Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN KASUS A.

KETERANGAN UMUM Nama Jenis kelamin Umur Alamat Agama Status perkawinan Pekerjaan Masuk Rumah sakit Tanggal pemeriksaan B. ANAMNESIS Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran Anamnesis Khusus : : Tn. D : Laki-laki : 40 tahun : Ciganitri, Lengkong Besar, Bandung : Islam : Menikah : Supir : 1 Mei 2010 : 21 Mei 2010

Sejak 1 hari SMRS, penderita mengalami penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran terjadi perlahan-lahan, penderita terlihat seperti tertidur, ketika dipanggil membuka mata, kemudian tertidur lagi. Tidak terdapat tanda-tanda lumpuh sebelah dan bicara rero. Sejak 4 minggu SMRS penderita mengeluh mata berwarna kuning, nyeri pada perut dan perut terasa penuh , keluhan tersebut timbul tiba-tiba. Nyeri pada perut terasa seperti ditusuk-tusuk, nyeri hilang timbul, awalnya pada ulu hati kemudian berpindah ke kanan bawah. Keluhan nyeri membaik setelah memakan obat maag, kemudian timbul lagi sekitar 1 jam setelah makan. Keluhan disertai BAB mencret, mual, muntah-muntah dan hilang nafsu makan. BAB 2-3 kali sehari, cair, berwarna kuning, tidak berdarah, tidak berlendir. Mual hilang timbul dan muntah sekitar 2-3 kali sehari., karena keluhan mual tersebut, pasien hilang nafsu makan sehingga setiap hari hanya makan dan minum sedikit .

Karena keluhan ini pasien sudah berobat 4 kali, 2 kali dokter umum, 1 kali ke RS Imanuel, 1 kali ke poliklinik RSHS. Petama kali berobat sekitar 3 minggu SMRS ke dokter umum, pasien diberi tahu bahwa ia sakit usus buntu dan harus dilakukan pemeriksaan lab, diberi obat (pasien tidak ingat obat apa saja) namum tidak ada perbaikan. 2 Minggu SMRS pasien berobat ke RS Imanuel, pasien diberitahu bahwa ia sakit hati (sakit kuning), pasien diberi 3 macam obat dan diminta untuk beristirahat total. Dengan mamakan obat tersebut pasien merasa keluhannya membaik, sehingga pasien tidak mematuhi instruksi untuk istirahat dan tetap bekerja. Sekitar 1 minggu SMRS, pasien mengeluh BAB berubah menjadi berwarna putih, berbentuk padat, jumlah tidak terlalu banyak. Keluhan disertai BAK yang semakin sedikit, 2-3 kali sehari, jumlah sangat sedikit, pasien merasa panas ketika BAK, namun tidak nyeri, berwarna kuning coklat, tidak disertai darah. 1 Hari SMRS pasien berobat ke poliklinik RSHS, dikatakan bahwa pasien sakit kuning dan harus melakukan pemeriksaan lab. Setelah pulang dari RSHS dan sampai dirumah pasien mengatakan bahwa ia pingsan di rumah kemudian dibawa ke RSHS. Pasien memiliki riwayat penyakit yang sama yaitu sakit kuning, sekitar 5 tahun SMRS. Tidak anggota keluarga yang pernah sakit yang sama sebelumnya. Pasien tidak pernah merasa demam, nyeri di badan terutama di betis sebelum timbulnya sakit kuning. Rumah pasien tidak pernah kebanjiran sebelumnya. Pasien mengaku tidak memiliki penyaki kencing manis, tidak ada riwayat darah tinggi, tidak pernah merasa nyeri pada dada yang disertai sesak nafas, tidak pernah mengalami susah BAK sebelumnya. nPasien tidak mempunyai kebiasaan minum minuman beralkohol, dan tidak pernah menggunakan obat-obatan suntik.

Anamnesis Tambahan

Selama dirawat di RSHS, pasien kehilangan kesadaran selama 5 hari, pasien baru sadarkan diri pada hari ke 6 perawatan. Penderita telah dirawat di ruangan selama dua puluh hari, di sana diberikan diet lunak 1500 kkal, infus Nacl, vitamin K, cefotaxim, metronidazol dan ciprofloxacin. C. PEMERIKSAAN FISIK KESAN UMUM a. Keadaan umum Kesan sakit Kesadaran Tinggi badan Berat badan b. Nadi Suhu c. Frekuensi Corak pernafasan a. Kepala 1. 2. 3. Tengkorak Muka Mata Letak Palpebra Kornea Pupil Sklera 4. 5. 6. Sianosis 7. Telinga Hidung Bibir : (-) Gigi dan gusi : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan : : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan : ikterik : tidak ada kelainan : Pernafasan cuping hidung : (-) : Tekanan darah : sakit sedang : kompos mentis : 165 cm : 50 kg : 120/80 mmHg : 80 x/menit : 36,5 C Keadaan pernafasan : 20 x/menit, reguler : torakoabdominal

Keadaan sirkulasi

PEMERIKSAAN KHUSUS

Konjungtiva : tidak anemis

8. 9. 10.

