Anda di halaman 1dari 33

BAB I PENDAHULUAN Kelenjar prostat adalah organ tubuh pria yang paling sering mengalami pembesaran, baik jinak

maupun ganas. Pembesaran prostat jinak atau Benign Prostatic Hiperplasi yang selanjutnya disingkat BPH merupakan kelainan kedua tersering setelah batu saluran kemih yang dijumpai di klinik urologi di Indonesia.1,2 Hiperplasia prostat adalah suatu diagnosis histologi yang menunjukkan suatu proliferasi otot polos dan sel epitel didalam zona transisi prostat.3 Kelenjar periuretra mengalami pembesaran, sedangkan jaringan prostat asli terdesak ke perifer menjadi kapsul. Penyebab nya secara pasti belum diketahui; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan, BPH erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging.2,4 Hormon testosteron dalam kelenjar prostat akan diubah menjadi dihidrotestosteron. DHT inilah yang kemudian secara kronis merangsang kelenjar prostat sehingga membesar. Pembentukan nodul pembesaran prostat ini sudah mulai tampak pada usia 25 tahun pada sekitar 25 persen. Pada usia 60 tahun nodul pembesaran prostat tersebut terlihat pada sekitar 60 persen, tetapi gejala baru dikeluhkan pada sekitar 30-40 persen, sedangkan pada usia 80 tahun nodul terlihat pada 90 persen yang sekitar 50 persen di antaranya sudah mulai memberikan gejalagejalanya.2 Pembesaran kelenjar prostat menyebabkan adanya keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS) yang terdiri dari keluhan obstruksi dan keluhan iritasi. Keluhan obstruksi meliputi hesitansi, miksi terputus (intermitensi), menetes pada akhir miksi (terminal dribbling), pancaran miksi yang lemah, dan rasa belum puas sehabis miksi. Keluhan iritasi meliputi urgensi, polakisuria atau frekuensi, nokturia, dan disuria.1,4,5 Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita BPH yang dibiarkan tanpa pengobatan adalah pertama, trabekulasi, yaitu terjadi penebalan serat-serat detrusor akibat tekanan intra vesika yang selalu tinggi akibat obstruksi. Kedua, sakulasi, yaitu

mukosa buli-buli menerobos di antara serat-serat detrusor. Ketiga, divertikel, bila sakulasi menjadi besar. Komplikasi lain adalah pembentukan batu vesika akibat selalu terdapat sisa urin setelah buang air kecil, sehingga terjadi pengendapan batu. Bila tekanan intra vesika yang selalu tinggi tersebut diteruskan ke ureter dan ginjal, akan terjadi hidroureter dan hidronefrosis yang akan mengakibatkan penurunan fungsi ginjal.2,6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Prostat Kelenjar prostat adalah organ genitalia pria yang sering menjadi neoplasma baik jinak maupun ganas. Kelenjar prostat ini terletak di sebelah inferior buli-buli, di depan rectum dan membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran organ ini menekan uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli. Secara anatomis, prostat terletak didalam pelvis vera, dipisahkan dari simfisis pubis di sebelah anterior oleh spatium retropubic (space of Retzius). Permukaan posterior prostat dipisahkan dari ampula rekti oleh fascia Denonvilliers. Dasar prostat bersambungan dengan leher kandung kemih, dan apeksnya berada pada permukaan sebelah atas dari diafragma urogenital. Sebelah lateral, prostat berhubungan dengan muskulus levator ani.5 Prostat normal berukuran 3-4cm didasarnya, 4-6 cm sefalokaudal, dan 2-3 cm pada dimensi anteroposterior.4 Berat normal sekitar 20 gram. Prostat mengelilingi uretra pars prostatika dan ditembus di bagian posterior oleh dua buah duktus ejakulatorius.5 Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus : 1. Lobus medius 2. Lobus lateralis (2 lobus) 3. Lobus anterior 4. Lobus posterior

Menurut konsep terbaru kelenjar prostat merupakan suatu organ campuran terdiri atas berbagai unsur glandular dan non glandular. Telah

ditemukan lima daerah/ zona tertentu yang berbeda secara histologi maupun biologi, yaitu:5 1. Zona Anterior atau Ventral Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat. 2. Zona Perifer Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat. Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma terbanyak. 3. Zona Sentralis. Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah meliputi 25% massa glandular prostat. Zona ini resisten terhadap inflamasi. 4. Zona Transisional. Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign prostatic hyperplasia (BPH). 5. Kelenjar-Kelenjar Periuretra Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif tersebar sepanjang segmen uretra proksimal. Prostat mempunyai kurang lebih 20 duktus yang bermuara dikanan dari verumontanum dibagian posterior dari uretra pars prostatika. Disebelah depan didapatkan ligamentum pubo prostatika, disebelah bawah ligamentum triangulare inferior dan disebelah belakang didapatkan fascia denonvilliers. Fascia denonvilliers terdiri dari 2 lembar, lembar depan melekat erat dengan prostat dan vesika seminalis, sedangkan lembar belakang melekat secara longgar dengan fascia pelvis dan memisahkan prostat dengan rektum. Antara fascia endopelvik dan kapsul sebenarnya dari prostat didapatkan jaringan peri prostat yang berisi pleksus prostatovesikal.

