Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN PENDAHULUAN

“DECOMPENSASI CORDIS”

A. KONSEP MEDIS DECOMPENSASI CORDIS


1. Pengertian Decompensasi Cordis
Gagal jantung adalah suatu keadaan ketika jantung tidak mampu
mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh, meskipun tekanan
pengisian vena normal. Namun, definisi lain mengatakan bahwa gagal jantung bukan
suatu penyakit terbatas pada suatu sistem organ, melainkan suatu sindrom klinis akibat
kelainan jantung yang ditandai dengan suatu bentuk respon hemodinamik, renal dan
hormonal, suatu keadaan patologis kelainan fungsi jantung menyebabkan kegagalan
jantung pemompa darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan atau hanya dapat
memenuhinya dengan meningkatkan tekanan pengisian. (Muttaqin, 2012)
Decompensasi cordis atau gagal jantung adalah suatu keadaan ketika jantung
tidak mampu mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh, meskipun
tekanan vena normal. (Muttaqin, 2012)
Decompensasi cordis atau gagal jantung adalah sindrome klinis (sekumpulan
tanda dan gejala) yang ditandai dengan sesak nafas dan fatik saat istirahat atau saat
aktivitas yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi pada jantung (Nurarif dan
Kusuma, 2013).
Gagal jantung dapat disebabkan oleh gangguan yang mengakibatkan
terjadinya pengurangan pengisian ventrikel (disfungsi diastolik) dan/ atau kontraktilita
miokardial (disfungsi sistolik). (Nanda, 2015)
Gagal jantung adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami kegagalan
dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan
okseigen secara adekuat (Udjiati, 2013).
Dekompensasi cordis adalah suatu keberadaan dimana terjadi penurunan
kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa
jantung. (Nanda, 2012)
Decompensasi cordis adalah keadaan patofisiologik dimana jantung pompa
tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan (Price, 2010).

1
Pengertian lain menyebutkan bahwa dekompensasi cordis adalah
ketidakmampuan jantung memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme dan kebutuhan oksigen jaringan (Doenges, 2012).
Suatu kondisi bila cadangan jantung normal (peningkatan frekuensi jantung,
dilatasi, hipertrophi, peningkatan isi sekuncup) untuk merespon terhadap stress tidak
adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh, jantung gagal untuk melakukan
tugasnya sebagai pompa, dan akibatnya gagal jantung (Carry, 2011).
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa dekompensasi
cordis merupakan keadaan jantung yang sudah tidak mampu lagi memompa darah
sesuai dengan kebutuhan tubuh.

2. Klasifikasi Decompensasi Cordis


a. Klasifikasi gagal jantung menurut letaknya
1) Gagal jantung kiri
Kegagalan ventrikel kiri untuk mengisi atau mengosongkan dengan
benar dan dapat lebih lanjut diklasifikasikan menjadi disfungsi sitolik dan
diastolik (Nurarif dan Kusuma, 2013).
Pada gagal jantung kiri terjadi dyspneu d’effort, fatigue, ortopnea,
dispnea nocturnal paroksismal, batuk, pembesaran jantung, irama derap,
ventricular heaving, bunyi derap S3 dan S4, pernapasan cheyne stokes,
takikardi, pulsus alternans, ronkhi dan kongesti vena pulmonalis.
Gagal jantung kanan
Kegagaln ventrikel kanan untuk memompa darah secara adekuat
(Nurarif dan Kusuma, 2013).
Pada gagal jantung kanan timbul edema, liver engorgement,
anoreksia, dan kembung. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hipertrofi jantung
kanan, heaving ventrikel kanan, irama derap atrium kanan, murmur, tanda
tanda penyakit paru kronik, tekanan vena jugularis meningkat, bunyi P2
mengeras, asites, hidrothoraks, peningkatan tekanan vena, hepatomegali, dan
pitting edema.
2) Gagal jantung kongestif
Kegagalan ventrikel kanan dan kiri secara bersamaan (Udjiati, 2013).
Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri
dan kanan.

2
b. Klasifikasi gagal jantung menurut derajat sakitnya
Derajat Keterangan
1 Pasien masih dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari
(Tanpa keluhan) tanpa disertai kelelahan ataupun sesak nafas.
2 Aktivitas fisik sedang menyebabakna kelelahan atau sesak
(Ringan) nafas tetapi jika aktivitas ini dihentikan maka keluhan akan
hilang.
3 Aktivitas fisik ringan menyebabakna kelelahan atau sesak
(Sedang) nafas, tetapi keluhan akan hilang jika aktivitas dihentikan.
4 Tidak dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari bahkan
(Berat) pada saat istirahatpun keluhan masih tetap ada dan semakin
berat jika melakukan aktivitas walaupun aktifitas ringan.
(Nurarif dan Kusuma, 2013).

3. Etiologi Decompensasi Cordis


Mekanisme fisiologi yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis
adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang
menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal
seperti regurgitas aorta, dan cacat septum ventrikel. Beban akhir meningkat pada
keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas
miokardium dapat menurun pada infark miokard atau kardiomyopati. Faktor lain yang
dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah gangguan pengisian dan
ejeksi ventrikel (Perikardis konstriktif dan temponade jantung). Dari seluruh penyebab
tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut
mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium didalam sarkomer atau didalam
sistesis atau fungsi protein kontraktil. (Nanda, 2012)
Menurut Price (2010) penyebab decompensasi cordis adalah sebagai berikut:
a. Kelainan mekanis.
1) Peningkatan beban tekanan
a) Sentral (stenosis aorta dan sebagainya)
b) Perifer (hipertensi sistemik dan sebagainya)
2) Peningkatan beban volume (regurgitasi katub, pirau, peningkatan beban awal
dan sebagainya)
3) Obstruksi terhadap pengisian ventrikel (stenosis mitralis atau trikus pidalis).
4) Tamponade perikardium.

3
5) Restriksi endokardium atau miokardium.
6) Aneurisme ventrikel.
7) Dis sinergi ventrikel.
b. Kelainan miokardium
1) Primer
a) Kardiomiopati.
b) Miokarditis.
c) Kelainan metabolik.
d) Toksisitas, (alkohol, obat dan sebagainya).
e) Presbikardia.
2) Kelainan dis-dinamik sekunder (sekunder terhadap kelainan mekanis).
a) Kekurangan oksigen (penyakit jantung koroner).
b) Kelainan metabolik.
c) Inflamasi.
d) Penyakit sistemik.
e) Penyakit paru obstruktif menahun.
c. Berubahnya irama jantung atau urutan konduksi.
1) Henti jantung.
2) Fibrilasi.
3) Takikardi atau bradikardi yang berat.
4) Asinkronisasi listrik, gangguan konduksi.
Menurut Smeltzer, (2013),penyebab gagal jantung meliputi :
a. Kelainan otot jantung misalnya : aterosklerosis koroner (keadaan patologis dimana
terjadi penebalan arteri koronoris oleh lemak “streak”).
b. Hipertensi sistemik (peningkatan tekanan darah diatas 140/90 MmHg) atau hipertensi
pulmonal (peningkatan tekanan darah diparu-paru akibat kongesti pulmonal).
c. Peradangan dan penyakit degeneratif, misalnya : miokarditis (peradangan pada otot
jantung), endokarditis (penyakit infeksi pada endokard atau katup2 jantung) rematik
(setiap kondisi yang disertai nyeri dan kaku pada musculoskeletal)
d. Penyakit jantung lain, misalnya : pada mekanisme gangguan aliran darah melalui
jantung (stenosis atau penyempitan katup semilunar dan katup alveonar), pada
peningkatan afterload mendadak hipertensi maligna (peningkatan tekanan darah berat
disertai kelainan pada retina,ginjal dan kelainan serebal).

4
e. Faktor siskemik, misal : pada meningkatnya laju metabolisme (demam tiroktosikosis)
meningkatnya kebutuhan oksigen jaringan (hipoksia atau berkurangnya oksigen dalam
darah, anemia atau berkurangnya kadar hemoglobin), asidosis metabolik dan abnormal
elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas otot jantung.

4. Faktor Resiko
Kondisi- kondisi risiko tinggi meliputi :
a. Hipertensi
b. Merokok
c. Kurang olah raga
d. Diabetes Militus
e. Alkohol
f. Diit tinggi lemak jenuh

5. Insiden
Insidensi Diperkirakan lebih dari 2 juta pasien di Amerika Serikat menderita
gagal jantung dan kira- kira 400.000 pasien baru berkembang menjadi gagal jantung
kongestif per tahun. Angka kesakitan dan angka kematiannya cukup tinggi. Setiap
tahun kira- kira 900.000 pasien dirawat di rumah sakit dengan gagal jantung kongestif
dan 200.000 pasien mati pada keadaan ini. Rata- rata setiap tahun angka kematian
sebesar 40% sampai 50% pada pasien dengan gagal jantung kongestif yang berat. Pada
study framingham menunjukan angka mortalitas 5 tahun sebesar 62% pada pria dan
42% pada wanita (Sitompul et all, 2014).

