Anda di halaman 1dari 9

Buletin ALARA 2 (3), 5 12 (1999) Pusat Penelitian dan Pengembangan Keselamatan Radiasi dan Biomedika Nuklir Badan Tenaga

a Nuklir Nasional

APLIKASI TEHNIK NUKLIR BAGI KESEHATAN


Zubaidah Alatas
Pusat Penelitian dan Pengembangan Keselamatan Radiasi dan Biomedika Nuklir BATAN Jl. Cinere Pasar Jumat, Jakarta 12440 PO Box 7043 JKSKL Jakarta 12070

PENDAHULUAN Radiasi dapat diibaratkan sebagai sebuah pisau bermata dua. Di satu sisi, radiasi sangat berbahaya bagi manusia dan mahluk lainnya bila tidak digunakan secara tepat dan tidak mengikuti peraturan mengenai batas-batas proteksi dan keselamatan radiasi. Di sisi lain, bila digunakan secara tepat, maka radiasi menjadi sangat berguna bagi manusia yang dapat dimanfaatkan di berbagai bidang seperti industri, pertanian, kesehatan dan lainnya. Sejak penemuan sinar-X pada tahun 1895 dan radioaktivitas pada tahun 1896, tehnik nuklir segera dimanfaatkan oleh para dokter, fisikawan, dan para peneliti lainnya. Dengan berkembangnya teknologi, radiasi tidak hanya digunakan untuk melakukan diagnostik awal tetapi juga untuk mengobati penyakit antara lain kanker. Dalam tulisan ini akan diinformasikan berbagai macam aplikasi nuklir dalam berbagai aspek kehidupan dalam usaha untuk memperbaiki dan meningkatkan kesehatan manusia. Pada dasarnya yang dimaksud dengan aplikasi nuklir bagi kesehatan adalah berbagai aplikasi yang memanfaatkan energi dari radiasi pengion baik yang berasal dari pesawat sumber radiasi pengion maupun dari radionuklida tertentu. Pemanfaatan radiasi pengion yang dikenal dengan istilah terapi radiasi atau radioterapi (radiotherapy) adalah untuk menghancurkan jaringan tubuh yang tumbuh secara tidak normal yang diketahui sebagai kanker. Sedangkan aplikasi radionuklida yang dikenal dengan nama kedokteran nuklir adalah untuk mendapatkan informasi yang berguna untuk diagnosis dan juga untuk terapi suatu penyakit. Selain kedua aspek tersebut, radiasi juga dapat dimanfaatkan pada bidang lain yang

berhubungan dengan kesehatan yang akan diuraikan dalam tulisan ini. I. RADIOTERAPI Radioterapi merupakan salah satu metoda tindakan medis yang menggunakan sumber radiasi tertutup dalam usaha untuk menatalaksanakan tumortumor ganas di samping metoda lain seperti pembedahan, kemoterapi serta imunoterapi. Pengembangan sarana pengobatan dengan radioterapi masih terus berlangsung dengan diciptakannya berbagai sarana radiasi berupa pesawat-pesawat penghasil radiasi pengion energi tinggi yang lebih canggih beserta sarana pembantunya. Semua upaya ini terutama bertujuan untuk memberikan dosis radiasi semaksimal mungkin pada tumor dengan menekan dosis seminimal mungkin pada jaringan sehat/normal sekitarnya sehingga akan diperoleh kematian tumor tanpa disertakan dengan efek samping berupa kerusakan jaringan normal. Penggunaan sinar-X dalam bidang kedokteran pertama kali dikenal dengan nama Roentgentherapy, sesuai dengan nama penemunya Wilhelm Conrad Roentgen, seorang fisikawan Jerman. Sinar-X tersebut pertama kali digunakan sebagai tehnik pengobatan terhadap kanker payudara yang dilakukan beberapa bulan setelah ditemukan. Kemudian pada awal tahun 1903, mulai dikenal tehnik pengobatan dengan nama Curietherapy yaitu suatu tehnik pengobatan yang menggunakan radionuklida alam Radium sebagai sumber radiasi untuk terapi terhadap kanker. Secara teknis, ini merupakan aplikasi teknis pertama dari energi nuklir. Tetapi ini hanya berlangsung sekitar setengah abad sampai radionuklida buatan sebagai pengganti radionuklida alam telah dapat diproduksi pada reaktor nuklir dan siklotron.

