Anda di halaman 1dari 21

PENDAHULUAN SISTEM GINJAL

Gambar 1. a, Anatomi ginjal. b, Nefron. c, Sel tubulus proksimal. d, Sel ansa Henle tipis. e, Sel ansa Henle tebal dan sel tubulus distal

Ginjal membantu mempertahankan komposisi cairan ekstraselular tubuh, dan meregulasi ion (misalnya Na+, K+, Ca , Mg2+), status asam-basa, dan cairan tubuh. Ginjal juga memiliki fungsi endokrin. Plasma difiltrasi oleh kapiler di glomerulus, dan komposisi filtrat akan dimodifikasi melalui reabsorpsi dan sekresi di nefron. Rata-rata keluaran urin adalah ~1,5 L per hari, walaupun bisa berkurang hingga <1 L per harinya dan meningkat hingga mendekati 20 L per hari.

STRUKTUR MAKRO Ginjal terletak pada kedua sisi kolumna vertebralis, di belakang peritoneum. Arteri dan vena renalis, limfatik, dan saraf memasuki ginjal melalui hilus, tempat munculnya pelvis renalis yang akan menjadi ureter (Gambar 1a). Ginjal dikelilingi oleh jaringan fibrosa kapsul ginjal. Di bagian dalam, ginjal memiliki korteks bagian luar berwarna gelap yang mengelilingi medula yang berwarna lebih terang, yang berisi lobus-lobus triangular atau piramid. Korteks berisi

glomerulus dan tubulus proksimal dan tubulus distal dari nefron, sedangkan ansa Henle dan duktus kolektivus turun ke dalam medulla (Gambar 1b). Setiap ginjal mengandung ~800.000 nefron. Duktus kolektivus menjadi satu di papila pada apeks setiap piramid, dan mengosongkan isinya ke dalam kaliks dan kemudian ke pelvis renalis. Urin akan didorong melalui ureter ke kandung kemih oleh peristalsis.

NEFRON Setiap nefron bermula dengan suatu kapsul (kapsula Bowman) yang mengelilingi kapiler glomerulus, yang mengumpulkan filtrat, diikuti oleh tubulus proksimal, ansa Henle, tubulus distal, dan awal duktus kolektivus (Gambar 1b). Terdapat dua jenis nefron, yaitu nefron dengan glomeruli yang terletak pada bagian luar 70% korteks dan ansa Henle pendek (nefron kortikal: ~85%), dan nefron dengan glomeruli yang terletak di dekat perbatasan korteks-medula dan ansa Henle panjang (nefron jukstamedularis: -15%). Glomerulus memproduksi ultrafiltrat dari plasma. Tubulus proksimal berkonvolusi (berkelok-kelok) saat keluar dari kapsula Bowman, tetapi menjadi lurus sebelum menjadi ansa Henle bagian desendens di medula. Dinding tubulus proksimal tersusun dari sel epitel kolumnar dengan brush-border mikrovili pada permukaan lumen yang meningkatkan luas permukaan hingga ~40 kali lipat (Gambar 1c). Tight junction (persambungan erat) yang berada di dekat sisi lumen membatasi difusi melalui celah antarsel. Sisi basal atau peritubulus sel menunjukkan adanya interdigitasi, yang meningkatkan luas permukaan. Terminologi rongga interselular lateral seringkali digunakan untuk menyebutkan ruang di antara interdigitasi dan membran basal dan di antara dasar sel-sel yang berdekatan. Fungsi utama tubulus proksimal adalah reabsorpsi. Ansa Henle bagian tipis (tebal ~20um) terbentuk dari sel-sel skuamosa tipis (Gambar 1d), tanpa mikrovili. Ansa Henle asendens tebal memiliki sel epitel kolumnar yang serupa dengan tubulus proksimal, namun dengan sedikit mikrovili. Pada titik dimana ansa berhubungan dengan aparatus jukstaglomerulus, setelah memasuki korteks kembali, dinding ansa terbentuk dari sel makula densa yang telah dimodifikasi (Gambar 1b). Ansa Henle penting untuk produksi urin yang pekat. Tubulus distal secara fungsional serupa dengan duktus kolektivus kortikal. Keduanya mengandung sel-sel yang serupa dengan sel-sel pada ansa Henle asendens tebal (Gambar 1e). Di

duktus kolektivus, sel-sel prinsipal terletak berselang-seling dengan sel interkalasi yang memiliki morfologi dan fungsi berbeda; susunan ini berperan untuk keseimbangan asam-basa. Duktus kolektivus berperan penting dalam homeostasis air.

SIRKULASI GINJAL Ginjal mendapatkan ~20% curah jantung. Arteri renalis masuk melalui hilus dan bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan di antara piramida-piramida ke perbatasan korteks-medula, di mana kemudian bercabang menjadi arteri arkuata. Arteri interlobularis naik ke korteks, dan memperdarahi arteriol aferen glomerulus (Gambar 1a,b). Kapiler-kapiler glomerulus merupakan tempat filtrasi, dan mengalirkan ke arteriol eferen (bukan vena). Arteriol aferen dan eferen memberikan resistensi utama pada aliran darah ginjal. Arteriol eferen bercabang menjadi jalinan kapiler di korteks di sekitar tubulus proksimal dan distal (kapiler peritubulus). Kapiler yang terletak dekat dengan perbatasan korteks-medula akan masuk ke medula membentuk vasa rekta yang mengelilingi ansa Henle; hal ini memberikan satu-satunya sumber pasokan darah ke medula. Semua kapiler mengalir ke vena renalis. Sembilan puluh persen darah yang memasuki ginjal akan memperdarahi korteks, menyebabkan aliran darah yang tinggi (~500 mL/menit/100 g) dan sedikit perbedaan 02 arteriovenosa (~2%). Aliran darah medula lebih lambat (20-100 mL/menit/100 g). Regulasi aliran darah ginjal. Perbedaan konstriksi arteriol aferen dan eferen sangat mempengaruhi filtrasi. Ginjal memperlihatkan autoregulasi tingkat tinggi (Gambar 2e), baik melalui respons miogenik dan melalui makula densa, yang mendeteksi laju filtrasi yang tinggi dan kemudian melepaskan adenosin, yang akan mengonstriksi arteriol aferen, sehingga filtrasi berkurang. Noradrenalin (norepinefrin) dari saraf simpatis ginjal akan mengonstriksi arteriol aferen dan eferen, dan meningkatkan renin sehingga meningkatkan produksi angiotensin II (vasokonstriktor poten). Banyak vasokonstriktor perifer (misalnya endotelin, angiotensin II) menyebabkan pelepasan prostaglandin vasodilator di dalam ginjal, sehingga melindungi aliran darah ginjal.

