darah ke jaringan serebral
1. Pasien tidak mengeluh pusing menunjukkan penurunan perfusi
2. TD 110-120/ 70-90 mmHg otak (gelisah, bingung, apatis)
3. Nadi 80-100 x/ menit
4. Tidak ada sesak, sianosis, 3. Anjurkan pasien mengurangi Aktivitas berlebih dapat meningkatkan
diaphoresis aktivitas beban kerja jantung dan akan menurunkan
5. Akral hangat suplai darah ke otak
6. BJ tunggal kuat
7. Sinus rythme 4. Catat adanya keluhan pusing Pusing merupakan manifestasi penuruinan
8. Produksi urine > 30 cc/jam suplai darah ke otak
9. GCS 15
5. Pantau frekuensi dan irama jantung Menunjukkan komplikasi disritmia
7. Kelebihan volume cairan Dalam waktu 3 x 24 jan tidak terjadi 1. Kaji adanya edema ekstermitas Edema menandakan gagal kongestif/
berhubungan dengan kelebihan volume cairan sistemik kelebihan volume cairan
penurunan perfusi organ. Kriteria hasil :
1. Pasien tidak sesak 2. Kaji TD secara periodic Peningkatan TD akibat peningkatan beban
2. Jika ada oedema dapat berkurang kerja jantung sebagai dampak peningkatan
3. Pitting edema negative jumlah cairan
4. Produksi urin > 600 cc/hari
3. Kaji distensi vena jugularis Cairan berlebih meningkatkan beban
ventrikel kanan yang dapat dipantau pada
pemeriksaan vena jugularis
48
dan meningkatkan volume plasma yang
berdampak pada peningkatan beban kerja
jantung
8. Intoleransi aktivitas Dalam 4 x 24 jam aktivitas pasien 1. Catat frekuensi dan irama jantung Perubahan yang signifikan menunjukkan
berhubungan dengan sehari-hari terpenuhi. atau perubahan TD sebelum dan penurunan oksigen di miokard
ketidakseimbangan antara Kriteria hasil : sesudah aktivitas
suplai oksigen ke jaringan 1. Pasien beraktivitas tanpa ada 2. Tingkatkan istirahat, beri aktivitas Menurunkan kerja miokard
dengan kebutuhan tanda-tanda terjadinya hipoksia ringan
sekunder penurunan curah atau menunjukkan adaptasi 3. Anjurkan pasien untuk menghindari Dapat meningkatkan beban kerja jantung
jantung. yang adekuat peningkatan tekanan abdomen
(mengejan)
4. Jelaskan pola peningkatan aktivitas, Adaptasi jantung terhadap peningkatan
seperti : bangun dari kursi, bila kuat beban aktivitas
lakukan ambulasi lalu istirahat
5. Evaluasi TTV saat ada kemajuan Antisipasi fungsi jantung menurun
aktivitas
6. Beri waktu istirahat diantara Tidak memaksakan jantung bekerja terus
aktivitas menerus
7. Observasi frekuensi nafas, dysonea, Antisipasi dampak penurunnan fungsi
sianosis serta diaphoresis jantung
9. Perubahan nutrisi : kurang Dalam waktu 3 x 24 jam status 1. Jelaskan manfaat nutrisi untuk Pemahaman yang baik akan membuat
dari kebutuhan tubuh nutrisi adekuat kesehatan pasien kooperatif dalam mengikuti anjuran
berhubungan dengan Kriteria hasil :
penurunan intake, mual 1. Secara subjektif pasien 2. Anjurkan pasien mengkonsumsi Menghindari makanan yang dapat
muntah dan anoreksia. termotivasi untuk meningkatkan makanan yang disediakan RS mengakibatkan komplikasi penyakitnya
asupan nutrisi
49
2. Porsi makan meningkat 3. Sajikan makanan dalam keadaan Peningkatan selera makan dan mencegah
hangat, kecil dan diet TKTPRG mual
10. Insomnia berhubungan Dalam waktu 3 x 24 jam kualitas 1. Catat pola istirahat dan tidur pasien Teridentfikasinya kebiasaan tidur pasien
dengan batuk dan sesak tidur pasien optimal. pada siang dan malam hari
nafas Kriteria hasil : 2. Atur posisi fisiologis Meningkatkan asupan O2 dan rasa nyaman
1. Klien tidak mengeluh
mengantuk pada saat bangun 3. Beri O2 support sesuai indikasi Meningkatkan kebutuhan O2 miokardium
tidur dan menghindarkan iskemia
2. Klien menyatakan rasa segar
saat bangun tidur 4. Ciptakan lingkungan yang nyaman Menurunkan stimulus nyeri eksternal
3. Kuantitas tidur pasien 6-7 jam/
24 jam 5. Lakukan managemen sentuhan Membantu menurunkan stimulus eksternal
dan sugesti psikologis non verbal
11. Cemas berhubungan Dalam waktu 1 x 24 jam kecemasan 1. Bantu pasien mengekspresikan Cemas berkepanjangan memberikan
dengan rasa takut akan pasien berkurang perasaan cemasnya dampak serangan jantung
kematian, penurunan Kriteria hasil
status kesehatan, situasi 1. Pasien menyatakan 2. Kaji tanda verbal dan non verbal Reaksi verbal/non verbal dapat
krisis dan ancaman. kecemasannya berkurang kecemasan serta damping pasien menunjukkan rasa agitasi, marah dan
2. Pasien mampu mengidentifikasi gelisah
50
penyebab cemas
3. Pasien kooperatif terhadap 3. Hindari konfrontasi Membangkitkan rasa marah dan
tindakan menghilangkan BHSP
4. Wajah terlihat rileks 4. Tingkatkan control sensasi pasien Beri informasi tentang kondisi pasien,
hargai beri pujian yang wajar.