6 Zubaidah Alatas

Tujuan dari pengobatan dengan tehnik radioterapi dapat bersifat kuratif dan paliatif. Bertujuan kuratif artinya bila radiasi pengion digunakan untuk meradiasi kanker dengan besaran dosis yang telah ditentukan untuk dapat menghancurkan semua sel-sel kanker yang ada dengan memperkecil kerusakan jaringan normal sekitarnya. Sedangkan terapi radiasi yang bersifat paliatif artinya hanya untuk mengurangi atau bila mungkin untuk menghilangkan rasa sakit dan simpton-simpton lain yang tidak nyaman yang dialami penderita kanker dalam usaha untuk meningkatkan kualitas hidup yang masih tersisa. Secara umum, tehnik radioterapi dibedakan atas 2 kategori yaitu Teleterapi (tele berarti jauh) dan Brakhiterapi (brachy berarti pendek). I.1. Teleterapi Teleterapi merupakan terapi radiasi yang menggunakan sumber radiasi yang berada pada jarak tertentu dari tubuh. Umumnya pemberian radiasi dilakukan dalam beberapa fraksi dalam suatu peride waktu tertentu dengan selang waktu tertentu antar fraksi untuk mendapatkan efek terapi yang maksimum pada jaringan ganas dan minimum pada jaringan normal. Sarana teleterapi yang umum digunakan antara lain : Pesawat sinar-X seperti akselerator linier (linac) dan betatron Pesawat radiasi pengion seperti pesawat cobalt-60 dan cesium-137 Generator berkas partikel berat seperti pesawat neutron dan pion Dalam usaha untuk menghilangkan sel-sel kanker dari tubuh secara keseluruhan, terapi dengan radiasi dapat dikombinasikan dengan tehnik lainya seperti pembedahan, kemoterapi dan lainnya. Bila dikombinasikan dengan pembedahan, radioterapi dapat dilakukan sebelum pembedahan (preoperative radiotherapy) ataupun sesudah pembedahan (postoperative radiotherapy). Selain untuk terapi, penggunaan sinar-X atau sinar Rontgen ini dapat pula digunakan untuk mendiagnosis suatu penyakit malignansi dan lainnya,

yang dikenal dengan istilah radiologi. Informasi yang diperoleh dari hasil pemotretan suatu bagian tubuh dengan sinar-X terutama merupakan informasi morfologik yang menggambarkan karakteristik fisik organ atau bagian tubuh yang diperiksa dalam bentuk pencitraan atau film. Pembentukan citra berdasarkan pada penetrasi dari radiasi akibat dari perbedaan intensitas sinar yang berhasil menembus bagian tubuh. Pemeriksaan yang umum dilakukan dengan sinar Rontgen dalam radiologi antara lain pemeriksaan gigi (dental radiography), payudara (mammography), paruparu (chest radiography, chest fluoroscopy), sistim pencernaan, sistim ekskresi (urography), pembuluh darah (angiography) dan pemeriksaan terhadap bagian tubuh lainnya. Teknologi terkini yang mulai banyak digunakan adalah CT Scan. I.2. Brakhiterapi Tehnik ini merupakan terapi radiasi dengan menempatkan sumber radiasi berupa radionuklida yang terbungkus di dalam tubuh. Bahan radioaktif tersebut dapat dibungkus dalam bentuk tabung ( tube), jarum (needle), kawat (wire), pellet maupun butir (seed), tergantung kepada jenis radionuklida yang digunakan. Penanaman sumber radiasi dapat dilakukan secara interstisial yaitu ditanam dalam jaringan tubuh dan umumnya dalam bentuk jarum atau biji dan secara intrakavitari yaitu diletakkan pada rongga-rongga tubuh yang dikenal pula dengan istilah after loading. Penanaman interstisial sebagai contoh dapat digunakan sebagai tindakan medik terhadap kanker payudara, kepala dan leher, servik, vagina, rektum dan kanker prostat. Sedangkan penanaman secara intrakavitari secara rutin digunakan sebagai tindakan terhadap kanker servik, vagina dan endometrium. Tehnik brakhiterapi ini memungkinkan untuk dapat menanam sumber radiasi langsung pada jaringan tubuh yang tidak normal, yang dikenal pula sebagai contact therapy. Penanaman sumber radiasi dapat dilakukan untuk sementara maupun untuk selamanya (permanen). Dengan demikian pajanan radiasi akan maksimum dan terpusat pada jaringan kanker sehingga jaringan normal sekitarnya akan terhindar dari kerusakan yang parah akibat radiasi. Implantasi permanen umumnya digunakan untuk tumor yang berada pada bagian dalam seperti kanker pankreas, paru, otak, pelvis dan prostat dan sering sebagai