Pada potongan melintang kelenjar prostat terdiri dari :5 1. Kapsul anatomi 2. Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler 3. Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian, a. Bagian luar disebut kelenjar prostat sebenarnya. b. Bagian tengah disebut kelenjar submukosa, lapisan ini disebut juga sebagai adenomatous zone c. Disekitar uretra disebut periurethral gland. Pada BPH kapsul pada prostat terdiri dari 3 lapis : kapsul anatomis kapsul chirurgicum, ini terjadi akibat terjepitnya kelenjar prostat yang sebenarnya (outer zone) sehingga terbentuk kapsul. kapsul yang terbentuk dari jaringan fibromuskuler antara bagian dalam (inner zone) dan bagian luar (outer zone) dari kelenjar prostat sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional; sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer.

Gambar 1. Anatomi dan morfologi dari prostat.


5

Perdarahan arterialnya berasal dari arteri vesikalis inferior, arteri pudenda interna dan arteri hemoroidalis medius. Drainase vena prostat menuju pleksus periprostatik yang berhubungan dengan vena dorsalis profunda penis dan vena iliaka interna. Aliran limfe terutama dicurahkan ke nodus iliaka interna dan nodus sakralis. Persarafan prostat berasal dari pleksus hipogastrikus inferior dan membentuk pleksus prostatikus. Prostat mendapat persarafan terutama dari serabut saraf tidak bermielin. Beberapa serat ini berasal dari sel ganglion otonom yang terletak di kapsula dan di stroma. Serabut motoris, mungkin terutama simpatis, tampak mempersarafi sel-sel otot polos di stroma dan kapsula sama seperti dinding pembuluh darah.

Gambar 2. Anatomi Traktus Urogenital Laki-laki

Histologi Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang mencurahkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam dalam stroma yang terutama terdiri dari otot polos yang dipisahkan

oleh jaringan ikat kolagen dan serat elastis. Otot membentuk massa padat dan dibungkus oleh kapsula yang tipis dan kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan tubuli bercabang berkali-kali dan keduanya mempunyai lumen yang lebar, lamina basal kurang jelas dan epitel sangat berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan bervariasi dari silindris sampai kubus rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan kelenjar. Sitoplasma mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan butir lipid. Nukleus biasanya satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya terlihat ditengah, bulat dan kecil. Fisiologi Kelenjar prostat mnyekresi cairan encer, seperti susu yang mengandung ion sitrat, kalsium, ion fosfat, enzim pembeku, dan profibrinolisin. Selama pengisian simpai kelenjar prostat berkontraksi sejalan dengan kontraksi vas deferens sehingga cairan encer seperti susu yang dikeluarkan oleh kelenjar prostat menambah lebih banyak lagi jumlah semen. Sifat yang sedikit basa dari cairan prostat mungkin penting untuk keberhasilan fertilisasi ovum, karena cairan vas deferens relatif asam akibat adanya asam sitrat dan hasil akhir metabolisme sperma, dan sebagai akibatnya, akan menghambat fertilisasi sperma. Juga sekret vagina bersifat asam (pH 3,5 sampai 4,0). Sperma tidak dapat bergerak optimal sampai pH sekitarnya meningkat kira-kira sampai 6 sampai 6,5. Akibatnya, merupakan suatu kemungkinan bahwa cairan prostat menetralkan sifat asam dari cairan lainnya setelah ejakulasi dan juga meningkatkan motilitas dan fertilitas sperma. Sekret prostat dikeluarkan selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos.5

2.2

Hiperplasia Prostat Jinak

2.2.1 Definisi Hiperplasia adalah penambahan ukuran suatu jaringan yang disebabkan oleh penambahan jumlah sel pembentuknya. Hiperplasia prostat adalah suatu diagnosis histologi yang menunjukkan suatu proliferasi otot polos dan sel epitel didalam zona transisi prostat.1 Hiperplasia prostat adalah pembesaran prostat yang jinak bervariasi berupa hiperplasia kelenjar periuretral. Namun orang sering menyebutnya dengan hipertropi prostat walaupun secara histologi yang dominan adalah hiperplasia.4

