Anda di halaman 1dari 21

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan

nonimunologik pada kulit yang disebabkan oleh kontak dengan faktor eksogen maupun endogen. Faktor eksogen berupa bahan-bahan iritan (kimiawi, fisik, maupun biologik) dan faktor endogen memegang peranan penting pada penyakit ini. Pada tahun 1898, dermatitis kontak pertama kali dipahami memiliki lebih dari satu mekanisme, dan saat ini secara general dibagi menjadi dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergi. Dermatitis kontak iritan berbeda dengan dermatitis kontak alergi, dimana dermatitis kontak iritan merupakan suatu respon biologis pada kulit berdasarkan variasi dari stimulasi eksternal atau bahan pajanan yang menginduksi terjadinya inflamasi pada kulit tanpa memproduksi antibodi spesifik.

1.2

TUJUAN Penulisan referat ini ditujukan untuk mengetahui definisi, patofisiologi,

gejala, tanda, diagnosis, diagnosis banding, penanganan, serta prognosis dari dermatitis kontak iritan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI Dermatitis kontak iritan adalah suatu dermatitis iritan yang terjadi karena sering kontak dengan bahan-bahan iritan yang bersifat toksik kuat dan dapat menimbulkan kerusakan jaringan. 2.2 EPIDEMIOLOGI Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Data epidemiologi penderita dermatitis kontak iritan sulit didapat. Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup banyak, namun sulit untuk diketahui jumlahnya. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak penderita yang tidak datang berobat dengan kelainan ringan.

Dari data yang didapatkan dari U.S. Bureau of Labour Statistic menunjukkan bahwa 249.000 kasus penyakit akupasional nonfatal pada tahun 2004 untuk kedua jenis kelamin, 15,6% (38.900 kasus) adalah penyakit kulit yang merupakan penyebab kedua terbesar untuk semua penyakit okupational. Juga berdasarkan survey tahunan dari institusi yang sama, bahwa incident rate untuk penyakit okupasional pada populasi pekerja di Amerika, menunjukkan 90-95% dari penyakit okupasional adalah dermatitis kontak, dan 80% dari penyakit didalamnya adalah dermatitis kontak iritan.

Sebuah kusioner penelitian diantara 20.000 orang yang dipilih secara acak di Sweden melaporkan bahwa 25% memiliki perkembangan gejala selama tahun sebelumnya. Orang yang bekerja pada industri berat, mereka yang bekerja bersentuhan dengan bahan kimia keras yang memiliki potensial merusak kulit dan mereka yang diterima untuk mengerjakan pekerjaan basah secara rutin memiliki faktor resiko. Mereka termasuk : muda, kuat, laki-laki yang dipekerjakan sebagai pekerja metal, pekerja karet, terapist kecantikan, dan tukang roti.

2.3

ETIOLOGI Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat iritan,

misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali,serbuk kayu, bahan abrasif, larutan garam konsentrat, plastik berat molekul rendah atau bahan kimia higroskopik. 2.4 FAKTOR RESIKO Dermatitis kontak iritan adalah penyakit multifaktor dimana faktor eksogen (iritan dan lingkungan) dan faktor endogen sangat berperan. Faktor Eksogen Selain dengan asam dan basa kuat, tidak mungkin untuk memprediksi potensial iritan sebuah bahan kimia berdasarkan struktur molekulnya. Potensial iritan bentuk senyawa mungkin lebih sulit untuk diprediksi. Faktor-faktor yang dimaksudkan termasuk : 1. Sifat kimia bahan iritan: pH, kondisi fisik, konsentrasi, ukuran molekul, jumlah, polarisasi, ionisasi, bahan dasar, kelarutan ; 2. Sifat dari pajanan: jumlah, konsentrasi, lamanya pajanan dan jenis kontak, pajanan serentak dengan bahan iritan lain dan jaraknya setelah pajanan sebelumnya 3. Faktor lingkungan: lokalisasi tubuh yang terpajan dan suhu, dan faktor mekanik seperti tekanan, gesekan atau goresan. Kelembapan lingkunan yang rendah dan suhu dingin menurunkan kadar air pada stratum korneum yang menyebabkan kulit lebih rentan pada bahn iritan. Faktor Endogen a. Faktor genetik