HORMON DAN GINJAL Fungsi ginjal dipengaruhi oleh berbagai hormon yang memodulasi regulasi ion dan air (misalnya hormon antidiuretik, aldosteron). Renin diproduksi oleh aparatus jukstaglomerulus

dan memacu pembentukan angiotensin. Eritropoietin disintesis oleh sel-sel interstisial korteks, dan menstimulasi produksi sel darah merah. Vitamin D dimetabolisme di ginjal menjadi bentuk aktif (1,25-dihidroksikolekalsiferol), yang terlibat dalam regulasi Ca2+ dan fosfat. Berbagai prostaglandin juga diproduksi di ginjal, dan mempengaruhi aliran darah ginjal.

MIKTURISI Konstriksi otot polos kandung kemih (otot detrusor) mengeluarkan urin melalui uretra (mikturisi, berkemih). Mikturisi diawali oleh refleks spinalis ketika tekanan urin mencapai tingkat kritis, tetapi dikontrol kuat oleh pusat yang lebih tinggi (volunter). Leher kandung kemih membentuk sfingter uretra interna; sfingter eksterna terbentuk dari otot rangka volunter di sekitar daerah yang lebih distal dari uretra.

FILTRASI GINJAL

Gambar 2. a, Glomerulus dan aparatus jukstaglomerulus. b, Sawar filtrasi. c, Sifat filter. d, Tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik di sepanjang pembuluh darah ginjal. e, Hubungan antara tekanan darah arteri, aliran darah ginjal, dan laju filtrasi glomerulus (LFG)

Struktur glomerulus ditunjukkan pada Gambar 2a. Dinding arteriol aferen terkait dengan sel-sel granular yang memproduksi renin; di sini terdapat banyak ujung saraf simpatis. Kumpulan kapiler glomerulus ini dikelilingi oleh kapsula Bowman, yang permukaan dalamnya dan kapiler dilapisi oleh sel-sel epitel khusus (podosit). Pada glomerulus tersebar secara berselang-seling sel-sel mesangial yang bersifat fagositik (memakan molekul besar) dan kontraktil; kontraksi dapat membatasi luas filtrasi dan mengubah filtrasi. Sel-sel mesangial juga terdapat di antara kapsul dan makula densa (sel mesangial ekstraglomerulus; Gambar 2a).

FILTRASI GLOMERULUS Plasma difiltrasi di dalam glomerulus secara ultrafiltrasi (yaitu bekerja pada tingkat molekular), dan flltrat masuk ke dalam tubulus proksimal. Laju filtrasi glomerulus (LFG) adalah ~125 mL/menit pada manusia. Aliran plasma ginjal adalah ~600 mL/ menit, sehingga jumlah plasma yang difiltrasi ke nefron (fraksi filtrasi) adalah ~20%. Cairan dan solut (zat terlarut) harus melalui tiga sawar filtrasi (Gambar 2b): 1. Endotel kapiler glomerulus, yang kira-kira 50 kali lebih permeabel daripada sebagian besar jaringan lain karena memiliki pori-pori (fenestra) berukuran kecil (70 nm). 2. Membran basal kapiler terspesialisasi yang mengandung glikoprotein bermuatan negatif, yang diperkirakan sebagai tempat utama ultrafiltrasi. 3. Sel epitel termodifikasi (podosit) dengan penonjolan panjang (prosesus primer) yang meliputi kapiler dan memiliki banyak tonjolan/prosesus seperti kaki (pedikel) yang berhubungan langsung dengan membran basal. Celah regular di antara pedikel-pedikel disebut celah filtrasi, dan celah ini membatasi molekul-molekul besar. Podosit mempertahankan membran basal dan, seperti sel mesangial, dapat bersifat fagositik dan sedikit kontraktil. Permeabilitas sawar filtrasi bergantung pada ukuran molekul. Zat dengan berat molekul <7000 Da dapat lewat dengan bebas, tetapi molekul yang lebih besar hingga berukuran 70.000100.000 Da semakin terbatas, dan bila molekul lebih besar lagi maka filtrasi menjadi tidak signifikan (Gambar 2c). Molekul bermuatan negatif semakin terbatas karena ditolak oleh muatan negatif membran basal. Jadi, albumin (~69.000 Da), yang juga bermuatan negatif, hanya terfiltrasi dalam jumlah yang sangat sedikit, sedangkan molekul kecil seperti ion, glukosa, asam amino, dan ureum melewati filter tanpa hambatan. Hal ini berarti bahwa filtrat (hasil filtrasi)

glomerulus hampir tidak mengandung protein, tetapi sebaliknya, memiliki komposisi yang identik dengan plasma.

FAKTOR YANG MENENTUKAN LAJU FILTRASI GLOMERULUS LFG bergantung pada perbedaan antara tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik (osmotik koloid, yang disebabkan oleh protein) pada kapiler glomerulus dan kapsula Bowman, seperti yang ditunjukkan pada persamaan Starling. Tekanan kapiler glomerulus (Pc) lebih besar daripada tempat Iain manapun (~48 mmHg) karena pengaturan arteriol aferen dan eferen yang unik dan karena resistensi aferen yang rendah tetapi resistensi eferennya tinggi. Karena tekanan kapsuia Bowman (PB) adalah ~10 mmHg, maka gaya hidrostatik netto yang mendorong filtrasi adalah (Pc - PB) atau ~35 mmHg. Gaya ini dilawan oleh tekanan onkotik plasma kapiler ( c; ~25 mmHg); tekanan onkotik filtrat pada dasarnya adalah nol (tidak ada protein). Jadi, LFG PB) c