Buletin ALARA Vol. 2 No. 3, April 1999

Aplikasi tehnik nuklir bagi kesehatan

pengobatan yang bersifat paliatif. Sumber radiasi yang paling umum digunakan pada implantasi permanen antara lain I-125, Au-198 dan Pd-103. Sedangkan penanaman sementara dari Ir-192 (kawat atau pellet), Cs-137 (jarum atau pellet), Ra-226 (jarum dan tabung), dan Co-60 (pellet) digunakan untuk kanker-kanker di permukaan tubuh yang mudah untuk dijangkau. Sumber tersebut akan dikeluarkan kembali setelah paparan dosis radiasi yang dibutuhkan untuk menghancurkan sel-sel malignansi sudah tercapai. II. KEDOKTERAN NUKLIR Ribuan tahun yang lalu, bangsa Cina menggunakan potongan gabus yang berwarna untuk mengetahui aliran air pada Sungai Yang-Tse. Beberapa ratus tahun kemudian, bangsa Mesir mengembangkan cara tersebut dengan mengguna-kan pewarna yang larut dalam air untuk merunut aliran Sungai Nile. Pada saat ini, senyawa kimia yang bersifat radioaktif digunakan baik untuk menelusuri aliran air pada sungai, danau atau laut maupun untuk mempelajari metabolisme air dalam tubuh. Metodologi perunut radioaktif (radiotracer) di mulai beberapa bulan setelah Becquerel menemukan radioaktivitas pada tahun 1896. Aplikasi metode perunut dalam bidang kesehatan pertama kali dipelopori oleh Blumgart (1932) yang menggunakan radioisotop alam bismuth sebagai perunut aliran darah. Dengan mendeteksi radioaktivitasnya pada berbagai daerah tubuh, dapat ditentukan waktu sirkulasi darah dari tempat penyuntikan intravena dilakukan dengan tingkat akurasi yang tinggi. Prinsip dasar dari bidang ilmu kedokteran nuklir adalah penggunaan sejumlah kecil sumber radiasi terbuka yang berasal dari disintegrasi inti radionuklida buatan pada materi biologik atau organ tubuh yang bertujuan untuk mempelajari perubahan fisiologis dan biokimia yang terjadi sehingga dapat digunakan untuk keperluan diagnostik, terapi dan penelitian kedokteran. Perunut yang digunakan dikenal dengan nama radiofarmaka yaitu farmaka bertanda radioaktif. Bila diberikan dalam tubuh pasien, molekul perunut tersebut menyebar ke seluruh tubuh mengikuti aliran darah dan akhirnya akan berhenti dan berkumpul pada suatu jaringan target dan dapat diekskresikan/dikeluarkan dari tubuh.

Dalam aplikasinya, pada kedokteran nuklir dikenal : II.1. Pemeriksaan in vivo Pemeriksaan ini merupakan suatu prosedur diagnostik klinik yang bertujuan untuk mempelajari morfologi, fungsi dan biokimia yang terjadi pada tingkat sel/molekul dari suatu organ atau sistim tubuh dengan pemberian radiofarmaka ke dalam tubuh pasien baik secara suntikan, diminumkan atau dihisap melalui saluran pernafasan. Perjalanan perunut radioaktif dalam tubuh dapat diikuti dengan menggunakan alat deteksi radiasi sinar gamma seperti kamera gamma yang berada di luar tubuh dan dapat ditelusuri berdasarkan berkas radiasi yang dipancarkan selama perunut tersebut bergerak mengikuti aliran darah dan terkonsentrasi pada suatu organ tertentu. Informasi yang diperoleh dapat berupa pencitraan (imaging) atau non-pencitraan seperti bentuk kurva dan angka. Kinerja suatu organ tubuh diukur secara kualitatif dan kuantitatif melalui pengukuran terhadap jumlah dan distribusi perunut yang akan berubah sesuai dengan faktor waktu. Pencitraan pada kedokteran nuklir menggunakan kamera gamma atau kamera PET (Positron Emission Tomography) yang merupakan perkembangan terakhir. Pencitraan dari PET ini dapat menunjukkan kondisi fungsional suatu organ berdasarkan pada pola emisi radiasi tertentu karena adanya perbedaan akumulasi radionuklida dalam berbagai organ atau bagian tubuh yang diperiksa. Jadi pada prinsipnya, melalui citra yang dihasilkan dari tehnik ini dapat diketahui keadaan fungsi dari suatu organ sasaran dengan menggunakan radiofarmaka yang sesuai. Radiofarmaka yang digunakan haruslah pemancar sinar gamma, berumur paro sangat singkat dan bersifat stabil. Apakah pemberian radioaktif ke dalam tubuh aman bagi pasien ? Pada kedokteran nuklir, radioaktif yang digunakan adalah radionuklida yang khusus dosis radiasi yang dipancarkan hanya cukup untuk dapat dideteksi oleh detektor yang sesuai. Meskipun radionuklida yang akan menetap dalam tubuh dalam waktu yang cukup lama bila dibandingkan dengan paparan singkat sinar-X dari luar tubuh selama

