Anda di halaman 1dari 84

BAB I

KONSEP MEDIS

A. Definisi

1. Congestive Heart Failure

Jantung merupakan struktur kompleks yang terdiri atas jaringan fibrosa, otot-otot

jantung dan jaringan konduksi listrik. Mempunyai fungsi utama untuk memompadarah

keseluruh tubuh yang dapat dilakukan jika jantung mempunyai kemamputan memompa

yang optimal, system katup yang baik, serta irama pemompaan yang baik pula. Jika

ditemukan ketidaknormalan pada salah satu unsur tadi maka akan berpengaruh terhadap

efisiensi pemompaan dan memungkinkan terjadi kegagalan pemompaan. (Mutaqqin,

2012)

CHF adalah sindrom yang disebabkan oleh disfungsi jantung ,umumnya akibat

disfungsi atau kerusakan otot miokard yang ditandai dengan terjadinya hipertrofi LV atau

keduanya (Heart Failure Society of America, 2010). CHF adalah sindrom yang ditandai

oleh disfungsi salah satu atau kedua paru dan vena sistemik sehingga asupan oksigen ke

jaringan perifer kurang baik pada saat relaks atau selama stressor berlangsung , yang

disebabkan oleh ketidakmampuan jantung menjalankan fungsinya (HFSA, 2010)

Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan

fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi

kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada jika disertai peninggian

volume diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif yang sering

digunakan jika terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan (Mansjoer, 2008).

1
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk mempertahankan curah

jantung (Caridiac Output = CO) dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Apabila

tekanan pengisian ini meningkat sehingga mengakibatkan edema paru dan bendungan di

sistem vena, maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif (Kabo & Karim, 2007).

Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah

yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. Gagal

jantung kongestif ( CHF ) adalah gangguan klinis yang umum yang menyebabkan

gangguan pada pembuluh darah paru dan penurunan curah jantung (Figueroa, 2006)

2. Gangguan Ginjal Kronik (Chronic Kidney Desease- CKD)

National Institute for Health and Clinical Excellence, London tahun 2008

mendefinisikan penyakit ginjal kronis (CKD) adalah abnormalitas struktur atau fungsi

ginjal .Dapat timbul dengan atau tanpa diikuti (komplikasi) kondisi lain misalnya ,

penyakit jantung dan diabetes . Ketika kondisi CKD bertambah buruk tidak jarang dapat

menyebabkan risiko kematian yang lebih tinggi . Faktor risiko CKD dapat diakaitkan

dengan bertambahnya usia , gangguan kardiovaskulart dan beberapa kondisi yang lain

yang dapat membuat CKD menjadi lebih parah.

CKD biasanya timbul tanpa gejala . namun dapat terdeteksi , dan tes untuk

mendeteksi CKD yang sederhana dan tersedia secara bebas . Ada bukti bahwa

pengobatan dapat mencegah atau menunda perkembangan CKD , mengurangi atau

mencegah perkembangan komplikasi dan mengurangi risiko penyakit kardiovaskular.

Namun, karena kurangnya gejala yang spesifik orang dengan CKD sering tidak

didiagnosis , atau terlambat didiagnosis ketika CKD berada pada stadium lanjut .

2
Gagal ginjal kronik adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan

metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolik akibat destruksi struktur ginjal

yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam

darah. (Rachmadi, 2013)

3. Hemodialisa

Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan

sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa

minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal yang membutuhkan terapi

jangka panjang atau terapi permanen. Sehelai membran sintetik yang semipermeabel

menggantikan glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang

terganggu fungsinya tersebut (Smeltzer & Bare, 2002).

Hemodialisis adalah pengeluaran solut toksik dan kelebihan cairan dari dalam darah

melalui proses dialisis yang dilakukan dengan menempatkan membran semipermeabel di

antara darah dan larutan pencuci yang dinamakan dialisat (Hinchliff, 2007).

Tujuan hemodialisis adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari

dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan. Pada hemodialisis, aliran darah yang

penuh dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dialiser tempat

darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien (Smeltzer &

Bare, 2002).

Bagi pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal, hemodialisis akan mencegah

kematian. Namun demikian, hemodialisis tidak menyembuhkan atau memulihkan

penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau

endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap

3
kualitas hidup pasien. Pasien-pasien ini harus menjalani terapi dialisis sepanjang

hidupnya (biasanya tiga kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam per kali terapi)

atau sampai mendapat ginjal baru melalui operasi pencangkokan yang berhasil.

B. Etiologi

1. Congestive Heart Failure

Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari semua penyakit jantung

congenital atau didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung

mencakup keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau menurunkan

kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meliputi beban awal seperti : regurgitasi aorta,

cacat septum ventrikel dan beban akhir meningkat pada kondisi stenosis aorta dan

hipertensi sistemik. Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan CHF diantaranya

(HFSA,2010) :

1. Disfungsi moikard, menyebabkan menurunnya kontraktilitas otot jantung.

2. Hipertensi sistemik dan pulmonal (peningkatan afterload), mengakibatkan hipertrofi

serabut otot jantung.

3. Peningkatan kebutuhan metabolik - peningkatan kebutuhan yang berlebihanan

(demand overload, misal demam, tirotoksikosis, hipoksia, anmia, asidosis

(respiratorik dan metabolic) dan abnormalitas elektrolit.

4
Kelainan Mekanis Kelainan Miokardial Gangguan Irama Jantung
1. Peningkatan beban tekanan Primer 1. Henti jantung
 Dari sentral (stenosis  Kardiomiopati 2. Ventrikular fibrialasi
aorta)  Gangguan neuromuscular 3. Takikardi atau bradikardi
 Dari peripheral miokarditis ekstrim
(hipertensi sistemik)  Diabetes mellitus (metabolic) 4. Asinkronik listrikndan
2. Peningkatan beban volume  Keracunan gangguan konduksi
 Regurgitasi katup Sekunder
 Peningkatan beban awal  Iskemia (PJK)
3. Obstruksi pengisian ventrikel
 Gangguan metabolic
 Stenosis mitral atau
trikuspidalis  Inflamasi
4. Tamponade pericardium  Penyakit infiltrative (restriksi
5. Restriksi endokardium dan kardiomiopati)
miokardium  Penyakit sistemik
6. Aneurisma ventricular
 PPOM
7. Dis- sinergi ventrikuler
 Terapi depresi miokard

2. Gangguan Ginjal Kronik

Begitu banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronis. Akan

tetapi, apa pun sebabnya, respons yang terjadi adalah penurunan fungsi ginjal secara

progresif. Kondisi klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan GGK bisa

disebabkan dari ginjal sendiri dan di luar ginjal.

1) Penyakit dari ginjal

a) Penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulonefritis

b) Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis

c) Batu ginjal: nefrolitiasis

d) Kista di ginjal : polcytis kidney

e) Trauma langsung pada ginjal

f) Keganasan pada ginjal

g) Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur

5
2) Penyakit umum di luar ginjal

a) Penyakit sistemik: CHF, diabetik mellitus, hipertensi, kolesterol tinggi

b) Dyslipemia

c) SLE

d) Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis.

e) Preeklamsi

f) Obat-obatan

g) Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar)

3. Indikasi Hemodialisa

a. Pada gagal ginjal kronik bila laju filtrasi glomerolus kurang dari 15 ml/menit.

b. Gagal ginjal akut (bila keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata)

c. Kalium serum lebih dari 6 mEq/l

d. Ureum darah lebih dari 200 mg/dl

e. PH darah kurang dari 7,1

f. Anuria berkepanjangan, lebih dari 5 hari

g. Intoksikasi obat dan zat kimia

h. Sindrom Hepatorenal.

Keadaan yang merupakan kontra indikasi hemodialisa adalah :

a. Hipertensi Berat (TD > 200 mmhg)

b. Hipotensi (TD < 100 mmhg)

c. Adanya pendarahan hebat 

d. Demam tinggi.

C. Patofisiologi

6
1. Congesti Heart Failure

Setiap hambatan pada arah aliran (forward flow) dalam sirkulasi akan menimbulkan

bendungan pada arah berlawanan dengan aliran (backward congestion). Hambatan

pengaliran (forward failure) akan menimbulkan adanya gejala backward failure dalam

sistim sirkulasi aliran darah. Mekanisme kompensasi jantung pada kegagalan jantung

adalah upaya tubuh untuk  mempertahankan peredaran darah dalam memenuhi kebutuhan

metabolisme jaringan.

Mekanisme kompensasi yang terjadi pada gagal jantung ialah : dilatasi ventrikel,

hipertrofi ventrikel, kenaikan rangsang simpatis berupa takikardi dan vasikonstriksi

perifer, peninggian kadar katekolamin plasma, retensi garam dan cairan badan dan

peningkatan eksttraksi oksigen oleh jaringan. Bila jantung bagian kanan dan bagian kiri

bersama-ama dalam keadaan gagal akibat gangguan aliran darah dan adanya bendungan,

maka akan tampak tanda dan gejala gagal jantung pada sirkulasi sistemik dan sirkulasi

paru. Keadaan ini disebut Gagal Jantung Kongestif (CHF).(American Heart Association,

2009 p. 1983)

Sebagai respon terhadap gagal jantung kongestif, ada tiga mekanisme yang

merupakan mekanisme respon primer :

1. Meningkatnya adregenik simpatis

2. Meningkatnya beban awal akibat aktivasi neurohormon

3. Hipertrofi ventrikel

Ketiga respon diatas bertujuan untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat

normal atau hamper normal pada gagal jantung. Namun kelainan pada kerja ventrikuler

dan menurunnya curah jantung tampak pada keadaan beraktivitas.(AHA, 2009)

7
2. Gangguan Ginjal Akut

Secara ringkas patofisiologi gagal ginjal kronis dimulai pada fase awal ganggguan,

keseimbangan cairan, penanganan garam, serta penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi

dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari

25% normal, manifestasi klinis gagal ginjal kronik mungkin minimal karena nefron-

nefron sisa yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak.

Nefron yang tersisa meningkatkan kecepatan filtrasi, reabsorpsi, dan sekresinya,

serta mengalami hipertrofi. Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka

nefron yang tersisa menghadapi tugas yang semakin berat sehingga nefron-nefron

tersebut ikut rusak dan akhirnya mati. Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya

berkaitan dengan tuntunan pada nefron-nefron yang ada untuk meningkatkan reabsorpsi

protein.

Pada saat penyusutan progresif nefron-nefron, terjadi pembentukan jaringan parut

dan aliran darah ginjal akan berkurang. Pelepasan renin akan meningkat bersama dengan

kelebihan beban cairan sehingga dapat menyebabkan hipertensi. Hipertensi akan

memperburuk kondisi gagal ginjal, dengan tujuan agar terjadi peningkatan filtrasi

protein-protein plasma.

Kondisi akan bertambah buruk dengan semakin banyak terbentuk jaringan parut

sebagai respons dari kerusakan nefron dan secara progresif fungsi ginjal menurun drastis

dengan manifestasi penumpukan metabolit-metabolit yang seharusnya dikeluarkan dari

sirkulasi sehingga akan terjadi sindrom uremia berat yang memberikan banyak

menifestasi pada setiap organ tubuh.

3. Prinsip Hemodialisa

8
Sebagian besar dialiser merupakan merupakan lempengan rata atau ginjal serat

artifisial berongga yang berisi ribuan tubulus selofan yang halus yang bekerja sebagai

membran semipermeabel. Aliran darah akan melewati tubulus tersebut sementara

sementara cairan dialisat bersirkulasi di sekelilingnya. Pertukaran limbah dari darah ke

dalam cairan dialisat akan terjadi melalui membran semipermeabel tubulus.

Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu difusi, osmosis dan

ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan melalui proses difusi

dengan cara bergerak dari darah, yang memiliki konsentrasi tinggi ke cairan dialisat

dengan konsentrasi yang lebih rendah. Cairan dialisat tersusun dari semua elektrolit yang

penting dengan konsentrasi ekstrasel yang ideal. Kadar elektrolit darah dapat

dikendalikan dengan mengatur rendaman dialisat (dialysate bath) secara tepat. Pori-pori

kecil dalam membrane semipermeabel tidak memungkinkan lolosnya sel darah merah

dan protein.

Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis.

Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan, dengan kata

lain, air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan

yang lebih rendah (cairan dialisat). Gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan

tekanan negatif yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Tekanan negatif

diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan pengisap pada membran dan memfasilitasi

pengeluaran air. Karena pasien tidak dapat mengekskresikan air, kekuatan ini diperlukan

untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai keseimbangan cairan (isovolemia).

Sistem dapar (buffer system) tubuh dipertahankan dengan penambahan asetat yang

akan berdifusi dari cairan dialisat ke dalam darah pasien dan mengalami metabolisme

9
untuk membentuk bikarbonat. Darah yang sudah dibersihkan kemudian dikembalikan ke

dalam tubuh melalui pembuluh vena pasien. Pada akhir terapi dialisis, banyak zat limbah

telah dikeluarkan, keseimbangan elektrolit sudah dipulihkan dan sistem dapar juga telah

diperbarui.

D. Klasifikasi

1. Derajat Congesti Heart Failure

Pada Guidelines Heart Failure yang dikeluarkan oleh Heart Failure Society of America

tahun 2010 maka klasifikasi CHF dari New York Heart Association (NYHA) , yaitu :

Kelas Definisi Istilah

I Pasien dengan kelainan jantung tetapi tanpa Disfungsi ventrikel kiri


pembatasan aktivitas fisik asimptomatik

II Pasien dengan kelainan jantung yang Gagal jantung ringan


mengakibatkan sedikit pembatasan fisik namun
hasil dari aktivitas tersebut mengakibatkan
kelelahan, pakpitasi dan dyspneu

III A. Pasien dengan kelainan jantung yang Gagal jantung sedang


menyebabkan pembatasan aktivitas fisik,
nyaman saat istirahat namun pada saat
melalukan aktivitas sehari-hari
menyebabkan kelelahan, palpitasi dan
dyspneu
B. Mengalami keterbatasan aktivitas fisik.
Nyaman saat istirahat namun pada saat
penggunaan teenaga minimal dapat
menyebabkan palpitasi, kelelahan dan
dyspneu
IV Pasien dengan kelainan jantung yang segala Gagal jantung berat
bentuk aktivitas fisiknya akan menyebabkan
dyspneu, palpitasi atau kelelahan

2. Gangguan Ginjal Kronik

a. Menurut Suhardjono, 2011

10
b.

Tahapan GGK LFG Manifestasi


(ml/menit)
Fungsi ginjal berkurang 50 – 80 Tidak ada
Ringan 30 – 50 Hipertensi, hiperparatiroidisme sekunder
Sedang 10 – 29 Sda + anemia
Berat < 10 Sda + retensi air dan garam, mual,
muntah, nafsu makan hilang, penurunan
fungsi mental
Terminal (tahap akhir) <5 Sda + edema paru, koma, kejang, asidosis
b. metabolic, hiperkalemia, kematian Menur

ut

Kidney National Kidney Foundations , 2011

Untuk mendeteksi dan mengidentifikasi proteinuria, menggunakan urine rasio

albumin: kreatinin (ACR-Albumin Creatinin Ratio) dalam preferensi, karena

memiliki sensitivitas lebih besar dari protein: kreatinin (PCR-Protein Creatinin

Ratio) untuk tingkat rendah proteinuria. Untuk penghitungan dan pemantauan

proteinuria, PCR dapat digunakan sebagai alternatif. Sementara ACR adalah metode

yang dianjurkan bagi penderita diabetes.

Inhibitor angiotensin-converting enzyme (ACE inhibitor) / angiotensin receptor

blocker-II (ARB) kepada orang-orang non-diabetes dengan CKD dan hipertensi dan

ACR 30 mg / mmol atau lebih (kurang lebih setara dengan PCR 50 mg / mmol atau

lebih, atau ekskresi protein urin 0,5 g/24 jam atau lebih).

Tahap 3 CKD harus dipecah menjadi dua subkategori yaitu :

11
a. GFR 45-59 mL/min/1.73 m2 (stage 3A)

b. GFR 30-44 mL/min/1.73 m2 (stadium 3B).

Stage GFR (ml/min/1.73 m) Deskripsi


1 ≥ 90 Kerusakan ginjal dengan LFG normal
atau meningkat
2 60–89 Kerusakan ginjal dgn penurunan LFG
yang ringan (mild)
3A 45–59 Kerusakan ginjal dgn penurunan LFG
3B 30–44 yang sedang (moderatte)
4 15–29 Penurunan LFG Berat (Severe)
5 < 15 (dialysis) Gagal ginjal

Gagal ginjal kronik selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium-

stadium gagal ginjal kronik didasarkan pada tingkat GFR yang tersisa dan meliputi

hal-hal berikut.

1) Penurunan cadangan ginjal, yang terjadi apabila GFR turun 50% dari normal.

2) Insufisiensi ginjal, yang terjadi apabila GFR turun menjadi 20-35% dari normal.

Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena

beratnya beban yang mereka terima.

3) Gagal ginjal, yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal. Semakin

banyak nefron yang mati.

4) Gagal ginjal terminal, yang terjadi apabila GFR menjadi kurang dari 5% dri

normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Pada seluruh ginjal

ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus.

E. Manifestasi klinik

12
1. Congestive Heart Failure (AHA, 2009)

a. Gagal jantung kiri:

1) Dispnue, akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran

gas.

2) Batuk, berhubungan dengan gagal ventrikel kiri. Tersering adalah batuk basah.

3) Mudah lelah. Akibat curah jatung yang kurang sehingga darah tidak sampai

kejaringan dan organ.

4) Kegelisahan dan kecemasan, akibat gangguan oksigenasi, kesakitan saat

bernapas, dan pengetahuan yang kurang tentang penyakit.

b. Gagal jantung kanan

1) Edema, biasa pada kaki dan tumit dan secara bertahap bertambah keatas tungkai

dan paha.

2) Hepatomegali dan nyeri pada kuadran kanan, akibat pembesaran vena di hepar.

Jika tekanan dalam pembuluh portal meningkat dapat menyebabkan asites.

3) Anoreksia dan mual, akibat pembesaran vena dan stasis vena didalam rongga

abdomen.

4) Nokturia, dieresis sering terjadi pada malam hari karena curah jantung akan

membaik dengan istirahat.

5) Lemah, karena menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi, dan pembuangan

produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan.

13
2. Gangguan Ginjal Kronik

a. Ketidakseimbangan Cairan

Mula-mula ginjal kehilangan fungsinya sehingga tidak mampu memekatkan urine

(hipothenuria) dan kehilangan cairan yang berlebihan (poliuria). Hipothenuria tidak

disebabkan atau berhubungan dengan penurunan jumlah nefron, tetapi oleh

peningkatan beban zat tiap nefron. Hal ini terjadi karena keutuhan nefron yang

membawa zat tersebut dan kelebihan air untuk nefron-nefron tersebut tidak dapat

berfungsi lama. Terjadi osmotik diuretik, menyebabkan seseorang menjadi dehidrasi.

Jika jumlah nefron yang tidak berfungsi meningkat, maka ginjal tidak mampu

menyaring urine (isothenuria). Pada tahap ini glomerulus menjadi kaku dan plasma

tidak dapat difilter dengan mudah melalui tubulus, maka akan terjadi kelebihan cairan

dengan retensi air dan natrium.

b. Ketidakseimbangan Natrium

Ketidakseimbangan natrium merupakan masalah yang serius di mana ginjal dapat

mengeluarkan sedikitnya 20-30 mEq natrium berhubungan setiap hari atau dapat

meningkat sampai 200 mEq per hari. Variasi kehilangan natrium berhubungan

dengan intact nephron theory. Dengan kata lain, bila terjadi kerusakan nefron, maka

tidak terjadi pertukaran natrium.

Nefron menerima kelebihan natrium shingga menyebabkan GFR menurun dan

dehidrasi. Kehilangan natrium lebih meningkat pada gangguan gastrointestinal,

terutama muntah dan diare. Keadaan ini memperburuk hiponatremia dan dehidrasi.

Pada GGK yang berat keseimbangan natrium dapat dipertahankan meskipun terjadi

kehilangan yang fleksibel pada nilai natrium. Orang sehat dapat pula meningkat di

14
atas 500 meQ/hari. Bila GFR menurun di bawah 25-30 ml/menit, maka ekskresi

natrium kurang lebih 25 mEq/hari, maksimal ekskresinya 150-200 mEq/hari. Pada

keadaan ini natrium dalam diet dibatasi yaitu sekitar 1-1,5 gram/hari.

c. Ketidakseimbangan Kalium

Jika keseimbangan cairan dan asidosis metabolik terkontrol, maka hiperkalemia

jarang terjadi sebelum stadium IV. Keseimbangan kalium berhbungan dengan sekresi

aldosteron. Selama urine output dipertahankan, kadar kalium biasanya terpelihara.

Hiperkalemia terjadi karena pemasukan kalium yang berlebihan, dampak pengobatan,

hiperkatabolik (infeksi), atau hiponatremia. Hiperkalemia juga merupakan

karakteristik dari tahap uremia.

Hipokalemia terjadi pada keadaan muntah atau diare berat, pada penyakit tubuler

ginjal, dan penyakit nefron ginjal, dimana kondisi ini akan menyebabkan ekskresi

kalium meningkat. Jika hipokalemia persisten, kemungkinan GFR menurun dan

produksi NH3 meningkat; HCO3 menurun dan natrium bertahan.

d. Ketidakseimbangan Asam Basa

Asidosis metabolik terjadi karena ginjal tidak mampu mengekskresikan ion hydrogen

untuk menjaga pH darah normal. Disfungsi renal tubuler mengakibatkan

ketidakmampuan pengeluaran ion H dan pada umumnya penurunan ekskresi H+

sebanding dengan penurunan GFR. Asam yang secara terus menerus dibentuk oleh

metabolisme dalam tubuh dan tidak difiltrasi secara efektif, NH3 menurun dan sel

tubuler tidak berfungsi. Kegagalan pembentukan bikarbonat memperberat

ketidakseimbangan. Sebagian kelebihan hydrogen dibuffer oleh mineral tulang.

Akibatnya asidosis metabolic memungkinkan terjadinya osteodistrofi.

15
e. Ketidakseimbangan Magnesium

Magnesium pada tahap awal GGK adalah normal, tetapi menurun secara progresif

dalam ekskresi urine sehingga menyebabkan akumulasi. Kombinasi penurunan

ekskresi dan intake yang berlebihan pada hipermagnesiemia dapat mengakibatkan

hentti napas dan jantung.

f. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfor

Secara normal kalsium dan fosfor dipertahankan oleh paratiroid hormone yang

menyebabkan ginjal mengabsorpsi kalsium, mobilisasi kalsium dari tulang, dan

depresi reabsorpsi tubuler dari fosfor. Bila fungsi ginjal menurun 20-25% dari

normal, hiperfosfatemia dan hipokalsemia terjadi sehingga timbul

hiperparathyroidisme sekunder. Metabolisme vitamin D terganggu dan bila

hiperparathyroidisme berlangsung dalam waktu lama dapat mengakibatkan osteorenal

dystrophy.

g. Anemia

Penurunan Hb disebabkan oleh hal-hal berikut.