(Pc -

(Gambar 2d). Yang harus diperhatikan, karena fraksi filtrasi cukup berarti (~20%) dan
c

protein tidak difiltrasi, maka konsentrasi protein plasma dan kemudian

akan meningkat saat

darah melewati glomerulus, sehingga mengurangi (tetapi tidak menghentikan) filtrasi. Pada kapiler peritubulus, di mana tekanan hidrostatik sangat rendah, peningkatan reabsorpsi (Gambar 2d). Jadi, LFG sangat bergantung pada resistensi relatif arteriol aferen dan eferen, yang dipengaruhi tonus simpatis dan zat-zat vasoaktif lainnya. LFG bersifat konstan dalam kisaran tekanan darah yang luas (90-200 mmHg) karena adanya autoregulasi aliran darah ginjal (Gambar 2e). Penyakit ginjal, vasokonstriktor sirkulasi dan lokal, dan aktivasi simpatis akan mengurangi LFG, walaupun angiotensin II akan lebih mengonstriksi arteriol eferen, sehingga meningkatkan LFG.
c

akan memacu

PENGUKURAN LAJU FILTRASI GLOMERULUS DAN KONSEP BERSIHAN Jika suatu zat X difiltrasi secara bebas dan tidak direabsorpsi maupun disekresi di nefron, maka jumlah yang terdapat di urin per menit harus sama dengan jumlah yang difiltrasi per menit. Jadi, jika konsentrasi zat X dalam plasma adalah Cp dan konsentrasi dalam urin adalah Cu, dan volume produksi urin per menit adalah V, mafa Cp x LFG = Cu x V, atau LFG = (Cn x V)/Cp. Kreatinin (creatinine) yang dilepaskan dari otot rangka secara konstan, seringkali digunakan dalam pengukuran LFG secara klinis karena kreatinin difiltrasi secara bebas dan tidak

direabsorpsi; walaupun terjadi sedikit sekresi, namun hal ini hanya membuat sedikit perbedaan, kecuali jika kreatinin dalam plasma atau LFG abnormal rendah. Pengukuran yang lebih akurat didapatkan dengan memberikan infus polisakarida inulin, yang tidak direabsorpsi maupun disekresi. Proses ini disebut sebagai metode bersihan (clearance method). Istilah bersihan kadang membingungkan, karena tidak menunjukkan apa yang sebenarnya terjadi, tetapi hanya sebagai suatu istilah yang menyatakan bagaimana kerja ginjal pada suatu zat. Bersihan didefinisikan sebagai volume plasma per menit yang perlu dibersihkan secara sempurna dari kandungan suatu zat untuk menghasilkan zat tersebut dalam jumlah sama pada urin, atau bersihan = (Cu x V)/Cp (yaitu sama dengan persamaan sebelumnya). Jadi, bersihan inulin sama dengan LFG. Jika suatu zat direabsorpsi di nefron, bersihannya akan kurang dari LFG, dan jika suatu zat disekresi, maka bersihannya akan lebih dari LFG. Beberapa zat yang secara normal direabsorpsi seluruhnya akan memiliki nilai bersihan nol sampai mekanisme reabsorpsi menjadi tersaturasi (misalnya glukosa). Aliran plasma ginjal (renal plasma flow, RPF) dapat diukur dengan cara yang serupa dengan menggunakan infus asam para-amhiohipurat (para-aminohippuric acid, PAH) yang pada konsentrasi rendah akan dibuang seluruhnya dari darah ginjal melalui filtrasi dan sekresi, sehingga tidak ada sisanya di aliran keluar vena. Jumlah PAH pada urin harus sama dengan jumlah PAH yang memasuki ginjal, jadi bersihan PAH sama dengan RPF. Fraksi filtrasi (LFG/RPF) dapat diperkirakan dari bersihan inulin/bersihan PAH. Aliran darah ginjal sama dengan RPF/(1 - hematokrit).

REABSORPSI DAN SEKRESI DAN TUBULUS PROKSIMAL

Gambar 3. a, Mekanisme transpor di tubulus proksimal. b, Contoh transpor aktif. c, Filtrasi, reabsorpsi, dan ekskresi glukosa. d, Filtrasi, sekresi, dan ekskresi PAH.

Pada orang dewasa sehat, ~180 L filtrat memasuki tubulus proksimal setiap harinya. Sejumlah komponen yang signifikan harus direabsorpsi untuk mencegah terbuangnya air dan solut (zat terlarut). Filtrat akan dimodifikasi secara progresif begitu melewati nefron melalui reabsorpsi zat-zat ke darah dan sekresi ke cairan tubulus. Reabsorpsi atau sekresi akhir (netto) suatu zat dapat ditentukan dari bersihannya.

PROSES TRANSPOR TUBULUS Reabsorpsi dan sekresi melibatkan transpor zat melintasi epitel tubulus; hal ini terjadi baik secara difusi melalui tight junction (persambungan erat) maupun rongga interselular lateral (jalur paraselular), digerakkan oleh gradien konsentrasi, gradien osmotik, ataupun gradien listrik, atau secara transpor aktif melalui sel epitel itu sendiri (jalur transelular) (Gambar 3a). Jalur transelular ini umumnya melibatkan suatu proses aktif baik pada membran sel apikal atau membran sel basolateral, dengan difusi pasif melintasi membran yang berlawanan akan digerakkan oleh gradien konsentrasi yang muncul. Pergerakan solut di antara rongga peritubulus

dan kapiler adalah dengan cara aliran pasif dan difusi; pergerakan air dipengaruhi oleh gaya Starling. Transpor aktif melibatkan protein yang disebut transporter yang bertugas untuk mentranslokasi zat melintasi membran sel (Gambar 3b). Transpor aktif primer menggunakan ATP secara langsung, misalnya Na+-K+-ATPase (pompa Na+). Transpor aktif sekunder menggunakan gradien konsentrasi yang muncul akibat transpor aktif primer sebagai sumber energinya. Yang paling banyak adalah gradien Na+ yang muncul akibat pompa Na+, sehingga pompa Na+ ini memiliki peran yang kritikal dalam reabsorpsi dan sekresi ginjal. Simporter (atau kotransporter) mentranspor zat-zat ke arah yang sama dengan (misalnya) Na+, sedangkan antiporter mentranspor zat ke arah yang berlawanan (Gambar 3b). Laju difusi melintasi membran sel ditingkatkan oleh kanal ion dan uniporter (transporter yang hanya membawa satu zat saja), yang dengan efektif meningkatkan permeabilitas membran terhadap zat spesifik; hal ini disebut difusi terfasilitasi, dan dapat dimodulasi oleh hormon atau obat-obatan.