Buletin ALARA Vol. 2 No. 3, April 1999

8 Zubaidah Alatas

radioterapi, radiasi yang di terima pasien masih lebih rendah dari dosis radiasi pada radiologi klinik. Selain itu, jumlah senyawa kimia sebagai perunut adalah sangat sedikit yang sangat kecil kemungkinannya untuk dapat menginduksi perubahan fisiologis atau efek samping lainnya yang bersifat toksik sebagai akibat penggunaan radiofarmaka.

oksigen-15 dan fluorine-18 yang telah dimungkinkan untuk melakukan diagnosis dini terhadap penyakit yang mulai banyak dijumpai di masyarakat seperti penyakit jantung dan stroke, dan juga penyakit epilepsi dan dimensia, serta kemampuan untuk mendeteksi respon suatu jenis kanker setelah menerima tindakan medis tertentu. Aplikasi klinik lainnya dari pemeriksaan diagnosis in vivo ini adalah pemeriksaan kelenjar anak ginjal, kelenjar paratiroid, perfusi paru, ginjal, kandung kemih, tulang, lambung, perdarahan gastrointestinal, otak, dan berbagai penyakit neoplastik. II.2. Pemeriksaan in vitro Merupakan tehnik nuklir yang digunakan untuk menganalisa cuplikan yang berasal dari tubuh pasien seperti darah, urin, feses, udara yang dihembuskan melalui pernafasan, air ludah dan bahkan jaringan yang dilakukan di laboratorium. Pendeteksian dilakukan untuk mengetahui kadar berbagai senyawasenyawa tertentu seperti hormon, enzim, antibodi, antigen, obat-obatan maupun senyawa lain yang diproduksi dan dikeluarkan oleh suatu jenis kanker yang dikenal dengan istilah penanda kanker ( tumor marker). Uji laboratorium ini merupakan tehnik kedokteran nuklir yang paling sederhana dan murah dengan ketepatan dan ketelitian yang sangat tinggi. Tehnik yang paling umum dikenal adalah RIA (radioimmuno assays) dan IRMA (immunoradiometric assays). Pemeriksaan in vitro dapat pula digunakan untuk mendeteksi reseptor tumor untuk mengamati perangai biologik tumor dalam tubuh terutama yang berkaitan dengan pertumbuhan sel tumor. Tehnik ini berguna tidak hanya untuk diagnostik dan staging, tetapi juga untuk memprediksi respon tumor terhadap penggunaan anti-tumor melalui reseptor berdasarkan pada pengikatan dan penangkapan radiofarmaka yang sangat spesifik oleh komponen fungsional sel tumor atau tumor marker. Tumor markers merupakan sejumlah senyawa yang diekspresikan atau diproduksi oleh sejumlah jenis kanker (tidak semua jenis kanker). Senyawa tersebut dilepaskan ke dalam sistim sirkulasi sehingga adanya sejumlah senyawa tertentu dalam darah seseorang akan mengindikasikan keberadaan suatu jenis kanker. Sebagian besar dari tumor markers yang telah di-

