PEBDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gagal jantung adalah sindroma klinik yang ditandai oleh adanya kelainan pada
struktur atau fungsi jantung yang mengakibatkan jantung tidak dapat memompa darah
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Gagal jantung ditandai dengan
manifestasi klinik berupa kongesti sirkulasi, sesak, fatigue dan kelemahan. Gagal jantung
masih merupakan masalah utama dalam negara industri (Kasper et al., 2004). Baru-baru
ini didapatkan bahwa Congestive Heart Failure terkait dengan penurunan kardiak output
dan vasokonstriksi perifer yang berlebihan (Haji dan Mohaved, 2000). Gagal jantung
sering diakibatkan karena adanya defek pada kontraksi miokard atau diakibatkan karena
abnormalitas dari otot jantung seperti pada kasus kardiomiopati atau viral karditis
(Kasper et al., 2004). Gagal
jantung karena disfungsi miokard mengakibatkan kegagalan sirkulasi untuk
mensuplai kebutuhan metabolisme jaringan. Hal ini biasanya diikuti kerusakan miokard
bila mekanisme kompensasi gagal. Penyebab kerusakan pada miokard antara lain infark
miokard, stress kardiovaskular (hipertensi, penyakit katub), toksin (konsumsi alkohol),
infeksi atau pada beberapa kasus tidak diketahui penyebabnya (Crawford, 2002).
Penyebab lain adalah arteroskerosis pada koroner, congenital, kelainan katub, hipertensi
atau pada kondisi jantung normal dan terjadi peningkatan beban melebihi kapasitas,
seperti pada krisis hipertensi, ruptur katub aorta dan pada endokarditis dengan masif
emboli pada paru. Dapat pula terjadi dengan fungsi sistolik yang normal, biasanya pada
kondisi kronik, misal mitral stenosis tanpa disertai kelainan miokard (Kasper et al.,
2004).
Insiden dan prevalensi gagal jantung cenderung meningkat, hal ini juga disertai
dengan peningkatan mortalitas (Saunders, 2000). Di Amerika Serikat 1 juta pasien rawat
inap akibat gagal jantung, dan memberikan kontribusi 50.000 kematian tiap tahunnya
(Kasper et al., 2004) dan angka kunjungan ke rumah sakit sebanyak 6,5 juta akibat gagal
jantung (Hunt et al.,2005) Dari tahun 1990- 1999 didapatkan peningkatan rawat inap
karena gagal jantung dari 810 ribu menjadi lebih dari 1 juta dengan diagnosis primer, dan
dari 2,4 juta menjadi 3,6 juta yang didiagnosis gagal jantung primer atau sekunder. Tahun
2001 didapatkan angka kematian sebesar 53 ribu dengan gagal jantung sebagai penyebab
primer. Didapatkan pula kecenderungan peningkatan insiden gagal jantung pada usia tua,
hipertensi, dislipidemia, dan diabetes. Insiden gagal jantung pada usia < 45 tahun 1/1000,
meningkat menjadi 10/1000 pada usia > 65 tahun, dan menjadi 30/1000 (3%) pada usia
>85. Didapatkan peningkatan secara eksponenstial sesuai dengan peningkatan usia, 0,1 %
range antara 50-55 tahun dan menjadi 10% pada usia >80 tahun. Di Amerika didapatkan
prevalensi sebesar 4,8 juta, dan sekitar 75% dengan usia > 65 tahun. Insiden dan
prevalensi gagal jantung didapatkan lebih tinggi pada wanita, didapatkan perbandingan
½, hal ini diperkirakan karena angka harapan hidup pada wanita lebih lama (Saunders,
2000). Walaupun dengan terapi yang adequate namun angka kematian akibat Gagal
jantung cenderung tetap (Hunt et al., 2005).