TRANSPOR TUBULUS MAKSIMUM Terdapat batas untuk laju kerja suatu transporter, dan demikian pula, untuk setiap zat terdapat laju maksimum reabsorpsi atau sekresi, yang disebut transpor tubulus maksimum (Tm). Sebagai contoh, glukosa normalnya direabsorpsi seluruhnya di tubulus proksimal, dan tidak ada yang diekskresi di urin. Akan tetapi, jika konsentrasi glukosa dalam filtrat meningkat melebihi ambang batas ginjal, maka transporter akan mulai tersaturasi, dan glukosa akan terdapat di urin (Gambar 3c). Begitu Tm tercapai, ekskresi akan meningkat secara linear seiring peningkatan filtrasi. Konsentrasi ambang batas sedikit lebih rendah daripada nilai yang diperlukan untuk mencapai Tm, karena adanya variasi pada transpor maksimum di antara nefronnefron; hal ini disebut dengan splay (kemiringan). Mekanisme sekretorik juga memiliki Tm. Sebagai contoh, pada konsentrasi rendah, asam para-aminohipurat (PAH) hampir dihilangkan seluruhnya dari darah kapiler melalui filtrasi dan sekresi. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, sekresi menjadi tersaturasi, dan ekskresi lebih lanjut akan terbatasi oleh beban terfiltrasi (filtered load) (Gambar 3d).

TUBULUS PROKSIMAL (Gambar 3a)

Sebagian besar glukosa, asam amino, fosfat, dan bikarbonat direabsorpsi di tubulus proksimal. bersama dengan 60-70% Na+, K+, Ca , ureum, dan air. Natrium. Konsentrasi Na+ di filtrat adalah ~140 mmol/L, tetapi pada sitosol sel epitel konsentrasi Na+ ini jauh lebih rendah (~10-20 mmol/L), yang juga bermuatan negatif. Oleh karena itu, gradien elektrokimia mendukung pergerakan ion Na+ dari filtrat ke dalam sel, sehingga memberikan gaya dorong untuk transpor sekunder zat-zat lainnya. Sekitar 80% Na+ yang memasuki sel tubulus proksimal ditukar dengan H+ (antiporter Na+-H+). Sekresi ion H+ di tubulus proksimal berperan kritis pada reabsorpsi HC03- (Gambar 3a). Na+ dikeluarkan dari sel tubulus oleh pompa Na+ terutama di membran basolateral, sehingga Na+ ditranspor ke cairan interstisial. Akan tetapi, hanya ~20% Na+ yang ditranspor yang akan berdifusi ke kapiler, karena adanya aliran balik yang signifikan ke dalam tubulus melalui jalur paraselular. Air. Air tidak direabsorpsi secara aktif. Karena Na+ dan HC03- ditranspor keluar dari tubulus ke cairan interstisial peritubulus, maka osmolalitas cairan interstisial peritubulus akan meningkat, sedangkan osmalalitas cairan tubulus berkurang. Perbedaan tekanan osmotik ini menyebabkan reabsorpsi air melalui jalur transelular dan jalur paraselular. Reabsorpsi air meningkatkan konsentrasi Cl-, K+, Ca , dan ureum di dalam tubulus, sehingga akan terjadi difusi menuruni gradien konsentrasi ke rongga peritubulus, sebagian besar melalui jalur paraselular, walaupun Ca2+ mungkin melalui jalur transelular. Permeabilitas terhadap Cl- meningkat pada dua pertiga akhir tubulus proksimal, sehingga memfasilitasi reabsorpsi Cl-. Hal ini menyebabkan lumen tubulus menjadi lebih positif, dan meningkatkan reabsorpsi kation. Karena reabsorpsi Na+, Cl-, K+, Ca , dan ureum di tubulus proksimal terjadi bersamaan dengan reabsorpsi air, maka konsentrasi (dan osmolalitas total)nya pada cairan yang meninggalkan tubulus proksimal akan serupa dengan konsentrasi (dan osmolalitas total)-nya pada filtrat dan plasma, walaupun kuantitas dan volume cairan total berkurang hingga ~70%. Glukosa. Glukosa direabsorpsi secara kotranspor dengan Na+ melintasi membran apikal sel epitel, dan kemudian berdifusi keluar sel ke interstisium peritubulus. Tm glukosa adalah ~380 mg/menit (~21 mmol/menit), dan ambang batas ginjal adalah ~11 mmol/L. Adanya glukosa di urin menunjukkan hiperglikemia (tingginya glukosa plasma), suatu tanda diabetes melitus. Asam amino. Asam amino direabsorpsi oleh beberapa simporter terkait-Na+, yang spesifik untuk asam, basa, dan asam amino netral.

Fosfat. Fosfat dikotranspor dengan Na+ melintasi membran apikal sel epitel. Tm fosfat mendekati beban terfiltrasi, sehingga peningkatan konsentrasi fosfat dalam plasma akan menyebabkan ekskresi. Reabsorpsi fosfat diturunkan oleh hormon paratiroid. Asam dan basa organik. Zat ini meliputi metabolit-metabolit (misalnya garam empedu, urat, oksalat) dan obat-obatan (misalnya PAH, penisilin, aspirin), dan semuanya disekresi. Asam organik ditranspor dari cairan peritubulus ke sel tubulus secara kotranspor dengan Na+, dan berdifusi ke tubulus untuk ditukar dengan anion (misalnya Cl- , HC03- ). Basa organik secara aktif diekstrusi (dikeluarkan) dari membran apikal dan ditukar dengan Na+ atau H+.

ANSA HENLE DAN NEFRON DISTAL

Gambar 4. a, Pemekatan urin: ansa Henle dan nefron distal. b, Ansa Henle asendens tebal. c, Penggandaan arus balik (counter-current multiplier) akan menangkap Na+ dan Cl-. d, Kapiler vasa rekta. e, Tubulus distal/duktus kolektivus; reabsorpsi ADH dan air. f, Sekresi K + dan reabsorpsi Na+ di tubulus distal. g, Reabsorpsi Ca2+ di tubulus distal.

Di ansa Henle dan nefron distal terjadi pemekatan urin melalui terbentuknya osmolalitas tinggi di medula, yang akan menggerakkan reabsorpsi air dari duktus kolektivus. Nefron distal juga meregulasi ekskresi K+ dan Ca dan meregulasi status asam-basa.