Gambar 1. Hasil pencitraan PET yang menggambarkan penyerapan senyawa dopamine yang dilabel fluorine-18 pada satu otak normal dan 3 otak penderita penyakit Parkinson dengan tingkat keparahan yang berbeda. Semakin tinggi tingkat keparahannya, semakin rendah kemampuan penyerapan F-FDOPA [5]. Kondisi yang aman inilah yang menyebabkan metode kedokteran nuklir dapat dilakukan berulang kali baik untuk memonitor perubahan dari suatu penyakit yang diteliti maupun untuk mengetahui pengaruh dari suatu tindakan medik yang telah dilakukan terhadap suatu penyakit. Beberapa contoh radiofarmaka yang telah digunakan pada pemeriksaan in vivo antara lain Tc-99m digunakan untuk sidik hati, limfa, kandung empedu, tulang dan sumsum tulang; I-123 untuk studi aliran darah otak, jantung dan fungsi tiroid; Tl-201 untuk sidik tumor dan jantung; Xe-133 untuk sidik ventilasi paru, dan masih banyak lagi. Dengan menggunakan kamera PET dan perunut radioisotop pemancar positron seperti carbon-11, nitrogen-13,

Buletin ALARA Vol. 2 No. 3, April 1999

Aplikasi tehnik nuklir bagi kesehatan

ketahui dapat dideteksi dengan tehnik RIA. Beberapa radiofarmaka dapat mendeteksi tumor berdasarkan prinsip reseptor yang spesifik atau imunologi. Antibodi monoklonal bertanda dengan I-131, Ln-111, dan Tc-99m telah digunakan untuk mendeteksi lokalisasi malignansi melanoma, kanker kolorektal dan ovarium. Yang sudah umum digunakan adalah antibodi monoklonal terhadap CEA (carcinoembryonic antigen) bertanda dalam pengelolaan karsinoma kolorektal. Gambar 2 ditunjukkan beberapa jenis tumor markers yang dapat dideteksi dengan tehnik nuklir. II.3. Terapi radionuklida (radioterapi internal)

Buletin ALARA Vol. 2 No. 3, April 1999

10 Zubaidah Alatas

Terapi radionuklida menentukan lokasi fisiologis dari suatu radionuklida pemancar sinar beta yang dimasukkan ke dalam tubuh baik melalui mulut maupun pembuluh darah (suntik intravena) yang dengan aktivitas radiasi yang tinggi dan cukup untuk menghancurkan atau membunuh jaringan tubuh yang tidak normal sebagai sasaran. Molekul radioaktif dapat diibaratkan sebagai peluru kendali molekuler dengan ketepatan yang sangat tinggi mengenai sasarannya. Dengan demikian, bila molekul radioaktif tersebut terakumulasi dalam jaringan kanker maka jaringan yang mengalami kerusakan akibat paparan radiasi hanyalah jaringan malignansi tersebut saja

anak sebar (metastase) dari kanker tiroid, maka aktivitas I-131 yang digunakan adalah sekitar 10 kali lebih besar. Pemberian phosphorous-32 digunakan untuk menghancurkan sel-sel sumsum tulang yang memproduksi sel-sel darah merah secara berlebihan. Dengan cara yang sama, terapi kedokteran nuklir juga dapat digunakan untuk terapi yang bersifat paliatif. Sebagai contoh, radionuklida dengan organ sasaran tulang yaitu P-32 digunakan untuk mengurangi rasa sakit penderita kanker tulang sebagai akibat dari metastase kanker prostat, kanker paru atau kanker payudara sehingga mempunyai kualitas hidup yang

Keterangan: 1. NSE (neurone-specific enolase) dari kanker paru sel kecil. 2. TPA (tissue polypeptide antigen) dan CEA dari kanker paru. 3. AFP (alpha feto-protein) dari kanker hati primer (hepatoma). 4. CA-50 dan CA 19-9 dari kanker pankreas. 5. Beta-2 microglobulin dari leukemia. 6. AFP dan CA-125 dari kanker ovarium 7. AFP dan HCG (human chorionic gonado-trophin) dari kenker testis. 8. Beta-2 microglobulin dari lymphoma. 9. TPA dan CEA dari kanker payudara. 10. CA 19-9 dan CEA dari kanker kolon. 11. CEA, TPA, CA 19-9 dan CA-50 dari kanker kolorektum 12. PSA (prostate-specific antigen) dan PAP (prostatic acid phosphatase) dari kanker prostat. Gambar 2. Beberapa jenis tumor markers yang umum beserta tempat produksinya [6]. tanpa disertai dengan kerusakan pada jaringan normal/sehat yang berada di sekitarnya. Terapi dengan dosis radiasi yang lebih rendah digunakan untuk mengurangi atau menekan aktivitas dari suatu jaringan sehat yang bekerja secara hiperaktif sehingga organ yang bersangkutan dapat berfungsi normal kembali. Sebagai contoh, pemberian I-131 untuk menghilangkan jaringan tiroid yang sangat aktif (hiperaktif) pada pengobatan hyperthyroidism. Bila bertujuan untuk membunuh lebih baik. Selain P-32, radiofarmaka yang dapat digunakan untuk tujuan yang sama adalah Sr-89 dan Sm-153. Contoh penyakit lainnya yang dapat dilakukan pengobatan dengan radioterapi internal antara lain tirotoksikosis, polisitemia vera, kanker hati, tumor adrenergik (jantung), tumor neuroendokrin, neurobastoma, hemangioma, kanker tiroid.

