Anda di halaman 1dari 22

TINJAUAN PUSTAKA TONSILITIS

2.1 Definisi Tonsilitis Tonsilitis adalah peradangan umum dan pembengkakan dari jaringan tonsila yang biasanya disertai dengan pengumpulan leukosit, sel-sel epitel mati, dan bakteri pathogen dalam kripta. Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis Tonsil setelah serangan akut yang terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis. Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan diantara serangan tidak jarang tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang keadaan tonsil diluar serangan terlihat membesar disertai dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan apabila tonsil ditekan keluar detritus.

2.2 Embriologi Tonsil Tonsila Palatina berasal dari proliferasi sel-sel epitel yang melapisi kantong faringeal kedua. Perluasan ke lateral dari kantong faringeal kedua diserap dan bagian dorsalnya tetap ada dan menjadi epitel tonsilla palatina. Pilar tonsil berasal dari arcus branchial kedua dan ketiga. Kripta tonsillar pertama terbentuk pada usia kehamilan 12 minggu dan kapsul terbentuk pada usia kehamilan 20 minggu. Pada sekitar bulan ketiga, tonsil secara gradual akan diinfiltrasi oleh sel-sel limfatik.

2.3 Anatomi Tonsil Tonsil merupakan suatu akumulasi dari limfonoduli permanen yang letaknya di bawah epitel yang telah terorganisir sebagai suatu organ. Pada tonsil terdapat epitel permukaan yang ditunjang oleh jaringan ikat retikuler dan kapsul jaringan ikat serta kripte di dalamnya. Berdasarkan lokasinya, tonsil dibagi menjadi sebagai berikut: 1. Tonsilla lingualis, terletak pada radix linguae.

2. Tonsilla palatina (tonsil), terletak pada isthmus faucium antara arcus glossopalatinus dan arcus glossopharingicus. 3. Tonsilla pharingica (adenoid), terletak pada dinding dorsal dari nasofaring. 4. Tonsilla tubaria, terletak pada bagian lateral nasofaring di sekitar ostium tubaauditiva. 5. Plaques dari peyer, terletak pada ileum

Dari

kelima

macam

tonsil

tersebut,

Tonsilla

lingualis,

Tonsilla

palatina,

Tonsilla pharingica, dan Tonsilla tubaria membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan. Cincin ini dikenal dengan nama cincin Waldeyer. Kumpulan jaringan ini melindungi anak terhadap infeksi melalui udara dan makanan.

Gambar 1. Cincin Waldeyer Jaringan limfe pada cincin waldeyer menjadi hipertrofi fisiologis pada masa kanakkanak, adenoid pada umur 3 tahun dan tonsil pada umur 5 tahun dan kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas. Jaringan limfoid pada cincin waldeyer berperan penting pada awal kehidupan, yaitu sebagai daya pertahanan lokal yang setiap saat berhubungan dengan agen dari luar (makan,minum, bernafas) dan sebagai surveilens imun. Fungsi ini didukung secara anatomis dimana didaerah faring terjadi tikungan jalannya material yang melewatinya disamping itu bentuknya tidak datar, sehingga terjadi turbulensi khususnya udara pernafasan. Dengan demikian

kesempatan kontak berbagai agen yang ikut dalam proses fisiologis tersebut pada permukaan penyusun cincin waldeyer itu semakin besar. Tonsil palatina dan adenoid (tonsil faringeal) merupakan bagian terpenting dari cincin waldeyer. Tonsil palatina adalah masa jaringan limfoid yang terletak di dalam fossa tonsil pada kedua sudut orofaring dan dibatasi oleh m. palatoglosus (di anterior) dan m. palatofaringeus (di posterior). Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsila palatina adalah: Anterior : arcus palatoglossus Posterior : arcus palatopharyngeus Superior : palatum mole Inferior : 1/3 posterior lidah Medial : ruang orofaring Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior oleh jaringan areolar longgar. A. carotis interna terletak 2,5 cm di belakang dan lateral tonsila.