6. Manifestasi Klinis
a. Gagal jantung kiri
1) Letargi dan diaphoresis
2) Dispnea atau orthopnea
3) Palpitasi (berdebar-debar)
4) Pernafasan cheyne-stokes
5) Batuk dan rinki basah
6) Edema paru
7) Oliguria atau anuria
8) Irama gallop’s

5
b. Gagal jantung kanan
1) Edema tungkai
2) CVP (central venosus pressure) meningkat
3) Pulsasi vena jugularis
4) JVP meningkat
5) Asites, hepatomegali, dan BB meningkat
6) Splenomegali, distensi abdomen, mual dan anoreksia.
(Udjiati, 2013).
Adapun tanda dan gejalanya menurut Chung (2008) adalah sebagai berikut:
a. Kelelahan/ kelemahan.
b. Dispnea.
c. Ortopne.
d. Dispne nokturia paroksimal.
e. Batuk.
f. Nokturia.
g. Anoreksia.
h. Nyeri kuadran kanan atas.
i. Takikardia.
j. Pernapasan cheyne-stokes.
k. Sianosis.
l. Ronkhi basah
m. Peninggian tingkat pulsasi vena jugularis.
n. Hepatosplenomegali.
o. Asites.
p. Edema perifer
Dampak dari cardiak output dan kongesti yang terjadi sisitem vena atau
sisitem pulmonal antara lain :
a. Lelah
b. Angina
c. Cemas
d. Oliguri. Penurunan aktifitas GI
e. Kulit dingin dan pucat
Tanda dan gejala yang disebakan oleh kongesti balikdari ventrikel kiri, antara
lain :

6
a. Dyppnea
b. Batuk
c. Orthopea
d. Reles paru
e. Hasil x-ray memperlihatkan kongesti paru.
f. Tanda-tanda dan gejala kongesti balik ventrikel kanan :
g. Edema perifer
h. Distensi vena leher
i. Hari membesar
j. Peningkatan central venous pressure (CPV)

7. Patofisiologi Decompensasi Cordis


Penyebab Decompensasi Cordis menurut Smeltzer,(2013), yaitu mekanisme
yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung,
yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal, bila curah
jantung berkurang system saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk
mempertahankan perfusi jaringan yang memadai maka volume sekuncuplah yang
harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung. Tetapi pada gagal
jantung masalah utamanya adalah kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung dan
volume sekuncup itu dipengaruhi tiga factor yaitu preload, kontraktilitas dan afterload
,jika salah satu dari ketiga factor tersebut terganggu maka curah jantungnya akan
berkurang. Curah jantung yang menurun menyebabkan kongesti jaringan yang terjadi
akibat peningkatan tekanan arteri atau vena kongesti paru terjadi karena ventrikel kiri
gagal memompa darah dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru
menyebabkan cairan terdorong keparu, manifestasinya meliputi dispnea, batuk,
mudah lelah, takikardi, bunyi jantung S3, kecemasan dan kegelisahan.
Bila ventrikel kanan gagal mengakibatkan kongesti visera dan jaringan
perifer, sebagai akibat sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan darah secara
adekuat. Manifestasinya yaitu Oedema dependen, hepatomegali, pertambahan berat
badan, asites, distensi vena jugularis.
Menurut Nettina (2012), penurunan kontraktilitas miokardium, pada awalnya
hal ini hanya timbul saat aktivitas berat atau olah raga dan tekanan vena juga mulai
meningkat dan terjadilah vasokontiksi luas, hal ini kemudianmeningkatkan afterload
sehingga curah jantung semakin turun.

7
Menurut Hudak (2010), respon terhadap penurunan curah jantung untuk
mempertahankan perfusi normal yaitu peningkatan tonus otot simpatis sehingga
meningkatkan frekuensi jantung, tekanan darah, kekuatan kontraksi dan respon
fisiologis kedua adalah terjadinya retensi air dan natrium, akibat adanyapenurunan
volume darah filtrasi.
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas myokard yang khas pada gagal jantung
akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel
yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah
sekuncup,dan meningkatkan volume residu ventrikel. Sebagai respon terhadap gagal
jantung, ada tiga mekanisme primer yang dapat di lihat :
a. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik,
b. Meningkatnya beban awal akibat aktivasi system rennin angiotensin aldosteron, dan
c. Hipertrofi ventrikel.
Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk
mempertahankan curah jantung.
Kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya
tampak pada keadaan beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung maka
kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif. Meurunnya curah sekuncup pada
gagal jantung akan membangkitkan respon simpatik kompensatorik. Meningkatnya
aktivitas adrenergic simpatik merangang pengeluaran katekolamin dari saraf saraf
adrenergic jantung dan medulla adrenal.Denyut jantuing dan kekuatan kontraksi akan
meningkat untuk menambah curah jantung.Juga terjadi vasokonstriksi arteria perifer
untuk menstabilkan tekanan arteria dan redistribusi volume darah dengan mengurangi
aliran darah ke organ organ yang rendah metabolismenya seperti kulit dan ginjal, agar
perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan.
Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan memulai serangkaian
peristiwa :
a. Penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi glomerulus,
b. Pelepasan rennin dari apparatus juksta glomerulus,
c. Iteraksi rennin dengan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan
angiotensin I,
d. Konversi angiotensin I menjadi angiotensin II,
e. Perangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal, dan
f. Retansi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus pengumpul.

8
Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi
miokardium atau bertambahnya tebal dinding.Hipertrofi meningkatkan jumlah
sarkomer dalam sel-sel miokardium;tergantung dari jenis beban hemodinamik yang
mengakibatkan gagal jantung,sarkomer dapat bertambah secara parallel atau
serial.Respon miokardium terhadap beban volume,seperti pada regurgitasi
aorta,ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya tebal dinding.

8. Pathway (Terlampir)

9. Komplikasi
Berikut komplikasi dari gagal jantung menurut (Wijaya & Putri 2013) antara
lain :
a. Adema paru akut dapat terjadi akibat gagal jantung kiri.
b. Syok kardiogenik.
Akibat penurunan dari curah jantung dan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke
organ vital (jantung dan otak).
c. Episode trombolik.
Thrombus terbentuk akibat imobilitas pasien dan gangguan sirkulasi, trombus dapat
menyebabkan penyumbatan pembuluh darah.
d. Efusi pericardial dan tamponade jantung.
Masuknya cairan ke kantung pericardium, cairan dapat meregangkan pericardium
sampai ukuran maksimal. Cardiac output menurun dan aliran balik vena ke jantung.

10. Prognosa
Prognosis gagal jantung tergantung secara primer pada sifat penyakit yang
mendasarinya dan pada ada atau tidak adanya faktor pencetus yang dapat diobati.
Prognosis jangka panjang untuk gagal jantung adalah paling baik jika bentuk penyakit
jantung yang mendasarinya dapat diterapi. Prognosis juga dapat diperkirakan dengan
mengamati respon terhadap terapi. Jika perbaikan klinis terjadi hanya dengan
pembatasan sedang garam dalam diet dan digitalis dan digitalis atau diuretik dosis
kecil, hasilnya jauh lebih baik dari pada jika, sebagai tambahan pengobatanini,
diperlukan terapi diuretik intensif dan vasodilator (Braunwald, 2000).
11. Pencegahan

9
a. Konsumsi makanan sehat dan membatasi asupan garam, lemak, dan gula. Kamu
wajib makan makanan sehat seperti buah dan sayur, makanan berprotein tinggi
(misalnya ikan, daging, atau kacang), makanan yang mengandung zat tepung
(misalnya beras, kentang, atau roti), dan makanan yang terbuat dari bahan susu atau
bahan olahan susu.
b. Menjaga berat badan dengan berolahraga secara rutin.
c. Berhenti merokok dan membatasi konsumsi minuman keras.
d. Menjaga kadar kolesterol dan tekanan darah pada batas sehat.

12. Pemeriksaan penunjang/diagnostik


a. Foto polos dada
1) Proyeksi A-P; konus pulmonalis menonjol, pinggang jantung hilang, cefalisasi
arteria pulmonalis.
2) Proyeksi RAO; tampak adanya tanda-tanda pembesaran atrium
kiri dan pembesaran ventrikel kanan.
b. EKG
Irama sinus atau atrium fibrilasi, gel. mitral yaitu gelombang P yang melebar serta
berpuncak dua serta tanda RVH, LVH jika lanjut usia cenderung tampak gambaran
atrium fibrilasi.
c. Kateterisas jantung dan Sine Angiografi
Didapatkan gradien tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri pada saat distol.
Selain itu dapat dideteksi derajat beratnya hipertensi pulmonal. Dengan mengetahui
frekuensi denyut jantung, besar curah jantung serta gradien antara atrium kiri dan
ventrikel kiri maka dapat dihitung luas katup mitral.

13. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan non farmakologis
1) Pembatasan natrium
2) Tirah baring
Kerja jantung dalam keadaan dekompensasi harus benar-benar
dikurangi, mengingat kebutuhan oksigen yang relatif meningkat.
3) Pembatasan lemak

10
Umumnya diberikan makanan lunak dengan rendah (pembatasan)
garam. Jumlah kalori sesuai kebutuhan, pasien dengan gizi kurang diberi
makanan tinggi kalori tinggi protein. Cairan diberikan 80-100 ml/kgBB/hari.
b. Penatalaksanaan farmakologis
1) Pemberian O2
Pemberian oksigen secara rumat biasanya diperlukan 2 liter/menit
dalam keadaan sianosis sekali dapat lebih tinggi.
2) Terapi nitrat dan vasodilator
Terapi nitrat berupa salep nitrogliserin sedangkan vasodilator parenteral
berupa nitrogliserin parenteral atau nitropusid natrium
Obat vasodilator menurunkan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri dan
menghilangkan bendungan paru serta beban kerja jantung jadi berkurang.
Preparat vasodilator yang digunakan :
a) Nitrogliserin 0,4–0,6 mg sublingual atau 0,2–2 mg/kgBB/menit IV
b) Nitroprusid 0,5 – 1 mg/kgBB/menit IV
3) Diuretik kuat
Diuretik kuat bekerja pada ansa henle dengan menghambat transport
klorida terhadap natrium ke dalam sirkulasi (menghambat reabsorbsi natrium
pasif). Garam natrium dan air akan keluar bersama dengan kalium, kalsium, dan
magnesium. Obat yang termasuk dalam diuretik kuat adalah furosemid dan asam
etakrinat.
Diuresis dapat mengurangi beban awal (preload), tekanan pengisian
yang berlebihan dan secara umum untuk mengatasi retensi cairan yang
berlebihan. Yang digunakan : furosemid 40 – 80 mg. Pemberian dosis penunjang
bergantung pada respon, rata-rata 20 mg sehari.
4) Digitalis
Digitalis adalah obat utama untuk meningkatkan konraktilitas. Obat
yang termasuk dalam digitalis adalah digoksin dan digitoksi.
Digitalis akan memperbaiki kerja jantung dengan memperlambat dan
memperkuat kontraksi jantung serta meninggikan curah jantung.
Dosis digitalis :
a) Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 – 2 mg dalam 4 – 6 dosis selama
24 jam dan dilanjutkan 2 x 0,5 mg selama 2 – 4 hari.
b) Cedilanid IV 1,2 – 1, 6 mg dalam 24 jam.

11
Dosis penunjang untuk gagal jantung :
Digoksin 0,25 mg sehari untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal
dosis disesuaikan.
Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.
5) Inotropik positif
Obat dalam inotropik positif adalah dopamin yang fungsinya
meningkatkan denyut jantung pada keadaan bradikardi disaat atropin tidak
menunjukkan kerja yang efektif. Selain itu dobutamin juga dapat digunakan
sebagai peningkat kontraksi miokardium.
6) Sedatif
Phenobarbital dapat diberikan untuk mengurangi kegelisahan
sehingga pasien dapat beristirahat dan memberi relaksasi pada pasien.
c. Pengobatan penunjang lainnya bersifat
simptomatik
1) Jika terjadi anemia, maka harus ditanggulangi dengan pemberian sulfa
ferosus, atau tranfusi darah jika anemia berat.
2) Jika terdapat infeksi sistemik berikan antibiotik
Untuk penderita gagal jantung anak-anak yang gelisah, dapat di-berikan
penenang; luminal dan morfin dianjurkan terutama pada anak yang gelisah.
(Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan, 2013).
3) Operatif
Pemakaian Alat dan Tindakan Bedah antara lain
:
a) Revaskularisasi (perkutan,
bedah).
b) Operasi katup mitral.
c)Aneurismektomi.
d)Kardiomioplasti.
e) External cardiac
support.
f) Pacu jantung, konvensional, resinkronisasi pacu jantung
biventricular.
g) Implantable cardioverter defibrillators (ICD).
h) Heart transplantation, ventricular assist devices, artificial heart. (Muttaqin,
2012).
12
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DECOMPENSASI CORDIS
1. Anamnesis / Pengkajian
a. Biodata
Gagal jantung dapat terjadi pada bayi, anak-anak, dan orang dewasa dengan defek
kongenital dan defek jantung akuisita (di dapat). Kurang lebih 1% penduduk pada
usia 50 tahun dapat terjadi gagal jantung, sedangkan 10% penduduk berusia lebih
dari 70 tahun berisiko gagal jantung (Kowalak, 2011).
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang paling sering menjadi alasan pasien untuk meminta
pertolongan kesehatan meliputi dispnea, kelemahan fisik, dan edema sistemik
(Muttaqin, 2012).
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian yang di dapat dengan adanya gejala-gejala kongestif vaskular
pulmonal adalah dyspnea, ortopnea, dyspnea nokturnal paroksimal, batuk, dan
edema pulmonal akut. Pada pengkajian dyspnea (dikarakteristikkan oleh
pernafasan cepat, dangakal, dan sensasi sulit dalam mendapatkan udara yang
cukup dan menekan pasien) menyebabkan insomnia, gelisah, dan kelemahan
(Muttaqin, 2012).
2) Riwayat penyakit dahulu
Pada pasien gagal jantung biasanya pasien pernah menderita infark miokardium,
hipertensi, DM, atau hiperlipidemia (Muttaqin, 2012).
3) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbul pada usia muda
merupakan faktor risiko utama penyakit jantung iskemik pada keturunannya
sehingga meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung (Muttaqin, 2012).
4) Riwayat kebiasaan
Pada penyakit gagal jantung pola kebiasaan biasanya merupakan perokok aktif,
meminum alkohol, dan obat-obatan tertentu (Muttaqin, 2012).
5) Psikososial

13
Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stres
akibat kesulitan bernafas, dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi
dengan baik

d. Pola kebiasaan sehari – hari

1) Tanda dan gejala pada aktivitas / istirahat


a) Keletihan, kelelahan sepanjang hari
b) Nyeri dada saat melakukan aktivitas
c) Insomnia
d) Terbangun pada malam hari karena sesak nafas
e) Gelisah, perubahan status mental: letargi, TTV berubah saat
f) beraktivitas
2) Nutrisi
a) Kehilangan nafsu makan
b) Mual dan muntah
c) Penambahan BB yang drastis
d) Diit rendah garam dan air
e) Penggunaan diuretik
f) Distensi abdomen
g) Edema
3) Eliminasi
a) Penurunan berkemih
b) Urin berwarna gelap
c) Nocturia
d) Diare / konstipasi
e) Hygine
f) Keletihan, kelemahan, kelehan dalam melakukan aktivitas perawatan
g) diri
(Muttaqin, 2012)
e. Pengkajian primer
1) A (Airway)
Pada pengkajian airway kaji ada tidaknya sumbatan jalan nafas (Tabrani, 2007).
2) B (Breathing)
Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oksimeter, untuk
mempertahnkan saturasi > 92 %. Pada pasien decompensasi cordis ditemukan
14
adanya sesak nafas sehingga memerlukan oksigen, bisa dengan nasal kanul,
simple mask, atau non rebrithingmask sesuai dengan kebutuhan oksigen
(Mediana, 2012).
3) C (Circulation)

Pada pasien decompensasi cordis terdengar suara gallop. Pada pasien


decompensasai cordis berikan cairan melalui IV dan pemasangan kateter untuk
mengatur keseimbangan cairan dalam tubuh karena pada pasien dengan
decompensasi cordis mengalami kelebihan volume cairan (Mediana, 2012)
4) D (Disability)
Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVP atau GCS. Jika pasien
mengalami penurunan kesadaran menunjukkan pasien masuk kondisi ekstrim
dan membutuhkan pertolongan medis segera dan membutuhkan perawatan di
ICCU (Mediana, 2012).
5) E (Exposure)
Jika pasien stabil lakukan pemerksaan riwayat kesehatan dan fisik lainnya
(Mediana, 2012).
f. Pengkajina sekunder
Five intervensi atau full of vital sign
Pada pasien dengan decompensasi cordis intervensi yang harus dilakukan adalah
pemeriksaan EKG, dan pemesangan kateter untuk mengetahui adanya kelebihan
volume cairan (Mediana, 2012).
Give comfort
Pada pasien dengan decompensasi cordis harus diberi posisi senyaman mungkin
untuk mengurangi rasa sesak pasien.
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Keadaan umum pasien gagal jantung biasanya di dapatkan kesadaran yang baik
atau composmetis dan akan berubah sesuai dengan tingkat gangguan yang
melibatkan perfusi sistem saraf pusat (Muttaqin, 2012).
2) Pemeriksaan fisik (B1-B6)
a) B1 (Breathing)
Pengkajian yang didapatkan dengan adanya tanda kongesti vaskular pulmonal
adalah dispnea, ortopnea, dispnea nokturnal paroksimal, batuk dan edema
pulmonal akut. Crackles atau ronkhi basah halus secara umum terdengar pada

15
dasar posterior paru. Hal ini dikenalsebagai bukti kegagalan ventrikel kiri
(Muttaqin, 2012).

b) B2 (Blood)
Inspeksi
Pasien dapat mengeluh lemah, mudah lelah, dan apatis. Gejala ini merupakan
tanda dari penurunan curah jantung. Selain itu sulit berkonsentrasi, defisit
memori, dan penurunan toleransi latihan juga merupakan tanda dari
penurunan cuah jantung. Pada inspeksi juga ditemukan distensi vena jugularis
akibat kegagalan ventrikel ventrikel kanan dalam memompa darah. Dan tanda
yang terakhir adalah edema tungkai dan terlihat pitting edema (Muttaqin,
2012).
Palpasi
Adanya perubahan nadi, dapat terjadi takikardi yang mencerminkan respon
terhadap perangsangan saraf simpatis. Penurunan yang bermakna dari curah
sekuncup dan adanya vasokonstriksi perifer menyebabkan bradikardi.
Hipertensi sistolik dapat ditemukan pada gagal jantung yang lebih berat.
Selain itu pada gagal jantung kiri dapat timbul pulsus alternans (perubahan
kekuatan denyut arteri) (Muttaqin, 2012).
Auskultasi
Tekanan darah biasanay menurun akibat penurunan isi sekuncup. Tanda fisik
yang berakitan dengan gagal jantung kiri adalah adanya bunyi jantung ke 3
dan ke empat (S3, S4) serta cracles pada paru-paru (Muttaqin, 2012).
Perkusi
Batas jantung ada pergeseran yang menandakan adanya hipertrofi jantung
atau kardiomegali (Muttaqin, 2012).
c) B3 (Brain)
Kesadaran composmetis, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi
jaringan berat, wajah meringis, menangis, merintih, dan mereganag
(Muttaqin, 2012).
d) B4 (Bladder)
Adanya oliguria yang merupakan tanda syok kardiogenik dan adanya edema
ekstremitas merupakan tanda adanya retensi cairan yang parah (Muttawin,
2012).