Ada hipotesa yang mengungkapkan bahwa kemampuan individu untuk mengeluarkan radikal bebas, untuk mengubah level enzym antioksidan, dan kemampuan untuk membentuk perlindungan heat shock protein semuanya dibawah kontrol genetik. Faktor tersebut juga menentukan keberagaman respon tubuh terhadap bahan-bahan ititan. Selain itu, predisposisi genetik terhadap kerentanan bahan iritan berbeda untuk setiap bahan iritan. Pada penelitian, diduga bahwa faktor genetik mungkin mempengaruhi kerentanan terhadap bahan iritan. TNF- polimorfis telah dinyatakan sebagai marker untuk kerentanan terhadap kontak iritan. b. Jenis Kelamin Gambaran klinik dermatitis kontak iritan paling banyak pada tangan, dan wanita dilaporkan paling banyak dari semua pasien. Dari hubungan antara jenis kelamin dengan dengan kerentanan kulit, wanita lebih banyak terpajan oleh bahan iritan, kerja basah dan lebih suka perawatan daripada laki-laki. Tidak ada pembedaan jenis kelamin untuk dermatitis kontak iritan yang ditetapkan berdasarkan penelitian. c. Umur Anak-anak dibawah 8 tahun lebih muda menyerap reaksi-reaksi bahanbahan kimia dan bahan iritan lewat kulit. Banyak studi yang menunjukkan bahwa tidak ada kecurigaan pada peningkatan pertahanan kulit dengan meningkatnya umur. Data pengaruh umur pada percobaan iritasi kulit sangat berlawanan. Iritasi kulit yang kelihatan (eritema) menurun pada orang tua sementara iritasi kulit yang tidak kelihatan (kerusakan pertahanan) meningkat pada orang muda.1 Reaksi terhadap beberapa bahan iritan berkurang pada usia lanjut. Terdapat penurunan respon inflamasi dan TEWL, dimana menunjukkan penurunan potensial penetrasi perkutaneus. d. Suku

Tidak ada penelitian yang mengatakan bahwa jenis kulit mempengaruhi berkembangnya dermatitis kontak iritan secara signifikan. Karena eritema sulit diamati pada kulit gelap, penelitian terbaru menggunakan eritema sebagai satu-satunya parameter untuk mengukur iritasi yang mungkin sudah sampai pada kesalahan interpretasi bahwa kulit hitam lebih resisten terhadap bahan iritan daripada kulit putih. e. Lokasi kulit Ada perbedaan sisi kulit yang signifikan dalam hal fungsi pertahanan, sehingga kulit wajah, leher, skrotum, dan bagian dorsal tangan lebih rentan terhadap dermatitis kontak iritan. Telapak tangan dan kaki jika dibandingkan lebih resisten. f. Riwayat Atopi Adanya riwayat atopi diketahui sebagai faktor predisposisi pada dermatitis iritan pada tangan. Riwayat dermatitis atopi kelihatannya berhubungan dengan peningkatan kerentanan terhadap dermatitis iritan karena rendahnya ambang iritasi kulit, lemahnya fungsi pertahanan, dan lambatnya proses penyembuhan.1 Pada pasien dengan dermatitis atopi misalnya, menunjukkan peningkatan reaktivitas ketika terpajan oleh bahan iritan. 2.5 GAMBARAN KLINIS Dermatitis kontak iritan dibagi tergantung sifat iritan. Iritan kuat memberikan gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis. Selain itu juga banyak hal yang mempengaruhi sebagaimana yang disebutkan sebelumnya. Berdasarkan penyebab tersebut dan pengaruh faktor tersebut, dermatitis kontak iritan dibagi menjadi sepuluh macam, yaitu: 1. Dermatitis Kontak Iritan Akut Pada DKI, kulit terasa pedih atau panas, eritema, vesikel atau bulla. Luas kelainanya sebatas daerah yang terkena dan berbatas tegas.Pada beberapa individu, gejala subyektif (rasa terbakar, rasa tersengat) mungkin

