Anda di halaman 1dari 12

Diabetes Melitus Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetik dan klinis termasuk heterogen dengan

manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka diabetes melitus di tandai oleh hiperglikemi puasa, aterosklerotik dan mikroangiopati, dan neuropati. Manifestasi klinis hiperglikemia biasanya sudah bertahun-tahun mendahului timbulnya kelainan klinis dari penyakit vaskularnya. Tetapi, kadang-kadang ada beberapa pasien dengan kelainan toleransi glukosa yang ringan sudah menderita akibat-akibat klinis yang berat dari vaskular.

Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)

Kadar Glukosa Darah

Bukan DM

Belum pasti DM 110 199 90 199 110 125 90 109

DM 200 200 126 110

Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl) Kadar glukosa darah puasa (mg/dl)

Plasma Vena Darah Kapiler Plasma Vena Darah Kapiler

< 110 < 90 < 110 < 90

( Konsensus Pengelolaan DM tipe 2 di Indonesia, PERKENI 2002 )

Penyebab Ada bukti yang menunjukkan bahwa etiologi diabetes melitus bermacam-macam. Meskipun berbagai lesi dengan jenis yang berbeda akhirnya akan mengarah pada insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas penderita diabetes melitus. Diabetes melitus tergantung insulin (IDDM) adalah penyakit otoimun yang ditentukan secara genetik dengan gejala-gejala yang pada akhirnya menuju pada proses bertahap perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin. Individu yang peka secara genetik tampaknya memberikan respon terhadap kejadiankejadian pemicu yang diduga berupa infeksi virus, dengan memproduksi antibodi terhadap

sel-sel beta, yang akan mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa. Pada pasien-pasien dengan diabetes melitus tak tergantung insulin (IDDM), penyakitnya mempunyai pola familial yang kuat. IDDM ditandai dengnan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampaknya terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraseluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien-pasien dengan NIDDM terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya, terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan sistem insulin dengan sistem transport glukosa. Sekitar 80 % pasien NIDDM mengalami obesitas. Pengurangan berat badan seringkali dikaitkan dengan perbaikan dalam sensitivitas insulin dan pemulihan toleransi glukosa.

Klasifikasi Diabetes Melitus Beberapa klasifikasi dari diabetes melitus telah diperkenalkan, berdasarkan presentasi klinis, umur awitan, dan riwayat penyakit. Pada orang dewasa yang tidak hamil, diagnosis diabetes melitus ditegakkan berdasarkan penentuan : 1. 2. Gejala-gejala klasik diabetes dan hiperglikemia yang jelas Glukosa plasma puasa sama dengan atau lebih dari 140 mg/100 ml, kadar glukosa pada tes toleransi glukosa oral sama dengan atau lebih besar dari 200 mg/100 ml pada jam 2, dan paling sedikit satu kali antara jam 0 sampai jam 2 sesudah pasien makan glukosa.

Klasifikasi Etiologis Diabetes Melitus


I. Diabetes Melitus Tipe 1 (IDDM) (destruksi sel beta, umumnya menjurus kedefisiensi insulin absolute) A. Melalui proses imunologik B. Idiopatik II. Diabetes Melitus Tipe 2 (NIDDM) (bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin) III. Diabetes Melitus Tipe lain

A. Defek genetik fungsi sel beta: kromosom 12, HNF-1alfa (dahulu MODY 3) Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2) Kromosom 20, HNF-4alfa (dahulu MODY 1) DNA Mitochondria B. Defek genetik kerja insulin C. Penyakit Eksokrin Pankreas : Pankreasitis Trauma/pankreatomi Neoplasma Cystic fibrosis Hemochromatosis Pancreatopati fibro kalkulus D. Endokrinopati : Akromegali Sindroma cushing Feokromositoma Hipertiroidisme E. Karena Obat/Zat kimia : Vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid, tiazid, dilantin, interferon alfa F. Infeksi : rubella kongenital dan CMV : antibodi anti reseptor insulin

G. Imunologi (jarang)

H. Sindroma genetik lain : Sindroma Down, Klinefelter, Turner, Huntington Chorea, Sindrom Prader Willi IV. Diabetes Melitus Gestasional (Kehamilan) (ADA 2003)

Manifestasi Klinis Poliuria Polidipsi Polifagia Rasa lelah dan kelemahan otot akibat katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energy Gatal Visus menurun Luka yang tidak sembuh-sembuh Keputihan