Buletin ALARA Vol. 2 No. 3, April 1999

Aplikasi tehnik nuklir bagi kesehatan

11

III. APLIKASI LAIN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESEHATAN III.1. Penentuan kerapatan tulang Sinar-X dapat digunakan untuk pengukuran kerapatan tulang (bone densitometry) dengan tehnik photon absorptiometry seperti dual photon x-ray absorptiometry (DXA) yang umum digunakan. Pemeriksaan ini berguna untuk mendiagnosis penyakit osteoporosis, suatu penyakit yang menyebabkan tulang menjadi keropos sehingga mudah patah. Penghitungan kerapatan tulang berdasarkan pada banyaknya radiasi yang diserap oleh tulang setelah disinari sinar gamma. Penyakit tulang yang serius ini ditunjukkan dengan rendahnya massa tulang dan terjadinya deteriorasi pada jaringan tulang yang mengakibatkan tulang menjadi rentan dan sangat rapuh sehingga menjadi mudah patah. III.2. Penentuan kadar unsur dan mineral dalam tubuh Tehnik yang digunakan untuk dapat menentukan kandungan unsur dalam tubuh adalah tehnik aktivasi neutron (NAA, Neutron Activation Analysis). Karena kadar berbagai unsur dalam cairan tubuh sudah tertentu, maka adanya defisiensi atau kekurangan unsur dalam tubuh (malnutrisi) dapat ditentukan secara in vitro. Tehnik ini mempunyai kepekaan yang sangat tinggi dan juga tidak merusak. Bahan biologik yang akan diperiksa diaktivasi dengan neutron sehingga bersifat radioaktif. Tingkat radioaktivitasnya dicacah dan dibandingkan dengan radioaktivitas standar sehingga dapat ditentukan kandungan unsur dalam bahan tersebut. Pengukuran terutama dilakukan terhadap unsur yang terdapat dalam jumlah yang sangat kecil seperi Co, Cr, F, I, Fe, Mn, Si, Sn, Se, Zn, dsb. Selain itu terdapat pula analisa in vivo dengan dengan metode PGA (Prompt Gamma Analysis) mobil yang dapat dilakukan dengan dosis yang lebih kecil dibandingkan dengan metode aktivasi neutron. PGA antara lain dapat digunakan untuk penentuan unsur kalsium (Ca) dalam tulang, kadmium (Cd) dalam hati dan ginjal, serta penentuan nitrogen (untuk menentukan protein) dalam studi kekurangan gizi dan studi nutrisi. Semua tehnik analisa nuklir termasuk RIA dan juga WBC (Whole Body Counting), dapat