hanya satu-satunya manifestasi. Rasa sakit dapat terjadi dalam beberapa detik dari pajanan. Spektrum perubahan kulit berupa eritma hingga vesikel dan bahan pajanan bahan yang dapat membakar kulit dapat menyebabkan nekrosis.Secara klasik, pembentukan dermatitis akut biasanya sembuh segera setelah pajanan, dengan asumsi tidak ada pajanan ulang hal ini dikenal sebagai decrescendo phenomenon. Pada beberapa kasus tidak biasa, dermatitis kontak iritan dapat timbul beberapa bulan setelah pajanan, diikuti dengan resolusi lengkap. Bentuk DKI Akut seringkali menyerupai luka bakar akibat bahan kimia, bulla besar atau lepuhan. DKI ini jarang timbul dengan gambaran eksematousa yang sering timbul pada dermatitis kontak.

Gambar 1 : DKI akut akibat penggunaan pelarut industri

2. Dermatitis Kontak Iritan Lambat (Delayed ICD) Pada dermatitis kontak iritan akut lambat, gejala obyektif tidak muncul hingga 8-24 jam atau lebih setelah pajanan. Sebaliknya, gambaran kliniknya mirip dengan dermatitis kontak iritan akut. Contohnya adalah dermatitis yang disebabkan oleh serangga yang terbang pada malam hari, dimana gejalanya muncul keesokan harinya berupa eritema yang kemudian dapat menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.

3. Dermatitis Kontak Iritan Kronis (DKI Kumulatif)

Juga disebut dermatitis kontak iritan kumulatif. Disebabkan oleh iritan lemah (seperti air, sabun, detergen, dll) dengan pajanan yang berulang-ulang, biasanya lebih sering terkena pada tangan. Kelainan kulit baru muncul setelah beberapa hari, minggu, bulan, bahkan tahun. Sehingga waktu dan rentetan pajanan merupakan faktor yang paling penting. Dermatitis kontak iritan kronis ini merupakan dermatitis kontak iritan yang paling sering ditemukan. Gejala berupa kulit kering, eritema, skuama, dan lambat laun akan menjadi hiperkertosis dan dapat terbentuk fisura jika kontak terus berlangsung.

Gambar 2 : DKI kronis akibat efek korosif dari semen

Distribusi penyakit ini biasanya pada tangan. Pada dermatitis kontak iritan kumulatif, biasanya dimulai dari sela jari tangan dan kemudian menyebar ke bagian dorsal dan telapak tangan. Pada ibu rumah tangga, biasanya dimulai dari ujung jari (pulpitis). DKI kumulatif sering berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena itu lebih banyak ditemukan pada tangan dibandingkan dengan bagian lain dari tubuh (contohnya: tukang cuci, kuli bangunan, montir bengkel, juru masak, tukang kebun, penata rambut). 4. Reaksi Iritan Secara klinis menunjukkan reaksi akut monomorfik yang dapat berupa skuama, eritema, vesikel, pustul, serta erosi, dan biasanya terlokalisasi di dorsum dari tangan dan jari. Biasanya hal ini terjadi pada orang yang terpajan dengan pekerjaan basah. Reaksi iritasi dapat sembuh, menimbulkan penebalan kulit atau dapat menjadi DKI kumulatif.

Gambar 3 : Reaksi Iritan

5. Reaksi Traumatik (DKI Traumatik) Reaksi traumatik dapat terbentuk setelah trauma akut pada kulit seperti panas atau laserasi. Biasanya terjadi pada tangan dan penyembuhan sekitar 6 minggu atau lebih lama. Pada proses penyembuhan, akan terjadi eritema, skuama, papul dan vesikel. Secara klinik gejala mirip dengan dermatitis numular.

6. Dermatitis Kontak Iritan Noneritematous Juga disebut reaksi suberitematous. Pada tingkat awal dari iritasi kulit, kerusakan kulit terjadi tanpa adanya inflamasi, namun perubahan kulit terlihat secara histologi. Gejala umum yang dirasakan penderita adalah rasa terbakar, gatal, atau rasa tersengat. Iritasi suberitematous ini dihubungkan dengan penggunaan produk dengan jumlah surfaktan yang tinggi.1 Penyakit ini ditandai dengan perubahan sawar stratum korneum tanpa tanda klinis (DKI subklinis).