1) Kerusakan produksi eritropoietin

2) Masa hidup sel darah merah pendek karena perubahan plasma

3) Peningkatan kehilangan sel darah merah karena ulserasi gastrointestinal, dialysis,

dan pengambilang darah untuk pemeriksaan laboratorium

4) Intake nutrisi tidak adekuat

5) Defisiensi folat

6) Defisiensi iron/zat besi

16
7) Peningkatan hormone paratiroid merangsang jaringan fibrosa atau osteitis

fibrosis, menyebabkan produksi sel darah di sumsum menurun.

8) Ureum Kreatinin

Urea yang menrupakan hasil metabolic protein meningkat (terakumulasi). Kadar

BUN bukan indicator yang tepat dari penyakit ginjal sebab peningkatan BUN

dapat terjadi pada penurunan GFR dan peningkatan intake protein. Penilaian

kreatinin serum adalah indicator yang lebih baik pada gagal ginjal sebab kretainin

diekskresikan sama dengan jumlah yang diproduksi tubuh.

F. Komplikasi

1. Congestive Heart Failure (HFSA, 2010)

a. Komplikasi akibat dari gagal jantung sendiri :

1) Aritmia, Dapat terjadi karena respon terhadap peningkatan ketekolamin dan

iskemi miokard

2) Angina dan infark miokard, Terjadi akibat dari peningkatan kerja otot jantung

yang iskemi atau penurunan perfusi arteri koroner.

3) Shock, Terjadi akibat dari penurunan curah jantung

4) Renal failure, Akibat dari penurunan aliran darah ke ginjal

5) Pembentukan emboli, Akibat bendungan dan statis vena

6) Hepatomegali, Akibat dari bendungan vena

b. Komplikasi akibat dari pengobatan :

1) Hypovolemia, Akibat dari pemberian terapi diuretik disertai pengeluaran cairan

dan sodium yang berlebihan

17
2) Hypokalemia, Akibat dari pengeluaran potasium yang berlebihan akibat dari

terapi diuretik

3) Intoksinasi digitalis, Akibat dari penggunaan digitalis berlebihan, hypokalemi,

gangguan funsi renal

4) Aritmia, Dapat terjadi akibat gangguan keseimbangan elektrolit maupun

intoksikasi digitalis

5) Infark Miokard, Terjadi akibat dari beban kerja miokard yang meningkat serta

efek dari pemberian inotropik

6) Syok kardiogenik, kerusakan jantung mengakibatkan penurunan curah jantung,

sehingga dapat terjadi penurunan tekanan darah arteri ke organ-organ vital seperti

jantung, otak dan ginjal.

7) Episode tromboembolik, kurangnya mobilitas pasien penyakit jantung dan

adanyagangguan sirkulasi yang menyertai kelainan berperan dalam pembentukan

thrombus intrakardial dan intravaskuler.

8) Efusi pericardial dan tamponade jantung, efusi pericardial terjadi karena

masuknya cairan dalam kantung pericardium, jika terjadi efusi yang cepat dapat

meregangkan perilakrdium dan menyebabkan penurunan curah jantung serta

aliran balik vena ke jantung dan berakhir terjadi tamponade jantung.

2. Gangguan Ginjal

a. Retensi cairan akibat kegagalan fungsi ginjal dapat menyebabkan edema, gagal

jantung kongestif, atau intoksikasi air

b. Gangguan elektrolit dan PH dapat menimbulkan ensefalopati

18
c. Apabila hiperkalemianya parah (≥6,5 mEq/liter), dapat terjadi disritmia dan

kelemahan otot

G. Pemeriksaan penunjang

1. Congestive Heart Failure (HFSA, 2010)

a) EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia dan

kerusakan pola, adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel

hipertrofi, disfungsi pentyakit katub jantung.

b) Rontgen dada ; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi

atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan

pulnonal.

c) Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung.

d) Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu

membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta

mengkaji potensi arteri koroner.

e) Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal,

terapi diuretic.

f) Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF memperburuk

PPOM.

g) AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia

dengan peningkatan tekanan karbondioksida.

h) Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung,missal

infark miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan Dehidrogenase

Laktat/LDH, isoenzim LDH).

19
2. Gangguan Ginjal

a. Tes Laboratorium

1) Urinalisis

a) Volume urin normal atau kadang meningkat.

b) Isostenuria (berat jenis urin rendah dan menetap)

c) Proteinuria ringan sampai sedang (bila mengenai glomeruli secara

kuantitatif >3 gr/hari, tubuli: < 1,5 gr/hari.

d) Sedimen urin: ditemukan penigkatan eritrosit, lekosit, dan epitel serta

silinder hyalin sampai granula.

2) Tes Kimia Darah

a) ureum serum meningkat.

b) kreatinin serum meningkat.

c) hiperkalemia.

d) Hiperfosfatemia.

e) hipokalsemia.

f) kadar glukosa darah meningkat

3) Tes Hematologi

a) Peningkatan laju endap darah

b) anemia (Hb berkisar 6 – 9 gr/dl)

c) Gambaran darah tepi : anisositosis, poikilositosis, sel Burr (+), anemia

normositik normokrom.

20
4) Tes Mikrobiologi

Biakan urin untuk melihat spesies bakteri penyebab infeksi saluran kemih

5) Elektrokardigram (EKG)

Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,

aritmia

b. Pemeriksaan Radiologi

1) Ultrasonografi (USG)

Obstruksi (batu atau massa tumor) dan menilai apakah proses sudah lanjut.

2) Foto Polos Abdomen

bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.

3) Pielografi Intra Vena (PIV)

Sistem pelviokalises & ureter.

4) Foto Dada

Bendungan paru akibat kelebihan air efusi pleura, kardiomegali dan efusi

perikardial

H. Penatalaksanaan

1. Congestive Heart Failure (HFSA, 2010)

a. Diet dan asupan cairan

1) Instruksi diet mengenai asupan natrium disarankan pada semua pasien dengan

CHF. Pasien dengan HF dan diabetes, dislipidemia, atau obesitas berat harus

diberi instruksi diet khusus.

21
2) diet pembatasan sodium (2-3 g sehari) disarankan untuk pasien dengan sindrom

klinis HF dan fraksi ejeksi ventrikel kiri menetap (LVEF). Pembatasan lebih

lanjut (2 g sehari) dapat dipertimbangkan dalam moderat untuk HF berat.

3) Pembatasan asupan cairan harian kurang dari 2 L/hari, dianjurkan pada pasien

dengan hiponatremia (serum sodium 130 mEq / L) dan harus dipertimbangkan

untuk semua pasien yang menunjukkan retensi cairan yang sulit untuk mengontrol

meskipun dosis tinggi diuretik dan pembatasan sodium telah diberikan.

b. Non Farmakologis

a. CHF Kronik

a) Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan

konsumsi oksigen melalui istirahat atau pembatasan aktivitas.

b) Diet pembatasan natrium

c) Menghentikan obat-obatan yang memperparah seperti NSAIDs karena efek

prostaglandin pada ginjal menyebabkan retensi air dan natrium

d) Pembatasan cairan (kurang lebih 1200-1500 cc/hari)

e) Olah raga secara teratur

b. CHF Akut

a) Oksigenasi (ventilasi mekanik)

b) Pembatasan cairan

22
c. Farmakologis

Untuk mengurangi afterload dan preload

a. First line drugs ; diuretic

Mengurangi afterload pada disfungsi sistolik dan mengurangi kongesti pulmonal

pada disfungsi diastolic, seperti :.thiazide diuretics untuk CHF sedang, loop

diuretic, metolazon (kombinasi dari loop diuretic untuk meningkatkan

pengeluaran cairan), Kalium-Sparing diuretic

b. Second Line drugs; ACE inhibitor

Membantu meningkatkan COP dan menurunkan kerja jantung., seperti :

a) Digoxin; meningkatkan kontraktilitas. Obat ini tidak digunakan untuk

kegagalan diastolic yang mana dibutuhkan pengembangan ventrikel untuk

relaksasi

b) Hidralazin; menurunkan afterload pada disfungsi sistolik.

c) Isobarbide dinitrat; mengurangi preload dan afterload untuk disfungsi sistolik,

hindari vasodilator pada disfungsi sistolik.

d) Calsium Channel Blocker; untuk kegagalan diastolic, meningkatkan relaksasi

dan pengisian dan pengisian ventrikel (jangan dipakai pada CHF kronik).

e) Blocker; sering dikontraindikasikan karena menekan respon miokard.

Digunakan pada disfungsi diastolic untuk mengurangi HR, mencegah iskemi

miocard, menurunkan TD, hipertrofi ventrikel kiri.

23
2. Gangguan Ginjal Kronik

a. Penatalaksanaan konservatif

1) Memperlambat progresi gagal ginjal

a) pengobatan hipertensi, target <140/90 mmHg

b) pembatasan asupan protein

c) restriksi fosfor untuk mencegah hiperparatiroidisme sekunder

d) mengurangi proteinuria.

e) mengendalikan hiperlipidemia meliputi diet dan olahraga, obat-obat penurun

lemak darah

2) Mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut

a) pencegahan kekurangan cairan.

b) Penanganan sepsis,

c) Penganangan hipertensi yang tidak terkendali.

d) Menghindari pemberian obat-obatan nefrotoksik seperti aminoglikosid, obat

anti-inflamasi non steroid, kontras radiologi dan obat-obatan yang dapat

menyebabkan nefritis interstisialis akut.

e) Resiko kehamilan meningkat bila kreatinin serum >1,5 mg/dl, dan bila

kreatinin serum > 3 mg/dl dianjurkan untuk tidak hamil

c. Pengelolaan berbagai masalah & komplikasinya

a) Pengelolaan uremia dan komplikasinya

(1) gangguan keseimbangan cairan & elektrolit àrestriksi cairan

(2) asidosis metabolik, à diet rendah protein, bila bikarbonat serum< 15 -17

mEq/l à diberikan substitusi alkali (tablet natrium bikarbonat)

24
(3) hiperkalemia, à pembatasan asupan kalium

(4) diet rendah protein (0,6 gram/kgBB/hari) dgn 40% asam amino esensial

dan diet kalori sebesar 35 Kal/kgBB.

(5) Penatalaksanaan anemia: bila Hb < 8% à eritropoeitin (2000-3000 unit

3x1mgg iv/sc untuk mempertahankan hematokrit 30 -33%), transfusi

darah hanya diberikan bila sangat perlu.

b) Penanganan hipokalsemia, retensi fosfor dan gangguan pembentukan vitamin

D (1,25-dihidroksikalsiferol)

(1) diet rendah fosfor (terutama daging dan susu)

(2) bila LFG < 30 ml/menit à kalsium karbonat atau kalsium asetat pada saat

makan

(3) pemberian vitamin D3 untuk mengatasi penurunan 1,25-

dihidroksikalsiferol vitamin D3 di ginjal

c) Penanganan hiperurisemia

Pemberian Allopurinol 100-300 mg diperlukan bila kadar asam urat > 10

mg/dl atau bila terdapat riwayat gout.

b. Dialisis

2) Penatalaksanaan konservatif dihentikan jika pasien sudah memerlukan dialisis

tetap atau transplantasi, pada tahap ini biasanya LFG sekitar 5-10 ml/menit.

Dialisis juga diperlukan bila ditemukan:

a) asidosis metabolik & hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-

obatan

b) overload cairan (edema paru)

25
c) ensefalopati uremik

d) efusi perikardial

e) sindrom uremia: mual, muntah, anoreksia, neuropati yang memburuk

2) Dialisis dapat berupa:

a) Hemodialisis

b) Peritoneal Dialisis

3) Transplantasi Ginjal

26
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
Congestive Heart Failure e.c. Chronic Kidney Desease

A. PENGKAJIAN DATA

Pengkajian pada pasien CHF dengan Acute Kidney Injury ( AKI ) ditujukan sebagai

pengumpulan data dan informasi terkini mengenai status pasien dengan pengkajian sistem

kardiovaskuler sebagai prioritas pengkajian. Pengkajian sistematis pada pasien mencakup

riwayat khususnya yang berhubungan dengan nyeri dada, sulit bernafas, palpitasi, riwayat

pingsan, atau keringat dingin ( diaphoresis). Selain itu perlu pula dikaji mengenai data yang

berkaitan dengan fungsi ginja; maupun data pasien yang sudah memerlukan terapi

hemodialisa. Masing-masing gejala harus dievaluasi waktu dan durasinya serta factor

pencetusnya.