ANSA HENLE Cairan yang memasuki bagian desendens ansa Henle bersifat isotonik dengan plasma (~290 mosmol/kgH20). Terbentuknya osmolalitas yang tinggi di medula bergantung pada perbedaan permeabilitas terhadap air dan solut di berbagai regio yang berbeda, transpor aktif ion pada bagian asendens tebal, dan adanya pengganda arus balik (counter-current multiplier). Bagian desendens tipis permeabel terhadap air tetapi tidak permeabel terhadap ureum, sedangkan bagian asendens tidak permeabel terhadap air tetapi permeabel terhadap ureum (Gambar 4a); bagian ini juga sangat permeabel terhadap ion Na+ dan Cl-. Bagian asendens tebal secara aktif mereabsorpsi Na+ dan Cl- dari cairan tubulus dengan menggunakan kotransporter Na+-K+-2Cl- apikal. Na+ ditranspor terutama melintasi membran basolateral oleh pompa Na+ (beberapa oleh kotranspor Na+-HC03-), dan Cl- melalui difusi (Gambar 4b). K+ keluar lagi ke lumen melalui kanal K+ apikal, menciptakan muatan positif yang menggerakkan reabsorpsi kation (Na+, K+, Ca2+, Mg2+) melalui jalur paraselular. Karena bagian asendens tebal tidak permeabel terhadap air, reabsorpsi ion mengurangi osmolalitas cairan tubulus (hingga ~90 mosmol/ kgH2O) dan meningkatkan osmolalitas cairan interstisial, sehingga menciptakan perbedaan osmotik sebesar ~200 mosmol/kgH2O. Counter-current multiplier (Gambar 4c). Peningkatan osmolalitas menyebabkan air berdifusi keluar dari bagian desendens, dan sejumlah Na+ dan Cl- berdifusi ke dalam, sehingga cairan tubulus menjadi pekat (Gambar 4c). Begitu cairan yang pekat ini mengalir turun, cairan berjalan ke arah yang berlawanan dengan cairan yang kembali dari regio dengan osmolalitas yang masih lebih tinggi di medula bagian dalam. Pengaturan arus balik (counter-current) ini menciptakan gradien osmotik, yang menyebabkan Na+ dan Cl- berdifusi keluar dari bagian asendens (mengencerkan/menurunkan konsentrasi cairan asendens), dan air berdifusi keluar dari bagian desendens (lebih memekatkan/meningkatkan konsentrasi cairan desendens). Efek ini diperkuat oleh fakta bahwa bagian asendens tidak permeabel terhadap air, tetapi sangat permeabel terhadap Na+ dan Cl-, dan juga dengan daur ulang ureum di antara duktus kolektivus dan bagian asendens, sehingga merupakan kontribusi penting untuk konsentrasi urin. Pada ujung

ansa Henle, cairan interstisial dapat mencapai osmolalitas sebesar ~1400 mosmoI/kgH2O, karena bagian NaCl dan ureum sama. Pasokan darah ke medula dicegah agar tidak menghilangkan gradien osmotik antara korteks dan medula oleh pengaturan penukar arus balik (counter-current exchanger) pada kapiler vasa rekta (Gambar 4d). Vasa rekta juga mengeluarkan air yang direabsorpsi dari ansa Henle dan duktus kolektivus medula. Harus diperhatikan bahwa O2 dan CO2 juga dipertahankan, sehingga, pada medula bagian dalam, Po2 rendah dan Pco2 tinggi.

TUBULUS DISTAL DAN DUKTUS KOLEKTIVUS Cairan yang memasuki tubulus distal bersifat hipotonik (~90 mosmol/kgH2O). Tubulus distal dan duktus kolektivus kortikal tidak permeabel terhadap ureum. Saluran ini juga tidak permeabel terhadap air, kecuali jika terdapat hormon antidiuretik (antidiuretic hormone, ADH, vasopressin), yang menyebabkan menyisipnya kanal air (aquaporin) ke membran apikal (Gambar 4e). Dengan adanya ADH, air akan berdifusi ke interstisium korteks ginjal, dan cairan tubulus menjadi pekat, mencapai osmolalitas maksimum sebesar ~290 mosmol/kgH2O (yaitu isotonik dengan plasma). Namun demikian, cairan tubulus berbeda dari plasma karena banyaknya ion Na+, K+, Cl-, dan HC03- yang telah direabsorpsi, dan digantikan oleh ureum. Cairan ini menjadi pekat ketika air direabsorpsi, karena tubulus distal dan duktus kolektivus kortikal tidak permeabel terhadap ureum. Duktus kolektivus medula juga menjadi permeabel terhadap air jika terdapat ADH. Air direabsorpsi karena tingginya osmolalitas interstisium medula (Gambar 4a). Oleh karena itu, pada kondisi dengan stimulasi ADH maksimum, osmolalitas akhir urin dapat mencapai 1400 mosmol/kgH2O; jika tidak ada ADH, urin akan encer (~60 mosmol/kgH2O). Walaupun hanya 15% nefron yang memiliki ansa Henle yang sampai ke medula bagian dalam, dan juga berkontribusi terhadap tingginya osmolalitas medula, duktus kolektivus semua nefron akan melewati medula dan oleh karena itu akan memekatkan urin. Ureum. Duktus kolektivus medula permeabel terhadap ureum, yang akan berdifusi menuruni gradien konsentrasi ke dalam medula dan kemudian ke bagian asendens ansa Henle (Gambar 4a). Ureum akan menjadi 'terperangkap' dan sebagian akan didaur ulang, sehingga konsentrasi yang tinggi tetap dipertahankan dan memberikan ~50% osmolalitas medula. ADH akan meningkatkan permeabilitas duktus kolektivus medula terhadap ureum, sehingga