16
e) B5 (Bowel)
Pasien biasanyanmual dan muntah, anoreksia akibat pembesaran vena dan
statis vena di dalam rongga abdomen, serta penurunan berat badan. Selain itu

17
dapat terjadi hepatomegali akibat pembesaran vena di hepar dan pada
akhirnya menyebabkan asites (Muttaqin, 2012).
f) B6 (Bone)
Hal-hal biasanya terjadi dan ditemukan pada pengkajian B6 adalah sebagai
berikut.
- Kulit dingin
Gagal depan pada ventrikel kiri meninbulkan tanda-tanda berkurangnya
perfusi ke organ. Karena darah di alihkan dari organ-organ non-vital demi
mempertahankan perfusi ke jantung dan otak, maka manisfestasi paling
dini paling depan adalah berkurangnya perfusi organorgan seperti kulit dan
otot-otot rangka. Kulit yang pucat dan dingin di akibatkan oleh
vasokontriksi perifer, penurunan lebih lanjut dari curah jantung dan
meningkatnya kadar hemoglobin tereduksi mengakibatkan sianosis.
- Mudah lelah
Mudah lelah terjadi akibat curah jantung yang kurang, sehingga
menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya
pembuangan sisa hasil katabolisme. (Muttaqin, 2012).
h. Pemeriksaan diagnostik menurut Doenges, Moorhouse, Geisster (2012), yaitu:
1) EKG :
Hipertropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia dan kerusakan
pola mungkin terlihat. Disritmia misal : takikardi, fibrilasi atrial, kenaikan
segmen ST/T.`+
2) Scan jantung (Multigated Alquistion/MUGA) :
Memperkirakan gerakan dinding.
3) Katerisasi jantung :
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal
jantung sisi kanan versus sisi kiri dan stenosis katup atau insufisiensi. Juga
mengkaji potensi arteri kororer.
4) Rontgen dada :
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi atau
hipertropi bilik, perubahan pembuluhdarah mencerminkan peningkatan tekanan
pulmonal, bulging pada perbatasan jantung kiri dapat menunjukkan aneurisma
ventrikel.

18
5) Enzim hepar :
Meningkat dalam gagal kongesti hepar.
6) Elektrolit :
Mungkin berubah karena perpindahan cairan ataupenurunan fungsi ginjal, terapi
diuretik.
7) Oksimetri nadi :
Saturasi oksigen mugkin rendah terutama jika gagal jantung kanan akut memperburuk
penyakit paru abstruksi menahun atau gagal jantung kronis.
8) Blood Urea Nitrogen, Kreatinin :
Peningkatan blood nitrogen menandakan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik
blood urea nitrogen dan kreatin merupakan indikasi gagal ginjal.11
9) Albumin :
Mungkin menurun sebagai akibat penurunan masukan protein atau penurunan sintesis
protein dalam hepar yang mengalami kongesti.
10) Hitung sel darah merah :
mungkin terjadi anemia, polisitemia atau perubahan kepekatan menandakan retensi
urine. Sel darah putih mungkin meningkat mencerminkan miokard infark akut,
perikarditas atau status infeksi lain.
11) Pemeriksaan tiroid :
peningkatan aktivitas tiroid menunjukkan hiperaktivitas tiroid sebagai pre pencetus
gagal jantung kanan.
2. Diagnosis Keperawatan
a. Penurunan curah jantung (D.0008)
b. Pola nafas tidak efektif (D.0005)
c. Kelebiham volume cairan.
d. Intoleransi aktivitas.
e. Gangguan pertukaran gas
f. Defisit nutrisi.
g. Ansietas.
h. Gangguan pemenuhan istirahat tidur.

19
3. Intervensi/Perencanaan
No Standar Diagnosis Standar Luaran Keperawatan Standar Intervensi Keperawatan
Keperawatan Indonesia (SDKI) Indonesia (SLKI) Indonesia (SIKI)
1 Penurunan curah jantung Setelah Dilakukan Tindakan
1) Perawatan Jantung
Keperawatan selama….x24 jam
A. Penyebab (I.02075)
diharapkan penurunan curah
1) Perubahan irama jantung jantung pasien dengan kriteria: Observasi
2) Perubahan frekwensi Curah Jantung Meningkat 1. mengidentifikasi
jantung L.02008
tanda/gejala primer
1. Curah jantung Kembali
3) Perubahan kontraktilitas Penurunan curah
normal
jantung (meliputi
4) Perubahan preload 2. Status cairan membaik dispenea, kelelahan,
3. Status neurologis
5) Perubahan afterload adema ortopnea
membaik paroxysmal nocturnal
4. Tidak ada gangguan
dyspenea, peningkatan
pada sirkulasi CPV)
2. mengidentifikasi tanda
/gejala sekunder
penurunan curah jantung
(meliputi peningkatan
berat badan,
hepatomegali ditensi
vena jugularis, palpitasi,
ronkhi basah, oliguria,
batuk, kulit pucat)
3. Memonitor tekanan darah
(termasuk tekanan darah
ortostatik, jika perlu)
4. Memonitor intake dan
output cairan
5. Memonitor berat badan
setiap hari pada waktu yang
sama
6. Memonitor saturasi oksigen
7. Memonitor keluhan
nyeri dada (mis.
Intensitas, lokasi,
radiasi, durasi,
presivitasi yang
mengurangi nyeri)
8. Memonitor EKG 12
sadapan
9. Memonitor aritmia

20
(kelainan irama dan
frekwensi)
10. Memonitor nilai
laboratorium jantung
(mis. Elektrolit, enzim
jantung, BNP, Ntpro-
BNP)
11. Memonitor fungsi alat pacu
jantung
12. Melakukan pemeriksa
tekanan darah dan
frekwensi nadi sebelum
dan sesudah aktifitas
13. Melakukan pemeriksa
tekanan darah dan
frekwensi nadi sebelum
pemberian obat (mis.
Betablocker, ACE inhibitor,
calcium channel blocker,
digoksin)
Terapeutik
a) memposisikan pasien
semi-fowler atau fowler
dengan kaki kebawah
atau posisi nyaman
b) memberikan diet
jantung yang sesuai
(mis. Batasi asupan
kafein, natrium,
kolestrol, dan makanan
tinggi lemak)
2) Perawatan Jantung Akut :
Akut ( I.02076)
Observasi
1. Identifikasi karakteristik
nyeri dada (meliputi faktor
pemicu dan dan pereda,
kualitas, lokasi, radiasi, skala,
durasi dan frekuensi)
2. Monitor EKG 12 sadapan
untuk perubahan ST dan T

21
3. Monitor Aritmia( kelainan
irama dan frekuensi)
4. Monitor elektrolit yang
dapat meningkatkan
resiko aritmia (mis.
kalium, magnesium
serum)
5. Monitor enzim jantung
(mis. CK, CK-MB, Troponin
T, Troponin I)
6. Monitor saturasi oksigen
7. Identifikasi stratifikasi
pada sindrom koroner
akut(mis. Skor TIMI,
Killip, Crusade)
Terapiutik
a) Pertahankan tirah baring
minimal 12 jam
b) Pasang akses intravena
c) Puasakan hingga bebas
nyeri
d) Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi ansietas
dan stres
e) Sediakan lingkungan yang
kondusif untuk beristirahat
dan pemulihan
f) Siapkan menjalani
intervensi koroner
perkutan, jika perlu
g) Berikan dukungan spiritual
dan emosional

2 Gangguan pertukaran gas


3 Pola Nafas tidak efektif Setelah Dilakukan Tindakan
Pemantauan respirasi (i.01014)
(D.0005) Keperawatan selama….x24 jam
Penyebab diharapkan pola nafas pasien Observasi

22
efektif dengan kriteria:
1) Depresi pusat pernapasan 1. Monitor frekuensi,
Pola Nafas Membaik (L.01004) irama, kedalaman, dan
2) Hambatan upaya napas
upaya napas
(mis. Nyeri saat 1. Frekuensi pernafasan
bernapas, kelemahan normal 16-24x/menit 2. Monitor pola napas
otot pernapasan) (seperti bradipnea,
2. Tidak menggunakan
takipnea,
3) Deformitas dinding dada otot bantu pernafasan
hiperventilasi,
4) Deformitas tulang dada 3. Suara tambahan nafas Kussmaul, Cheyne-
menghilang Stokes, Biot,ataksik)
5) Gangguan neuro muskular
3. Monitor kemampuan
4. Irama, kedalaman dan
6) Gangguan neurologis batuk efektif
upaya nafas normal
(mis. 4. Monitor adanya
produksi sputum
Elektroensefalogram
5. Monitor adanya
(EEG) positif, cedera
sumbatan jalan napas
kepala, gangguan
6. Palpasi kesimetrisan
kejang) ekspansi paru
7) Imaturitas neurologis 7. Auskultasi bunyi napas
8) Penurunan energi 8. Monitor saturasi oksigen
9) Obesitas 9. Monitor nilai AGD
10) Posisi tubuh yang 10. Monitor hasil x-ray
menghambat ekspansi toraks
paru
Terapeutik
11) Sindrom hipoventilasi
1. Atur interval waktu
12) Kerusakan inervasi pemantauan respirasi
diafragma (kerusakan sesuai kondisi pasien
saraf C5 ke atas)
2. Dokumentasikan hasil
13) Cedera pada medulla pemantauan
spinalis
Edukasi
14) Efek agen farmakologis
1. Jelaskan tujuan dan
15) Kecemasan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Menejemen jalan napas (i.
01011)
Observasi
1. Monitor pola napas
(frekuensi, kedalaman,
usaha napas)