Gambar 2. Anatomi Tonsil

Tonsil mendapat vaskularisasi dari cabang-cabang a. karotis eksterna yaitu: a. maksilaris eksterna (a. fasialis) yang mempunyai cabang a. tonsilaris dan a. palatina asenden, a. maksilaris

interna dengan cabangnya yaitu a. palatina desenden, a. lingualis dengan cabangnya yaitu a. lingualis dorsal, dan a. faringeal asenden. Arteri tonsilaris berjalan ke atas di bagian luar m. konstriktor superior dan memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole. Arteri palatina asenden, mengirimkan cabang-cabangnya melalui m. konstriktor posterior menuju tonsil. Arteri faringeal asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian luar m. konstriktor superior. Arteri lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan mengirim cabangnya ke tonsil, plika anterior dan plika posterior. Arteri palatina desenden atau a. palatina posterior atau lesser palatine artery memberi vaskularisasi tonsil dan palatum mole dari atas dan membentuk anastomosis dengan a. palatina asenden. Venavena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring.

Gambar 3. Vaskularisasi Tonsil

Aliran getah bening dari daerah tonsil menuju ke rangkaian getah bening servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah m. sternokleidomastoideus. Selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktuli torasikus. Infeksi dapat menuju ke semua bagian tubuh melalui perjalanan aliran getah bening. Inervasi tonsil bagian atas berasal dari serabut saraf V melalui ganglion sphenopalatina dan bagian bawah dari saraf glossofaringeus (N. IX).

Gambar 4. Sistem Limfatik Kepala Dan Leher 2.4 Fisiologi Tonsil Berdasarkan penelitian, ternyata tonsil mempunyai peranan penting dalam fase-fase awal kehidupan, terhadap infeksi mukosa nasofaring dari udara pernafasan sebelum masuk ke dalam saluran nafas bagian bawah. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa parenkim tonsil mampu menghasilkan antibodi. Tonsil memegang peranan dalam menghasilkan Ig-A, yang menyebabkan jaringan lokal resisten terhadap organisme patogen. Tonsil berfungsi mencegah agar infeksi tidak menyebar ke seluruh tubuh dengan cara menahan kuman memasuki tubuh melalui mulut, hidung, dan kerongkongan, oleh karena itu tidak jarang tonsil mengalami peradangan. Peradangan pada tonsil disebut dengan tonsilitis, penyakit ini merupakan salah satu gangguan THT (Telinga Hidung & Tenggorokan),

2.5 Histologi Tonsil Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10 30 kriptus yang meluas kedalam jaringan tonsil. Tonsil tidak mengisi seluruh fosa tonsilaris,daerah yang kosong di atasnya dikenal sebagai fossa supratonsilaris. Bagian luar tonsilterikat longgar pada muskulus konstriktor faring superior, sehingga tertekan setiap kali makan. Walaupun tonsil terletak di orofaring karena perkembangan yang berlebih tonsil dapat meluas ke arah nasofaring sehingga dapat menimbulkan insufisiensi velofaring atau

obstruksihidung walau jarang ditemukan. Arah perkembangan tonsil tersering adalah ke arah hipofaring, sehingga sering menyebabkan terjaganya anak saat tidur karena gangguan pada jalan nafas. Secara mikroskopik mengandung 3 unsur utama yaitu 1. Jaringan ikat/trabekula sebagai rangka penunjang pembuluh darah, saraf dan limfa. 2. Folikel germinativum dan sebagai pusat pembentukan sel limfoid muda. 3. Jaringan interfolikuler yang terdiri dari jaringan limfoid dalam berbagai stadium

Gambar 5. Gambaran Mikroskopik Tonsil

Kapsul tonsil terutama terdiri dari jaringan ikat dan serabut elastin yang meliputi dua pertiga bagian permukaan lateral tonsil. Kapsul ini pada beberapa tempat masuk menjorok ke dalam tonsil, membentuk kerangka penyokong struktur di dalam tonsil yang disebut trabekula. Trabekula merupakan tempat lewatnya pembuluh darah, pembuluh limfatik eferen, dan saraf. Di dalam kapsul dapat dijumpai serabut-serabut otot serta pulau-pulau kartilago hialin, yang merupakan sisa jaringan embrional arkus brakialis. Membrana mukusa tonsil terdiri dari epitel berlapis gepeng dan pada beberapa tempat, lapisan mukosa ini akan mengadakan invaginasi ke dalam massa tonsil, membentuk saluran buntu yang disebut kripta. Kripta ini berbentuk tidak teratur dan bercabang-cabang. Lapisan epitel mukosa kripta lebih tipis bila dibandingkan dengan epitel mukosa tonsil, bahkan pada bebrapa tempat, kripta ini tidak dilapisi mukosa sam sekali.