Gambar 3. Aliran Urin pada Prostat normal dan BPH

2.2.2 Etiologi Penyebab BPH belum jelas. Beberapa teori telah dikemukakan berdasarkan faktor histologi, hormon, dan faktor perubahan usia, di antaranya:2,4,6,7 a. Teori DHT (dihidrotestosteron) : testosteron dengan bantuan enzim 5- reduktase dikonversi menjadi DHT yang merangsang pertumbuhan kelenjar prostat. b. Teori Reawakening. Teori ini berdasarkan kemampuan stroma untuk

merangsang pertumbuhan epitel. Menurut Mc Neal, seperti pada embrio, lesi primer BPH adalah penonjolan kelenjar yang kemudian bercabang menghasilkan kelenjar-kelenjar baru di sekitar prostat. Ia menyimpulkan bahwa hal ini merupakan reawakening dari induksi stroma yang terjadi pada usia dewasa. c. Teori stem cell hypotesis. Isaac dan Coffey mengajukan teori ini berdasarkan asumsi bahwa pada kelenjar prostat, selain ada hubungannya dengan stroma dan epitel, juga ada hubungan antara jenis-jenis sel epitel yang ada di dalam jaringan prostat. Stem sel akan berkembang menjadi sel aplifying, yang keduanya tidak tergantung pada androgen. Sel aplifying akan berkembang menjadi sel transit yang tergantung secara mutlak pada androgen, sehingga dengan adanya androgen sel ini akan berproliferasi dan menghasilkan pertumbuhan prostat yang normal. d. Teori growth factors. Teori ini berdasarkan adanya hubungan interaksi

antara unsur stroma dan unsur epitel prostat yang berakibat BPH. Faktor pertumbuhan ini dibuat oleh sel-sel stroma di bawah pengaruh androgen. Adanya ekspresi berlebihan dari Epidermis Growth Factor (EGF) dan atau Fibroblast Growth Factor (FGF) dan atau adanya penurunan ekspresi Transforming Growth Factor- (TGF-), akan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan pertumbuhan prostat dan menghasilkan pembesaran prostat.

Namun demikian, diyakini ada 2 faktor penting untuk terjadinya BPH, yaitu adanya dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Pada pasien dengan kelainan kongenital berupa defisiensi 5- reduktase, yaitu enzim yang mengkonversi testosteron ke DHT, kadar serum DHT-nya rendah, sehingga prostat tidak membesar. Sedangkan pada proses penuaan, kadar testosteron serum menurun disertai meningkatnya konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan periperal. Pada anjing, estrogen menginduksi reseptor androgen. Peran androgen dan estrogen dalam pembesaran prostat benigna adalah kompleks dan belum jelas. Tindakan kastrasi sebelum masa pubertas dapat mencegah pembesaran prostat benigna. Penderita dengan kelainan genetik pada fungsi androgen juga mempunyai gangguan pertumbuhan prostat. Dalam hal ini, barangkali androgen diperlukan untuk memulai proses BPH, tetapi tidak dalam hal proses pemeliharaan. Estrogen berperan dalam proses pembesaran stroma yang selanjutnya merangsang pembesaran epitel.6

2.2.3 Patofisiologi Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terusmenerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau Lower Urinary Tractus Symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus. Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini

10

dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.8

Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urin (obstruksi infravesikal) sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi saraf simpatis, yang juga tergantung dari beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.4 2.2.4 Gejala dan Tanda Klinis a. Gejala Umum BPH :2 Sering kencing Sulit kencing. Nyeri saat berkemih Urin berdarah Nyeri saat ejakulasi Cairan ejakulasi berdarah Gangguan ereksi Nyeri pinggul atau punggung Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan diluar saluran kemih.3,5

11

1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah meliputi keluhan iritasi dan keluhan obstruksi.5 Keluhan iritasi disebabkan karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesika, sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh. Sedangkan keluhan obstrusi disebabkan oleh karena detrusor gagal berkontraksi dengan kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus.3,5 Keluhan iritasi meliputi miksi yang sukar ditahan (urgensi), frekuensi berkemih yang lebih dari normal (frekuensi atau polakisuria), polakisuria yang terjadi pada malam hari (nokturia), nyeri pada waktu miksi (disuria). Keluhan obstruksi meliputi keluhan dimana awal keluarnya urin menjadi lebih lama dan seringkali pasien harus mengejan untuk memulai miksi (hesitansi), miksi yang terputus atau miksi berhenti kemudian memancar lagi, keadaan ini terjadi berulang-ulang (intermitensi), miksi diakhiri dengan perasaan masih terasa ada sisa urin di dalam buli-buli dengan masih keluar tetesan-tetesan urin (Terminal dribbling), pancaran miksi menjadi lemah, miksi yang tidak puas.5 2. Gejala pada saluran kemih bagian atas Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis.5 3. Gejala di luar saluran kemih Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.5