reabsorpsinya juga meningkat dengan aktivasi uniporter epitel (difusi terfasilitasi); hal ini akan lebih meningkatkan osmolalitas medula dan memungkinkan produksi urin yang lebih pekat. Kalium. Sebagian besar kalium telah direabsorpsi sesampainya di tubulus distal, dan dengan demikian ekskresi kalium diregulasi oleh sekresi pada tubulus distal bagian akhir. K+ ditranspor secara aktif ke sel prinsipal oleh pompa Na+ basolateral, dan disekresi secara pasif melalui kanal K+ dan kotranspor K+-Cl- (Gambar 4f). Jadi, sekresi terjadi karena gradien konsentrasi di antara sitosol dan cairan dalam lumen tubulus. Akan tetapi, K+ yang disekresi akan mengurangi gradien kecuali jika terus dialirkan, sehingga ekskresi K+ meningkat jika aliran lumen tubulus meningkat. Jadi, diuretik seringkali menyebabkan hilangnya K+. Sekresi K+ meningkat karena pengaruh aldosteron, yang meningkatkan aktivitas pompa Na+ dan permeabilitas membran apikal terhadap K+. Gangguan homeostasis K+ seringkali berhubungan dengan gangguan asam-basa. Kalsium. Reabsorpsi kalsium di tubulus distal diregulasi oleh hormon paratiroid (parathyroid hormone, PTH) dan 1,25-dihidroksikolekalsiferol (bentuk aktif vitamin D). PTH akan mengaktivasi kanal masuk Ca2+ di membran apikal epitel, dan Ca2+-ATPase basolateral yang juga diaktivasi oleh 1,25-dihidroksikolekalsiferol. Pembuangan Ca2+ dibantu oleh antiporter Na+-Ca . Protein pengikat Ca2+ mencegah peningkatan berlebihan Ca2+ bebas dalam sitosol (Gambar 4g). PTH juga menginhibisi reabsorpsi fosfat.

REGULASI OSMOLALITAS PLASMA DAN VOLUME CAIRAN

Gambar 5. a, Kontrol osmolalitas. d, kontrol volume

KONTROL OSMOLALITAS PLASMA (Gambar 5a) Osmolalitas cairan ekstraselular harus diregulasi dengan ketat, karena perubahan pada osmolalitas ini akan mengakibatkan pembengkakan atau pengerutan sel, dan dapat menyebabkan kematian sel. Kontrol osmolalitas lebih dulu terjadi sebelum kontrol volume cairan tubuh. Osmolalitas plasma meningkat pada keadaan defisiensi air dan menurun dengan ingesti air. Osmoreseptor pada hipotalamus anterior sensitif terhadap perubahan sekecil 1% pada osmolalitas plasma, dan meregulasi hormon antidiuretik (antidiuretic hormone, ADH). Peningkatan osmolalitas akan meningkatkan pelepasan ADH dan menstimulasi rasa haus dan reabsorpsi air; penurunan osmolalitas akan menyebabkan efek sebaliknya. ADH merupakan peptida dengan sembilan asam amino yang terbentuk dari prekursor besar yang disintesis di hipotalamus. ADH ditranspor dari hipotalamus ke hipofisis posterior (neurohipofisis) dalam serabut saraf (saluran hipotalamohipofisis), di mana ADH akan disimpan di dalam granul sekretorik. Potensial aksi dari osmoreseptor akan menyebabkan granul sekretorik melepas ADH. ADH berikatan dengan reseptor V2 pada sel-sel prinsipal ginjal dan meningkatkan cAMP,

sehingga kanal air (aquaporin) bergabung dengan membran apikal. ADH juga menyebabkan vasokonstriksi (termasuk di ginjal) melalui reseptor V1. Terdapat grafik hubungan yang tajam antara osmolalitas plasma dengan pelepasan ADH (Gambar 5b), seperti halnya pada hubungan antara ADH plasma dengan osmolalitas urin (Gambar 5c). Produksi urin normal adalah ~60 mL/jam (osmolalitas urin, ~300-800 mosmol/kgH2O). ADH yang maksimum akan mengurangi volume urin ke tingkat minimumnya ~400 mL per hari (osmolalitas urin maksimum ~1400 mosmol/kgH2O); jika tidak ada ADH, volume urin bisa mencapai ~25 L per hari dengan osmolalitas urin minimum ~60 mosmol/kgH2O. ADH akan dikeluarkan dari plasma dengan cepat, turun sebesar ~50% dalam 10 menit, sebagian besar karena dimetabolisme di hati dan ginjal. Diabetes insipidus adalah produksi secara berlebihan urin hipotonik (encer) karena adanya defek pada reabsorpsi air yang tergantung-ADH. Hal ini mungkin disebabkan adanya defek kongenital pada produksi ADH (diabetes insipidus sentral, central diabetes insipidus, CDI), atau karena kegagalan merespons ADH (diabetes insipidus nefrogenik, nephrogenic diabetes insipidus, NDI) karena defek reseptor ADH atau aquaporin.

KONTROL VOLUME CAIRAN TUBUH (Gambar 5d) Karena osmolalitas diregulasi oleh osmoreseptor dan ADH, perubahan komponen utama cairan ekstraselular, yaitu Na+, akan menyebabkan perubahan volume ekstraselular. Jadi, kontrol kandungan Na+ tubuh oleh ginjal adalah regulator utama volume cairan tubuh. Reseptor regangan atrium dan reseptor regangan tekanan rendah (kardiopulmonal) lainnya (Gambar 5d) mendeteksi turunnya tekanan vena sentral (central venous pressure, CVP), yang menggambarkan volume darah. Penurunan volume dalam jumlah yang cukup untuk mengurangi tekanan darah akan mengaktivasi refleks baroreseptor. Pada kedua kasus di atas, peningkatan discharge (pelepasan muatan listrik) simpatis akan menyebabkan vasokonstriksi perifer, termasuk vasokonstriksi arteriol aferen ginjal, stimulasi pelepasan ADH dan reabsorpsi air, dan pelepasan renin dari sel-sel granular aparatus jukstaglomerulus. Penurunan tekanan pada arteriol aferen ginjal, penurunan masuknya NaCl ke makula densa di aparatus jukstaglomerulus, dan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) juga akan menstimulasi pelepasan renin.