7. Dermatitis Kontak Iritan Subyektif (Sensory ICD) Kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita mengeluh gatal, rasa tersengat, rasa terbakar, beberapa menit setelah terpajan dengan iritan. Biasanya terjadi di daerah wajah, kepala dan leher. Asam laktat biasanya menjadi iritan yang paling sering menyebabkan penyakit ini.

8. Dermatitis Kontak Iritan Gesekan (Friction ICD) Terjadi iritasi mekanis yang merupakan hasil dari mikrotrauma atau gesekan yang berulang. DKI Gesekan berkembang dari respon pada gesekan yang lemah, dimana secara klinis dapat berupa eritema, skuama, fisura, dan gatal pada daerah yang terkena gesekan. DKI Gesekan dapat hanya mengenai telapak tangan dan seringkali terlihat menyerupai psoriasis dengan plakat merah menebal dan bersisik, tetapi tidak gatal. Secara klinis, DKI Gesekan dapat hanya mengenai pinggiran-pinggiran dan ujung jemari tergantung oleh tekanan mekanik yang terjadi.

Gambar 4 : DKI Gesekan

9. Dermatitis Kontak Iritan Akneiform

10

Disebut juga reaksi pustular atau reaksi akneiform. Biasanya dilihat setelah pajanan okupasional, seperti oli, metal, halogen, serta setelah penggunaan beberapa kosmetik. Reaksi ini memiliki lesi pustular yang steril dan transien, dan dapat berkembang beberapa hari setelah pajanan. Tipe ini dapat dilihat pada pasien dermatitis atopy maupun pasien dermatitis seboroik.

Gambar 5 : DKI Akneiform

10. Dermatitis Asteatotik Biasanya terjadi pada pasien-pasien usia lanjut yang sering mandi tanpa menggunakan pelembab pada kulit. Gatal yang hebat, kulit kering, dan skuama ikhtiosiform merupakan gambaran klinik dari reaksi ini.

Gambar 6: DKI Asteatotik.

11

2.6

PATOFISIOLOGI Dermatitis kontak iritan tampak setelah pemaparan tunggal atau

pemaparan berulang pada agen yang sama. Beberapa mekanisme dapat menjadi penyebab terjadinya DKI. Pertama, bahan kimia mungkin merusak sel dermal secara langsung dengan absorpsi langsung melewati membran sel kemudin merusak sistem sel. Mekanisme kedua, setelah adanya sel yang mengalami kerusakan maka akan merangsang pelepasan mediator inflamasi ke daerah tersebut oleh sel T maupun sel mast secara non-spesifik. Misalnya, setelah kulit terpapar asam sulfat maka asam sulfat akan menembus ke dalam sel kulit kemudian mengakibatkan kerusakan sel sehingga memacu kemudian dirubah oleh siklooksigenase pelepasan asam arakidonat dari fosfolipid dengan bantuan fosfolipase. Asam arakidonat (menghasilkan prostaglandin, tromboksan) dan lipoosigenase (menghasilkan leukotrien). Prostaglandin dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah (sehingga terlihat berwarna merah) dan mempengaruhi saraf (sehingga terasa sakit); leukotrien meningkatkan permebilitas vaskuler di daerah tersebut (sehingga meningkatkan jumlah air dan terlihat bengkak) serta berefek kemotaktik kuat terhadap eosinofil, netrofil dan makrofag. Mediator pada inflamasi akut adalah histamin, serotonin, prostaglandin, leukotrien, sedangkan pada inflamasi kronis adalah IL1, IL2, IL3, TNF2. Reaksi ini bukanlah akibat imun spesifik dan tidak membutuhkan pemaparan sebelumnya agar iritan menampakkan reaksi. Beberapa faktor mungkin mempengaruhi tingkatan respon kulit. Adanya penyakit kulit sebelumnya dapat menghasilkan dermatitis yang parah akibat membiarkan iritan dengan mudah memasuki dermis. Jumlah dan konsentrasi paparan bahan kimia juga penting. Iritan kimia kuat, asam dan basa

12

tampaknya menghasilkan keparahan yang reaksi inflamasi yang sedang dan parah. Iritan yang lebih ringan, seperti detergen, sabun, pelarut mungkin membutuhkan pemaparan yang banyak untuk mengakibatkan dermatitis. Selain itu, faktor lingkungan, seperti suhu hangat, kelembaban yang tinggi atau pekerkaan basah dapat berpengaruh.