Lidah Rongga mulut Rongga leher Faring Tonsil :

: tidak ada kelainan : tidak ada kelainan

: tenang : T1-T1, tenang : tidak ada kelainan

11. 12.

Kelenjar parotis : tidak ada kelainan Leher Kelenjar tiroid Kaku kuduk (-) JVP 25 + 2 cm H2O Kelenjar getah bening tidak teraba Trachea tidak ada deviasi

b.

Thoraks Inspeksi Bentuk umum Sela iga Pergerakan Iktus cordis Palpasi Vokal fremitus Iktus kordis Perkusi Paru-paru Batas paru hati Cor batas atas batas kiri : intercostalis space III linea parasternalis sinistra : intercostalis space V linea midclavicularis sinistra : Sonor kiri = kanan : Intercostalis space V dextra, peranjakan 2 cm : kiri = kanan, tidak meningkat : teraba di intercostal space V linea midclavicularis sinistra, tidak kuat angkat : simetris, barrel chest (-) : tidak menyempit : simetris, tidak ada bagian yang tertinggal dan tidak ada retraksi : tidak terlihat

batas kanan : intercostalis space V linea sternalis dextra Auskultasi Paru paru Suara pernafasan vesikuler Vokal resonans kiri = kanan, tidak meningkat

Suara tambahan wheezing (-/-), ronchi (-/-) Cor Bunyi jantung S1 dan S2, reguler

S3 (-), S4 (-), Murmur (-) c. Abdomen Inspeksi Bentuk cembung Retraksi epigastrium (-) Palpasi Dinding perut Nyeri tekan Nyeri lokal Hepar : lembut : (+) : (-) : Hepar membesar 3 cm dibawah arcus costarum 3 cm dibawah xyphoid process Batas tumpul, kenyal, nyeri tekan(+) Murphy Sign (-) Lien Ruang traube Ginjal Perkusi Auskultasi d. e. Lipat paha Pembesaran kelenjar (-) Kaki dan tangan Clubbing finger (-) Edema (-), Sianosis (-) D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Darah (13 Juni 2006) Hb Leukosit Hematokrit : 14 (13-18) gr/dL : 11000 (3800 10600)/mm3 : 27 (40-54) % : tidak ada pembesaran : kosong : nyeri ketuk ginjal (-/+) : Pekak Samping (+), Pekak Pindah (+) : bising usus (+) normal

Trombosit

: 165.000 (150.000-440.000)/mm3

Glukosa sewaktu: 215 (<140) mg/dL Analisa Gas Darah (13 Juni 2006 pk 15.00 WIB) pH arteri pCO2 arteri pO2 arteri HCO3 arteri Total CO2 arteri Saturasi O2 7,09 (7,35-7,45) 74,1 (35-48) mmHg 71,9 (80-108) mmHg 22,1 (22-26) mEq//L 24,5 (22-29) mmHg 85,8 (95-96) %

Base Excess arteri -10,4 (-2 - +3) mEq/L

Analisa Gas Darah (13 Juni 2006 pk 21.00 WIB) pH arteri pCO2 arteri pO2 arteri HCO3 arteri 7,202 (7,35-7,45) 43,8 (35-48) mmHg 347,4 (80-108) mmHg 17,1 (22-26) mEq/L

Total CO2 arteri 18,5 (22-29) mmHg Base Excess arteri -11 (-2 - +3) mEq/L Saturasi O2 99,7 (95-96) %

Urine (13 Juni 2006) Leukosit Protein Reduksi banyak ditemukan (N: <6/LPB) 150 (+2) 100 (+2)

Darah (18 Juni 2006) Glukosa sewaktu 156 mg/dL E. DIAGNOSIS Cholangitis dengan Pentad Reynauld + Gangguan Ginjal Akut F. PENATALAKSANAAN Usul pemeriksaan Pemeriksaan darah lengkap