12

b. Tanda Tanda klinis terpenting BPH adalah ditemukannya pembesaran konsistensi kenyal pada pemeriksaan colok dubur/ Digital Rectal Examination (DRE). Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradiasi, yaitu:4 Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE (colok dubur) ditemukan penonjolan prostat dan sisa urine kurang dari 50 ml. Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih menonjol, batas atas masih teraba dan sisa urin lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml. Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin lebih dari 100 ml. Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total 2.2.5 Faktor Risiko Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya BPH adalah :2 1. Kadar Hormon Kadar hormon testosteron yang tinggi berhubungan dengan peningkatan risiko BPH. Testosteron akan diubah menjadi androgen yang lebih poten yaitu dihydrotestosteron (DHT) oleh enzim 5 -reductase, yang memegang peran penting dalam proses pertumbuhan sel-sel prostat.2,4 2. Usia Pada usia tua terjadi kelemahan umum termasuk kelemahan pada buli (otot detrusor) dan penurunan fungsi persarafan. Perubahan karena pengaruh usia tua menurunkan kemampuan buli-buli dalam mempertahankan aliran urin pada proses adaptasi oleh adanya obstruksi karena pembesaran prostat, sehingga menimbulkan gejala.9

13

3. Ras Orang dari ras kulit hitam memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk terjadi BPH dibanding ras lain. Orang-orang Asia memiliki insidensi BPH paling rendah.2 4. Riwayat keluarga Riwayat keluarga pada penderita BPH dapat meningkatkan risiko terjadinya kondisi yang sama pada anggota keluarga yang lain. Semakin banyak anggota keluarga yang mengidap penyakit ini, semakin besar risiko anggota keluarga yang lain untuk dapat terkena BPH. Bila satu anggota keluarga mengidap penyakit ini, maka risiko meningkat 2 kali bagi yang lain. Bila 2 anggota keluarga, maka risiko meningkat menjadi 2-5 kali.2 5. Obesitas Obesitas akan membuat gangguan pada prostat dan kemampuan seksual, tipe bentuk tubuh yang mengganggu prostat adalah tipe bentuk tubuh yang membesar di bagian pinggang dengan perut buncit, seperti buah apel. Beban di perut itulah yang menekan otot organ seksual, sehingga lama-lama organ seksual kehilangan kelenturannya, selain itu deposit lemak berlebihan juga akan mengganggu kinerja testis. Pada obesitas terjadi peningkatan kadar estrogen yang berpengaruh terhadap pembentukan BPH melalui peningkatan sensitisasi prostat terhadap androgen dan menghambat proses kematian selsel kelenjar prostat.2 6. Pola Diet Kekurangan mineral penting seperti seng, tembaga, selenium berpengaruh pada fungsi reproduksi pria. Yang paling penting adalah seng, karena defisiensi seng berat dapat menyebabkan pengecilan testis yang selanjutnya berakibat penurunan kadar testosteron. Selain itu, makanan tinggi lemak dan rendah serat juga membuat penurunan kadar testosteron.2

14

7. Aktivitas Seksual Kelenjar prostat adalah organ yang bertanggung jawab untuk pembentukan hormon laki-laki. BPH dihubungkan dengan kegiatan seks berlebihan dan alasan kebersihan. Saat kegiatan seksual, kelenjar prostat mengalami peningkatan tekanan darah sebelum terjadi ejakulasi. Jika suplai darah ke prostat selalu tinggi, akan terjadi hambatan prostat yang mengakibatkan kelenjar tersebut bengkak permanen. Seks yang tidak bersih akan mengakibatkan infeksi prostat yang mengakibatkan BPH. Aktivitas seksual yang tinggi juga berhubungan dengan meningkatnya kadar hormon testosteron.2 8. Kebiasaan merokok Nikotin dan konitin (produk pemecahan nikotin) pada rokok meningkatkan aktifitas enzim perusak androgen, sehingga menyebabkan penurunan kadar testosteron.2 9. Kebiasaan minum-minuman beralkohol Konsumsi alkohol akan menghilangkan kandungan zink dan vitamin B6 yang penting untuk prostat yang sehat. Zink sangat penting untuk kelenjar prostat. Prostat menggunakan zink 10 kali lipat dibandingkan dengan organ yang lain. Zink membantu mengurangi kandungan prolaktin di dalam darah. Prolaktin meningkatkan penukaran hormon testosteron kepada DHT.2,10 10.Olah raga Para pria yang tetap aktif berolahraga secara teratur, berpeluang lebih sedikit mengalami gangguan prostat, termasuk BPH. Dengan aktif olahraga, kadar dihidrotestosteron dapat diturunkan sehingga dapat memperkecil risiko gangguan prostat.2 11.Diabetes Mellitus Laki-laki yang mempunyai kadar glukosa dalam darah > 110 mg/dL mempunyai risiko tiga kali terjadinya BPH, sedangkan untuk laki-laki