2.7

DIAGNOSA BANDING 1. Dermatitis Kontak Alergi Berbeda dengan DKI, pada DKA, terdapat sensitasi dari pajanan/iritan. Gambaran lesi secara klinis muncul pada pajanan selanjutnya setelah interpretasi ulang dari antigen oleh sel T (memori), dan keluhan utama pada penderita DKA adalah gatal pada daerah yang terkena pajanan. Pada patch tes, didapatkan hasil positif untuk alergen yang telah diujikan, dan sensitifitasnya berkisar antara 70 80% 2. Dermatitis Atopi Merupakan keadaan radang kulit kronis dan residif, disertai dengan gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak. Sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga penderita. Oleh karena itu, pemeriksaan IgE pada penderita dengan suspek DKI dapat dilakukan untuk mengurangi kemungkinan diagnosis dermatitis atopi. 3. Tinea Pedis Merupakan penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneun pada epidermis, rambut, dan kuku yang disebabkan oleh jamur dermatofitosis. Penderita bisa merasa gatal dan kelainan berbatas tegas, terdiri atas macam-macam effloresensi kulit. Bagian tepi lesi lebih aktif (lebih jelas tanda-tanda peradangan) daripada bagian tengah. Pada tinea pedis, khususnya bentuk mocassin foot, pada seluruh kaki terlihat

13

kulit menebal, dan bersisik serta eritema yang ringan terutama di tempat yang terdapat lesi. 2.8 DIAGNOSIS PASTI Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis yang akurat. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita lebih mudah mengingat penyebab terjadinya. DKI kronis timbul lambat serta mempunyai gambaran klinis yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan dengan DKA. Selain anamnesis, juga perlu dilakukan beberapa pemeriksaan untuk lebih memastikan diagnosis DKI. A. Anamnesis Anamnesis yang detail sangat dibutuhkan karena diagnosis dari DKI tergantung pada anamnesis mengenai pajanan yang mengenai pasien. Anamnesis yang dapat mendukung penegakan diagnosis DKI (gejala subyektif) adalah: Pasien mengklain adanya pajanan yang menyebabkan iritasi kutaneus Onset dari gejala terjadi dalam beberapa menit sampai jam untuk DKI akut. DKI lambat dikarakteristikkan oleh causa pajanannya, seperti benzalkonium klorida (biasanya terdapat pada cairan disinfektan), dimana reaksi inflamasinya terjadi 8-24 jam setelah pajanan. Onset dari gejala dan tanda dapat tertunda hingga berminggu-minggu ada DKI kumulatif (DKI Kronis). DKI kumulatif terjadi akibat pajanan berulang dari suatu bahan iritan yang merusak kulit. Penderita merasakan sakit, rasa terbakar, rasa tersengat, dan rasa tidak nyaman akibat pruritus yang terjadi. B. Pemeriksaan Fisik Menurut Rietschel dan Flowler, kriteria dignosis primer untuk DKI sebagai berikut:

14

Makula eritema, hiperkeratosis, atau fisura predominan setelah terbentuk vesikel

Tampakan kulit berlapis, kering, atau melepuh Bentuk sirkumskrip tajam pada kulit Rasa tebal di kulit yang terkena pajanan

C. Pemeriksaan Penunjang. Tidak ada pemeriksaan spesifik untuk mediagnosis dermatitis kontak iritan. Ruam kulit biasanya sembuh setelah bahan iritan dihilangkan. Terdapat beberapa tes yang dapat memberikan indikasi dari substansi yang berpotensi menyebabkan DKI. Tidak ada spesifik tes yang dapat memperlihatkan efek yang didapatkan dari setiap pasien jika terkena dengan bahan iritan. Dermatitis kontak iritan dalam beberapa kasus, biasanya merupakan hasil dari efek berbagai iritan