Faktor Resiko Keturunan Infeksi Virus misalnya pada IDDM Kegemukan ( > 20 % berat badan ideal atau IMT > 27 kg/m2 ) Pola makan yang salah Obat obatan ( yang menaikkan kadar gula dalam darah ) Proses penuaan biasanya diatas 40 tahun dengan faktor tersebut diatas. Stress Orang dengan tekanan darah tinggi ( > 140/90 ) Orang dengan dislipidemia ( kolesterol HDL < 35 mg/dl atau TG > 250 mg/dl ) Wanita hamil 24 48 minggu atau pernah melahirkan bayi dengan berat > 4000 g.

Diagnosis Menurut ADA tahun 1998 Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus : Gejala Diabetes dengan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl Sewaktu : adalah setiap waktu sepanjang hari tanpa memperhatikan makan terakhir. Gejala klasik seperti poliuria, polidipsi, dan berat badan turun tanpa sebab. Kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl Puasa : adalah tanpa intake kalori selama 8 10 jam. Pada OGTT, kadar glukosa darah 2 jam PP > 200 mg/dl

Perbandingan antara DM tipe 1 dengan DM tipe 2

DM tipe 1 Nama lama Umur (thn) Keadaan klinik Saat diagnosis Kadar insulin Berat Badan Pengobatan Tak ada insulin Biasanya kurus Insulin,diet,olah raga DM Juvenil Biasa < 40 (tapi tak selalu) Berat

DM tipe 2 DM dewasa Biasa > 40 (tapi tak selalu) Ringan

Insulin cukup/tinggi Biasanya gemuk/normal Diet,olah raga,tablet,insulin

Langkah langkah Diagnostik DM dan Gangguan Toleransi Glukosa Keluhan Klinis Diabetes

Keluhan Khas (+)

Keluhan Khas ( - )

GDP atau GDS

126 200

< 126 < 200

126 200

110125 110-199

< 110

Ulang GDS atau GDP

126 200

126 200

126 200

TTGO

200

140-199

<140

DIABETES MELITUS

TGT

GDPT

Normal

Evaluasi Status Gizi Evaluasi Penyulit DM Evaluasi dan Perencanaan Makan sesuai dengan kebutuhan -

Nasihat Umum Perencanaan Makan Latihan Jasmani Berat Idaman Belum Glukosa perlu Obat Penurun

Keterangan : GDP GDS = Glukosa Darah Puasa = Glukosa Darah Sewaktu

GDPT = Glukosa Darah Puasa Terganggu

TGT

= Toleransi Glukosa Terganggu

Tes Toleransi Glukosa Oral dapat dilakukan dengan cara : 3 hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa ( karbohidrat cukup ), kegiataan jasmani seperti biasa dilakukan Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan, minum air putih diperbolehkan Diperiksa kadar glukosa darah puasa Diberikan glukosa 75 gram ( orang dewasa ) atau 1,75 gram / kgbb ( anak-anak ) dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok

Petunjuk Praktis Pengelolaan DM Tipe 2, PERKENI 2002 TTGO

GD 2 jam pasca pembebanan

200

140 - 199

< 140

DM

TGT

Normal

Berdasarkan diatas maka Kriteria Diagnostik DM dan GTG dapat dilihat dari :
-

Kadar glukosa darah sewaktu ( Plasma Vena ) 200 mg/dl atau Kadar glukosa darah puasa ( Plasma Vena ) 126 mg/dl atau Kadar glukosa plasma 200 mg/dl pd 2 jam ssdh beban glukosa 75 gram pd TTGO

Komplikasi 1. Akut 2. Koma hipoglikemia Ketoasidosis Koma hiperosmolar nonketotik

Kronik Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak Mikroangiopati, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati diabetik, nefropati diabetik Neuropati diabetik Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru, gingivitis, dan infeksi saluran kemih Kaki diabetik