RENIN, ANGIOTENSIN, DAN ALDOSTERON

Renin akan memecah angiotensinogen plasma menjadi angiotensin I, yang kemudian diubah lagi oleh enzim pengonversi angiotensin (angiotensin-converting enzyme, ACE) di sel endotel (terutama di paru) menjadi angiotensin II. Angiotensin II adalah hormon primer untuk homeostasis Na+, dan memiliki beberapa fungsi penting (Gambar 5d): 1. Angiotensin merupakan vasokonstriktor poten untuk seluruh pembuluh darah, walaupun di ginjal angiotensin lebih menyukai untuk mengonstriksi arteriol eferen, sehingga meningkatkan LFG dan melindungi LFG dari penurunan tekanan perfusi. 2. Hormon ini secara langsung meningkatkan reabsorpsi Na+ di tubulus proksimal dengan menstimulasi antiporter Na+-H+. 3. Angiotensin II menstimulasi hipotalamus untuk meningkatkan sekresi ADH dan juga menyebabkan rasa haus. 4. Hormon ini menstimulasi produksi aldosteron oleh korteks adrenal. 5. Angiotensin II juga cenderung untuk memperkuat aktivitas simpatis (umpan balik positif) dan menginhibisi produksi renin oleh sel granular (umpan balik negatif). Inhibitor ACE penting untuk terapi gagal jantung, ketika respons terhadap penurunan tekanan darah akan menyebabkan retensi cairan yang berlebihan dan edema. Aldosteron diperlukan untuk reabsorpsi normal Na+ dan sekresi normal K+. Aldosteron meningkatkan sintesis mekanisme transpor di nefron distal, termasuk pompa Na+, simporter Na+H+ dan kanal K+ dan Na+ di sel prinsipal, dan H+-ATPase pada sel interkalasi. Reabsorpsi Na+ dan sekresi K+ dan H+ juga meningkat. Aldosteron bekerja melalui sintesis protein, sehingga efeknya baru terlihat dalam beberapa jam. Produksi aldosteron oleh korteks adrenal bersifat langsung sensitif terhadap sedikit saja perubahan [K+] plasma, sehingga kemungkinan berperan utama pada homeostasis K+. Peptida natriuretik atrial (atrial natriuretic factor, ANP) dilepaskan dari sel otot atrium sebagai respons terhadap regangan yang disebabkan peningkatan volume darah. ANP mensupresi produksi renin, aldosteron, dan ADH; menginhibisi efek ADH di nefron distal; dan menyebabkan vasodilatasi ginjal. Hasil akhir (netto) adalah peningkatan ekskresi air dan Na+.

DIURETIK Diuretik osmotik (misalnya manitol) tidak dapat direabsorpsi dengan efektif, dan akibatnya, konsentrasinya di cairan tubulus akan meningkat jika air direabsorpsi, sehingga akan

membatasi reabsorpsi air lebih lanjut. Pada diabetes melitus, konsentrasi glukosa plasma yang tinggi akan mensaturasi reabsorpsi glukosa, mengakibatkan berlimpahnya urin isotonik (yaitu osmolalitasnya sama dengan plasma) yang mengandung glukosa. Obat diuretik secara umum akan menginhibisi mekanisme transpor tubulus. Diuretik loop yang paling poten (misalnya furosemid), menginhibisi importer Na+-K+-2Cl- pada ansa Henle asendens tebal, sehingga mencegah terjadinya osmolalitas yang terlalu tinggi di medula dan menginhibisi reabsorpsi air. Peningkatan aliran (dan kemudian peningkatan sekresi K+), disertai dengan penurunan reabsorpsi K+, akan meningkatkan ekskresi K+, dan dapat menyebabkan hipokalemia ([K+] dalam plasma yang rendah). Antagonis aldosteron (misalnya spironolakton) dan bloker kanal Na+ (misalnya amilorid) akan mengurangi masuknya Na+ di nefron distal dan menginhibisi sekresi K+ dan H+; obat-obat ini merupakan diuretik lemah, namun merupakan diuretik hemat K+, dan sering diberikan bersama diuretik loop untuk mengurangi terbuangnya K+. Alkohol menginhibisi pelepasan ADH, sehingga memacu diuresis.

KONTROL ASAM BASA

Gambar 6. a, Hubungan antara PCO2, HCO3-, dan pH, serta persamaan Henderson-Hasselbalch. b, Diagram Davenport: hubungan antara PCO2, HCO3-, dan pH. c, Reabsorpsi HCO3-. d, Produksi ammonium. e, Ansa Henle asendens tebal. f, Ekskresi asam

Nilai pH darah arteri adalah 7,35-7,45 ([H+] = 45-35 nmol/L). Metabolisme menghasilkan ~60 mmol H+ setiap harinya, sebagian besar diekskresi melalui paru dalam bentuk CO2, yang dibentuk oleh reaksi H+ dengan HCO3- (bikarbonat) (Gambar 6a). Ginjal akan menyimpan dan mengganti HCO3- yang hilang ini, dan melakukan sedikit penyesuaian pada ekskresi H+. Bufer (penyangga) fisiologis akan mempertahankan [H+] bebas tetap rendah dan mencegah penyimpangan pH yang terlalu besar.

BUFER Bufer adalah asam lemah (HA) atau basa lemah (A-) yang dapat mendonorkan (memberikan) atau menerima ion H+. Rasio antara pasangan bufer (misalnya asam karbonat, H2CO3, dan bikarbonat, HCO3-) ditentukan oleh [H+] dan konstanta disosiasi (K) untuk pasangan bufer tersebut: K = ([H+][A-]/[HA]), atau pH - pK + log ([A-]/[HA]) (persamaan Henderson-Hasselbalch). Jadi,. peningkatan [A-] atau penurunan [HA] akan menlngkatkan pH (lebih alkali), dan penurunan pH akan menurunkan rasio [A-]/[HA]. Bufer bekerja dengan baik jika pH mendekati nilai pK, yaitu pH di mana rasio [A-]/[HA] adalah satu. Bikarbonat dan asam karbonat (dibentuk dari kombinasi CO2 dengan air; Gambar 6a) adalah pasangan bufer yang terpenting dalam tubuh, walaupun hemoglobin berperan dalam ~20% pembuferan dalam darah; fosfat dan protein merupakan bufer intraselular. Bufer di urin, sebagian besar adalah fosfat, yang memungkinkan ekskresi H+ dalam jumlah besar. Walaupun sistem HCO3- memiliki nilai pK 6,1 dan secara teoretis merupakan bufer yang buruk pada pH 7,4, secara fisiologis sistem HCO3- ini efektif karena CO2 (dan kemudian juga H2CO3) dapat dikontrol dengan tepat oleh paru dan HCO3- juga dapat dikontrol dengan tepat oleh ginjal. Hal ini memperbaiki rasio HCO3-/H2CO3 dan oleh karena itu juga mengoreksi pH, dan pH menentukan rasio semua pasangan bufer lainnya. Hubungan antara pH, Pco2, dan [HCO3-] diJelaskan pada Gambar 6a,b. Garis BAC adalah garis bufer untuk seluruh darah (whole blood) perubahan Pco2 akan mengubah HCO3- dan pH di sepanjang garis ini. Titik A menggambarkan kondisi normal (pH 7,4; [HCO3-] = 24 mM; Pco2 = 5,3 kPa).