1. Pengkajian Congestive Heart Failure

a. Anamnesa

1) Keluhan Utama

Keluhan utama pada CHF sehingga pasien mencari bantuan atau pertolongan

antara lain :

a) Dyspneu

Merupakan manifestasi kongesti pulmonalis sekunder akibat kegagalan

ventrikel kiri dalam melakukan kontraktilitas sehingga mengakibatkan

pengurangan curah sekuncup. Pada peningkatan LVDEP terjadi pula

peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) dan masuk kedalam anyaman

vascular paru. Jika tekanan hidrostatik dari anyaman kapiler paru melebihi

tekanan onkotik vascular , maka akan terjadi transudasi cairan kedalam

27
intersistial. Dimana cairan masuk kedalam alveoli dan terjadilah edema paru

atau efusi pleura.

b) Kelemahan fisik

Merupakan manifestasi utama pada penurunan curah jantung sebagai akibat

metabolism yang tidak adekuat sehingga mengakibatkan deficit energy.

c) Edema sistemik

Tekanan paru yang meningkat sebagai respon terhadap peningkatan tekanan

vena paru. Hipertensi pulmonal meningkatkan tahanan terhadap ejeksi

ventrikel kanan sehingga terjadi kongesti sistemik dan edema sistemik.

3) Riwayat keluhan sekarang

Akan didapatkan gejala kongesti vascular pulmonal seperti dyspnea, ortopnea,

diypnea nocturnal paroksimal, batuk dan edema pulmonal akut. Pengkajian

mengenai dyspne dikarakteristikkan pada pernafasan cepat dan dangkal.

a) Orthopnea

Ketidakmampuan bernafas ketika berbaring dikarenakan ekspansi paru yang

tidak adekuat

b) Dyspnea Nokturnal paraksimal

Terjadinya sesak nafas atau nafas pendek pada malam hari yang disebabkan

perpindahan cairan dari jaringan kedalam kompartemen intravascular.

c) Batuk

Merupakan gejala kongesti vascular pulmonal. Dapat produktif dan kering

serta pendek.

28
d) Edema pulmonal

Terjadi bila tekanan kapiler pulmonal melebihi tekanan dalam vascular (30

mmHg). Terjadi tranduksi cairan kedalam alveoli sehingga transport normal

oksigen ke seluruh tubuh terganggu.

4) Riwayat Penaykait Dahulu

Apakah pasien pernah mengalami nyeri dada akibat Infark Moikard akut,

hipertensi, DM. Konsumsi obat yang digunakan dan alergi terhadap makanan

atau obat

b. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum

Didapakan kesadaran baik dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang

melibatkan perfusi system saraf pusat

2) Pemeriksaan system

(a) Breathing (B1),

mencari tanda dan gejala kongesti vascular pulmonal seperti dyspnea,

orthopnea, dyspnea nocturnal paraksimal, batuk dan edema paru. Crakcles

atau ronchi basah dapat ditemukan pada posterior paru. Yang dikenali

sebagai kegagalan ventrikel kiri.

(b) Bleeding (B2)

Inspeksi : adanya parut pasca bedah jantung, distensi vena jugularis (gagal

kompensasi ventrikel kanan), edema (ekstermitas bawah), asites, anoreksia,

mual, nokturia serta kelemahan

29
Palpasi : perubahan nadi (cepat dan lemah) sebagai manifestasi dari

penurunan catdiac output dan vasokontriksi perifer. Apahak ada pulsus

alternans (perubahan kekuatan denyut arteri) menunjukkan gangguan fungsi

mekanis yang berat.

Auskultasi ; penurunan tekanan darah, mendengarkan bunyi jantung 3 (S3)

serta crackles pada paru-paru. S3 atau gallop adalah tanda penting dari gagal

ventrikel kiri.

Perkusi; mencari batas jantung sebagai penanda terjadinya kardiomegali.

(c) Brain (B3),

kesadaran compos mentis namun dapat menurun seiring perjalan atau

kegawatan penyakitnya

(d) Bladder (B4),

mengukur haluaran urine yang dihubungkan pada asupan cairan dan fungsi

ginjal.

(e) Bowel (B5),

didapatkan konstipasi, mual, muntah, anoreksi, nafsu makan menurun atau

terjadinya penurunan atau perubahan berat badan

(f) Bone (B6),

kulit dingin, mudah lelah sebagai akibat penurunan curah jantung dan

menghambat jaringan dari sirkulasi normal.

30
3) Pemeriksaan diagnostic

a. EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis,

iskemia dan kerusakan pola, adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi

atrium, ventrikel hipertrofi, disfungsi pentyakit katub jantung.

b. Echocardiography

Mencari kelaianan katup, memperkirakan ukuran dan fungsi ventrikel kiri

serta memperkirakan kapasitas freksi ejeksi

c. Rontgen dada ; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan

mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh

darah atau peningkatan tekanan pulnonal.

d. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan

jantung.

e. Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan

membantu membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub

atau insufisiensi serta mengkaji potensi arteri koroner.

f. Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan

fungsi ginjal, terapi diuretic.

g. Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF

memperburuk PPOM.

h. AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau

hipoksemia dengan peningkatan tekanan karbondioksida.

31
i. Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan

jantung,missal infark miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK

dan Dehidrogenase Laktat/LDH, isoenzim LDH).

2. Pengkajian Gangguan Ginjal Akut

a. Anamnesa

1) Riwayat Kesehatan

a) Dahulu : riwayat penyakit metabolic, penyakit ginjal, hipertensi

b) Sekarang : alasan masuk rumah sakit

c) Riwayat kesehatan keluarga

2) Pola Aktivitas/Istirahat

Gejala : kelelahan, kelemahan, atau malaise umum. Kehilangan produktivitas

dan penurunan toleransi latihan. Kebutuhan istirahat dan tidur lebih banyak.

Tanda : penurunan kekuatan, bahu merosot, jalan lamban, dan tanda lain yang

menunjukkan kelelahan

3) Sirkulasi

Gejala : riwayat hipertensi lama atau berat

Tanda: Hipotensi atau Hipertensi, distritmia jantung, nadi lemah/halus,

hipovolemia, DVJ, nadi kuat (hipervolemia), edema jaringan umum, pucat,

kecenderungan perdarahan.

4) Integritas Ego

Gejala : faktor stress misalnya pekerjaan, keluarga. Takut / ansietas sehubungan

dengan diagnosis dan kemungkinan takut mati. Ansietas sehubungan dengan tes

32
diagnostic dan modalitas pengobatan. Masalah finansial. Status hubungan: takut

dan ansietas sehubungan dengan menjadi orang yang tergantung pada keluarga.

Tanda : berbagai perilaku misalnya marah, menarik diri, pasif

5) Eliminasi

Gejala : Perubahan pola berkemih biasanya: peningkatan frekuensi, poliuri

(kegagalan dini), atau penurunan frekuensi/oliguri, (fase akhir) disuria ,

dorongan dan retensi, (inflamasi/obstruksi, infeksi), dan abdomen kembung,

diare atau konstipasi, riwayat HPB, batu/kalkuli.

Tanda : Perubahan warna urin. Contoh: kuning pekat, merah, coklat, berawan,

oliguria (biasanya 12-21 hari), dapat menjadi anuria.

6) Makanan/Cairan

Gejala : Peningkatan berat badan (edema), penurunan berat badan (malnutrisi)

Mual, muntah, anoreksia, nyeri ulu hati. Penggunaan diuretik.

Tanda : Perubahan turgor kulit/kelembaban dan edema (umum, bagian bawah).

7) Neurosensori

Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, dan kram otot/kejang sindrom “kaki

gelisah”. Tanda : Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,

ketidak mampuan berkonsentrasi, hilangan memori, kacau, penurunan tingkat

kesadaran (azotemia, ketidakseimbangan elektrolit/asam basa), kejang, fasikulasi

otot, dan aktivitas kejang.

8) Nyeri/Kenyamanan

Gejala : Nyeri tubuh, sakit kepala.

Tanda : Perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah.

33
9) Pernapasan

Gejala : Napas pendek.

Tanda : Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi, kedalamaman (pernapasan

kussmaul), napas ammonia, batuk produktif dengan sputum kental merah muda

(edema paru).

10) Kenyamanan

Gejala : kulit gatal, ada/berulangnya infeksi

Tanda : Demam (sepsis, dehidrasi), petekie (area kulit ekimosis), dan pruritus

(kulit kering).

11) Seksualitas

Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilitas

12) Penyuluhan/Pembelajaran

Gejala : Riwayat DM keluarga (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit

polikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria, malignansi. Riwayat terpajan pada

toksin, contoh obat, racun lingkungan.Penggunaan antibiotik nefrotoksik saat

ini/berulang.

b. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum dan TTV

Keadaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat. Tingkat kesadaran menurun

sesuai dengan tingkat uremia di mana dapat mempengaruhi sistem saraf pusat. Pada

TTV sering didapatkan adanya perubahan; RR meningkat. Tekanan darah terjadi

perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.

34
B1 (Breathing)

Klien bernapas dengan bau urine (fetor uremik) sering didapatkan pada fase ini.

Respons uremia didapatkan adanya pernapasan KUssmaul. Pola napas cepat dan

dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan karbon dioksida yang

menumpuk di sirkulasi.

B2 (Blood)

Pada kondisi uremia berat, tindakan auskultasi perawat akan menemukan adanya

friction rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial. Didapatkan tanda dan

gejala gagal jantung kongestif, TD meningkat, akral dingin, CRT >3 detik, palpitasi,

nyeri dada atau angina dan sesak napas, gangguan irama jantung, edema penurunan

perfusi perifer sekunder dari penurunan curah jantung akibat hiperkalemi, dan

gangguan konduksi elektrikal otot ventrikel. Pada system hematologi sering

didapatkan adanya anemia. Anemia sebagai akibat dari penurunan produksi

eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan

kehilangan darah, biasanya dari saluran GI, kecenderungan mengalami perdarahan

sekunder dari trombositopenia.

B3 (Brain)

Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti perubahan

proses piker dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang, adanya

neuropati perifer, burning feet syndrome, retless leg syndrome, kram otot, dan nyeri

otot.

35
B4 (Bladder)

Penurunan urine output <400 ml/hari sampai anuri, terjadi penurunan libido berat.

B5 (Bowel)

Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare sekunder dari bau mulut

ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering

didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.

B6 (Bone)

Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki (memburuk

saat malam hari), kulit gatal, ada/berlangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis,

dehidrasi), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, defosit fosfat kalsium,

pada kulit, jaringan lunak, dan sendi keterbatasan gerak sendi. Didapatkan adanya

kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer

dari hipertensi.

c. Pemeriksaan Diagnostik

(1) Laboratorium

(a) Laju Endap Darah: meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan

hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit

yang rendah.

(b) Ureum dan kreatinin: meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan

kreatinin kurang lebih

(c) Hiponatremi

(d) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia

36
(e) Phosphate alkaline meninggi akibat gangguan metabolisme tulang, terutama

Isoenzim fosfatase lindi tulang.

(f) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia

(g) Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolism karbohidrat pada gagal

ginjal (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer)

(h) Hipertrigliserida

(2) Foto polos abdomen

(3) Intra Vena Pielografi (IVP)

(4) USG

(5) Renogram

(6) EKG

d. Penatalaksanaan Medis

Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dn

mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut.