51
2. Gangguan Ginjal Kronik
cairan, ketidakseimbangan elektrolit, acidosis berat, efek uremik pada otot jantung
Tujuan:
Kriteria hasil :
dan frekuensi jantung dalam batas normal (80-100 x/menit), nadi perifer kuat dan
sama dengan waktu pengisian kapiler (CRT < 3 detik), tidak terjadi sianosis,
Intervensi:
3) Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan lokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)
52
b. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder :
Tujuan:
Kriteria hasil:
tidak ada edema atau edema berkurang, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
terhadap terapi
cairan
53
c. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah
Tujuan:
Kriteria hasil:
menunjukan BB stabil (BMI 19-23), porsi makan meningkat 1/3 menjadi ½ porsi, nilai
Intervensi:
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut
54
d. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi
Kriteria hasil :
nafas
Intervensi:
Kriteria hasil :
55
Intervensi:
kemerahan
menurunkan iskemia
kulit.
56
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat,
keletihan
Intervensi:
57
E. EVALUASI
4) Tidak sesak
2) Mengetahui kapan harus meminta bantuan jika episode nyeri atau kegawatan
muncul
komplikasi
58
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN (KASUS)
A. Pengkajian
1. Informasi Umum
Nama : Ny. A
Usia : 55 tahun
2. Keluhan Masuk RS
a. Kronologis kejadian
3 bulan sebelumnya klien merasakan keletihan yang amat sangat setelah melakukan
aktivitas yang rutin dilakukan (mengajar). Ketika keletihan itu datang, klien
mengalami sesak nafas, berkeringat dingin yang banyak dan jantung terasa berdebar
sangat kencang. 1 bulan sebelum opname, klien masih mampu tidur dengan posisi
baring terlentang, namun lama kelamaan klien merasakan sesak nafas jika harus
berbaring sehingga pasien kemudian tidur dengan cara duduk. Pada tanggal 9 April
2014, psien kehilangan nafsu makan sehingga pasien selalu merasa mual dan muntah-
59
muntah, karena kondisinya yang terus memburuk, keluarga memutuskan untuk
membawa pasien ke R. IGD RSWS pada tanggal 11 April 2014 pukul 13.00.
1) Subjektif
telentang dan tetap membutuhkan support O2, batuk masih dirasakan, mual
muntah berkurang namun porsi makan masih 1/3 porsi dihabiskan, kelelahan
dingin dan badan terasa lemas. Pola BAB normal, namun BAK hanya 2-3 kali
2) Objektif
Pasien tampak sesak, tidak nampak penggunaan otot bantu nafas, support O2 4
Lpm, frekuensi nafas 26-28 kali permenit, batuk dan sedikit sputum dengan
karakteristik bening tanpa disertai bercak darah. Perfusi akral dingin basah pucat,
CRT 4 detik, sclera merah konjungtiva putih, mukosa bibir kering, tampak
oedema pada kedua kaki, pitting edema positif, luka simino positif.