menberikan informasi mengenai semua proses yang menyangkut nutrisi manusia seperti mengenai tingkat pengambilan atau penyerapan dan keberadaan biologik dari berbagai unsur dalam tubuh, baik makronutrien dan mikronutrien maupun unsur toksik seperti kadmium, merkuri, arsenik, dll. yang masuk ke dalam tubuh. III.3. Sterilisasi Aplikasi nuklir lainnya yang dapat diterapkan pada bidang lain yang masih berhubungan dengan kesehatan adalah sterilisasi. Radiasi merupakan suatu metode yang sangat efisien untuk membebas hamakan berbagai produk dan peralatan kedokteran yang tidak tahan panas sehingga tidak dapat disterilisasikan dengan suhu tinggi. Produk kedokteran yang dimaksud yaitu perlengkapan bedah seperti baju, masker, sarung tangan dan lainnya, jarum suntik, catheter dan sutures. Alat atau bahan kebutuhan operasi tersebut biasanya terbuat dari bahan dasar plastik yang akan rusak bila disterilisasi dengan suhu tinggi baik kering maupun basah. Tehnik sterilisasi dengan gas ethylene oxide atau bahan kimia lainnya dapat menghasilkan residu yang tidak diinginkan dan berbahaya bagi kesehatan pasien maupun pekerja medik. Sterilisasi dengan radiasi biasanya dilakukan dengan menggunakan sinar gamma dari Co-60 yang telah terbukti sangat efektif dan murah. Antibiotik dapat mematikan bakteri di dalam tubuh tetapi tidak dapat membebashamakan bahan itu sendiri dari dari kandungan bakteri. Demikian pulan bahan baku farmaka dan bahan penunjangnya selalu ada kemungkinan mengandung bakteri baik yang berasal dari bahan baku primer bahan tersebut ataupun berasal dari setiap tahapan proses produksi obat tersebut. Proses sterilisasi konvensional seperti dengan ethylene oxide dapat menghasilkan suatu senyawa kimia yang toksik dan dengan pemanasan menyebabkan bahan menjadi rusak. Radiasi merupakan pilihan yang terbaik selama proses tersebut dilakukan dalam kondisi kering dan solid, tanpa adanya kandungan molekul air dan oksigen untuk mencegah terjadinya kerusakan pada bahan. Sterilisasi dengan sinar gamma digunakan untuk berbagai macam bahan farmaka termasuk antibiotik, salep mata, obatobat tradisional yang menggunakan tanaman sebagai bahan baku dan juga Gum Arabic yang umum

Buletin ALARA Vol. 2 No. 3, April 1999

12 Zubaidah Alatas

digunakan untuk pembuatan tablet, kapsul dan coating. Jaringan tubuh (tissue grafts) yang digunakan untuk keperluan implantasi pada manusia seperti tulang, saraf, fascia, dura, katub jantung dan chorion untuk luka bakar juga disterilisasikan secara baik dengan sinar gamma yang ternyata sangat bermanfaat dari segi praktis klinik bagi negara-negara berkembang. Selain itu bahan-bahan yang digunakan untuk menyembuhkan luka (wound dressings) yang biasanya mengandung bahan dasar karbohidrat juga secara rutin disterilisasi dengan radiasi. Seperti yang telah diterapkan pada penderita lepra di Leprosorium,

Radiasi dapat pula digunakan untuk membunuh mikroba yang bersifat patogen seperti Salmonella, Campylobacter dan Yersinia yang dijumpai pada berbagai jenis makanan seperti telur dan daging (daging ayam, sapi, babi dan kambing). Bahan makanan yang telah disterilisasi dan terbebas dari organisma patogen jelas akan menghilangkan berbagai resiko penyakit terhadap kesehatan manusia yang mengkonsumsinya. Perlu dipahami bahwa cita rasa bahan makanan yang diradiasi tersebut tidak berubah dan tidak berbahaya bagi manusia, bahkan sebaliknya. Proses iradiasi ini juga untuk mempertahankan kondisi makanan supaya tetap baik dan steril sehingga dapat disimpan untuk waktu yang

Gambar 3. Para pasien di Leprosorium, Rumah Sakit Sinatala, yang menggunakan membran amnion yang disterilisasi dengan radiasi.

Rumah Sakit Sinatala, Tangerang. Luka akibat penyakit infeksi kronis tersebut yang menyebabkan kulit menjadi kasar dan tebal dengan bercak-bercak putih disembuhkan dengan menggunakan membran amnion yang telah dibebashamakan dengan sinar gamma (Gambar 3) [7].

lama selama kemasan atau pembungkusnya tidak rusak. Irradiasi pangan perlu dilakukan mengingat produk daging dan hasil perikanan merupakan sumber keracunan yang utama karena secara alamiah produk tersebut sudah tercermar berbagai jenis mikroba patogen dari pakan dan lingkungan hidupnya.