15

dengan penyakit Diabetes Mellitus mempunyai risiko dua kali terjadinya BPH dibandingkan dengan laki-laki dengan kondisi normal.2 2.2.6 Diagnosis Diagnosis BPH dapat ditegakkan berdasar-kan atas berbagai pemeriksaan awal dan pemeriksaan tambahan. Pada 5th International Consultation on BPH (IC-BPH) membagi kategori pemeriksaan untuk mendiagnosis BPH menjadi: pemeriksaan awal (recommended) dan pemeriksaan spesialistik urologi (optional). Pemeriksaan awal meliputi :11 Anamnesis Pemeriksaan awal terhadap pasien BPH adalah melakukan anamnesis atau wawancara yang cermat guna mendapatkan data tentang riwayat penyakit yang dideritanya. Anamnesis itu meliput: Keluhan yang dirasakan dan seberapa lama keluhan itu telah mengganggu Riwayat penyakit lain dan penyakit pada saluran urogenitalia (pernah mengalami cedera, infeksi, atau pembedahan) Riwayat kesehatan secara umum dan keadaan fungsi seksual. Obat-obatan yang saat ini dikonsumsi yang dapat menimbulkan keluhan miksi Tingkat kebugaran pasien yang mungkin diperlukan untuk tindakan pembedahan. Salah satu pemandu yang tepat untuk mengarahkan dan menentukan adanya gejala obstruksi akibat pembesaran prostat adalah International Prostate Symptom Score (IPSS). Analisis gejala ini terdiri atas 7 pertanyaan yang masing-masing memiliki nilai 0 hingga 5 dengan total maksimum 35 (tabel 1) Keadaan pasien BPH dapat digolongkan berdasarkan skor yang diperoleh adalah sebagai berikut:

16

Skor 0-7

: bergejala ringan

Skor 8-19 : bergejala sedang Skor 20-35: bergejala berat. Selain 7 pertanyaan di atas, di dalam daftar pertanyaan IPSS terdapat satu pertanyaan tunggal mengenai kualitas hidup (quality of life atau QoL) yang juga terdiri atas 7 kemungkinan jawaban. Tabel 1. International Prostate Symptom Score (IPSS)4,5,11 Untuk pertanyaan 1-6, jawaban diberi skor : 0 : tidak pernah 1 : < 1 dari 5 kali kejadian 2 : < separuh kejadian 3 : separuh kejadian Dalam satu bulan terakhir : 1. Merasa ada sisa urin setelah kencing? 2. Harus kencing lagi padahal belum ada setengahjam yang lalu kencing? 3. Harus berhenti pada saat kencing dan segera mulai kencing lagi dan hal ini dilakukan berkali-kali? 4. Tidak dapat menan keinginan untuk kencing? 5. Merasa pancaran urine yang lemah? 6. Harus mengejan dalam memulai kencing? 4 : > separuh kejadian 5 : hampir selalu

Untuk pertanyaan nomor 7, jawab dengan skor dibawah ini : 0 : tidak pernah 1 : 1 kali 2 : 2 kali 3 : 3 kali 4 : 4 kali 5 : 5 kali

7. Dalam satu bulan terakhir ini berapa kali terbangun dari tidur malam untuk kencing? TOTAL SKOR:

17

Pertanyaan no. 8 adalah mengenai kualitas hidup sehubungan dengan gejala di atas: jawablah dengan: 1. Sangat senang 2. Senang puas 3. Puas 4. Campuran antara puas dan tidak

5. Sangat tidak puas 6. Tidak Bahagia 7. Buruk sekali.

8. dengan keluhan seperti ini bagaimana anda menikmati hidup ini?

Kesimpulan : S__, L__, Q__,R__,V__ S: skor IPSS, L: Kualitas Hidup, Q: Pancaran Urin dala ml/detik, R: sisa urin, V: volume prostat. Pemeriksaan fisik khususnya colok dubur.4,5,11 Colok dubur atau Digital Rectal Examination (DRE) merupakan pemeriksaan yang penting pada pasien BPH, disamping pemeriksaan fisik pada regio suprapubik untuk mencari kemungkinan adanya distensi buli-buli. Dari pemeriksaan colok dubur ini dapat diperkirakan adanya pembesaran prostat, konsistensi prostat, dan adanya nodul yang merupakan salah satu tanda dari keganasan prostat. Mengukur volume prostat dengan DRE cenderung underestimate daripada pengukuran dengan metode lain, sehingga jika prostat teraba besar, hampir pasti bahwa ukuran sebenarnya memang besar. Kecurigaan suatu keganasan pada pemeriksaan colok dubur, ternyata hanya 26-34% yang positif kanker prostat pada pemeriksaan biopsi. Sensitifitas pemeriksaan ini dalam menentukan adanya karsinoma prostat sebesar 33%. Perlu dinilai keadaan neurologis, status mental pasien secara umum dan fungsi neuromusluler ekstremitas bawah. Disamping itu pada DRE diperhatikan pula tonus sfingter ani dan refleks bulbokavernosus.11