Gambar 6. Gambaran Histologi Tonsil Komposisi terbesar dari jaringan tonsil adalah jaringan limfoid yang pada beberapa tempat berkelompok, berbentuk bulat atau oval yang disebut folikel, dengan diameter sekitar 1-2 cm. Di dalam folikel, terdapat sel-sel limfosit dalam berbagai stadium pertumbuhan, dengan pusat pertumbuhannya disebut sentrum germinativum. Kadang-kadang di sepanjang epitel dapat ditemukan sel-sel limfosit yang bermigrasi atau mengadakan infiltrasi melalui mukosa yang tipis.

2.5 Imunologi Tonsil Secara sistematik proses imunologis di tonsil terbagi menjadi 3 kejadian yaitu respon imun tahap I, respon imun tahap II, dan migrasi limfosit. Pada respon imun tahap I terjadi ketika antigen memasuki orofaring mengenai epitel kripte yang merupakan kompartemen tonsil pertama sebagai barier imunologis. Sel M tidak hanya berperan mentranspor antigen melalui barier epitel tapi juga membentuk komparten mikro intraepitel spesifik yang membawa bersamaan dalam konsentrasi tinggi material asing, limfosit dan APC seperti makrofag dan sel dendritik Respon imun tonsila palatina tahap kedua terjadi setelah antigen melalui epitel kripte dan mencapai daerah ekstrafolikular atau folikel limfoid. Adapun respon imun berikutnya berupa migrasi limfosit. Perjalanan limfosit dari penelitian didapat bahwa migrasi limfosit berlangsung

terus menerus dari darah ke tonsil melalui HEV (High Endothelial Venules) dan kembali ke sirkulasi melalui limfe.

2.6 Patofisiologi Tonsilitis Tonsil sebagai sumber infeksi (focal infection) merupakan keadaan patologis akibat inflamasi kronis dan akan menyebabkan reaksi atau gangguan fungsi organ lain. Hal ini dapat terjadi karena kripta tonsil dapat menyimpan bakteri atau produknya yang dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya. Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripta melebar. Secara klinik kripti ini diisi oleh detritus. Proses ini berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fossa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula. Infeksi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya lekosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Detritus ini merupakan kumpulan lekosit, bakteri yang mati, dan epitel yang terlepas. Secara klinis detritus ini mengisi kripta tonsil dan tampak sebagai bercak kuning. Akibat dari proses ini akan terjadi pembengkakan atau pembesaran tonsil ini, nyeri menelan, disfalgia. Kadang apabila terjadi pembesaran melebihi uvula dapat menyebabkan kesulitan bernafas. Apabila kedua tonsil bertamu pada garis tengah yang disebut kidding tonsil dapat terjadi penyumbatan pengaliran udara dan makanan. Komplikasi yang sering terjadi akibat disfagia dan nyeri saat menelan, klien akan mengalami malnutrisi yang ditandai dengan gangguan tumbuh kembang, malaise, mudah mengantuk. Pembesaran adenoid mungkin dapat menghambat ruang samping belakang hidung yang membuat kerusakan lewat udara dari hidung ke tenggorokan, sehingga akan bernafas melalui mulut. Bila bernafas terus lewat mulut maka mukosa membrane dari orofaring menjadi kering dan teriritasi, adenoid yang mendekati tuba eustachus dapat meyumbat saluran mengakibatkan berkembangnya otitis media

Perbedaan strain atau virulensi dari penyebab tonsilitis dapat menimbulkan variasi dalam fase patologi sebagai berikut: 1. Peradangan biasa pada area tonsil saja 2. Pembentukan eksudat 3. Selulitis pada tonsil dan daerah sekitarnya 4. Pembentukan abses peritonsilar 5. Nekrosis jaringan Bentuk tonsillitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsillitis folikularis, bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur alur maka akan terjadi tonsillitis lakunaris. Bercak detritus ini dapat melebar sehingga terbentuk membrane semu

(pseudomembran) yang menutupi tonsil.