Penatalaksanaan Dalam Jangka Pendek penatalaksanaan DM bertujuan untuk menghilangkan keluhan / gejala DM sedangkan jangka panjangnya adalah untuk mencegah komplikasi serta terhambatnya progesivitas penyulit kronik sehingga tidak terjadi penurunan morbiditas dan mortalitas dini DM. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara menormalkan kadar glukosa, lipid, dan insulin. Untuk mempermudahnya maka penatalaksanaan dilakukan secara holistik dan mengajarkan kegiataan yang mandiri. 1. Edukasi Penting karena perjalanan penyakit DM lama dan dibutuhkan pengetahuan yang cukup guna menghindari terjadinya komplikasi-komplikasi yang merugikan bagi pasien. Pemahaman tentang penyakit, makna dan perlunya pengendalian serta pemantauan DM perlu diketahui juga tentang penyulit, intervensi farmakologis dan non-farmakologis, kemungkinan terjadinya hipoglikemia, masalah khusus yang dihadapi dan cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan. 2. Perencanaan Makan (15,17) Pada Konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia ( PERKENI ) telah ditetapkan bahwa standar yang dianjurkan adalah santapan dengan komposisi seimbang berupa karbohidrat ( 60-70%), protein (10-15% ), lemak ( 20-25% ). Jumlah

kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal. Penentuan status gizi dapat digunakan BMI / Body Mass Index = IMT / Indeks Masa Tubuh dan rumus Broca.

IMT = BB ( kg ) TB ( m2 )

Dengan Klasifikasi sbb : - BB kurang - BB Normal - BB Lebih - Dengan Resiko - Obese I - Obese II = < 18,5 = 18,5-23,5 = > 24,0 = 24,0-25,0 = > 25 29,9 = > 29,9

Dengan Rumus Broca dipakai : BB Idaman = ( TB 100 ) 10 % Status Gizi = BB actual x 100 % / TB ( cm ) 100

- BB kurang - BB Normal - BB Lebih - Gemuk

= < 90% BB Idaman = 90 110 % BB Idaman = 110 120 % BB Idaman = > 120 % BB Idaman

Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan idaman dikali kebutuhan basal ( 30 kkal / kgBB untuk lakilaki dan 25 kkal / kgBB untuk wanita ) kemudian ditambah dengan kebutuhan kalori untuk aktifitas ( 10-30% untuk atlet dan pekerja berat, sesuai dengan kalori yang dikeluarkan dalam kegiatannya ). Koreksi status gizi ( bila gemuk dikurangi dan bila kurus ditambah ) serta kalori yang dibutuhkan menghadapi stress akut misalnya infeksi yang sesuai dengan kebutuhan.

Jumlah kandungan kolesterol < 300 mg/hari, jumlah kandungan serat 25g/hari, diutamakan serat yang larut. Konsumsi garam dibatasi bila hipertensi. Pemanis dapat digunakan secukupnya. 3. Latihan Jasmani Dianjurkan latihan jasmani teratur 3 4 kali tiap minggu selama 30 menit yang sifatnya CRIPE ( Continous Rhytmical Interval Progressive Endurace training ). Continous Latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus tanpa henti. Contoh : bila dipilih jogging 30 menit, maka selama 30 menit pasien melakukan jogging tanpa istirahat. Rytmical Latihan olahraga harus dipilih yang berirama, yaitu otot-otot berkontraksi dan berelaksasi secara teratur. Interval Latihan dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat. Contoh : jalan cepat diselingi dengan jalan lambat, dsb. Progressive Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringan sampai hingga mencapai 30-60 menit. Sasaran Heart Rate Maksimum Heart Rate Endurance Latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi, seperti jalan (jalan santai/cepat, sesuai umur),jogging,berenang dan bersepeda. = 75-85 % dari Maksimum Heart Rate = 220-umur.

Hal yang perlu diperhatikan dalam latihan jasmani ini adalah jangan sampai memulai olahraga sebelum makan, harus menggunakan sepatu yang pas, didampingi oleh orang yang tahu bagaimana cara mengatasi hipoglikemia, harus membawa permen, membawa tanda pengenal sebagai pasien DM dalam pengobatan, dan memeriksa kaki dengan cermat setelah berolahraga.

Sedapat mungkin mencapai zona sasaran atau zona latihan yaitu 75-85% denyut nadi maksimal yang dapat dihitung dengan cara sbb : DNM = 220 Umur ( dalam Tahun )

4. Obat Hipoglikemik Oral a) Golongan SulfonilUrea Golongan obat ini bekerja dengan menstimulasi sel beta pankreas untuk melepaskan insulin yang tersimpan sehingga hanya bermanfaat pada pasien yang masih mempunyai kemampuan untuk mensekresi insulin dimana tidak bermanfaat bagi diabetes mellitus yang bergantung pada insulin. Efek extra pankreas yaitu memperbaiki sensitivitas insulin ada tetapi tidak bermanfaat pada pasien yang insulinopenik.