Buletin ALARA Vol. 2 No. 3, April 1999

Aplikasi tehnik nuklir bagi kesehatan

13

III.4. Pendeteksian polusi di lingkungan Tehnik nuklir merupakan tehnik yang baik untuk mempelajari tingkat polusi di lingkungan yang sangat jelas akan berpengaruh pada kesehatan masyarakat antara lain dapat menyebabkan berbagai penyakit pernafasan akut dan kronis. Kenyataan bahwa baik isotop radioaktif maupun non radioaktif masih dapat dideteksi dalam jumlah yang sangat kecil dan dapat ditelusuri, menyebabkan tehnik nuklir menjadi suatu metode yang sangat ideal untuk menelusuri polutan baik di udara, air maupun tanah. Tehnik nuklir yang diaplikasikan untuk menangani masalah lingkungan yang secara tidak langsung akan berdampak negatif bagi kesehatan adalah tehnik radioanalisis dan tehnik perunut dengan senyawa bertanda radioaktif. Tehnik radioanalisis dapat digunakan untuk mengukur isotop non radioaktif secara akurat seperti analisa aktivasi neutron dan spektrometri fluoresens sinar-X ( X-rays fluorescence). Metode nuklir lainnya seperti radiasi berkas elektron (electron beam radiation) juga dapat digunakan untuk menghilangkan polutan gas termasuk gas yang berbau tidak enak seperti sulfur dioksida atau nitrogen oksida. Aplikasi tehnik nuklir dalam masalah lingkungan ini sebagai tehnik yang saling melengkapi dengan tehnik-tehnik konvensional, seperti spektrometri serapan atom dan lainnya. PENUTUP Aplikasi medik dari berbagai tehnik nuklir yang ada akan bermanfaat dan mempunyai arti bagi masyarakat bila telah tersedia ketika dibutuhkan untuk pengobatan dan bila dapat memberikan informasi yang dapat diandalkan untuk dapat disampaikan kepada para dokter guna menentukan langkah pengobatan yang tepat dan sesuai. Untuk mencapai hal tersebut, IAEA (International Atomic Energy Agency) berusaha membuat suatu mekanisme untuk dapat menjangkau semua lapisan masyarakat sebagai pemakai tehnik nuklir ini sebanyak mungkin yang bertujuan untuk mempromosikan kualitas klinik tehnik nuklir yang terjamin dan meningkatkan penggunaan tehnik nuklir di bidang kesehatan di negara-negara berkembang.

Manfaat tehnik nuklir bagi kesehatan tidak bergantung pada infrastruktur nuklir yang canggih yang tersedia pada suatu negara, tetapi pada infrastruktur bidang kesehatan yang baik. Kedokteran nuklir mempunyai arti hanya bila sebagai penunjang tehnik diagnosis dasar lainnya seperti laboratorium klinik, radiologi dan lainnya. Sama halnya dengan radioterapi yang tidak dapat efektif dalam membunuh jaringan kanker jika tidak didukung oleh suatu sistem yang dapat melakukan diagnosis awal tentang keberadaan suatu kanker atau jika tidak ada para onkologist dan kemoterapist. Jika demikian halnya, radioterapi hanya dapat mengurangi atau menghilangkan rasa sakit dan simpton lainnya akibat kanker tetapi penderita tetap dalam kondisi yang tidak tertolong. DAFTAR PUSTAKA 1. SELMAN, J. Elements of Radiobiology. Charles C. Thomas: Springfield. 1983. 2. CUARON, A. Nuclear Application for Health : Keeping Pace with Progress. IAEA Bulletin 36(4) p. 2-9. 1994. 3. UNSCEAR. UNSCEAR 98 Report to General Assembly. United Nation: New York. 1998. 4. MASJHUR, J.S. Ilmu Kedokteran Nuklir Dalam Perspektif Perkembangan Ilmu dan Teknologi. Kongres Nasional V Perhimpunan Kedokteran dan Biologi Nuklir Indonesia. Jakarta. September 1996. 5. LAUGHIN, J.S. The Quest for the Laws Governing Radiations and the Search for Beneficial Innovations. Radiation Research 144 p. 129-140. 1995. 6. PIYASENA, R.D. CUARON, A. and NOFAL, M. Nuclear Techniques in the Detection and Management of Cancer. IAEA Bulletin 33 (1) p. 48. 1991. 7. PHILLIPS, G.O. Radiation Technology in Surgery and the Pharmaceutical Industry: An Overview of Applications. IAEA Bulletin 36(1) p. 19-23. 1991.
8. PARR, R.M. and FJELD, C.R. Human Health and Nutrition : How Isotopes are Helping to Overcome Hidden Hunger. IAEA Bulletin 36 (4) p. 18-27. 1994.

Buletin ALARA Vol. 2 No. 3, April 1999

Anda mungkin juga menyukai