2.7 Etiologi Tonsilitis Etiologi berdasarkan Morrison yang mengutip hasil penyelidikan dari Commission on Acute Respiration Disease bekerja sama dengan Surgeon General of the Army America dimana dari 169 kasus didapatkan data sebagai berikut : 75% disebabkan oleh Streptokokus Hemolitikus Group A yang pada

masa penyembuhan tampak adanya kenaikan titer Streptokokus antibodi dalam serum penderita. 25% disebabkan oleh Streptokokus golongan lain yang tidak

menunjukkan kenaikan titer Streptokokus antibodi dalam serum penderita. Sisanya adalah Pneumokokus, Stafilokokus, Hemofilus influenza.

2.8 Faktor Predisposisi Tonsilitis Faktor predisposisi yang dapat menyebabkan terjadinya tonsilitis diantaranya adalah sebagai berikut: Rangsangan kronis (rokok, makanan)

Higiene mulut yang buruk Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah- ubah) Alergi (iritasi kronis dari allergen) Keadaan umum (kurang gizi, kelelahan fisik) Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat

Tonsilitis kronis umumnya terjadi akibat komplikasi tonsilitis akut, terutama yang tidak mendapat terapi adekuat; mungkin serangan mereda tetapi kemudian dalam waktu pendek kambuh kembali dan menjadi laten. Proses ini biasanya diikuti dengan pengobatan dan serangan yang berulang setiap enam minggu hingga 3 4 bulan. Seringnya serangan merupakan faktor prediposisi timbulnya tonsilitis kronis yang merupakan infeksi fokal

2.9 Klasifikasi Tonsilitis Tonsilitis dapat diklasifikasikan menjadi tonsilitis primer, membranosa, dan sekunder yang akan dijelaskan sebagai berikut:

2.9.1. Tonsilitis Akut a. Tonsiitis viral Tonsilitis dimana gejalanya lebih menyerupai commond cold yang disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab yang paling sering adalah virus Epstein Barr. b. Tonsilitis bakterial Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A stereptococcus beta hemoliticus yang dikenal sebagai strept throat, pneumococcus, streptococcus viridian dan streptococcus piogenes. Detritus merupakan kumpulan leukosit bakteri yang mulai mati.

2.9.2. Tonsilitis Membranosa a. Tonsilitis difteri

Penyebab yaitu oleh kuman coryne bacterium diphteriae, kuman yang termasuk gram positif dan hidung disaluran napas bagian atas yaitu hidung, faring dan laring. b. Tonsilitis septik Penyebab sterptococcus hemoliticus yang terdapat dalam susu sapi seningga menimbulkan epidemi. Oleh karena itu di Indonesia susu sapi dimasak dulu dengan cara paste urisasi sebelum di minum maka penyakit ini jarang di temukan. c. Angina Plaut Vincent Tonsilitis yang disebabkan karena bakteri spirochaeta atau triponema yang didapatkan pada penderita dengan higiene mulut yang kurang dan defisiensi vitamin C.

2.9.3. Tonsilitis Kronik Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.

2.10 Gejala Klinis Tonsilitis Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorokan, nyeri waktu menelan dan pada kasus berat penderita menolak makan dan minum melalui mulut. Biasanya disertai demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa nyeri pada sendi-sendi, tidak nafsu makan dan nyeri pada telinga. Rasa nyeri di telinga ini karena nyeri alih (referred pain) melalui n Glosofaringeus. Seringkali disertai adenopati servikalis disertai nyeri tekan.

2.11 Pemeriksaan Fisik Tonsilitis Pada pemeriksaan tonsilitis akut tampak tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat detritus berbentuk folikel, lakuna, atau tertutup oleh membrane semu. Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan.

Gambar 7. Tonsilitis Akut

Pada umumnya terdapat dua macam gambaran tonsil yang mungkin tampak pada pemeriksaan tonsilitis kronis, yaitu : 1. Tonsilitis Kronis Hipertrofikans Ditandai pembesaran tonsil dengan hipertrofi dan pembentukan jaringan parut. Kripta mengalami stenosis, dapat disertai dengan eksudat, seringnya purulen keluar dari kripta tersebut.