D. Klasufikasi
Pada Guidelines Heart Failure yang dikeluarkan oleh Heart Failure Society of America
tahun 2010 maka klasifikasi CHF dari New York Heart Association (NYHA) masih tetap
digunakan dengan ditambahkan beberapa kelas baru , yaitu :
Kelas Definisi Istilah
I Pasien dengan kelainan jantung tetapi tanpa Disfungsi ventrikel kiri
pembatasan aktivitas fisik asimptomatik
II Pasien dengan kelainan jantung yang Gagal jantung ringan
mengakibatkan sedikit pembatasan fisik namun
hasil dari aktivitas tersebut mengakibatkan
kelelahan, pakpitasi dan dyspneu
III A. Pasien dengan kelainan jantung yang Gagal jantung sedang
menyebabkan pembatasan aktivitas fisik,
nyaman saat istirahat namun pada saat
melalukan aktivitas sehari-hari
menyebabkan kelelahan, palpitasi dan
dyspneu
B. Mengalami keterbatasan aktivitas fisik.
Nyaman saat istirahat namun pada saat
penggunaan teenaga minimal dapat
menyebabkan palpitasi, kelelahan dan
dyspneu
IV Pasien dengan kelainan jantung yang segala Gagal jantung berat
bentuk aktivitas fisiknya akan menyebabkan
dyspneu, palpitasi atau kelelahan
E. Pathways
F. Pemeriksaan Diagnostic (HFSA, 2010)
1. EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia dan
kerusakan pola, adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel
hipertrofi, disfungsi pentyakit katub jantung.
2. Rontgen dada ; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi atau
hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan
pulnonal.
3. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung.
4. Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta
mengkaji potensi arteri koroner.
5. Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal,
terapi diuretic.
6. Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF memperburuk
PPOM.
7. AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia dengan
peningkatan tekanan karbondioksida.
8. Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung,missal infark
miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan Dehidrogenase Laktat/LDH,
isoenzim LDH).
G. Penatalaksanaan (HFSA, 2010)
1. Diet dan asupan cairan
a. Instruksi diet mengenai asupan natrium disarankan pada semua pasien dengan CHF.
Pasien dengan HF dan diabetes, dislipidemia, atau obesitas berat harus diberi
instruksi diet khusus.
b. diet pembatasan sodium (2-3 g sehari) disarankan untuk pasien dengan sindrom klinis
HF dan fraksi ejeksi ventrikel kiri menetap (LVEF). Pembatasan lebih lanjut (2 g
sehari) dapat dipertimbangkan dalam moderat untuk HF berat.
c. Pembatasan asupan cairan harian kurang dari 2 L/hari, dianjurkan pada pasien
dengan hiponatremia (serum sodium 130 mEq / L) dan harus dipertimbangkan untuk
semua pasien yang menunjukkan retensi cairan yang sulit untuk mengontrol
meskipun dosis tinggi diuretik dan pembatasan sodium telah diberikan.
2. Non Farmakologis
a. CHF Kronik
1) Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi
oksigen melalui istirahat atau pembatasan aktivitas.
2) Diet pembatasan natrium
3) Menghentikan obat-obatan yang memperparah seperti NSAIDs karena efek
prostaglandin pada ginjal menyebabkan retensi air dan natrium
4) Pembatasan cairan (kurang lebih 1200-1500 cc/hari)
5) Olah raga secara teratur
b. CHF Akut
1) Oksigenasi (ventilasi mekanik)
2) Pembatasan cairan
3. Farmakologis
Untuk mengurangi afterload dan preload
a. First line drugs ; diuretic
Mengurangi afterload pada disfungsi sistolik dan mengurangi kongesti pulmonal pada
disfungsi diastolic, seperti :.thiazide diuretics untuk CHF sedang, loop diuretic,
metolazon (kombinasi dari loop diuretic untuk meningkatkan pengeluaran cairan),
Kalium-Sparing diuretic
b. Second Line drugs; ACE inhibitor
Membantu meningkatkan COP dan menurunkan kerja jantung., seperti :
1) Digoxin; meningkatkan kontraktilitas. Obat ini tidak digunakan untuk kegagalan
diastolic yang mana dibutuhkan pengembangan ventrikel untuk relaksasi
2) Hidralazin; menurunkan afterload pada disfungsi sistolik.
3) Isobarbide dinitrat; mengurangi preload dan afterload untuk disfungsi sistolik,
hindari vasodilator pada disfungsi sistolik.
4) Calsium Channel Blocker; untuk kegagalan diastolic, meningkatkan relaksasi dan
pengisian dan pengisian ventrikel (jangan dipakai pada CHF kronik).
5) Blocker; sering dikontraindikasikan karena menekan respon miokard. Digunakan
pada disfungsi diastolic untuk mengurangi HR, mencegah iskemi miocard,
menurunkan TD, hipertrofi ventrikel kiri.