TUBULUS GINJAL PROKSIMAL Bikarbonat difiltrasi secara bebas, sehingga [HCO3-] pada filtrat adalah ~24 mmol/L (seperti pada plasma). Kurang dari 0,1% dari HCO3- yang terfiltrasi akan diekskresi di urin pada

keadaan normal, ~80% direabsorpsi di tubulus proksimal. HCO3- tidak ditranspor secara langsung. HCO3- yang terfiltrasi berhubungan dengan H+ yang disekresi oleh antiporter Na+-H+ epitel untuk membentuk H2CO3 yang dengan cepat berdisosiasi menjadi CO2 dan H2O dengan adanya karbonat anhidrase. CO2 dan berdifusi ke dalam sel tubulus, di mana keduanya akan bergabung kembali menjadi H2CO3, yang kemudian berdisosasi lagi menjadi H+ dan HCO3-. HCO3- ditranspor ke interstisium sebagian besar melalui simporter Na+- HCO3- (Gambar 6c). Untuk setiap H+ yang disekresi ke dalam lumen, akan masuk satu HCO3- dan satu Na+ ke dalam plasma. H+ akan didaur ulang, sehingga hanya sedikit sekresi H+ netto yang pada tahap ini. Sebanyak 10-15% HCO3- berikutnya akan direabsorpsi dengan cara yang sama di ansa Henle asendens tebal. Jika konsentrasi [HCO3-] dalam plasma dan kemudian dalam filtrat menjadi lebih dari ~27 mmol/L, mekanisme reabsorpsi akan jenuh (tersaturasi) dan HCO3- akan diekskresi di urin. Amonia diproduksi di sel tubulus dari metabolisme glutamin, yang menyebabkan pembentukan HCO3- dan glukosa atau CO2. NH3 berdifusi ke cairan tubulus, atau sebagai NH4+ yang ditranspor oleh antiporter Na+-H+. Pada cairan tubulus, NH3 mendapat H+ untuk membentuk NH4+, yang tidak bisa berdifusi melewati membran (Gambar 6d). Sekitar 50% NH4+ yang disekresi di tubulus proksimal akan direabsorpsi di ansa Henle asendens tebal, di mana NH4+ menggantikan K+ pada simporter Na+-K+-2Cl-, dan melewati interstisium medula (Gambar 6e). Di sini, NH4+ akan berdisosiasi menjadi NH3 dan H+, dan NH3 masuk lagi ke duktus kolektivus secara difusi. Sekresi H+ di duktus kolektivus menyebabkan konversi NH3 menjadi NH4+ kembali, yang terperangkap di lumen tubulus dan kemudian diekskresi.

TUBULUS DISTAL GINJAL Sekresi H+ di tubulus distal akan memacu reabsorpsi HCO3- yang tersisa. Kombinasi H+ dan NH3 dan fosfat akan mencegah daur ulang H+ dan memungkinkan ekskresi asam. Pada bagian awal nefron distal, sekresi H+ terutama melalui pertukaran Na+-H+, tetapi pada bagian yang lebih distal, sekresinya melalui H+-ATPase dan H+-K+-ATPase pada sel interkalasi, yang banyak mengandung karbonat anhidrase. Karena H+ yang disekresi terbentuk dari CO2, maka akan terbentuk HCO3- dan kembali ke darah (Gambar 6f).

RINGKASAN

Pada nefron proksimal, sekresi H+ akan memacu reabsorpsi HCO3- Pada nefron distal, sekresi menyebabkan kombinasi H+ dengan bufer urin (fosfat, NH3), sehingga membentuk HCO3- dan ekskresi asam. Sebagai akibatnya, cairan tubulus menjadi lebih asam seiring pergerakan alirannya melalui nefron. Sekresi H+ berbanding lurus dengan [H+] intraselular, di mana sekresi H+ itu sendiri berkaitan dengan pH ekstraselular. Sehingga, turunnya pH darah akan menstimulasi sekresi H+ oleh ginjal.

REGULASI DAN KOMPENSASI ASAM-BASA Asidosis dan alkalosis respiratorik adalah perubahan pH yang disebabkan oleh perubahan Pco2 (yaitu ventilasi). Asidosis dan alkalosis metabolik adalah perubahan pH yang tidak terkait dengan Pco2 (yaitu peningkatan produksi asam, diet, penyakit ginjal). Jadi, hipoventilasi akan meningkatkan Pco2 dan menyebabkan asidosis respiratorik, yang ditandai oleh pergeseran pH dari titik A ke B pada Gambar 6b. Asidosis respiratorik yang memanjang (misalnya pada gagal napas) bisa terkompensasi oleh peningkatan ekskresi H+ dan reabsorpsi HCO3- di ginjal. Sehingga, rasio [HCO3-/ Pco2 akan pulih, dan pH kembali mendekati normal. Kompensasi ginjal ini dinotasikan dengan tanda panah B ke D (Gambar 6b). Begitu pula, asidosis metabolik (G) bisa dikompensasi dengan meningkatkan ventilasi dan mengurangi Pco2 (G ke E) (kompensasi respiratorik), diinisiasi dengan deteksi pH asam oleh kemoreseptor. Mekanisme ginjal lebih lambat karena kapasitasnya untuk mengatur H+ dan HCO3- lebih sedikit daripada kapasitas paru mengeluarkan CO2. HOMEOSTATIS K+ DAN STATUS ASAM-BASA Hipokalemia ([K+] dalam plasma yang rendah) terkait dengan alkalosis metabolik, karena stimulasi produksi amonia, pertukaran Na+-H+ dan H+-K+-ATPase, semuanya akan meningkatkan sekresi H+. Keadaan ini akan diperkuat oleh aldosteron. Hiperkalemia menyebabkan efek sebaliknya, dan menginhibisi reabsorpsi NH4+ secara kompetitif pada simporter Na+-K+-2Cl-. Perubahan status asam-basa bisa mempengaruhi homeostasis K+ dengan alasan yang serupa.

Anda mungkin juga menyukai