Pemeriksaan

kimia

darah

BUN,

Kreatinin,

Bilirubin,

Alkaline

Phosphatase, AST, Pemeriksaan elektrolit : Kalsium, Fosfat, Magnesium, Natrium, Kalium Pemeriksaan AGD Pemeriksaan urin : urinalisis, mikroskopis dan elektrolit ( Na, K) Umum Edukasi Khusus Diet Lunak 1500 Kkal Cefotaxim 3x1 gr IV Metronidazol 3x500mg PO Ciprofloxacim 2x400mg IV G. PROGNOSIS Quo ad vitam ad bonam Quo ad functionam dubia ad bonam

PEMBAHASAN Asma merupakan gangguan peradangan kronik saluran nafas yang melibatkan banyak sel dan elemen seluler, berhubungan dengan reaksi hipersensitif yang menyebabkan episode wheezing berulang, sesak nafas, nyeri dada, batuk, terutama malam dan pagi hari. Gejala ini berhubungan dengan penyempitan saluran pernafasan yang bervariasi, biasanya reversibel spontan atau dengan pengobatan. Faktor risiko asma terdiri dari faktor penderita dan pencetus. Faktor penderita meliputi genetik dan riwayat atopi pada keluarga. Faktor pencetus

melibatkan alergen, polusi udara, infeksi, olah raga, perubahan cuaca, dan sebagainya. Kriteria diagnosis asma berdasarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2004 adalah : Riwayat penyakit/gejala : Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan. Gejala berupa batuk, sesak nafas, rasa berat di dada, dan berdahak. Gejala timbul atau memburuk terutama malam atau dini hari. Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu. Respon terhadap pemberian bronkodilator.

Hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit : Riwayat atopi dalam keluarga. Riwayat alergi pada penderita. Penyakit lain yang memberatkan. Perkembangan penyakit dan pengobatan. Yang paling sering ditemukan adalah mengi pada auskultasi. Pada keadaan serangan terjadi kontraksi otot polos saluran nafas, edema, dan hipersekresi yang akhirnya menyumbat saluran nafas sehingga meningkatkan kerja pernafasan dan menimbulkan tanda klinis sesak nafas, mengi, dan hiperinflasi. Faal paru, digunakan untuk menilai : Obstruksi jalan nafas. Reversibilitas kelainan faal paru. Variabilitas faal paru, sebagai penilaian tidak langsung penilaian jalan nafas. Pada pasien ini ditemukan gejala klinis yang mendukung diagnosis asma berupa sesak nafas dan batuk yang timbul pada malam dan dini hari, bersifat episodik, diawali dengan pencetus debu atau udara dingin, dan reversibel dengan pemberian bronkodilator (obat asma). Selain itu, terdapat pula riwayat atopi pada keluarga. Dari pemeriksaan fisik didapatkan mengi pada auskultasi.

Pemeriksaan fisik :

Klasifikasi Derajat Berat Asma Bronkiale Berat/Ringanny Asma Sekali Gejala Klinis Fungsi Paru a bronkiale Gejala asma malam hari <2 Normal kali hanya sebulan. sebentar. Eksaserbasi Tidak ada

intermiten/ringan

gejala dan fungsi paru normal Asma di antara kedua kambuhan. bronkiale Kambuhan >1-2 kali seminggu tetapi asma <1 kali/hari. hari Gejala >2 dapat dan nafas/ APE 60-80% malam APE > 80% Variabilitas APE < 20-

persisten ringan

kali 30%

sebulan. tidur. bronkiale Setiap hari

Eksaserbasi aktivitas sesak kali

meng-ganggu Asma hari >1

persisten sedang

kambuh. Gejala asma malam Variabilitas APE >30% seminggu. Eksaserbasi mengganggu ak-

Asma

tivitas dan tidur. bronkiale Kambuh sering. Gejala/ sesak asma malam hari sering.

APE < 60%

persisten berat

terus menerus/kontinu. Gejala Variabilitas APE >30% Aktifitas fisik terbatas karena

asma. Bila penderita asma sudah mendapat pengobatan, maka derajat asmanya naik satu tingkat dari gejala klinis yang dimiliki saat ini. Pada pasien ini didapatkan kambuhan sebanyak 3 kali dalam seminggu tetapi kurang dari 1 kali per hari. Eksaserbasi dapat mengganggu aktivitas. Pasien telah mendapat pengobatan asma. Dari data-data tersebut maka pasien ini dapat dikatakan menderita asma bronkiale persisten sedang. Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar penderita dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Tujuan penatalaksanaan asma : 1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma.