18

Urinalisis Pemeriksaan urinalisis dapat mengungkapkan adanya leukosituria dan hematuria. BPH yang sudah menimbulkan komplikasi infeksi saluran kemih, batu buli-buli atau penyakit lain yang menimbulkan keluhan miksi, di antaranya: karsinoma buli-buli in situ atau striktura uretra, pada pemeriksaan urinalisis menunjukkan adanya kelainan. Untuk itu pada kecurigaan adanya infeksi saluran kemih perlu dilakukan pemeriksaan kultur urine, dan kalau terdapat kecurigaan adanya karsinoma buli-buli perlu dilakukan pemeriksaan sitologi urin. Pada pasien BPH yang sudah mengalami retensi urin dan telah memakai kateter, pemeriksaan urinalisis tidak banyak manfaatnya karena seringkali telah ada leukosituria maupun eritrosituria akibat pemasangan kateter.11 Pemeriksaan Tambahan :11 Pemeriksaan uroflowmetri (pengukuran pancaran urin pada saat kencing). Uroflometri adalah pencatatan tentang pancaran urine selama proses miksi secara elektronik. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mendeteksi gejala obstruksi saluran kemih bagian bawah yang tidak invasif. Dari uroflometri dapat diperoleh informasi mengenai volume miksi, pancaran maksimum (Qmax), pancaran rata-rata (Qave), waktu yang dibutuhkan untuk mencapai pancaran maksimum, dan lama pancaran. Pemeriksaan ini sangat mudah, non invasif, dan sering dipakai untuk mengevaluasi gejala obstruksi infravesika baik sebelum maupun setelah mendapatkan terapi. Pemeriksaan serum PSA (Prostatic Spesific Antigen) PSA disintesis oleh sel epitel prostat dan bersifat organ specific tetapi bukan cancer specific. Serum PSA dapat dipakai untuk meramalkan perjalanan penyakit dari BPH; dalam hal ini jika kadar PSA tinggi berarti: (a) pertumbuhan volume prostat lebih cepat, (b) keluhan akibat BPH/laju

19

pancaran urine lebih jelek, dan (c) lebih mudah terjadinya retensi urine akut. Laju pertumbuhan volume prostat rata-rata setiap tahun pada kadar PSA 0,21,3 ng/dl laju adalah 0,7 mL/tahun, sedangkan pada kadar PSA 1,4-3,2 ng/dl sebesar 2,1 mL/tahun, dan kadar PSA 3,3-9,9 ng/dl adalah 3,3 mL/tahun. Kadar PSA di dalam serum dapat mengalami peningkatan pada keradangan, setelah manipulasi pada prostat (biopsi prostat atau TURP), pada retensi urine akut, kateterisasi, keganasan prostat, dan usia yang makin tua. Rentang kadar PSA yang dianggap normal berdasarkan usia adalah: 40-49 tahun: 0-2,5 ng/ml 50-59 tahun:0-3,5 ng/ml 60-69 tahun:0-4,5 ng/ml 70-79 tahun: 0-6,5 ng/ml Pemeriksaan Residual Urin Residual urine atau post voiding residual urine (PVR) adalah sisa urine yang tertinggal di dalam buli-buli setelah miksi. Jumlah residual urine ini pada orang normal adalah 0,09-2,24 mL dengan rata-rata 0,53 mL. Tujuh puluh delapan persen pria normal mempunyai residual urine kurang dari 5 mL dan semua pria normal mempunyai residu urine tidak lebih dari 12 mL. Pemeriksaan residual urine dapat dilakukan secara invasif, yaitu dengan melakukan pengukuran langsung sisa urine melalui kateterisasi uretra setelah pasien berkemih, maupun non invasif, yaitu dengan mengukur sisa urine melalui USG atau bladder scan. Pengukuran melalui kateterisasi ini lebih akurat dibandingkan dengan USG, tetapi tidak mengenakkan bagi pasien, dapat menimbulkan cedera uretra, menimbulkan infeksi saluran kemih, hingga terjadi bakteriemia. Watchful waiting biasanya akan gagal jika terdapat residual urine yang cukup banyak (Wasson et al 1995), demikian pula pada volume residual urine lebih 350 ml seringkali telah terjadi disfungsi pada buli-buli sehingga terapi medikamentosa biasanya tidak akan memberikan hasil yang memuaskan.11 Pemeriksaan USG transabdominal