23
2. Monitor bunyi napas
tambahan (mis.
Gurgling, mengi,
weezing, ronkhi kering)
3. Monitor sputum (jumlah,
warna, aroma)
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan
head-tilt dan chin-lift
(jaw-thrust jika curiga
trauma cervical)
2. Posisikan semi-Fowler atau
Fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
5. Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum
7. Penghisapan endotrakeal
8. Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsepMcGill
9. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi.
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

24
3 Hipervolemia Setelah Dilakukan Tindakan
Pemantauan elektrolit (i.03122)
Keperawatan selama….x24 jam
Faktor Resiko
diharapkan volume cairan Observasi
1. Ketidakseimbangan cairan tubuh pasien seimbang 1. Identifkasi kemungkinan
(mis. Dehidrasi dan dengan kriteria: penyebab
intoksikasi air) Keseimbangan Elektrolit ketidakseimbangan
meningkat L.03021 elektrolit
2. Kelebihan volume cairan
1. Tugor kulit membaik 2. Monitor kadar eletrolit
3. Gangguan mekanisme
regulasi (mis. Diabetes) 2. CRT kurang dari 2 detik serum
4. Efek samping prosedur 3. Hasil labotatorium 3. Monitor mual, muntah dan
(mis. Pembedahan) normal diare
5. Diare 4. Intake output 4. Monitor kehilangan cairan,
seimbang jika perlu
6. Muntah
5. Tanda-tanda vital (nadi, 5. Monitor tanda dan
7. Disfungsi ginjal
tekanan darah, suhu gejala hypokalemia (mis.
8. Disfungsi regulasi dan pernafasan) dalam
endokrin keadaan normal Kelemahan otot,
interval QT memanjang,
gelombang T datar atau
terbalik, depresi segmen
ST, gelombang U,
kelelahan, parestesia,
penurunan refleks,
anoreksia, konstipasi,
motilitas usus menurun,
pusing, depresi
pernapasan)
6. Monitor tanda dan
gejala hyperkalemia
(mis. Peka rangsang,
gelisah, mual, munta,
takikardia mengarah ke
bradikardia,
fibrilasi/takikardia
ventrikel, gelombang T

25
tinggi, gelombang P
datar, kompleks QRS
tumpul, blok jantung
mengarah asistol)
7. Monitor tanda dan
gejala hipontremia (mis.
Disorientasi, otot
berkedut, sakit kepala,
membrane mukosa
kering, hipotensi
postural, kejang, letargi,
penurunan kesadaran)
8. Monitor tanda dan
gejala hypernatremia
(mis. Haus, demam,
mual, muntah, gelisah,
peka rangsang,
membrane mukosa
kering, takikardia,
hipotensi, letargi,
konfusi, kejang)
9. Monitor tanda dan
gejala hipokalsemia (mis.
Peka rangsang, tanda
IChvostekI [spasme otot
wajah], tanda Trousseau
[spasme karpal], kram
otot, interval QT
memanjang)
10. Monitor tanda dan
gejala hiperkalsemia
(mis. Nyeri tulang, haus,

26
anoreksia, letargi,
kelemahan otot, segmen
QT memendek,
gelombang T lebar,
kompleks QRS lebar,
interval PR memanjang)
11. Monitor tanda dan
gejala hipomagnesemia
(mis. Depresi
pernapasan, apatis,
tanda Chvostek, tanda
Trousseau, konfusi,
disritmia)
12. Monitor tanda dan
gejala hipomagnesia
(mis. Kelemahan otot,
hiporefleks, bradikardia,
depresi SSP, letargi,
koma, depresi)
Terapeutik
a) Atur interval waktu
pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
b) Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
a) Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
b) Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
2) Manajemen Cairan
(i.03098)
Observasi
Monitor status hidrasi ( mis,

27
frek nadi, kekuatan nadi,
akral, pengisian kapiler,
kelembapan mukosa,
turgor kulit, tekanan
darah)
2. Monitor berat badan
harian
3. Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium (mis.
Hematokrit, Na, K, Cl,
berat jenis urin , BUN)
4. Monitor status
hemodinamik ( Mis. MAP,
CVP, PCWP jika tersedia)
Terapeutik
1. Catat intake output dan
hitung balans cairan dalam
24 jam
2. Berikan asupan cairan
sesuai kebutuhan
3. Berikan cairan intravena
bila perlu
Kolaborasi
1.Kolaborasi pemberian
diuretik, jika perlu
3 Deficit nutisi
4 Intoleransi aktivitas. Setelah Dilakukan Tindakan
Manajemen energi (i. 05178)
Keperawatan selama….x24 jam
Penyebab
diharapkan respon fisiologis Observasi
1. Ketidak seimbangan aktivitas pasien meningkat 1. Identifkasi gangguan fungsi
antara suplai dan dengan kriteria:
tubuh yang mengakibatkan
kebutuhan oksigen
Toleransi Aktivitas Meningkat kelelahan
2. Tirah baring (L.05047)
2. Monitor kelelahan fisik dan
3. Kelemahan 1. Suplai oksigen ke emosional
dalam tubuh membaik
4. Imobilitas 3. Monitor pola dan jam tidur
2. Kelelahan fisik

28
5. Gaya hidup monoton berkurang 4. Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan selama
3. Dapat melakukan
melakukan aktivitas
aktivitas secara mandiri
Terapeutik
4. Pasien dapat
melakukan ROM 1. Sediakan lingkungan
mandiri
nyaman dan rendah
stimulus (mis. cahaya,
suara, kunjungan)
2. Lakukan rentang gerak
pasif dan/atau aktif
3. Berikan aktivitas distraksi
yang menyenangkan
4. Fasilitas duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
4. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
Terapi aktivitas (i.05186)
Observasi
1. Identifikasi deficit tingkat
aktivitas
2. Identifikasi kemampuan
berpartisipasi dalam
aktivitas tertentu

29
3. Identifikasi sumber daya
untuk aktivitas yang
diinginkan
4. Identifikasi strategi
meningkatkan partisipasi
dalam aktivitas
5. Identifikasi makna aktivitas
rutin (mis. bekerja) dan
waktu luang
6. Monitor respon emosional,
fisik, social, dan spiritual
terhadap aktivitas
Terapeutik
1. Fasilitasi focus pada
kemampuan, bukan deficit
yang dialami
2. Sepakati komitmen untuk
meningkatkan frekuensi
dan rentang aktivitas
3. Fasilitasi memilih
aktivitas dan tetapkan
tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai
kemampuan fisik,
psikologis, dan social
4. Koordinasikan pemilihan
aktivitas sesuai usia
5. Fasilitasi makna aktivitas
yang dipilih
6. Fasilitasi transportasi untuk
menghadiri aktivitas, jika
sesuai
7. Fasilitasi pasien dan
keluarga dalam
menyesuaikan
lingkungan untuk
mengakomodasikan

30
aktivitas yang dipilih
8. Fasilitasi aktivitas fisik
rutin (mis. ambulansi,
mobilisasi, dan
perawatan diri), sesuai
kebutuhan
9. Fasilitasi aktivitas
pengganti saat
mengalami keterbatasan
waktu, energy, atau
gerak
10. Fasilitasi akvitas motorik
kasar untuk pasien
hiperaktif
11. Tingkatkan aktivitas fisik
untuk memelihara berat
badan, jika sesuai
12. Fasilitasi aktivitas motorik
untuk merelaksasi otot
13. Fasilitasi aktivitas
dengan komponen
memori implicit dan
emosional (mis. kegitan
keagamaan khusu) untuk
pasien dimensia, jika
sesuai.

14. Libatkan dalam


permaianan kelompok
yang tidak kompetitif,
terstruktur, dan aktif
15. Tingkatkan keterlibatan
dalam aktivotasrekreasi
dan diversifikasi untuk

31
menurunkan kecemasan
( mis. vocal group, bola
voli, tenis meja, jogging,
berenang, tugas
sederhana, permaianan
sederhana, tugas rutin,
tugas rumah tangga,
perawatan diri, dan teka-
teki dan kart)
16. Libatkan kelarga dalam
aktivitas, jika perlu
17. Fasilitasi mengembankan
motivasi dan penguatan
diri
18. Fasilitasi pasien dan
keluarga memantau
kemajuannya sendiri
untuk mencapai
tujuan
19. Jadwalkan aktivitas dalam
rutinitas sehari-hari
20. Berikan penguatan positif
atas partisipasi dalam
aktivitas
Edukasi
1. Jelaskan metode aktivitas
fisik sehari-hari, jika perlu
2. Ajarkan cara melakukan
aktivitas yang dipilih
3. Anjurkan melakukan
aktivitas fisik, social,
spiritual, dan kognitif,
dalam menjaga fungsi
dan kesehatan

32
4. Anjurkan terlibat dalam
aktivitas kelompok atau
terapi, jika sesuai
5. Anjurkan keluarga untuk
member penguatan
positif atas partisipasi
dalam aktivitas
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan terapi
okupasi dalam
merencanakan dan
memonitor program
aktivitas, jika sesuai
2. Rujuk pada pusat atau
program aktivitas
komunitas, jika perlu

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth (2002). Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2. EGC : Jakarta.