Mekanisme kerja obat golongan sulfonilurea : Menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan Menurunkan ambang sekresi insulin Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa

Obat golongan ini semuanya mempunyai cara kerja yang serupa,namun berbeda dalam hal masa kerja, degradasi dan aktivitas metabolitnya. Semuanya dapat menyebabkan hipoglikemia. Obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang sebaiknya jangan diberikan pada orang lanjut usia, juga hati-hati pada pasien gagal ginjal, gagal hati, intake makanan kurang serta pemakaian alkohol berlebihan karena menyebabkan hipoglikemia yang berkepanjangan. Obat golongan ini biasa diberikan pada pasien dengan berat badan normal dan masih dapat dipakai pada pasien dengan berat badan sedikit lebih karena memicu rasa ingin makan.

Kombinasi Sulfonilurea dengan insulin Pemakaian kombinasi kedua obat ini didasarkan bahwa rerata kadar glukosa darah sepanjang hari terutama ditentukan oleh kadar glukosa darah puasanya. Umumnya kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan kurang lebih sama, tidak tergantung dari kadar glukosa darah puasanya. Dengan memberikan dosis insulin kerja sedang malam hari, produksi glukosa darah puasanya dapat lebih rendah lagi. Selanjutnya kadar glukosa darah siang hari dapat diatur dengan pemberian sulfonilurea seperti biasa. Kombinasi ini lebih baik daripada insulin saja dan dosis insulin yang diperlukan ternyata lebih rendah.

b) Golongan Biguanid Saat ini yang masih digunakan yaitu metformin karena kemungkinan terjadi asidosis laktat lebih kecil disbanding penggunaan fenformin dan buformin. Obat ini menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat selular, distal dari reseptor insulin serta juga pada efeknya menurunkan glukosa hati sehingga meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus. Obat ini disangka menghambat absorpsi glukosa dari usus pada keadaan sesudah makan sehingga baik diberikan pada pasien gemuk ( IMT > 30 ) sebagai obat tunggal. Pada pemakaian tunggal, metformin dapat mnurunkan kadar glukosa darah sampai 20%, kadar insulin juga menurun sehingga tidak menyebabkan kenaikan berat badan seperti pada golongan sulfonilurea. Kombinasi dengan sulfonilurea merupakan kombinasi yang rasional karena cara kerja yang berbeda yang saling aditif. Kombinasi ini juga dapat menurunkan kadar glukosa darah lebih banyak daripada pengobatan tunggal.Selain menurunkan kadar glukosa darah, metformin juga berpengaruh pada komponen lain resistensi insulin yaitu pada lipid, dan tekanan darah.

c)

Inhibitor alfa glukosidase Bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim alfa glukosidase di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia postprandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemia serta tidak berpengaruh pada kadar insulin. Efek samping akibat maldigestif karbohidrat berupa gejala gastrointestinal berupa meteorismus, flatulence, dan diare. Flatulence merupakan efek yang tersering, terjadi pada 50% pengguna obat ini. Obat ini juga dapat menghambat bioavailabilitas metformin jika diberikan bersamaan pada orang normal.

d) Insulin Sensitizing Agent Thiazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai efek farmakologis meningkatkan sensitivitas insulin. Dapat diberikan secara oral. Golongan obat ini bekerja meningkatkan glukosa disposal pada sel dan mengurangi produksi glukosa dihati. Saat ini belum begitu banyak dipasaran, diharapkan obat ini dapat lebih tepat bekerja pada sasaran kelainan yaitu resistensi insulin dan dapat pula dipakai untuk

mengatasi berbagai manifestasi resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak menyebabkan kelelahan sel beta pankreas.

5. Insulin Indikasi pemberian insulin pada NIDDM adalah : DM dengan berat badan menurun cepat / kurus Ketoasidosis, asidosis laktat, dan koma hiperosmolar DM yang mengalami stress berat ( infeksi sistemik, operasi berat ) DM dengan kehamilan / DM Gestational yang tidak terkendali dengan perencanaan makan DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosis maksimal atau ada kontraindikasi dari obat tersebut.

Anda mungkin juga menyukai