20

Pemeriksaan USG prostat bertujuan untuk menilai bentuk, besar prostat, dan mencari kemungkinan adanya karsinoma prostat. Pemeriksaan ultrasonografi prostat tidak direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin, kecuali hendak menjalani terapi: (a) inhibitor 5- reduktase, (b) termoterapi, (c) pemasangan stent, (d) TUIP atau (e) prostatektomi terbuka. Menilai bentuk dan ukuran kelenjar prostat dapat dilakukan melalui pemeriksaan transabdominal (TAUS) ataupun transrektal (TRUS). Jika terdapat peningkatan kadar PSA, pemeriksaan USG melalui transrektal (TRUS) sangat dibutuhkan guna menilai kemungkinan adanya karsinoma prostat.11 Pemeriksaan patologi anatomi (diagnosis pasti)

2.2.7 Diagnosis Banding Proses miksi bergantung pada kekuatan kontraksi detrusor, elastisitas leher kandung kemih dengan tonus ototnya, dan resistensi uretra. Setiap kesulitan miksi disebabkan oleh salah satu dari ketiga faktor tersebut. Kelemahan deetrusor dapat disebabkan oleh kelainan saraf (kandung kemih neurologik). Kekakuan leher vesika disebabkan oleh fibrosis, sedangkan resistensi uretra disebabkan oleh pembesaran prostat jinak atau ganas, tumor di leher kandung kemih, batu di uretra, atau striktur uretra.4

2.2.8 Penatalaksaan Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik. Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasihat dan konsultasi saja. Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah : 1). Memperbaiki keluhan miksi, 2). Meningkatkan kualitas hidup, 3). Mengurangi obstruksi infravesika, 4). Mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal,

21

5). Mencegah progresifitas penyakit. Pilihannya adalah mulai dari: (1) tanpa terapi (watchful waiting), (2) medikamentosa, dan (3) terapi intervensi.5 Ada beberapa pilihan terapi pasien BPH, dimana terapi spesifik dapat diberikan untuk pasien kelompok tertentu:4,5 o Pasien dengan gejala ringan (symptom score 0-7), dapat hanya dilakukan watchful waiting. o Pasien dengan gejala sedang (symptom score 8-18), dapat diberikan terapi medikamentosa. o Pasien dengan gejala berat (symptom score 9-35), dilakukan operasi Watchfull waiting5 Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas seharihari. Pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin memperburuk keluhannya, misalnya (1) jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi atau coklat),(3) batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedas dan asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu lama.5 Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya keluhannya apakah menjadi baik (sebaiknya memakai skor yang baku), disamping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya, perlu difikirkan untuk memilih terapi yang lain. Medikamentosa Pasien BPH bergejala biasanya memerlukan pengobatan bila telah mencapai tahap tertentu. Pada saat BPH mulai menyebabkan perasaan yang

22

mengganggu, apalagi membahayakan kesehatannya, direkomendasikan pemberian medikamentosa. Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk : (1) mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergik alfa (adrenergik alfa blocker) dan (2) mengurangi volume prostat sebagai komponen statik dengan cara menurunkan kadar hormon testosteron/dihidrotestosteron melalui penghambat 5-reduktase.5,11 Dengan memakai piranti skoring IPSS dapat ditentukan kapan seorang pasien memerlukan terapi. Sebagai patokan jika skoring > 7 berarti pasien perlu mendapatkan terapi medikamentosa atau terapi lain.11 Penghambat reseptor adrenergika- Pengobatan dengan antagonis adrenergik bertujuan menghambat kontraksi otot polos prostat sehingga mengurangi resistensi tonus leher buli-buli dan uretra. Fenoksibenzamine adalah obat antagonis adrenergik non selektif yang pertama kali diketahui mampu memperbaiki laju pancaran miksi dan mengurangi keluhan miksi.4,11 Namun obat ini tidak disenangi oleh pasien karena menyebabkan komplikasi sistemik yang tidak diharapkan, di antaranya adalah hipotensi postural dan

menyebabkan penyulit lain pada sistem kardiovaskuler. Beberapa golongan obat antagonis adrenergik 1 yang selektif mempunyai durasi obat yang pendek (short acting) di antaranya adalah prazosin yang diberikan dua kali sehari, dan long acting yaitu, terazosin, doksazosin, dan tamsulosin yang cukup diberikan sekali sehari. Keuntungan obat penghambat adrenoreseptor alfa adalah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak memengaruhi hiperplasia prostat sedikit pun. Kekurangannya ialah obat ini tidak di anjurkan untuk pemakaian yang lama.4 Efek terhadap sistem kardiovaskuler terlihat sebagai hipotensi postural, dizzines, dan asthenia yang seringkali menyebabkan pasien menghentikan pengobatan.11