H. Pengkajian Keperawatan
a. Keluhan Utama
Keluhan utama pada CHF sehingga pasien mencari bantuan atau pertolongan antara
lain :
1) Dyspneu
Merupakan manifestasi kongesti pulmonalis sekunder akibat kegagalan ventrikel
kiri dalam melakukan kontraktilitas sehingga mengakibatkan pengurangan curah
sekuncup. Pada peningkatan LVDEP terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri
(LAP) dan masuk kedalam anyaman vascular paru. Jika tekanan hidrostatik dari
anyaman kapiler paru melebihi tekanan onkotik vascular , maka akan terjadi
transudasi cairan kedalam intersistial. Dimana cairan masuk kedalam alveoli dan
terjadilah edema paru atau efusi pleura.
2) Kelemahan fisik
Merupakan manifestasi utama pada penurunan curah jantung sebagai akibat
metabolism yang tidak adekuat sehingga mengakibatkan deficit energy.
3) Edema sistemik
Tekanan paru yang meningkat sebagai respon terhadap peningkatan tekanan vena
paru. Hipertensi pulmonal meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan
sehingga terjadi kongesti sistemik dan edema sistemik.
b. Riwayat keluhan sekarang
Akan didapatkan gejala kongesti vascular pulmonal seperti dyspnea, ortopnea,
diypnea nocturnal paroksimal, batuk dan edema pulmonal akut. Pengkajian mengenai
dyspne dikarakteristikkan pada pernafasan cepat dan dangkal.
1) Orthopnea
Ketidakmampuan bernafas ketika berbaring dikarenakan ekspansi paru yang tidak
adekuat
2) Dyspnea Nokturnal paraksimal
Terjadinya sesak nafas atau nafas pendek pada malam hari yang disebabkan
perpindahan cairan dari jaringan kedalam kompartemen intravascular.
3) Batuk
Merupakan gejala kongesti vascular pulmonal. Dapat produktif dan kering serta
pendek.
4) Edema pulmonal
Terjadi bila tekanan kapiler pulmonal melebihi tekanan dalam vascular (30
mmHg). Terjadi tranduksi cairan kedalam alveoli sehingga transport normal
oksigen ke seluruh tubuh terganggu.
c. Riwayat Penyakait Dahulu
Apakah pasien pernah mengalami nyeri dada akibat Infark Moikard akut, hipertensi,
DM. Konsumsi obat yang digunakan dan alergi terhadap makanan atau obat
1. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Didapakan kesadaran baik dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang
melibatkan perfusi system saraf pusat
b. Pemeriksaan system
1) Breathing (B1), mencari tanda dan gejala kongesti vascular pulmonal seperti
dyspnea, orthopnea, dyspnea nocturnal paraksimal, batuk dan edema paru.
Crakcles atau ronchi basah dapat ditemukan pada posterior paru. Yang dikenali
sebagai kegagalan ventrikel kiri.
2) Bleeding (B2)
a) Inspeksi : adanya parut pasca bedah jantung, distensi vena jugularis (gagal
kompensasi ventrikel kanan), edema (ekstermitas bawah), asites, anoreksia,
mual, nokturia serta kelemahan
b) Palpasi : perubahan nadi (cepat dan lemah) sebagai manifestasi dari
penurunan catdiac output dan vasokontriksi perifer. Apahak ada pulsus
alternans (perubahan kekuatan denyut arteri) menunjukkan gangguan fungsi
mekanis yang berat.
c) Auskultasi ; penurunan tekanan darah, mendengarkan bunyi jantung 3 (S3)
serta crackles pada paru-paru. S3 atau gallop adalah tanda penting dari gagal
ventrikel kiri.
d) Perkusi; mencari batas jantung sebagai penanda terjadinya kardiomegali.
3) Brain (B3), kesadaran compos mentis namun dapat menurun seiring perjalan atau
kegawatan penyakitnya
4) Bladder (B4), mengukur haluaran urine yang dihubungkan pada asupan cairan
dan fungsi ginjal.
5) Bowel (B5), didapatkan konstipasi, mual, muntah, anoreksi, nafsu makan
menurun atau terjadinya penurunan atau perubahan berat badan
6) Bone (B6), kulit dingin, mudah lelah sebagai akibat penurunan curah jantung dan
menghambat jaringan dari sirkulasi normal.