(1) Dialisis

(2) Koreksi hiperkalemia

(3) Koreksi anemia

(4) Koreksi asidosis

(5) Pengendalian hipertensi

(6) Transplantasi ginjal

37
B. Penyimpangan KDM

1. Congestive Heart Failure

Peningkatan aktivasi
Aritmia ventrikular otomatik (afternpotential) CHF
dan re-entry
Kongesti Pulmonalis
Kematian mendadak Penurunan curah jantung

Tekanan hidrostatiklebih
besar dari tekanan osmotik

Peningkatan aktivitas Aktivasi Renin Hipertrofi ventrikel


adregenik simpatik Angiotensin- Perembesan cairan ke
Aldosteron alveoli

Vasokontriksi sistemik Angiotensin I  ACE  II Pemendekan miokard Kerusakan perukaran gas

GFR turun Vasokontriksi Pengeluaran aldosteron Pengisian LV turun Edema paru


ginjal

Pengembangan paru
Aliran darah tidak
tidak optimal
Penurunan eksresi Natrium dan Peningkatan reabsorbsi adekuat ke jantung dan
H2o dalam Urine natrium dan H2o dalam otak
tubulus
Pola nafas tidak efektif
PK GGA

38
Penurunan urine output,
peningkatan volume plasma, Gangguan perfusi Penurunan tingkat Resti kelebihan volume
peningkatan tekanan hidrostatik Kelemahan fisik jaringan kesadaran cairan

Resti kelebihan Aktivasi RAS


volume cairan

Pasien selalu
Penurunan suplai O2 ke Syok Kardiogenik terjaga
miokardium
Kondisi dan prognosis
penyakit Kematian
Perubahan metabolism Peningkatan hipoksia
miokardium jaringan miokardium
Insomnia

Iskemia miokardium
Nyeri dada

Infark Miokardium

Kecemasan Resiko ketidakpatuhan Kurang Pengetahuan


pengobatan

39
2. Gangguan Ginjal Akut

Penurunan Cardiac Output

Kerusakan sel tubulus Kerusakan glomerulus

Aliran darah Pelepasan Nacl Obstruksi Kebocoran ultraFiltarasi


ke makula densa tubulus filtrat glomerulus

Penurunan GFR

GGA Respon psikologis

Produksi urine Kecemasan


azotemia

Retensi cairan Diuresis Eksresi Metabolik pada Metabolik pada


interstisial dan ginjal kalium jaringan otot GI
pH

Bau amonia pd
Edema paru Defisit vol. tidakseimbang Kelelahan otot mulut,mual,muntah,a
asidosis cairan elektrolit kram otot noreksia
metabolik

Ph pd cairan Hiperkalemi Kelemahan fisik Intake nutrisi tdk


Pola napas serebro spinal adekuat
tidak efektif

Kelelahan Pemenuhan
Perubahan
Penurunan nutrisi kurang
konduksi
perfusi serebral dari
elektrikal
kebutuhan
jantung

Risiko aritmia Penurunan curah jantung

40
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Congestive Heart Failure

a. Penurunan cardiac output berhubungan dengan penurunan kontraktilitas ventrikel

kiri, perubahan frekuensi, irama dan konduksi elektrikal.

b. Nyeri da berhubungan dengan penurunan suplai darah ke miokardium, perubahan

metabolism dan peningkatan prosuksi asam laktat

c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perembesan cairan ke alveoli,

kongesti paru sekunder, perbahan membrane kapiler alveoli dan retensi cairan

interstitial

d. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru tidak optimal dan

kelebihan cairan pada paru-paru.

e. Gangguan perfusi perifer berhubungan dengan penurunan curah jantung.

f. Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan penurunan suplai darah ke atak.

g. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan perfusi organ.

h. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen

ke jaringan dengan kebutuhan sekunder penurunan curah jantung.

i. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan

intake, mual muntah dan anoreksia.

j. Insomnia berhubungan dengan batuk dan sesak nafas

k. Resiko cedera berhubungan dengan kelemahan.

l. Cemas berhubungan dengan rasa takut akan kematian, penurunan status kesehatan,

situasi krisis dan ancaman.

41
m. Konstipasi berhubungan dengan penurunan intake, serat dan penurunann bisisng

usus.

2. Gangguan Ginjal Kronik ( Chronic Kidney Injury )

a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.

b. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan udem sekunder:

volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O.

c. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,

mual, muntah.

d. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder, kompensasi

melalui alkalosis respiratorik.

e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis

f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat,

keletihan.

42
D. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

1. Congestive Heart Failure

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1. Penurunan cardiac output Dalam waktu 3 x 24 jam penurunan 4. Kaji dan laporkan tanda penurunan Mortalitas dan morbiditas sehubungan
berhubungan dengan CO dapat diatasi dan menunjukkan curah jantung Mitral Insufisiensi > 24 jam pertama
penurunan kontraktilitas tanda-tanda vital dalam batas yang
ventrikel kiri, perubahan dapat diterima (disritmia terkontrol 5. Periksa keadaan klien dengan Takikardi bisa terjadi pada saat istirahat
frekuensi, irama dan atau hilang) dan bebas gejala gagal auskultasi nadi apical. Kaji untuk mengkompensasi penurunan
konduksi elektrikal. jantung serta haluaran urine 1-2 frekuensi, irama jantung kontraktilitas ventrikel
cc/KgBB/jam. (dokumentasikan disritmia)
Kriteria hasil :
1. Pasien melaporkan penurunan 6. Catat bunyi jantung S1 dan S2 lemah karena enurunnya kerja
episode dyspnea pompa jantung, irama gallop S3 atau S4
2. Pasien berperan dalam aktivitas dihasilkan sebagai kompensasi aliran darah
mengurangi beban kerja jantung kedalam serambi jantung
3. TD 110-120/ 70-90 mmHg
4. Nadi 80-100 x/ menit 7. Palpasi nadi perifer Penurunan curah jantung menunjukkan
5. Pada EKG tidak ditemukan penurunan nadi yang bersifat cepat hilang,
aritmia tidak teratur bahkan terkadang dapat
6. CRT < 3 detik menimbulkan pulsus alteren
7. Produksi urine 1-2 cc/KgBB/jam
8. Pantau haluaran urine dan Respon ginjal untuk menurunkan curah
karakteristiknya jantung dengan menahan cairan dan
natrium, haluaran urine biasanya menurun
selama tiga hari karena perpindahan cairan
ke jaringan

9. Istirahatkan pasien pada posisi Menurunkan kebutuhan kerja jantung


semifowler dengan cara mengurangi kerja jantung dan
melapangkan rongga thorak untuk ekspansi
paru yang optimal

43
10. Kaji perubahan sensori (letargi, Menunjukkan ketidakadekuatan perfusi
cemas dan depresi) serebral sekunder terhadap penurunan CO

11. Ciptakan lingkungan tenang Stress emosi menghasilkan vasokontriksi


dan meningkatkan tekanan darah serta kerja
jantung

12. Berikan support O2 dengan nasal Antisipasi terjadinya hipoksia pada


kanul sesuai instruksi miokardium

13. Hindarkan maneuver dinamik Meningkatkan aliran balik vena dan


(mengejan pada saat BAB) resistensi aliran sistemik secara simultan
dan mengakibatkan stroke volume yang
tinggi sehingga beban kerja jantung
meningkat.

14. Kolaborasi pemberian diet jantung Pengaturan diet yang baik dapat
menurunkan kerja dan ketegangan otot
jantung

15. Kolaborasi pemberian terapi Meningkatkan kekuatan kontraktilitas


digitalis miokardium dan memperlambat frekuensi
kerja jantung

16. Kolaborasi pemberian diuretic Merangsang curah jantung yang normal dan
menurunkan gejala kongesti diuretic blok
reabsorbsi diuretic dan menurunkan
reabsorbsi natrium serta air.

2. Nyeri dada berhubungan Dalam waktu 3 x 24 jam tidak ada 1. Catat karakteristik nyeri, lokasi, Variasi penampilan dan perilaku pasien
dengan penurunan suplai keluhan dan mendapatkan respon intensitas, durasi dan penjalaran karena nyeri
darah ke miokardium, penurunan nyeri dada. nyeri
perubahan metabolism Kriteria hasil :
dan peningkatan prosuksi 1. Secara subjektif pasien 2. Anjurkan pada pasien untuk Nyeri berat dapat mengakibatkan syok
asam laktat mengatakn penurunan rasa nyeri melaporkan nyeri dengan segera kardiogenik dengan dampak kematian

44
2. TD 110-120/ 70-90 mmHg
3. Nadi 80-100 x/ menit
4. Wajah rileks
5. Tidak terjadi penurunan perfusi 3. Lakukan managemen nyeri :
perifer a. Atur posisi fisiologis pasien Meningkatkan asupan O2 sehingga
menurunkan nyeri sekunder dari iskemia
jaringan

b. Istirahatkan pasien Menurunkan kebutuhan O2 jaringan perifer


sehingga asupan ke miokardium lebih
optimal

c. Beri oksigen 2-3 lpm Meningkatkan kandungan O2 jaringan dan


menghindarkan iskemia

d. Managemen lingkungan : Menurunkan stimulus nyeri eksternal dan


tenang dan batasi pengunjung pembatasan pengunjung memungkinkan
pasien mendapatkan O2 maksimal

e. Ajarkan relaksasi nafas dalam Meningkatkan asupan O2 dan


menghindarkan iskemia

f. Ajarkan tehnik distraksi pada Menurunkan stimulus dengan peningkatan


saat nyeri produksi endofrin dan ankefalin yang dapat
memblok reseptor nyeri

4. Kolaborasi pemberian terapi Bertujuan meningkatkan aliran darah dan


antiangina mengoptimalkan O2 ke miokardium

3. Pola nafas tidak efektif Dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi 1. Auskultasi bunyi nafas (crackles) Indikasi edema paru sekunder akibat
berhubungan dengan perbahan pola nafas dekompensasi jantung
ekspansi paru tidak Kriteria hasil :
optimal dan kelebihan 1. Secara subjektif pasien 2. Kaji edema Menunjukkan tanda kongesti atau overload
cairan pada paru-paru. melaporkan sesak berkurang cairan

45
2. RR 18-20 x/menit
3. Respon batuk berkurang

3. Ukur intake dan output urine Penurunan CO berakibat gangguan pada


ginjal, retensi natrium/ air

4. Pertahankan asupan cairan 2000 cc/ Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang
24 jam dalam toleransi dewasa, namun tetap dalam pembatasan
kardiovaskuler terkait dekompensasi jantung

5. Kolaborasi :
a. Diet tanpa garam Natrium dapat meningkatkan retensi cairan
dan meningkatkan volume plasma yang
berdampak terhadap peningkatan beban
kerja jantung

b. Terapi diuretic Menurunkan volume plasma dan retensi


cairan di jaringan

c. Pantau nilai laboratorium, Hipokalemia dapat membatasi keefektifan


elektrolit terapi

4. Kerusakan pertukaran gas Dalam waktu 3 x 24 jam tidak ada 1. Beri support O2 4-6 lpm Meningkatkan konsentrasi O2 dalam proses
berhubungan dengan keluhan sesak atau respon yang pertukaran gas
perembesan cairan ke menyatakan penurunan sesak
alveoli, kongesti paru Kriteria hasil : 2. Pantau saturasi, pH, BE, HCO3 Diketahuinya tingkat oksigenasi pada
sekunder, perbahan 1. Secara subjektif pasien jaringan sebagai dampak adekuat tidaknya
membrane kapiler alveoli melaporkan sesak berkurang proses pertukaran gas
dan retensi cairan 2. RR 18-20 x/menit
interstitial 3. Tidak ada penggunaan otot bantu 3. Koreksi keseimbangan asam basa Mencehag asidosis yang memperberat
nafas pernafasan