Gambar 8. Tonsilitis Kronis Hipertrofikans

2. Tonsilitis Kronis Atrofikans Ditandai dengan tonsil yang kecil (atrofi), di sekelilingnya hiperemis dan pada kriptanya dapat keluar sejumlah kecil sekret purulen yang tipis.

Gambar 9. Tonsilitis Kronis Atrofikans

Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi: T0 : Tonsil masuk di dalam fossa T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring T2: 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring T4 : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

Gambar 10. Gradasi Pembesaran Tonsil

2.12 Pemeriksaan Penunjang Tonsilitis Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaan apus tonsil. Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan derajat keganasan yang rendah, seperti Streptokokus hemolitikus, Streptokokus viridans, Stafilokokus, atau

Pneumokokus.

2.13 Komplikasi Tonsilitis

Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke daerah sekitar tonsil atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari tonsil. Adapun berbagai komplikasi yang kerap ditemui adalah sebagai berikut :

1. Komplikasi Sekitar Tonsil Peritonsilitis Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya trismus dan abses. Abses Peritonsilar (Quinsy) Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber infeksi berasal dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami supurasi, menembus kapsul tonsil dan penjalaran dari infeksi gigi. Abses Parafaringeal Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah bening atau pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil, faring, sinus paranasal, adenoid, kelenjar limfe faringeal, os mastoid dan os petrosus. Abses Retrofaring Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya terjadi pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfe. Kista Tonsil Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan fibrosa dan ini menimbulkan kista berupa tonjolan pada tonsil berwarna putih dan berupa cekungan, biasanya kecil dan multipel. Tonsilolith (Kalkulus dari tonsil) Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam jaringan tonsil yang membentuk bahan keras seperti kapur.

2.

Komplikasi Organ jauh Demam rematik dan penyakit jantung rematik Glomerulonefritis Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis Psoriasiseritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura Artritis dan fibrositis.

2.14 Penatalaksanaan Tonsilitis a. Penatalaksanaan Tonsilitis Akut 1. Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat kumur atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan eritromisin atau klindamisin. 2. Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid untuk mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik. 3. Berikan tirah baring untuk menghindari komplikasi kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan tenggorok 3x negatif. 4. Pemberian antipiretik. b. Penatalaksanaan Tonsilitis Kronik 1. Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap. 2. Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi konservatif tidak berhasil.

2.15 Tonsilektomi Tonsilektomi adalah tindakan mengangkat tonsil palatina seutuhnya bersama jaringan patologis lainnya, sehingga fossa tonsilaris bersih tanpa meninggalkan trauma yang berarti pada jaringan sekitarnya seperti uvula dan pilar.

2.15.1 Indikasi Tonsilektomi A. Indikasi Absolut

1. Timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan nafas yang kronis 2. Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apneu waktu tidur 3. Hipertofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penurunan berat badan penyerta 4. Biopsi eksisi yang dicurigai keganasan (limfoma) 5. Abses perotinsiler yang berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan sekitarnya 6. Tonsilitis kronis walaupun tanpa eksaserbasi akut tapi merupakan fokal infeksi 7. Karier difteri 8. Tonsilitis yang menyebabkan kejang demam.

Gambar 11. Obstruktif Tonsillar Hiperplasia

B. Indikasi Relatif 1. Serangan tonsilitis akut berulang (yang terjadi walau telah diberi penatalaksanaan medis yang adekuat). 2. Tonsilitis yang berhubungan dengan biakan streptokokus yang menetap dan patogenik (karier). 3. Hiperplasia tonsil dengan obstruksi fungsional. 4. Hiperplasia dan obstruksi yang menetap enam bulan setelah infeksi mononukleosis. 5. Riwayat demam rematik dengan kerusakan jantung yang berhubungan dengan tonsilitis rekurens kronis dan pengendalian antibiotika yang buruk.

6. Radang tonsil kronis menetap yang tidak memberikan respon terhadap penatalaksanaan medis. 7. Hipertrofi tonsil dan adenoid yang berhubungan dengan abnormalitas orofasial dan gigi geligi yang menyempitkan jalan nafas bagian atas. 8. Tonsilitis berulang atau kronis yang berhubungan dengan adenopati servikal persisten.