1. Patch Test Patch test digunakan untuk menientukan substansi yang menyebabkan kontak dermatitis dan digunakan untuk mendiagnosis DKA. Konsentrasi yang digunakan harus tepat. Jika terlalu sedikit, dapat memberikan hasil negatif palsu oleh karena tidak adanya reaksi. Dan jika terlalu tinggi dapat terinterpretasi sebagai alergi (positif palsu). Patch tes dilepas setelah 48 jam, hasilnya dilihat dan reaksi positif dicatat. Untuk pemeriksaan lebih lanjut, dan kemabali dilakukan pemeriksaan pada 48 jam berikutnya. Jika hasilnya didapatkan ruam kulit yang membaik, maka dapat didiagnosis sebagai DKI, Pemeriksaan patch tes digunakan untuk pasien kronis, dengan dermatitis kontak yang rekuren. 2. Kultur Bakteri Kultur bakteri dapat dilakukan pada kasus-kasus komplikasi infeksi sekunder bakteri.

15

3. Pemeriksaan KOH Dapat dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui adanya mikology pada infeksi jamur superficial infeksi candida, pemeriksaan ini tergantung tempat dan morfologi dari lesi. 4. Pemeriksaan IgE Peningkatan imunoglobulin E dapat menyokong adanya diathetis atopic atau riwayat atopi 2.9 PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan dari dermatitis kontak iritan dapat dilakukan dengan melakukan dengan memproteksi atau menghindakan kulit dari bahan iritan. Selain itu, prinsip pengobatan penyakit ini adalah dengan menghindari bahan iritan, melakukan proteksi (seperti penggunaan sarung tangan), dan melakukan substitusi dalam hal ini, mengganti bahan-bahan iritan dengan bahan lain.

Selain itu, beberapa strategi pengobatan yang dapat dilakukan pada penderita dermatitis kontak iritan adalah sebagai berikut: 1. Kompres dingin dengan Burrows solution Kompres dingin dilakukan untuk mengurangi pembentukan vesikel dan membantu mengurangi pertumbuhan bakteri. Kompres ini diganti setiap 2-3 jam. 2. Glukokortikoid topikal Efek topical dari glukokortikoid pada penderita DKI akut masih kontrofersional karena efek yang ditimbulkan, namun pada penggunaan yang lama dari corticosteroid dapat menimbulkan kerusakan kulit pada stratum korneum. Pada pengobatan untuk DKI akut yang berat, mungkin dianjurkan

16

pemberian prednison pada 2 minggu pertama, 60 mg dosis inisial, dan di tappering 10mg. 3. Antibiotik dan antihistamin Ketika pertahanan kulit rusak, hal tersebut berpotensial untuk terjadinya infeksi sekunder oleh bakteri. Perubahan pH kulit dan mekanisme antimikroba yang telah dimiliki kulit, mungkin memiliki peranan yang penting dalam evolusi, persisten, dan resolusi dari dermatitis akibat iritan, tapi hal ini masih dipelajari. Secara klinis, infeksi diobati dengan menggunakan antibiotik oral untuk mencegah perkembangan selulit dan untuk mempercepat penyembuhan. Dapat menggunakan Antibiotik Amoxicillin 3 x 500mg. Sedangkan antihistamin mungkin dapat mengurangi pruritus yang disebabkan oleh dermatitis akibat iritan. Secara klinis antihistamin biasanya diresepkan untuk mengobati beberapa gejala simptomatis. Dapat diberikan CTM 3x1 tablet/hari untuk menghilangkan rasa gatal. 4. Anastesi (Iritasi sensoris) Lidokain berguna untuk menurunkan sensasi terbakar dan rasa gatal pada kulit yang dihubungkan dengan dermatitis iritan oleh karena penekanan nosiseptor, dan mungkin dapat menjadi pengobatan yang potensial untuk dermatitis kontak iritan.