Brunner & Suddarth. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta :EGC

Carpenito, Linda Juall (2010). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan


(terjemahan).PT EGC, Jakarta.

Digiulio Mary, dkk (2007). Medical Surgical Nursing Demystified. New York Chicago.

Doenges,et al, (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (terjemahan),PT EGC: Jakarta. Doengoes,

ME .2000 Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 2, Jakarta : EGC.

Guyton, Arthur C., Hall, John E. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. EGC :
Jakarta.

Herdman, T. Heather. 2015. NANDA International 2015-2017. Jakarta: EGC.

Kowalak, M.W. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC.

33
Muttaqin, A. 2012. Buku Ajar : Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.

Muttaqin, Arief. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler.
Jakarta: Salemba Medika.

Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler dan
Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

NANDA. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA NIC-NOC. Yogyakarja:


Media Hardy

Nurarif, A.H. dan Kusuma, H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Media Action.

Soeparman, (2011). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

Sylvia dan Lorraine (2012). Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi empat, buku kedua.
EGC. Jakarta.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

34
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Udjiati, W. 2013. Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika

35
ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS
PADA TN. S DENGAN DECOMPENSASI CORDIS
DI INSTALASI RAWAT DARURAT RSUD IGN

A. PENGKAJIAN
1. Data Demografi
Nama : Tn. S
No. Rekam Medis : 10.60 xx.xx
Tanggal Pengkajian : 14 Oktober 2022
Diagnosa Medis : Decompensasi Cordis FC II - III + DM Tp II +
ACKD + Asidosis Metabolik
Jenis Kelamin : Laki – Laki
Umur : 68 Tahun
Agama : Protestan
Status Pernikahan : Kawin
Pendidikan : SMA
Alamat : Gianyar
2. Primary Survey
a. General Impression
1) Keluhan Utama :
Klien mengatakan sesak nafas, terutama saat beraktivitas.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengatakan sesak nafas mulai hari Senin tanggal 10 Oktober
2022 dan nyeri dada mulai sabtu minggu yang lalu. Klien di rawat
di RS G mulai hari senin tanggal 10 Oktober 2022 lalu pada hari
jumat Pada tanggal 14 Oktober 2022 di rujuk ke RSUD IGN.karena
kondisi klien semakin memburuk dan keterbatasan alat.
3) Riwayat penyakit Dahulu :
Klien mengatakan pernah menderita penyakit TB, DM Tipe II, gagal
ginjal. Klien mengatakan pernah menjalani pengobatan TB selama 6
bulan tanpa putus
4) Riwayat Penyakit Keluarga :

36
Klien mengatakan tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang
sama dengan klien
5) Riwayat Kebiasaan :
Istri klien mengatakan sebelum sakit klien sering merokok, 1 hari
mencapai 1 pack
b. Airway (A)
Jalan nafas klien paten, auskultasi terdengar bunyi ronchi halus di paru
kiri.
c. Breathing (B)
Gerakan dada klien simetris, irama nafas cepat dan dangkal dengan pola
nafas regular. penggunaan alat bantu nafas. RR : 30 kali per menit,
SpO2 : 90 %. Auskultasi terdengar bunyi ronchi halus di paru kiri.
d. Circulation (C)
Nadi perifer dan karotis teraba. Akral dingin tidak ada sianosis. CRT
kembali 3 detik, yang ektremitas pucat. TD : 167 / 80 mmHg, Nadi : 68
kali per menit, Suhu : 36,8 oC
e. Disability (D)
Status mental klien baik, klien tidak gelisah, klien mampu diajak
berkomunikasi. Tingkat kesadaran klien composmentis. GCS : 15 ( Eye
: 4 Verbal : 5 Motorik : 6). Keadaan pupil isokor, reflek cahaya ada
f. Exposure (E)
Pada ekstremitas bawah pucat, edema dan CRT kembali 3 detik, suhu
36,8 oC, Turgor kulit baik.
3. Secondary Survey
a. Anamnesa
1) Riwayat Penyakit Saat Ini :
Klien mengatakan sesak nafas mulai hari Senin tanggal 10 Oktober
2022. Klien dirawat di RS S mulai hari Senin 10 Oktober 2022.
Kemudian hari jumat 14 Oktober 2022di rujuk di RSUD. IGN
karena kondisi klien semakin memburuk dan keterbatasan alat
2) Alergi :

37
Klien tidak ada alergi obat maupun makanan apapun
3) Medikasi :
a. IUFD Terapi Infus
b. RL Cairan 500cc
c. 1 Furosemid 3 kali 1 amp
d. Oksigen nasal 4 lpm
e. PO Adalat 0 – 0 – 30 mg
f. Simfastatin 0 – 0 – 2 g
4) Riwayat Penyakit Sebelumnya :
Klien mengatakan pernah menderita penyakit TB dan melakukan
pengobatan selama 6 bulan tanpa putus, DM Tipe II, ACKD dan
Asidosis Metabolik
5) Tanda – Tanda Vital :
TD : 167 / 80 mmHg, Nadi : 68 kali per menit, Suhu : 36 ,8 oC, RR
: 30 kali per menit
b. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala dan Leher
Inspeksi :
Kepala : mesochepal, tidak hematoma, tidak ada lesi, rambut
beruban dan lurus
Mata : Pupil isokor, ukuran 2 mm / 2 mm, sklera tidak ikterus,
konjungtiva tidak
anemis, reksi cahaya baik
Hidung : Simetris, tidak ada polip, terpasang oksigen kanul 4 lpm
Telinga : Simetris, tidak ada penumpukan serumen
Mulut : Tidak ada perdarahan pada gusi, mukosa bibir lembab
Leher : Tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid, terjadi
peningkatan JVP
2) Dada
Inspeksi :Pengembangan simetris antara kanan dan kiri, tidak
terjadi retraksi dinding dada, menggunakan alat
bantu pernafasan, RR : 30 kali per menit
Palpasi :Fremitus vocal sama kanan dan kiri
Perkusi :Sonor

38
Auskultasi :Terdengar bunyi ronchi halus di paru kiri
3) Jantung (Sirkulasi)
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
Palpasi :Ictus cordis teraba di midklavicula intercosta V
sinistra
Perkusi :Pekak
Auskultasi :Bunyi jantung (S1 – S2) reguler, tidak ada suara
jantung tambahan
4) Abdomen
Inspeksi :Tidak ada lesi
Auskultasi :Peristaltik 10 kali per menit
Palpasi :Tidak teraba nyeri tekan
Perkusi :Suara Thympani
5) Ekstremitas Atas dan Bawah
Dapat bergerak bebas kekuatan otot normal, ekstremitas kanan
bawah terdapat edema, pitting edema kembali dalam 2 detik, CRT 3
detik, tidak terdapat luka ekstremitas kiri bawah, terdapat edema,
pitting edema kembali dalam 2 detik, CRT 3 detik, tidak terdapat
luka, ekstremitas kiri atas terpasang infuse RL 500 cc, aliran infuse
lancar
6) Genetourinaria
Bersih tidak terdapat pengeluaran abnormal, BAK hanya keluar
sedikit kurang lebih 100 cc/24 jam akan tetapi minum sehari 1liter
7) Kulit
Turgor kulit elastic, kering
c. Pemeriksaan Penunjang
1) EKG
Tanggal 14 Oktober 2022
Hasil :
Normal Sinus Tythm, possible left atrial enlargement left ventricular
hypertrophy with repallzation abnormality, Abnormal ECK
2) Laboratorium

39
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN

Glukosa Puasa 186 mg / dl 80 – 100 mg / dl


L : 28,9 – 50 %
HCT 32,0 %
P : 34,9 – 44,5 %
MCV 90,9
PLT 3,78 10 3 / dl 4 – 5 10 3/ dl
L : 3,8 – 5 g / dl
Albumin 2,87 g / dl
P : 2,9 – 5 g / dl
Bilirubin 0,28 mg / dl 0,2 – 0,8 mg / dl
3
WBC 7,07 10 / ul 4,5 – 4,4 103 / ul
RBC 3,52 10 6/ ul 4 – 11 10 6 / ul
L : 13,8 – 17,2 g / dl
HGB 9,2 g / dl P : 12,1 – 15,1 g / dl
Natrium 134 mmol / L 136 – 144 mmol / L
Kalium 4,0 mmol / L 38 – 50 mmol / L
Klorida 106 mmol / L 97 – 103 mmol / L
BUN 50 mg / dl 15 – 40 mg / dl
SGOT 11 u / L 5 – 40 u / L
SGPT 10 u / L 5 – 41 u / L
Kreatinin 7,99 mg / dl 0,5 – 1,5 mg / dl
BGA :
SPO2 90 % 95% – 100 %
PH 7,340 7,35 – 7,45
PCO2 29,0 mmHg 35 – 45 mmHg
PO2 62,0 mmHg 80 – 100 mmol / L
HCO3 15,6 mmol / L 22 – 26 mmol / L
CaCO2 16,5 mmol / L 16 – 22 mm / dl

3) Foto Thorax
Tanggal 14 Oktober 2022
Cardiomegali disertai early lung edema dan efusi pleura kiri