3. Aktivitas / Istirahat
a. Gejala ( Subjektif )
Aktivitas : Mengajar
60
Kebiasaan Tidur : tidak ada yang spesifik
b. Tanda ( Objektif )
Respon aktivitas
Postur : tegak
4. Sirkulasi
a. Gejala ( Subjektif )
b. Tanda ( Objektif )
61
Nadi
Femoralis : 90 kali/menit
Jantung ( palpasi )
Getaran : teratur
Dorongan : halus
Suhu : 36,40C
62
Warna : pucat
CRT : 4 detik
Warna : hitam
Konjungtiva : putih
Sklera : anemis
5. Integritas Ego
a. Gejala ( subjektif )
Mekanisme Koping : asertif, bicara dan bertanya pada perawat atau dokter
Agama : Islam
63
Perubahan terakhir : tidak dapat beraktivitas seperti biasanya
b. Tanda ( Objektif )
6. Eliminasi
a. Gejala ( Subjektif )
64
Riwayat Penyakit : Diabetes melitus
b. Tanda ( Objektif )
Abdomen
Lingkar Abdomen : 83 Cm
7. Makanan / Cairan
a. Gejala ( Subjektif )
Diet biasa (tipe) : Diet rendah garam, purin, kalori, protein 1,2 gr/kb BB
65
Perubahan Berat Badan : ada sedikit
b. Tanda ( Objektif )
Kelembaban : kurang
Oedema
66
8. Hygiene
a. Gejala ( Subjektif )
Ketergantungan : partial
Mobilitas : terbatasi
Makan : mandiri
Berpakaian : mandiri
Toiletting : partial
b. Tanda ( Objektif )
9. Neurosensori
a. Gejala ( Subjektif )
67
Lokasi : tidak dikaji
Tipe : --
Aura : --
Frekuensi : --
Status Postikal : --
Cara kontrol : --
Pemeriksaan terakhir : --
Telinga : bersih
Pendengaran : baik
Pemeriksaan terakhir : --
b. Tanda (Objektif )
68
Memori
Genggaman Tangan
Kanan : kuat
Kiri : kuat
Postur : tegap
a. Gejala (Subjektif)
69
b. Tanda ( Objektif )
Proteksi area nyeri : memegang dada atau kepala jika nyeri datang
11. Pernafasan
a. Gejala ( Subjektif )
Perokok : tidak
b. Tanda ( Objektif )
Pernafasan : vesikuler
70
Bunyi Nafas : ronchi
12. Keamanan
a. Gejala ( Subjektif )
Penyebab : --
Pemeriksaan : --
Kapan : --
Gambaran reaksi : --
Punggung : lurus
71
Pembesaran nodus : tidak ada
b. Tanda ( Objektif )
Derajat/persen : --
72
Area tubuh yang terkena : --
ROM : bebas
Wanita
1) Gejala ( subjektif )
73
Menopause : tidak dikaji
a. Gejala ( subjektif )
Lama : --
b. Tanda ( Objektif )
74
Komunikasi verbal/non : mimik wajah, gerakan tangan
Genogram
a. Gejala ( Subjektif )
Melek huruf : ya
75
Keterbatasan kognitif : tidak ada
Hubungan : --
Perokok : tidak
Alkoholik : tidak
Riwayat keluhan terakhir : Sesak, lemas, nafsu makan menurun, lelah beraktivitas
76
Periksa fisik terakhir : tanggal 11 April 2014
77
B. Penyimpangan KDM
78
Kongesti Pulmonalis
Penurunan curah jantung
Tekanan hidrostatiklebih
besar dari tekanan osmotik
Pengembangan paru
Aliran darah tidak
tidak optimal
Penurunan eksresi Natrium dan Peningkatan reabsorbsi adekuat ke jantung dan
H2o dalam Urine natrium dan H2o dalam otak
tubulus
Pola nafas tidak efektif
79
Penurunan urine output,
peningkatan volume plasma, Gangguan perfusi Penurunan tingkat Resti kelebihan volume
peningkatan tekanan hidrostatik Kelemahan fisik jaringan kesadaran cairan
Penurunan suplai O2 ke
Resti kelebihan
miokardium Aktivasi RAS
volume cairan
80
81
DAFTAR PUSTAKA
82
Brunner & Suddarth (2001), Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3, Edisi 8, Unit 16. Editor :
Smeltzer & Bare, Alih Bahasa : Agung Waluyo et al, Editor bahasa Indonesia : Monica
Doenges, E. Maryllin (2010). Nursing Care Plans, Guidelines for Individualizing Client Care
Hopkins TA (2005) Lab Notes, Guide to lab and Diagnostic Test. . FA Davis Company,
Philadelphia
Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan keperawatan klien dengan gangguan system
Price & Wilson, (2005), Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Volume 2, Edisi
6. Alih Bahasa : Brahm U. Pedit et al; editor : Huriawati Hartanto et al. EGC, Jakarta.
Silbernagi, S. & Florian, Lang (2006). Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Alih Bahasa :
Iwan S & Iqbal M, Editor Bahasa Indonesia : Titiek Resmisari, EGC, Jakarta.
Wilkinson, Judith M. & Ahern Nancy R. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan :
diagnose NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Edisi 9. Alih Bahasa : Esty
83
Wisesa & Loekman. (2009) Hemolytic Uremic Syndrome (Tesis) SMF Ilmu Penyakit Dalam
http://ojs.unud.ac.id/index.php/jim/article/download/3881/2876
84