Dosis untuk anestesi infiltrasi perkutan, 5 sampai 300 mg ( 1 dalam 60 mL dari 0,5% larutan, atau 0,5 sampai 30 mL dari 1% larutan) Lidokain salep digunakan untuk anestesi pada kulit dan membran mukosa dengan dosis yang direkomendasikan sebesar 20 g dalam 5% salep (setara 1 g lidokain basa) dalam 24 jam. 5. Emolien

17

Pelembab yang digunakan 3-4 kali sehari adalah tatalaksana yang sangat berguna. Menggunakan emolien ketika kulit masih lembab dapat meningkatkan efek emolien. Emolien dengan perbandingan lipofilik : hidrofilik yang tinggi diduga paling efektif karena dapat menghidrasi kulit lebih baik. 6. Imunosupresi Oral Pada penatalaksanaan iritasi akut yang berat, glukokortikoid kerja singkat seperti prednisolon, dapat membantu mengurangi respon inflamasi jika dikombinasikan dengan kortikosteroid topikal dan emolien. Tetapi, tidak boleh digunakan untuk waktu yang lama karena efek sampingnya. Dosis awal prednisolone bervariasi dari 4 48 mg/hari (tergantung dari jenis dan beratnya penyakit, serta respons penderita). Bila telah diperoleh efek terapi yang memuaskan, dosis harus diturunkan sampai dosis efektif minimal untuk pemeliharaan. Pada penderita yang baru mendapat methylprednisolone selama beberapa hari, penghentian obat dapat dilakukan secara mendadak. Untuk penderita yang mendapat methylprednisolone dosis besar selama lebih dari 1 2 minggu, penghentian obat harus dilakukan dengan pengurangan dosis bertahap dengan tiap beberapa hari. 7. Fototerapi dan Radioterapi Superfisial Fototerapi telah berhasil digunakan untuk tatalaksana dermatitis kontak iritan, khususnya pada tangan. Modalitas yang tersedia adalah fototerapi photochemotherapy ultraviolet A (PUVA) dan ultraviolet B, dimana penyinaran dilakukan bersamaan dengan penggunaan fotosensitizer (soralen oral atau topical). Sedangkan radioterapi superfisial dengan sinar Grentz juga dapat digunakan untuk menangani dermatitis pada tangan yang kronis. Penalataksanaan ini jarang digunakan pada praktek terbaru, hal ini mungkin disebabkan oleh ketakutan terhadap kanker karena radioterapi.

18

Dasar penatalaksanaan adalah dengan menghindari pajanan terhadap zat iritan. Hal ini dilakukan dengan bertukar lingkungan kerja, proteksi kulit individual seperti dengan penggunaan sarung tangan, baju dan krim pelindung dan jika diperlukan cuti sakit hingga regenrasi sempurna fungsi sawar kulit tercapai. Pencegahan DKI dapat dicegah. Pekerja harus diberi pengarahan atau edukasi tentang berabgai macam cara pencegahan sebelum mulai bekerja , dapat juga dilakukan skrining sebelum bekerja ( pre-employment screening ). Pada screening i9ni para pekerja dengan faktor predisposisi sebaiknya menghindari aktivitas yang berhubungan dengan air dan zat zat iritan. 1. Krim pelembab Umumnya pelembab mengandung humectant dengan berat molekul rendah dan lipid. Humectants seperti urea , gliserin, asam laktat, pyrroledone carboxylic acid (PCA) dan garan, diabosrpsi ke dalam stratum kornemum dan meningkatkan hidrasid dengan cara menarik air. Lipid, seperti petrolatum, lilin lebah, lanolin dna bermacam macam minyak membran oklusif pada kulit 2. Barrier creams Krim ini digunakan unmtuk mencegah atau mengurangi penetrasi dan abrobsi zat iritan ke ke kulit , mencegah terjadinya lesi kulit atau efek pajanan ke dermis. Biasa dipakai untuk mnecegah dan mengobati dermatitis kontak di lingkungan industri dan rumah. Menurut penelitian dikatakan bahwa mekanisme kerja BC melalui bahan bahan aktif yang terkandung di dalamnya mengikat atau merubah zat iritan. Sebagahagian besar menerima bahwa BC mempengaruhi absobsi dan penetrasi iritand enganm bloik fisik, yaitu membentuk lapisan tipis film yang melindungi kulit. dalam pelembab, memiliki efek sebagai