2. Mencegah eksasserbasi akut. 3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin. 4. Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise. 5. Menghindari efek samping obat. 6. Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara ireversibel. 7. Mencegah kematian karena asma. Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan terkontrol bila : 1. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam. 2. Tidak ada keterbatasan aktivitas. 3. Kebutuhan bronkodilator (agonis 2 kerja singkat) minimal (idealnya tidak diperlukan). 4. Variasi harian APE kurang dari 20%. 5. Nilai APE normal atau mendekati normal. 6. Efek samping obat minimal (tidakada). 7. Tidak ada kunjungan ke unit gawat darurat. Pengobatan non farmakologik asma meliputi 1. Edukasi, menjalani bertujuan untuk dan meningkatkan penanganan pemahaman mandiri. penderita juga mengenai penyakitnya serta keterampilan dan kepatuhan dalam pengobatan Edukasi melibatkan keluarga penderita. 2. Identifikasi dan pengendalian faktor pencetus. 3. Kontrol teratur. 4. Rehabilitasi dan meningkatkan kebugaran jasmani. Pengobatan farmakologik asma meliputi 1. Obat proses pengontrol inflamasi (controller : medications) untuk inhalasi mengendalikan dan sistemik, glukokortikosteroid

cromones, metilsantin, agonis 2 kerja lama inhalasi dan oral, leukotrien modifiers, dan antihistamin generasi kedua (antagonis H1). 2. Obat pelega (reliever medications) untuk mengendalikan gejala yang timbul : agonis 2 kerja singkat, metilsantin, antikolinergik, dan adrenalin.

Pengobatan Secara Bertahap Pencegahan Asma ( Preventer/Controller) Tingkat Pengobatan pencegahan Pengobatan jangka lama Tingkat 1 Asma intermiten Tidak diperlukan sesak dengan serangan obat kerja

cepat - Inhalasi agonis 2 kerja-cepat, jika perlu. Tidak lebih dari satu kali per minggu. - Inhalasi jasmani alergen. - Pengobatan berat /ringannya tergantung serangan agonis atau 2 atau cromoglycate sebelum latihan terpapar

Tingkat 2 Asma Persisten Ringan

- Inhalasi 200-500

kortikosteroid mcg, nedocromil

asma - Inhalasi agonis 2 kerja-cepat, jika perlu. Tidak lebih dari satu kali per minggu. - Inhalasi jasmani alergen. - Pengobatan berat asma /ringannya tergantung serangan agonis atau 2 atau cromoglycate sebelum latihan

cromoglycate

atau teofilin lepas lambat leukotrien antagonis - Jika perlu, naikan dosis inhalasi kortikosteroid 500800 mcg atau tambahkan bronkodilator terutama kerja lama gejala untuk

terpapar

nocturnal, seperti inhalasi agonis 2 kerja lama atau teofilin lepas lambat atau agonis Tingkat 3 Asma persisten sedang 2 tablet lepas Bronkodilator kerja-cepat : Kortikosteroid Inhalasi agonis 2 kerja cepat mcg/hari dan jika perlu Tidak boleh lebih dari 3-4 kali per hari lambat Obat Harian : - Inhalasi 200-800

leukotrien antagonist - Bronkodilator kerja lama : Terutama untuk serangan malam hari, yaitu inhalasi

agonis 2 kerja-lama atau teofilin lepas lambat atau Tingkat 4 Asma Persisten Berat agonis 2 lepas lambat Obat Harian : - Inhalasi 200-800 lebih antagonist - Bronkodilator kerja lama : Inhalasi agonis 2 kerjalama lepas agonis lambat - Kortikosteroid tablet/sirup jangka lama Karena pengobatan pasien ini menderita asma persisten sedang, maka atau/dan lambat 2 tablet teofilin atau/dan lepas dan mcg/hari Bronkodilator kerja cepat : atau jika perlu

Kortikosteroid Inhalasi agonis 2 kerja cepat leukotrien

harian yang diberikan dapat berupa agonis 2 lepas lambat,

seperti prokaterol oral. Bila terjadi serangan, maka dapat diberikan inhalasi agonis 2 kerja cepat, seperti terbutaline (Bricasma inhaler). Selain itu, pasien juga diberikan antibiotik sefalosporin generasi ketiga (seftriakson 1 x 2 gram IV atau sefiksim 1 x 400 mg per oral) karena ditemukan tanda-tanda infeksi saluran nafas.

Anda mungkin juga menyukai