40
Analisa Data
Pengelompokan Data Penyebab Masalah Keperawatan
DS : Penurunan kontraktilitas Gangguan pertukaran
1. Klien mengatakan Jantung gas
Nadi : 68 kali
sesak saat bernafasper
2. Klienmenit,mengatakan
Suhu : 36 ,8
oC, RR:
nafas terasa 30 berat
kali per Ventrikel kiri tidak
menit
3. Klien mengatakan mampu mengosongkan
3. sesak
Capillary refill time
dirasakan normal darah dari paru
3
sudah 3 hari
detik
4. BAK ± 10cc /24 jam
DO : Darah menumpuk pada
5. Pemeriksaan
1. Warna kulit pucatthorax : vena pulmonalis dan
6. cardiomegaly
RR : 30x/menitdisertai terdorong ke parenkim
7. SpO2 : 90%
early lung edema dan paru
8. Thorax
efusi pleura kiri
cardiomegaly
2. Ujung
disertaiekstermitas
early lung,
bawah
edema,pucatdan efusi Ada cairan di alveoli
3. Nafas
pleuracepat
kiri dan
9. Akral
dangkaldingin
10.
4. Edema
RR 30 ekstermitas
x/menit Gangguan pertukaran
5. bawah
BGA :
DS : Penurunangas kontraktilitas
1. PhKlien : 7,34
mengatakan Jantung
sering
pCO2 : sesak
29,0 mmHg nafas
dimalam hari
2. pOKlien 2 : 62,0 mmol/l
mengatakan
HCOjika
sesak 3 : 15,6 mmol/l
posisi tidur Ventrikel kanan tidak
terlentang
TCO : 16,5 mmol/l mampu mengosongkan
3. Klien2mengatakan volume darah adekuat
BABSpCO hanya2 :sedikit
90,0 % Preload meningkat
6. Terdengar bunyi
DO :ronchi halus di paru
1. Ekstermitas bawah Ventrikel kanan tidak
kiri kiri
kanan mampu mengakomodasi
DSmengalami
: edema, darah yang kembali dari Penurunan curah jantung
Hipertensi
pitting edema vena cava
1. kembali
Klien mengatakan
dalam 2
sesak nafas terutama Peningkatan beban kerja
detik
2. Peningkatan JVP dan
saat beraktivitas, Tekanan dalam vena
jantung
3. Urine sedikit meningkat
4. Early lung edema
dan
debarefusi pleura kiri
5.2. Intake Hipertropi
Terdorongotot jantung
Klien minum
1liter mengatakanperhari keluar vena
6. mudah lelahBAK 10
Output Edema perifer
cc/hari
3. Klien mengatakan Penurunan volume
7. Output BAK 10
tidur
cc/hari menggunakan pengisian ventrikel
Kelebihan kiri
volume cairan
lebih dari 3 bantal (Hipervolemia)
jantung

DO :
1. Distensi vena
jugularis Penurunan curah jantung
2. TD : 168/80 mmHg

41
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas Berhubungan dengan adanya cairan di alveoli
ditandai dengan Klien mengatakan sesak saat bernafas, Klien mengatakan
nafas terasa berat, Klien mengatakan sesak dirasakan sudah 3 hari,
cardiomegaly disertai early lung edema dan efusi pleura kiri, Ujung
ekstermitas bawah pucat, Nafas cepat dan dangkal, RR 30 x/menit, Ph :
7,34,pCO2 : 29,0 mmHg.pO2 : 62,0 mmol/l,HCO3 : 15,6 mmol/l, TCO2 :
16,5 mmol/l,SpCO2 : 90,0 %,Terdengar bunyi,ronchi halus di paru kiri

2. Penurunan curah Jantung Berhubungan dengan perubahan Preload 1. Klien


mengatakan sesak nafas terutama saat beraktivitas, dan debar,Klien
mengatakan mudah lelah, Klien mengatakan tidur menggunakan,lebih dari 3
bantal, Distensi vena jugularis,TD : 168/80 mmHg Nadi : 100 kali per menit,
Suhu : 36 ,8 oC, RR: 30 kali per menit

3. Hipervolemia Berhubungan dengan gangguan aliran balik vena ditandai


dengan Klien mengatakan sering sesak nafas dimalam hari ,Klien mengatakan
sesak jika posisi tidur terlentang, Klien mengatakan BAB hanya sedikit,
Ekstermitas bawah kanan kirimengalami edema, pitting edema kembali dalam
2 detik, Peningkatan JVP, Urine sedikit, Early lung edema dan efusi pleura
kiri, Intake minum perhari 1liter Output BAK 10 cc/hari, Output BAK 10
cc/hari

42
C. Intervensi keperawatan

No Standar Diagnosis Standar Luaran Keperawatan Standar Intervensi Keperawatan


Keperawatan Indonesia Indonesia (SLKI) Indonesia (SIKI)
(SDKI)
1 Gangguan pertukaran Setelah diberikan asuhan Pemantauan Respirasi:
gas berhubungan keperawatan selama x24 jam 1. Monitor frekuensi, irama,
dengan perubahan diharapkan gangguan kedalaman pernapasan, dan
memberan alveolus pertukaran gas pasien upaya napas
kapiler yang ditandai
meningkat dengan kriterian 2. Monitor kemampuan batuk
dengan :
hasil : efektif

DS : 1. Dispnea menurun 3. Auskultasi bunyi napas


2. Bunyi nafas tambahan 4. Awasi tingkat kesadaran /
1. Pasien mengeluh
(ronchi) cukup menurun status mental
sesak
3. Pernafasan cuping hidung Terapi Oksigen :

2. Pasien menurun 1. Monitor tanda-tanda


mengatakan batuk 4. Nilai hasil AGD PCO2, PO2, hipoventilasi
berdahak dari 4 dan PH arteri membaik 2. Pertahankan kepatenan dan
hari yang lalu 5. Takikardia membaik (90- bersihan jalan napas
100x/menit) 3. Berikan oksigen tambahan,
DO :
6. Pola nafas membaik (22- jika perlu
1. Terdapat 24x/menit) Manajemen Asam Basa :
pernafasan cuping 1. Kolaborasi dalam pemberian
hidung dan
bronkodilator, jika perlu
retraksi otot dada

2. Hasil auskultasi
dada terdengar
suara nafas
tambahan (ronchi)

3. Pasien takikardia
(nadi 115x/menit)

4. Hasil AGD :
43
PO2 : 76
(menurun)

PCO2 : 55
(meningkat)

5. Pasien tampak
sesak dengan
respirasi
30x/menit

2 Penurunan curah Setelah Dilakukan Tindakan


Perawatan Jantung (I.02075)
jantung Keperawatan selama….x24 jam
diharapkan penurunan curah Observasi
DS :
jantung pasien dengan kriteria:
1. mengidentifikasi
-Pasien mengatakan Curah Jantung Meningkat tanda/gejala primer
merasa lemah L.02008
Penurunan curah jantung
-Pasien mengatakan 1. Curah jantung Kembali (meliputi dispenea,
jantung terasa normal
kelelahan, adema
berdebar 2. Status cairan membaik ortopnea paroxysmal
3. Status neurologis
DO : nocturnal dyspenea,
membaik peningkatan CPV)
-Pasien tampak lemah- 4. Tidak ada gangguan
Akral teraba dingin-CRT pada sirkulasi 2. mengidentifikasi tanda
kurang dari 2 detik /gejala sekunder
penurunan curah jantung
-Terdapat edema pada (meliputi peningkatan
ekstremitas bawah- berat badan,
Pitting edema +- hepatomegali ditensi
vena jugularis, palpitasi,
ronkhi basah, oliguria,
batuk, kulit pucat)
3. Memonitor tekanan
darah (termasuk tekanan
darah ortostatik, jika
perlu)
4. Memonitor intake dan
output cairan
5. Memonitor berat badan
setiap hari pada waktu
yang sama
6. Memonitor saturasi
44
oksigen
7. Memonitor keluhan
nyeri dada (mis.
Intensitas, lokasi, radiasi,
durasi, presivitasi yang
mengurangi nyeri)
8. Memonitor EKG 12
sadapan
9. Memonitor aritmia
(kelainan irama dan
frekwensi)
10. Memonitor nilai
laboratorium jantung
(mis. Elektrolit, enzim
jantung, BNP, Ntpro-BNP)
11. Memonitor fungsi alat
pacu jantung
12. Melakukan pemeriksa
tekanan darah dan
frekwensi nadi sebelum
dan sesudah aktifitas
13. Melakukan pemeriksa
tekanan darah dan
frekwensi nadi sebelum
pemberian obat (mis.
Betablocker, ACE
inhibitor, calcium channel
blocker, digoksin)
Terapeutik
1. memposisikan pasien
semi-fowler atau fowler
dengan kaki kebawah
atau posisi nyaman
2. memberikan diet jantung
yang sesuai (mis. Batasi
asupan kafein, natrium,
kolestrol, dan makanan
tinggi lemak)
Perawatan Jantung Akut : Akut
( I.02076)
Observasi
1. Identifikasi karakteristik
nyeri dada (meliputi
45
faktor pemicu dan dan
pereda, kualitas, lokasi,
radiasi, skala, durasi dan
frekuensi)

2. Monitor EKG 12 sadapan


untuk perubahan ST dan T

3. Monitor Aritmia( kelainan


irama dan frekuensi)