4. Cegah atelektasis dengan melatih Kongesti berat memperburuk proses


batuknefektif dan nafas dalam pertukaran gas dengan dampak hipoksia

46
5. Kolaborasi Meningkatkan kontraktilitas otot jantung
a. Pemberian IVFD RL 500cc/24 dan mencegah timbulnya edema
jam
b. Digoxin 1-0-0 Mencehag terjadinya retensi cairan dengan
c. Furosemid 2-1-0 menghambat ADH

5. Gangguan perfusi perifer Dalam waktu 2x 24 jam perfusi 1. Ukur dan bandingkan TD kedua Hipotensi dapat terjadi karena disfungsi
berhubungan dengan perifer meningkat lengan dalam posisi baring, duduk ventrikuler, hipertensi merupakan fenomena
penurunan curah jantung. Criteria hasil : dan berdiri umum berhubungan dengan nyeri karena
1. Pasien tidak mengeluh pusing pengeluaran katekolamin
2. TD 110-120/ 70-90 mmHg
3. Nadi 80-100 x/ menit 2. Kaji warna kulit, suhu, sianosis, Diketahuinya derajat hipoksemia dan
4. CRT < 3 detik nadi perifer dan diaphoresis secara peningkatan tahanan perifer
5. Haluaran urine > 600 cc/hari periodic
3. Kaji kualitas peristaltic Mengetahui pengaruh hipoksia terhadap
fungsi saluran cerna dan dampak penurunan
elektrolit
4. Kaji adanya kongesti hepar Dampak gagal jantung kanan, jika berat
akan ditemukan adanya kongesti pada hepar

5. Pantau urine output Output < 600 cc/hari merupakan tanda syok
kardiogenik

6. Catat suara murmur Adanya gangguan aliran darah dalam


jantung (kelainan katup, kerusakan septum
atau vibrasi otot papilar)

7. Pantau frekuensi dan irama jantung Menunjukkan komplikasi disritmia

8. Beri makanan kecil/ mudah Makanan besar meningkatkan kerja


dikunyah miokardium

47
6. Penurunan tingkat Dalam waktu 2 x 24 jam kesadaran 1. Kaji status mental secara periodic Diketahuinya derajat hipoksia pada otak
kesadaran berhubungan tetap penuh dan CO adekuat sebagai
dengan penurunan suplai peningkatan perfusi jaringan otak 2. Observasi perubahan sensori dan Bukti actual terhadap penurunan aliran
darah ke otak. Kriteria hasil : tingkat kesadaran pasien yang darah ke jaringan serebral
1. Pasien tidak mengeluh pusing menunjukkan penurunan perfusi
2. TD 110-120/ 70-90 mmHg otak (gelisah, bingung, apatis)
3. Nadi 80-100 x/ menit
4. Tidak ada sesak, sianosis, 3. Anjurkan pasien mengurangi Aktivitas berlebih dapat meningkatkan
diaphoresis aktivitas beban kerja jantung dan akan menurunkan
5. Akral hangat suplai darah ke otak
6. BJ tunggal kuat
7. Sinus rythme 4. Catat adanya keluhan pusing Pusing merupakan manifestasi penuruinan
8. Produksi urine > 30 cc/jam suplai darah ke otak
9. GCS 15
5. Pantau frekuensi dan irama jantung Menunjukkan komplikasi disritmia

7. Kelebihan volume cairan Dalam waktu 3 x 24 jan tidak terjadi 1. Kaji adanya edema ekstermitas Edema menandakan gagal kongestif/
berhubungan dengan kelebihan volume cairan sistemik kelebihan volume cairan
penurunan perfusi organ. Kriteria hasil :
1. Pasien tidak sesak 2. Kaji TD secara periodic Peningkatan TD akibat peningkatan beban
2. Jika ada oedema dapat berkurang kerja jantung sebagai dampak peningkatan
3. Pitting edema negative jumlah cairan
4. Produksi urin > 600 cc/hari
3. Kaji distensi vena jugularis Cairan berlebih meningkatkan beban
ventrikel kanan yang dapat dipantau pada
pemeriksaan vena jugularis

4. Ukur intake dan output cairan Penurunan CO dapat diakibatkan karena


gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air
dan penurunan haluaran urine
5. Kolaborasi :
a. Pemberian diet tanpa garam Natrium dapat meningkatkan retensi cairan

48
dan meningkatkan volume plasma yang
berdampak pada peningkatan beban kerja
jantung

b. Beri diuretic Menurunkan volume plasma dan retensi


cairan

Hipokalemia dapat membatasi keefektifan


c. Pantau nilai elektrolit terapi

8. Intoleransi aktivitas Dalam 4 x 24 jam aktivitas pasien 1. Catat frekuensi dan irama jantung Perubahan yang signifikan menunjukkan
berhubungan dengan sehari-hari terpenuhi. atau perubahan TD sebelum dan penurunan oksigen di miokard
ketidakseimbangan antara Kriteria hasil : sesudah aktivitas
suplai oksigen ke jaringan 1. Pasien beraktivitas tanpa ada 2. Tingkatkan istirahat, beri aktivitas Menurunkan kerja miokard
dengan kebutuhan tanda-tanda terjadinya hipoksia ringan
sekunder penurunan curah atau menunjukkan adaptasi 3. Anjurkan pasien untuk menghindari Dapat meningkatkan beban kerja jantung
jantung. yang adekuat peningkatan tekanan abdomen
(mengejan)
4. Jelaskan pola peningkatan aktivitas, Adaptasi jantung terhadap peningkatan
seperti : bangun dari kursi, bila kuat beban aktivitas
lakukan ambulasi lalu istirahat
5. Evaluasi TTV saat ada kemajuan Antisipasi fungsi jantung menurun
aktivitas
6. Beri waktu istirahat diantara Tidak memaksakan jantung bekerja terus
aktivitas menerus
7. Observasi frekuensi nafas, dysonea, Antisipasi dampak penurunnan fungsi
sianosis serta diaphoresis jantung

9. Perubahan nutrisi : kurang Dalam waktu 3 x 24 jam status 1. Jelaskan manfaat nutrisi untuk Pemahaman yang baik akan membuat
dari kebutuhan tubuh nutrisi adekuat kesehatan pasien kooperatif dalam mengikuti anjuran
berhubungan dengan Kriteria hasil :
penurunan intake, mual 1. Secara subjektif pasien 2. Anjurkan pasien mengkonsumsi Menghindari makanan yang dapat
muntah dan anoreksia. termotivasi untuk meningkatkan makanan yang disediakan RS mengakibatkan komplikasi penyakitnya
asupan nutrisi

49
2. Porsi makan meningkat 3. Sajikan makanan dalam keadaan Peningkatan selera makan dan mencegah
hangat, kecil dan diet TKTPRG mual

4. Libatkan keluarga dalam Memberikan perasaan positif pada pasien


pemenuhan nutrisi pasien seaan-akan makan ditengah keluarga

5. Beri motivasi dan dukungan Dukungan dan sugesti positif


psikologis
6. Kolaborasi : Pemenuhan kebutuhan vitamin dan
a. Dengan nutrient tentang memperbaiki daya tahan tubuh
pemenuhan gizi pasien
b. Pemberian multivitamin

10. Insomnia berhubungan Dalam waktu 3 x 24 jam kualitas 1. Catat pola istirahat dan tidur pasien Teridentfikasinya kebiasaan tidur pasien
dengan batuk dan sesak tidur pasien optimal. pada siang dan malam hari
nafas Kriteria hasil : 2. Atur posisi fisiologis Meningkatkan asupan O2 dan rasa nyaman
1. Klien tidak mengeluh
mengantuk pada saat bangun 3. Beri O2 support sesuai indikasi Meningkatkan kebutuhan O2 miokardium
tidur dan menghindarkan iskemia
2. Klien menyatakan rasa segar
saat bangun tidur 4. Ciptakan lingkungan yang nyaman Menurunkan stimulus nyeri eksternal
3. Kuantitas tidur pasien 6-7 jam/
24 jam 5. Lakukan managemen sentuhan Membantu menurunkan stimulus eksternal
dan sugesti psikologis non verbal

6. Kolaborasi pemberian sedative membantu pemenuhan tidur pasien

11. Cemas berhubungan Dalam waktu 1 x 24 jam kecemasan 1. Bantu pasien mengekspresikan Cemas berkepanjangan memberikan
dengan rasa takut akan pasien berkurang perasaan cemasnya dampak serangan jantung
kematian, penurunan Kriteria hasil
status kesehatan, situasi 1. Pasien menyatakan 2. Kaji tanda verbal dan non verbal Reaksi verbal/non verbal dapat
krisis dan ancaman. kecemasannya berkurang kecemasan serta damping pasien menunjukkan rasa agitasi, marah dan
2. Pasien mampu mengidentifikasi gelisah

50
penyebab cemas
3. Pasien kooperatif terhadap 3. Hindari konfrontasi Membangkitkan rasa marah dan
tindakan menghilangkan BHSP
4. Wajah terlihat rileks 4. Tingkatkan control sensasi pasien Beri informasi tentang kondisi pasien,
hargai beri pujian yang wajar.

5. Beri kesempatan pasien untuk Menghilangkan ketegangan terhadap rasa


mengungkapkan kecemasannya khawatir

6. Berikan privasi untuk pasien dan Keterlibatan orang terdekat memotivasi


orang terdekatnya pasien untuk tetap yakin dan bersemangat
mengikuti proses pengobatannya.

51
2. Gangguan Ginjal Kronik

a. Resiko penurunan perfusi jaringan jantung berhubungan dengan kelebihan cairan

(disfungsi/gagal ginjal, kelebihan pemberian cairan), perpindahan cairan, deficit

cairan, ketidakseimbangan elektrolit, acidosis berat, efek uremik pada otot jantung

Tujuan:

Penurunan curah jantung tidak terjadi

Kriteria hasil :

mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah (100-120/70-90 mmHg)

dan frekuensi jantung dalam batas normal (80-100 x/menit), nadi perifer kuat dan

sama dengan waktu pengisian kapiler (CRT < 3 detik), tidak terjadi sianosis,

diaphoresis dan perfusi akral hangat kering merah

Intervensi:

1) Auskultasi bunyi jantung dan paru

R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur

2) Kaji adanya hipertensi

R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-

angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)

3) Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan lokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)

R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri

4) Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas

R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia

52
b. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder :

volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)

Tujuan:

Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan

Kriteria hasil:

tidak ada edema atau edema berkurang, keseimbangan antara input dan output

(Balance cairan defesit / exces 50-100 cc)

Intervensi:

1) Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan

haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital

2) Batasi masukan cairan

R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon

terhadap terapi

3) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan

R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan

cairan

4) Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama

pemasukan dan haluaran

R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output

53
c. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual,

muntah

Tujuan:

Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat

Kriteria hasil:

menunjukan BB stabil (BMI 19-23), porsi makan meningkat 1/3 menjadi ½ porsi, nilai

albumin (3,5 – 5,1)

Intervensi:

1) Awasi konsumsi makanan / cairan

R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi

2) Perhatikan adanya mual dan muntah

R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau

menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi

3) Beikan makanan sedikit tapi sering

R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan

4) Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan

R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial

5) Berikan perawatan mulut sering

R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut

yang dapat mempengaruhi masukan makanan.

54
d. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi

melalui alkalosis respiratorik

Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil,

Kriteria hasil :

RR 18-20x/menit, pengembangan paru optimal, tidak ada penggunaan otot bantu

nafas

Intervensi:

1) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles

R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret

2) Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam

R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2

3) Atur posisi senyaman mungkin

R: Mencegah terjadinya sesak nafas

4) Batasi untuk beraktivitas

R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia

5) Support O2 canul 3-4 lpm

e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis

Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga

Kriteria hasil :

- Mempertahankan kulit utuh

- Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit

55
Intervensi:

1) Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan kadanya

kemerahan

R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat menimbulkan

pembentukan dekubitus / infeksi.

2) Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa

R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi

sirkulasi dan integritas jaringan

3) Inspeksi area tergantung terhadap udem

R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek

4) Ubah posisi sesering mungkin

R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk untuk

menurunkan iskemia

5) Berikan perawatan kulit

R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit

6) Pertahankan linen kering

R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit

7) Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan

tekanan pada area pruritis

R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera

8) Anjurkan memakai pakaian katun longgar

R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada

kulit.

56
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat,

keletihan

Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi

Intervensi:

1) Pantau pasien untuk melakukan aktivitas

2) Kaji fektor yang menyebabkan keletihan

3) Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat

4) Pertahankan status nutrisi yang adekuat

57
E. EVALUASI

Hasil yang diharapkan pada proses perawatan pasien dengan CHF

a. Tidak terjadi kegawatan sebagai akibat penurunan curah jantung

b. Pasien terbebas dari nyeri

c. Terpenuhinya aktivitas sehari-hari

d. Menunjukkan peningkatan curah jantung

1) TTV dalam batas normal

2) Terhindar dari resiko penurunan perfusi perifer

3) Tidak terjadi kelebihan volume cairan

4) Tidak sesak

5) Edema ekstermitas tidak terjadi

e. Menunjukkan penurunan kecemasan

f. Memahami penyakitnya dan tujuan perawatan

1) Mematuhi semua aturan medis

2) Mengetahui kapan harus meminta bantuan jika episode nyeri atau kegawatan

muncul

3) Memahami cara mencegah komplikasi dan menunjukkan tanda-tanda bebas

komplikasi

4) Mampu menjelaskan terjadinya gagal jantung

5) Mematuhi dan melaksanakan perawatan diri

58
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN (KASUS)

A. Pengkajian

1. Informasi Umum

Nama : Ny. A

Tanggal lahir : 28 Desember 1958

Suku bangsa : Bugis Makassar

Usia : 55 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Dari : R. IGD RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar

Tanggal Masuk : 11 April 2014

Waktu Pengkajian : 05 Mei 2014

Sumber Informasi : Pasien, Ibu dan adik kandung

Keabsahan : skor 4 (sangat dipercaya)

2. Keluhan Masuk RS

a. Kronologis kejadian

3 bulan sebelumnya klien merasakan keletihan yang amat sangat setelah melakukan

aktivitas yang rutin dilakukan (mengajar). Ketika keletihan itu datang, klien

mengalami sesak nafas, berkeringat dingin yang banyak dan jantung terasa berdebar

sangat kencang. 1 bulan sebelum opname, klien masih mampu tidur dengan posisi

baring terlentang, namun lama kelamaan klien merasakan sesak nafas jika harus

berbaring sehingga pasien kemudian tidur dengan cara duduk. Pada tanggal 9 April

2014, psien kehilangan nafsu makan sehingga pasien selalu merasa mual dan muntah-

59
muntah, karena kondisinya yang terus memburuk, keluarga memutuskan untuk

membawa pasien ke R. IGD RSWS pada tanggal 11 April 2014 pukul 13.00.

b. Keluhan Utama (data pengkajian tanggal 05 Mei 2014 jam 09.00)

1) Subjektif

Pasien mengatakan sesaknya mulai berkurang, namun belum dapat berbaring

telentang dan tetap membutuhkan support O2, batuk masih dirasakan, mual

muntah berkurang namun porsi makan masih 1/3 porsi dihabiskan, kelelahan

masih dirasakan jika melakukan aktivitas yang ringan sekalipun, berkeringat

dingin dan badan terasa lemas. Pola BAB normal, namun BAK hanya 2-3 kali

perhari dengan volume ± 100-200 cc, warna urine kuning pekat.

2) Objektif

Pasien tampak sesak, tidak nampak penggunaan otot bantu nafas, support O2 4

Lpm, frekuensi nafas 26-28 kali permenit, batuk dan sedikit sputum dengan

karakteristik bening tanpa disertai bercak darah. Perfusi akral dingin basah pucat,

CRT 4 detik, sclera merah konjungtiva putih, mukosa bibir kering, tampak

oedema pada kedua kaki, pitting edema positif, luka simino positif.

3. Aktivitas / Istirahat

a. Gejala ( Subjektif )

Pekerjaan : Guru (Pegawai Negeri Sipil)

Aktivitas : Mengajar

Waktu Luang : dirumah bersama keluarga

Perasaan : sedih dan takut penyakitnya tidak bisa sembuh

Tidur siang jam : tidak teratur, Tidur Malam : 23.00-05.00

60
Kebiasaan Tidur : tidak ada yang spesifik

Insomnia : jika sesak tiba-tiba datang

Perasaan bangun tidur : badan terasa lemas, mengantuk

b. Tanda ( Objektif )

Respon aktivitas

Kardiovaskuler : akral dingin, pucat, diaphoresis setelah berjalan ke WC

Pernafasan : cepat, dangkal, frekuensi 26-28 kali/menit

Status Mental : emosi stabil, ego baik, kontak mata terjaga

Neuromuskular : sedikit merasa pusing

Massa/Tonus Otot : tidak ada

Postur : tegak

Tremor : tidak ada

Rentang Gerak : bebas

Kekuatan : 5555 pada ekstermitas atas bawah, kiri dan kanan

Deformitas : tidak ada

4. Sirkulasi

a. Gejala ( Subjektif )

Riwayat Penyakit : Diabetes Melitus dan Hipertensi 10 tahun yang lalu

b. Tanda ( Objektif )

Tekanan darah kanan kiri

Baring 110/70 mmHg 110/70 mmHg

Duduk 110/70 mmHg 110/70 mmHg

Berdiri : 120/80 mmHg 120/80 mmHg

61
Nadi

Gap Auskultasi : 10 mmHg

Karotis : 110 kali/menit

Jugularis : tidak dikaji

Femoralis : 90 kali/menit

Temporal : tidak dikaji

Radialis : 110 kali/menit

Poplitea : tidak dikaji

Postibial : tidak dikaji

Dorsalis Pedis : 88 kali/menit

Jantung ( palpasi )

Getaran : teratur

Dorongan : halus

Bunyi Jantung : BJ1 Lub BJ2 dub, BJ 3 ketika kelelahan

Frekuensi : 100 kali/menit

Irama : Sinus Tachicardi

Kualitas : kuat, teraba jelas, penuh

Friksi Gesek : tidak ada

Bunyi Nafas : vesikuler

Desiran Vaskuler : halus

Distensi V.Jugularis : tidak ada

Ekstermitas : Basah dingin pucat

Suhu : 36,40C

62
Warna : pucat

CRT : 4 detik

Hoffman’s Sign : ---

Varises : tidak ada

Abnormalitas Kuku : tidak ada

Punggung Kuku : baik, melengkung

Rambut : ikal sebahu

Warna : hitam

Mukosa Membran : lembab, kemerahan

Bibir : terlihat kering

Konjungtiva : putih

Sklera : anemis

Diaphoresis : muncul jika kelelahan

5. Integritas Ego

a. Gejala ( subjektif )

Faktor Stress : penyakit yang diderita

Mekanisme Koping : asertif, bicara dan bertanya pada perawat atau dokter

Masalah financial : asuransi kesehatan BPJS

Status hubungan : belum menikah

Faktor Budaya : tidak mempengaruhi

Agama : Islam

Kegiatan agama : jarang dilaksanakan ketika sakit

Gaya hidup : sederhana

63
Perubahan terakhir : tidak dapat beraktivitas seperti biasanya

Perasaan tidak berdaya : hospitalisasi lama, tidak mampu beraktivitas normal

Perasaan Putus Asa : penyakit yang sulit untuk disembuhkan

b. Tanda ( Objektif )

Status Emosional : stabil

Respon fisiologik : tidak ada

6. Eliminasi

a. Gejala ( Subjektif )

Pola BAB : 1-2 kali/ hari

Laksatif : tidak ada

Karakteristik feaces : lunak

BAB Terakhir : jam 07.00

Riwayat Perdarahan : tidak ada

Hemoroid : tidak ada

Konstipasi : tidak ada

Diare : tidak ada

Pola BAK : 2-3 kali/ hari

Inkontinensia : tidak ada

Dorongan BAK : 1 menit sebelum eliminasi

Frekuensi : tidak teratur

Retensi : tidak ada

Karakteristik Urine : kuning pekat

Masalah BAK : frekuensi yang kurang

64
Riwayat Penyakit : Diabetes melitus

Penggunaan Diuretik : Furosemid 20 mg/ 12 jam

b. Tanda ( Objektif )

Abdomen

Nyeri Tekan : tidak ada

Massa : tidak ada

Lingkar Abdomen : 83 Cm

Bising Usus : terdengar halus

Perubahan Blas : tidak ada

7. Makanan / Cairan

a. Gejala ( Subjektif )

Diet biasa (tipe) : Diet rendah garam, purin, kalori, protein 1,2 gr/kb BB

Jumlah makanan/ hari : 3 kali/ hari plus camilan

Makanan terakhir : nasi sayur lauk

Pola Diet : tidak ada

Nafsu makan : Kurang, 1/3 porsi dihabiskan

Mual/ Muntah : tidak ada

Nyeri Epigastrium : tidak ada

Riwayat penyakit : tidak ada

Alergi : tidak ada

Masalah menelan : tidak ada

Gigi : baik, tidak ada caries

Berat badan sebelumnya : 65 Kg TB. 153 Cm BMI 27,8 (overweight)

65
Perubahan Berat Badan : ada sedikit

Penggunaan Diuretik : Furosemid 20 mg/ 12 jam

b. Tanda ( Objektif )

Berat badan Sekarang : tidak dikaji

Indeks Massa Tubuh : tidak dikaji

Bentuk Badan : tegap

Turgor Kulit : pitting edema pada kedua kaki

Kelembaban : kurang

Oedema

Umum : tidak ada

Periorbital : tidak ada

Dependen : pada kedua ekstermitas bawah

Asites : tidak ada

Distensi V. Jugularis : tidak ada

Pembesaran Tiroid : tidak ada

Hernia : tidak ada

Halitosis : tidak ada

Kondisi gigi/ gusi : baik, lengkap, tidak ada perdarahan

Lidah : baik, merah, gerakan bebas tidak ada luka

Membran Mukosa : merah, basah

Bising Usus : terdengar halus

Bunyi nafas : vesikuler

Urine S/A atau Kemstiks : tidak ada

66
8. Hygiene

a. Gejala ( Subjektif )

Aktivitas : mandi, ganti baju

Ketergantungan : partial

Mobilitas : terbatasi

Makan : mandiri

Berpakaian : mandiri

Hygiene : mandiri, terjaga baik

Toiletting : partial

Waktu Mandi : 07.00 dan 17.00

Alat bantu/prostetik : kursi roda

Pemberi Bantuan : keluarga

b. Tanda ( Objektif )

Penampilan Umum : baik, rapi

Cara berpakaian : baik, sopan, rapi

Kebiasaan : ganti baju dua kali sehari

Bau Badan : tidak ada

Kulit Kepala : bersih, tidak ada dandruff

Kutu : tidak ada

9. Neurosensori

a. Gejala ( Subjektif )

Pusing : jika terlalu kelelahan

Sakit kepala : tidak ada

67
Lokasi : tidak dikaji

Frekuensi : tidak dikaji

Kesemutan : tidak ada

Stroke (gejala sisa) : tidak ada

Kejang : tidak ada

Tipe : --

Aura : --

Frekuensi : --

Status Postikal : --

Cara kontrol : --

Penglihatan : baik, visus 6/6

Pemeriksaan terakhir : --

Glaukoma : tidak ada

Katarak : tidak ada

Telinga : bersih

Pendengaran : baik

Pemeriksaan terakhir : --

Epiktaksis : tidak ada

b. Tanda (Objektif )