2.15.2 Kontraindikasi Tonsilektomi A. Kontraindikasi absolut 1. Penyakit darah: leukemia, anemia aplastik, hemofilia dan purpura 2. Penyakit sistemik yang tidak terkontrol: diabetes melitus, penyakit jantung dan sebagainya. B. Kontraindikasi relatif 1. Palatoschizis 2. Anemia (Hb <10 gr% atau HCT <30%) 3. Infeksi akut saluran nafas atau tonsil (tidak termasuk abses peritonsiler) 4. Poliomielitis epidemik 5. Usia di bawah 3 tahun (sebaiknya ditunggu sampai 5 tahun)

2.15.3 Jenis-jenis Tonsilektomi Jenis-jenis tonsilektomi diantaranya: 1. Tonsilektomi metode Dissection - Snare 2. Tonsilektomi metode Sluder Ballenger 3. Tonsilektomi metode Kriogenik 4. Tonsilektomi metode elektrokoagulasi 5. Tonsilektomi menggunakan sinar laser

Gambar. Tonsilektomi 2.15.4 Komplikasi Tonsilektomi Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke daerah sekitar atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari tonsil. Adapun berbagai komplikasi yang kerap ditemui adalah sebagai berikut :

1. Perdarahan Komplikasi perdarahan dapat tejadi selama operasi belangsung atau segera setelah penderita meninggalkan kamar operasi (24 jam pertama post operasi) bahkan meskipun jarang pada hari ke 5 -7 pasca operasi dapat terjadi perdarahan disebabkan oleh terlepasnya membran jaringan granulasi yang terbentuk pada permukaan luka operasi, karena infeksi di fossa tonsilaris atau trauma makanan keras. Untuk mengatasi perdarahan, dapat dilakukan ligasi ulang, kompresi dengan gas ke dalam fossa, kauterisasi atau penjahitan ke pilar dengan anastesi lokal atau umum.

2. Infeksi Luka operasi pada fossa tonsilaris merupakan port dentre bagi mikroorganisme, sehingga merupakan sumber infeksi dan dapat terjadi faringitis, servikal adenitis dan trombosis

vena jugularis interna, otitis media atau secara sistematik dapat terjadi endokarditis, nefritis dan poliarthritis, bahkan pernah dilaporkan adanya komplikasi meningitis dan abses otak serta terjadi trombosis sinus cavernosus. Komplikasi pada paru-paru serperti pneumonia, bronkhitis dan abse paru biasanya terjadi karena aspirasi waktu operasi. Abses parafaring dapat timbul sebagai akibat suntikan pada waktu anastesi lokal. Pengobatan komplikasi infeksi adalah pemberian antibiotik yang sesuai dan pada abses parafaring dilakukan insisi drainase.

3. Nyeri pasca bedah Dapat terjadi nyeri tenggorok yang dapat menyebar ke telinga akibat iritasi ujung saraf sensoris dan dapat pula menyebabkan spasme faring. Sementara dapat diberikan analgetik dan selanjutnya penderita segera dibiasakan mengunyah untuk mengurangi spasme faring.

4. Trauma jaringan sekitar tonsil Manipulasi terlalu banyak saat operasi dapat menimbulkan kerusakan yang mengenai pilar tonsil, palatum molle, uvula, lidah, saraf dan pembuluh darah. Udem palatum molle dan uvula adalah komplikasi yang paling sering terjadi.

5. Perubahan suara Otot palatofaringeus berinsersi pada dinding atas esofagus, tetapi bagian medial serabut otot ini berhubungan dengan ujung epligotis. kembali lagi dalam tempo 3 4 minggu. Kerusakan otot ini dengan sendirinya

menimbulkan gangguan fungsi laring yaitu perubahan suara yang bersifat temporer dan dapat

6. Komplikasi lain

Biasanya sebagai akibat trauma saat operasi yaitu patah atau copotnya gigi, luka bakar di mukosa mulut karena kateter, dan laserasi pada lidah karena mouth gag.

Anda mungkin juga menyukai