4. Monitor elektrolit yang


dapat meningkatkan
resiko aritmia (mis.
kalium, magnesium
serum)

5. Monitor enzim jantung


(mis. CK, CK-MB, Troponin
T, Troponin I)

6. Monitor saturasi oksigen

7. Identifikasi stratifikasi
pada sindrom koroner
akut(mis. Skor TIMI,
Killip, Crusade)
Terapiutik
1. Pertahankan tirah baring
minimal 12 jam
2. Pasang akses intravena
3. Puasakan hingga bebas nyeri
4. Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi ansietas
dan stres
5. Sediakan lingkungan yang
kondusif untuk beristirahat
dan pemulihan
46
6. Siapkan menjalani intervensi
koroner perkutan, jika perlu
7. Berikan dukungan spiritual
dan emosional

3 Hipervolemia Setelah Dilakukan Tindakan


Pemantauan elektrolit (i.03122)
Keperawatan selama 3x24 jam
Gejala dan tanda diharapkan volume cairan Observasi
mayor tubuh pasien seimbang 5. Identifkasi kemungkinan
Subyektif dengan kriteria: penyebab
1. Dispnea
6. Tugor kulit membaik ketidakseimbangan
2. Ortopnea
elektrolit
3. PND Paroxysmal 7. CRT kurang dari 2 detik
nocturnal 6. Monitor kadar eletrolit
8. Hasil labotatorium
dyspnea) serum
normal
Obyektif
7. Monitor mual, muntah dan
1. Adanya edema 9. Intake output
diare
2. anarsaka/edema seimbang
3. perifer 8. Monitor kehilangan cairan,
10. Tanda-tanda vital (nadi,
4. BB meningkat jika perlu
tekanan darah, suhu
5. dalam waktu 9. Monitor tanda dan
dan pernafasan) dalam
6. singkat
keadaan normal gejala hypokalemia (mis.
7. JVP/CVP
8. meningkat Kelemahan otot,
9. Refleks
hepatojugular interval QT memanjang,
Negatif gelombang T datar atau

Gejala dan Tanda terbalik, depresi segmen


minor ST, gelombang U,
Subyektif (-)
Obyektif kelelahan, parestesia,
1. Distensi vena
penurunan refleks,
2. jugularis
3. Terdengar anoreksia, konstipasi,
suara napas
tambahan motilitas usus menurun,
4. Hepatomegali pusing, depresi
5. Kadar Hb/Ht
menurun pernapasan)
6. Oliguria
10. Monitor tanda dan
gejala hyperkalemia
(mis. Peka rangsang,
gelisah, mual, munta,
takikardia mengarah ke
47 bradikardia,
fibrilasi/takikardia
ventrikel, gelombang T
tinggi, gelombang P
datar, kompleks QRS
tumpul, blok jantung
mengarah asistol)
11. Monitor tanda dan
gejala hipontremia (mis.
Disorientasi, otot
berkedut, sakit kepala,
membrane mukosa
kering, hipotensi
postural, kejang, letargi,
penurunan kesadaran)
12. Monitor tanda dan
gejala hypernatremia
(mis. Haus, demam,
mual, muntah, gelisah,
peka rangsang,
membrane mukosa
kering, takikardia,
hipotensi, letargi,
konfusi, kejang)
13. Monitor tanda dan
gejala hipokalsemia (mis.
Peka rangsang, tanda
IChvostekI [spasme otot
wajah], tanda Trousseau
[spasme karpal], kram
otot, interval QT
memanjang)
14. Monitor tanda dan
48
gejala hiperkalsemia
(mis. Nyeri tulang, haus,
anoreksia, letargi,
kelemahan otot, segmen
QT memendek,
gelombang T lebar,
kompleks QRS lebar,
interval PR memanjang)
15. Monitor tanda dan
gejala hipomagnesemia
(mis. Depresi
pernapasan, apatis,
tanda Chvostek, tanda
Trousseau, konfusi,
disritmia)
16. Monitor tanda dan
gejala hipomagnesia
(mis. Kelemahan otot,
hiporefleks, bradikardia,
depresi SSP, letargi,
koma, depresi)
Terapeutik
c) Atur interval waktu
pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
d) Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
c) Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
d) Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Manajemen Cairan (i.03098)
Observasi
49
Monitor status hidrasi ( mis,
frek nadi, kekuatan nadi,
akral, pengisian kapiler,
kelembapan mukosa,
turgor kulit, tekanan
darah)
18. Monitor berat badan
harian
19. Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium (mis.
Hematokrit, Na, K, Cl,
berat jenis urin , BUN)
20. Monitor status
hemodinamik ( Mis. MAP,
CVP, PCWP jika tersedia)
Terapeutik
4. Catat intake output dan
hitung balans cairan dalam
24 jam
5. Berikan asupan cairan
sesuai kebutuhan
6. Berikan cairan intravena
bila perlu
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian
diuretik, jika perlu

50
4. Implementasi keperawatan
No Tanggal/ Implementasi Respon klien Paraf
Dx Jam
1,2,3 11/10/2022 Melakukan observasi vital DS : Px mengatakan
(08.00) sign dan menanyakan kondisi badannya terasa lemas
pasien dan merasa sesak
DO : px tampak lemas
TTV
TD : 168/80 mmHg
N : 100 X/M
S : 36,7 C
R : 30 X/M
SPO2: 84 %

1,2,3 (08.15) Memberikan O2 Via nasal DS : Px mengatakan


canul 4 LPM badannya terasa lemas
dan merasa sesak
DO : px tampak lemas
SPO2 :92% (via
nasal canul 4 LPM)

1,2,3 (09.30) Memberikan posisi semi DS : Px mengatakan


fowler sesaknya sudah sedikit
berkurang
DO : SPO2 :92% (via
nasal canul 4 LPM)

3 (15.00) Mengobservasi output BAK DS :-


pasien DO : Urine px 10 CC
berwarna kuning keruh

1,2,3 (18.00) Memberikan pasien makan DS :-


dan minum sesuai diet yang DO : Ma/Mi pasien +/+
telah di tentukan

1,2,3 (21.00) Melakukan observasi vital DS : Px mengatakan


sign dan menanyakan kondisi badannya masih terasa
pasien lemas dan sesak
berkurang
DO : px tampak lemas
TTV
TD : 160/80 mmHg
N : 99 X/M
S : 36,6 C
R : 28X/M
SPO2: 93 % (via
51
nasal canul 4 LPM)

3 12/10/2022 Mengobservasi output BAK DS :-


(06.00) pasien DO : Urine px 15 CC
berwarna kuning keruh

1,2,3 (06.30) Memberikan pasien makan DS :-


dan minum sesuai diet yang DO : Ma/Mi pasien +/+
telah di tentukan
2,3 (08.30) Melakukan observasi vital DS : Px mengeluh nyeri
sign dan menanyakan kondisi pada dada seperti di
pasien tusuk-tusuk dengan skala
nyeri 4 menjalar ke
punggung
DO : px tampak
meringis
TTV
TD : 150/90 mmHg
N : 111 X/M
S : 36,6 C
R : 28X/M

2,3 (09.30) Memberikan pasien obat DS : Px mengeluh nyeri


paracetamol 500 mg A/P pada dada seperti di
dokter dokter jaga tusuk-tusuk dengan skala
nyeri 4 menjalar ke
punggung

DO : pasien tampak
meringis, obat telah
diberikan via oral

2,3 (11.30) Menanyakan keluhan pasien DS : pasien


mengatakan masih sedikit
merasa nyeri Namun
sudah berkurang
DO : pasien tampak
meringis

1,2,3 (12.30) Memberikan posisi nyaman DS : pasien


kepada pasien (semi fowler) mengatakan nyerinya
sudah berkurang
DO : pasien tampak
lebih tenang

1,2,3 (20.00) Melakukan observasi vital DS : Px mengatakan nyeri


sign dan menanyakan kondisi dada sudah berkurang
pasien dan lemas juga sudah
berkurang
52
DO : px tampak lebih
tenang
TTV
TD : 140/80 mmHg
N : 95 X/M
S : 36,5 C
R : 25X/M

2,3 (20.00) Mengobservasi output BAK DS :-


pasien DO : Urine px 20 CC
berwarna kuning keruh

1,2,3 13/10/2022 Melakukan observasi vital DS : Px mengatakan sesak


(08.00) sign dan menanyakan kondisi dan nyeri dada sudah
pasien berkurang dan lemas juga
sudah berkurang
DO : px tampak lebih
tenang
TTV
TD : 135/80 mmHg
N : 86 X/M
S : 36,5 C
R : 22X/M

2,3 (09.00) Mengobservasi output BAK DS :-


pasien DO : Urine px 30 CC
berwarna kuning keruh

1,2,3 (12.00) Memberikan makan dan DS: pasien tampak


minum mampu menghabiskan ½
pirinng makan
DO: -
1,2,3 (15.00) Menanyakan keluhan pada DS: pasien mengatakan
pasien sesak dan nyeri pada dada
sudah berkurang

5. evaluasi

No Tanggal/jam EVALUASI TTD


Dx
1,2,3 13/10/2022 S : Px mengatakan sesak dan nyeri dada sudah
(08.00) berkurang dan lemas juga sudah berkurang

O : px tampak lebih tenang


TTV
TD : 135/80 mmHg
N : 86 X/M
S : 36,5 C
R : 22X/M
53
A : Masalah teratasi

P :Pertahankan kondisi pasien


-Kie kontrol pola makan dan minum

54
55

Anda mungkin juga menyukai