Status Mental : stabil

Orientasi : penuh (nama, waktu dan tempat)

Kesadaran : Compos Mentis

Afek : sesuai stimulus

68
Memori

Saat ini : mampu mengingat kejadian sehari lalu

Masa Lalu : mampu mengingat kejadian sebulan lalu

Kaca mata/ Kontak lensa : tidak ada

Alat bantu dengar : tidak ada

Reflek Pupil : Ø 2 mm jika terkena cahaya, spontan, isokor

Facial Drop : tidak ada

Genggaman Tangan

Kanan : kuat

Kiri : kuat

Postur : tegap

Reflek Tendon Dalam : tidak dikaji

Paralisis : tidak ada

10. Nyeri / Ketidaknyaman

a. Gejala (Subjektif)

Lokasi : dada kiri ketika kelelahan

Intensitas (1-10) : 5-6

Frekuensi : tidak teratur

Kualitas : nyeri sedang

Durasi : 1-5 detik

Penjalaran : pada tangan kiri

Faktor Pencetus : kelelahan akibat aktivitas

Cara mengatasi : berbaring duduk

69
b. Tanda ( Objektif )

Kerut wajah : tidak ada

Proteksi area nyeri : memegang dada atau kepala jika nyeri datang

Respon emosional : stabil

Penyempitan fokus : tidak ada

11. Pernafasan

a. Gejala ( Subjektif )

Dispneu : tidak ada

Riwayat bronchitis : tidak ada

Asma : tidak ada

Emfisema : tidak ada

Tuberkolosis : tidak ada

Pneumonia : tidak ada

Perokok : tidak

Alat bantu nafas : Canul nasal

b. Tanda ( Objektif )

Pernafasan : vesikuler

Frekuensi : 26-28 kali/ menit

Kedalaman : dangkal, cepat

Simetris : pengembangan dada kanan kiri sama

Otot-otot asesoris : tidak ada

Cuping hidung : tidak ada

Fremitus : tidak ada

70
Bunyi Nafas : ronchi

Egofoni : tidak ada

Sianosis : jika kelelahan

Jari Tabuh : tidak ada

Karakteristik Sputum : bening

Fungsi Mental : terkontrol baik

12. Keamanan

a. Gejala ( Subjektif )

Alergi/ sensivitas : tidak ada

Reaksi : tidak ada

Perubahan system Imun : tidak ada

Penyebab : --

Riwayat PHS : tidak ada

Perilaku resiko tinggi : tidak ada

Pemeriksaan : --

Tranfusi darah/ jumlah : tidak ada

Kapan : --

Gambaran reaksi : --

Riwayat cedera : tidak ada

Fraktur/ dislokasi : tidak ada

Artritis : tidak ada

Punggung : lurus

Peubahan tahi lalat : tidak ada

71
Pembesaran nodus : tidak ada

Kerusakan penglihatan : tidak ada

Kerusakan pendengaran : tidak ada

Protese : tidak ada

Alat ambulatory : tidak ada

b. Tanda ( Objektif )

Suhu tubuh : 36,40C

Diaphoresis : jika kelelahan

Integritas Kulit : pitting edema pada ekstermitas bawah

Jaringan Parut : tidak ada

Kemerahan : tidak ada

Laserasi : tidak ada

Ulserasi : tidak ada

Ekimosis : tidak ada

Lepuh : tidak ada

Drainase : tidak ada

Luka Bakar : tidak ada

Derajat/persen : --

72
Area tubuh yang terkena : --

ROM : bebas

Parestesia/ paralisis : tidak ada

Hasil kultur/ sistem imun : tidak ada

13. Seksualitas ( Komponen Interaksi Sosial )

Aktifasi hubungan sosial : tidak dapat dilakukan

Penggunaan kondom : tidak pernah

Masalah/ kesulitan seksual : tidak ada

Perubahan : tidak ada

Wanita

1) Gejala ( subjektif )

Usia menarke : tidak dikaji

Lama / siklus : tidak dikaji

Durasi : tidak dikaji

Periode haid terakhir : tidak dikaji

73
Menopause : tidak dikaji

Rabas vaginal : tidak dikaji

Periode berdarah : tidak dikaji

Periksa mammogram : tidak dikaji

PAP smear terakhir : tidak dikaji

14. Interaksi Sosial

a. Gejala ( subjektif )

Status Perkawinan : tidak / belum menikah

Lama : --

Hidup dengan : ibu dan ayah serta saudara sepupu

Masalah/ stressor : tidak ada

Keluarga besar : lengkap

Peran dalam keluarga : anak pertama, pencari nafkah

Riwayat penyakit : tidak ada

Perubahan bicara : tidak ada

Alat bantu komunikasi : tidak ada

Laringektomi : tidak ada

b. Tanda ( Objektif )

Bicara : jelas tujuan dan maksud, fokus pada pokok

Dapat dimengerti : sangat jelas

Afasia : tidak ada

Pola bicara : teratur, suara halus, terintegrasi

Alat bantu bicara : tidak ada

74
Komunikasi verbal/non : mimik wajah, gerakan tangan

Perilaku dalam keluarga : baik, penyabar dan penyayang

Genogram

Perempuan dengan Hipertensi

Laki-laki dengan Hipertensi

Perempuan dengan Diabetes Melitus

Laki-laki dengan Diabetes Melitus

Pasien dengan hipertensi dan diabetes melitus

15. Penyuluhan / Pembelajaran

a. Gejala ( Subjektif )

Bahas : prognosis penyakit, relaksasi, aktivitas

Melek huruf : ya

Tingkat Pendidikan : Strata 1 Pendidikan

Ketidakmampuan belajar : tidak ada

75
Keterbatasan kognitif : tidak ada

Keyakinan kesehatan : selalu sehat untuk menafkahi keluarga

Persepsi sehat : hal terpenting dalam hidup

Faktor resiko keluarga : penyakit metabolic

Hubungan : --

Penyakit : hypertensi dan diabetes melitus

Resep Obat terakhir ( 05 Mei 2014 )

Obat Dosis Waktu keteraturan tujuan


Valsartan 80 mg Malam Diberikan
petugas

Allupurinol 100 mg Malam Diberikan


petugas

Furosemide 40 mg Pagi siang Diberikan


sore petugas

Flumocyl 125 mg Pagi siang Diberikan


Syrup sore petugas

VIP Pagi Diberikan


Albumin petugas

Obat tanpa resep : tidak ada

Perokok : tidak

Alkoholik : tidak

Diagnosa saat masuk : CHF + CKD stage IV

Riwayat keluhan terakhir : Sesak, lemas, nafsu makan menurun, lelah beraktivitas

Alasan dirawat : Observasi gagal jantung dan pro hemodialisa

Harapan pasien : cepat sembuh agar kembali bekerja

Kegagalan pengobatan : tidak ada

76
Periksa fisik terakhir : tanggal 11 April 2014

b. Pertimbangan Rencana Pulang

DGR rata-rata dirawat : Tidak ada

Tanggal informasi : Tidak ada

Rencana pulang : Tidak ada

Sumber (orang/uang) : jaminan kesehatan BPJS

Antisipasi : keuangan pribadi

Area perubahan/ bantuan : motorik

Penyiapan makanan : mandiri

Belanja : tidak pernah

Transportasi : motor pribadi

Ambulansi : tidak ada

Gambaran fisik rumah : pribadi, beton

Pemeliharaan rumah : pribadi, mandiri

Fasilitas dalam rumah : tidak dikaji

77
B. Penyimpangan KDM

Stasis glukosa di intravaskular Diabetes melitus


tidak dapat dimetabolisme sel
Gagal Ginjal
Hyperosmolaritas darah Beban akhir LV menurun

Ketidakmampuan glomerolus Penurunan eksresi kalium Beban volume LV


memfiltrasi volume plasma meningkat
Ketidakseimbangan
glomerulosklerosis elektrolit Dilatasi LV dan
peningkatan Kontraktilitas
Hiperkalemia
Penurunan GFR
Hipertrofi LV
Konduksi elektrikal jantung
berubah
Gagal Jantung Kiri
Peningkatan beban tekanan
RV
Congesti Heart Failure
Gagal Jantung Kanan

78
Kongesti Pulmonalis
Penurunan curah jantung

Tekanan hidrostatiklebih
besar dari tekanan osmotik

Peningkatan aktivitas Aktivasi Renin Hipertrofi ventrikel


adregenik simpatik Angiotensin- Perembesan cairan ke
Aldosteron alveoli

Vasokontriksi sistemik Angiotensin I  ACE  II Pemendekan miokard Kerusakan perukaran gas

GFR turun Vasokontriksi Pengeluaran aldosteron Pengisian LV turun Edema paru


ginjal

Pengembangan paru
Aliran darah tidak
tidak optimal
Penurunan eksresi Natrium dan Peningkatan reabsorbsi adekuat ke jantung dan
H2o dalam Urine natrium dan H2o dalam otak
tubulus
Pola nafas tidak efektif

79
Penurunan urine output,
peningkatan volume plasma, Gangguan perfusi Penurunan tingkat Resti kelebihan volume
peningkatan tekanan hidrostatik Kelemahan fisik jaringan kesadaran cairan

Penurunan suplai O2 ke
Resti kelebihan
miokardium Aktivasi RAS
volume cairan

Kondisi dan prognosis Peningkatan hipoksia


penyakit jaringan miokardium Pasien selalu
terjaga
Perubahan metabolism
miokardium
Kecemasan

Nyeri dada Insomnia

80
81
DAFTAR PUSTAKA

82
Brunner & Suddarth (2001), Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3, Edisi 8, Unit 16. Editor :

Smeltzer & Bare, Alih Bahasa : Agung Waluyo et al, Editor bahasa Indonesia : Monica

Ester. EGC, Jakarta.

Doenges, E. Maryllin (2010). Nursing Care Plans, Guidelines for Individualizing Client Care

Accros the Life Span. FA Davis Company, Philadelphia.

Figueroa M & Peters J. 2006. Congestive Heart Failure: Diagnosis,

Pathophysiology, Therapy, and Implications for Respiratory

Care. Available at Journals of Respiratory Care.

http://www.rtjournalonline.com/chf.pdf diakses tanggal 5 mei 2014

Guyton & Hall.(2012) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC, Jakarta

Hopkins TA (2005) Lab Notes, Guide to lab and Diagnostic Test. . FA Davis Company,

Philadelphia

Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan keperawatan klien dengan gangguan system

kardiovaskuler dan hematologi, Salemba Medika, Jakarta

Price & Wilson, (2005), Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Volume 2, Edisi

6. Alih Bahasa : Brahm U. Pedit et al; editor : Huriawati Hartanto et al. EGC, Jakarta.

Silbernagi, S. & Florian, Lang (2006). Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Alih Bahasa :

Iwan S & Iqbal M, Editor Bahasa Indonesia : Titiek Resmisari, EGC, Jakarta.

O’Callaghan (2009) At a Glance System Ginjal.edisi 2. Erlangga, Jakarta

Wilkinson, Judith M. & Ahern Nancy R. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan :

diagnose NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Edisi 9. Alih Bahasa : Esty

Wahyuningsih, Editor Bahasa Indonesia : Dwi Widiarti. EGC, Jakarta

83
Wisesa & Loekman. (2009) Hemolytic Uremic Syndrome (Tesis) SMF Ilmu Penyakit Dalam

RSU Sanglah Denpasar Bali

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jim/article/download/3881/2876

upload tanggal 19 September 2013.

84

Anda mungkin juga menyukai