19

3. Baju dan sarung tangan pelindung Sarung tangam memiliki efek protektif terhadap pajanan deterjen. Baju pelindung juga mempunyai peranan pentings ebagi pelindung tubuh di lingkungan industri. Akan tetapi perlu juga diingat bahwa baju waktu yang lebih 2.12 PROGNOSIS Prognosis DKI tergantung penatalaksanaannya, karena sering terjadi rekurensi akibat kesulitan untuk menghindari pajanan terhadap zat iritan sehari hari di rumah maupun di lingkungan kerja. Resolusi lesi kulit berjalan lambat dan terkadang tidak sempurna. Untuk itu selain pengobatan perlu diperhatikan cara untuk menjaga agar fungsi sawar kulit berjalan dengan baik. Faktor yang turut memperburuk prognosis adalah jika terdapat dermatitis atopi. ini dapat memerangkap kelembaban dan zat kimia yang kemungkinan membahayakan kulit untuk jangka

20

BAB III KESIMPULAN 3.1 KESIMPULAN Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradanga

nonimunologik pada kulit yang disebabkan oleh kontak dengan faktor eksogen maupun endogen. Faktor eksogen berupa bahan-bahan iritan (kimiawi, fisik, maupun biologik) dan faktor endogen memegang peranan penting pada penyakit ini. Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Data epidemiologi penderita dermatitis kontak iritan sulit didapat. Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup banyak, namun sulit untuk diketahui jumlahnya. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak penderita yang tidak datang berobat dengan kelainan ringan. Prognosis DKI tergantung penatalaksanaannya, karena sering terjadi rekurensi akibat kesulitan untuk menghindari pajanan terhadap zat iritan sehari hari di rumah maupun di lingkungan kerja. Resolusi lesi kulit berjalan lambat dan terkadang tidak sempurna.

Untuk itu selain pengobatan perlu diperhatikan cara untuk menjaga agar fungsi sawar kulit berjalan dengan baik. Faktor yang turut memperburuk prognosis adalah jika terdapat dermatitis atopi.

3.2

SARAN

Bagi para penderita yang terlihat terkena salah satu dermatitis diharapkan berobat untuk melengkapi pendataan dan untuk memudahkan penderita untuk segera sembuh.

21

Dan diharapkan kepada penderita untuk tidak kontak terhadap pajanan yang menyebabkan munculnya Dermatitis Kontak Iritan. Apabila tak memungkinkan dapat menggunakan baju dan sarung tangan pelindung sebagai pencegahan.

DAFTAR PUSTAKA 1. Rassner, Steinert, U. 1995. Buku Ajar dan Atlas. Dermatologi Rassner. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC 2. Sularsito, S. A. 1992. Dermatitis. Vol 1. Yayasan Penerbit IDI Yogyakarta Sularsito, S. A. 2007. Dermatitis. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 3. Djuanda, Suria. 2007. Dermatitis. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
4. Sularsito, S.A dan Suria Djuanda, editors. Dermatitis. In: Djuanda A,

Mochtar H, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.p.130-33.
5. Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL, editors.

Fitzpatricks Dermatology in general medicine. 7th ed. New York: McGraw Hill; 2008.p.396-401.
6. Gould Dinah. Occupational Irritan Dermatitis in Healthcare Workers

Meeting the Challenge of Prevention.[Online] 2003 [cited 2011 January 9]:[5 screens]. Available from : URL:http://ssl-international.com
7. Grand SS. Allergic Contact Dermatitis Versus Irritant Contact Dermatitis.

[Online].2008. [cited 2011 January 9]:[30 screens]. Available from: URL:http://wsiat.on.ca/english/mlo/allergic.htm


8. Wilkinson SM, and Beck MH. Rooks Textbook Of Dermatology 7 th ed.

Australia: Blackwell Publishing. 2004.chapter 19

Anda mungkin juga menyukai