23

Penghambat 5-Reduktase (5-Reductase inhibitors) Finasteride perubahan adalah penghambat menjadi 5-Reduktase yang menghambat Obat ini

testosteron

dehidrotestosteron.

mempengaruhi komponen epitel prostat, yang menghasilkan pengurangan ukuran kelenjar dan memperbaiki gejala. Dianjurkan pemberian terapi ini selama 6 bulan, guna melihat efek maksimal terhadap ukuran prostat (reduksi 20%) dan perbaikan gejala-gejala.11 Terapi Kombinasi Terapi kombinasi antara penghambat alfa dan penghambat 5-Reduktase memperlihatkan bahwa penurunan symptom score dan peningkatan aliran urin hanya ditemukan pada pasien yang mendapatkan hanya Terazosin. Penelitian terapi kombinasi tambahan sedang berlangsung. Fitoterapi Fitoterapi adalah penggunaan tumbuh-tumbuhan dan ekstrak tumbuhtumbuhan untuk tujuan medis. Penggunaan fitoterapi pada BPH telah popular di Eropa selama beberapa tahun. Obat-obatan tersebut mengandung bahan dari tumbuhan seperti Hypoxis rooperis, Pygeum africanum, Urtica sp, Sabal serulla, Curcubita pepo, Populus temula, Echinacea purpurea, dan Secale cerelea. Masih diperlukan penelitian untuk mengetahui efektivitas dan keamanannya.5 Terapi Intervensi Terapi intervensi dibagi dalam 2 golongan, yakni teknik ablasi jaringan prostat atau pembedahan dan teknik instrumentasi alternatif. Termasuk ablasi jaringan prostat adalah: pembedahan terbuka, TURP, TUIP, TUVP, laser prostatektomi. Sedangkan teknik instrumentasi alternatif adalah interstitial laser coagulation, TUNA, TUMT, dilatasi balon, dan stent uretra.

24

Indikasi pembedahan yaitu pada BPH yang sudah menimbulkan komplikasi, diantaranya adalah: (1) retensi urin karena Benign Prostat Obstruction (BPO), (2) infeksi saluran kemih berulang karena BPO, (3) hematuria makroskopik karena Benign Prostat Enlargment (BPE), (4) batu buli-buli karena BPO, (5) gagal ginjal yang disebabkan oleh BPO, dan (6) divertikulum buli-buli yang cukup besar karena BPO. Operasi 1. Transurethral Resection of the Prostate (TURP) Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan menggunakan cairan irigan (pembilas) agar daerah yang direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairaan yang dipergunakan berupa larutan ionic, yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan harganya cukup murah yaitu H2O (aquades). Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka saat reseksi. Kelebihan H2O dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif atau gejala intoksikasi air atau dikenal dengan Sindroma TURP. Selain sindroma TURP beberapa penyulit bisa terjadi pada saat operasi, pasca bedah dini, maupun pasca bedah lanjut seperti tampak pada tabel 2. Selama operasi - perdarahan - Sindrom TURP - Perforasi Pasca bedah dini - Perdarahan - Infeksi lokal atau Sistemik Pasca bedah lanjut - Inkontinensia - Disfungsi Ereksi - Ejakulasi retrograd - Striktura Uretra

2. Transurethral incision of the prostate (TUIP) TUIP atau insisi leher buli-buli (bladder neck insicion)

direkomendasikan pada prostat yang ukurannya kecil (kurang dari 30 cm3), tidak dijumpai pembesaran lobus medius, dan tidak diketemukan

25

adanya kecurigaan karsinoma prostat. Teknik ini dipopulerkan oleh Orandi pada tahun 1973, dengan melakukan mono insisi atau bilateral insisi mempergunakan pisau Colling mulai dari muara ureter, leher bulibuli-sampai ke verumontanum. Insisi diperdalam hingga kapsula prostat. Waktu yang dibutuhkan lebih cepat, dan lebih sedikit menimbulkan komplikasi dibandingkan dengan TURP. TUIP mampu memperbaiki keluhan akibat BPH dan meningkatkan Qmax meskipun tidak sebaik TURP. 11

3. Open simple prostatectomy Prostatektomi terbuka merupakan cara yang paling tua, paling invasif, dan paling efisien di antara tindakan pada BPH yang lain dan memberikan perbaikan gejala BPH 98%. Pembedahan terbuka ini dikerjakan melalui pendekatan transvesikal yang mula-mula

diperkenalkan oleh Hryntschack dan pendekatan retropubik yang dipopulerkan oleh Millin.5 Pendekatan transvesika hingga saat ini sering dipakai pada BPH yang cukup besar disertai dengan batu buli-buli multipel, divertikula yang besar, dan hernia inguinalis. Pembedahan terbuka dianjurkan pada prostat volumenya diperkirakan lebih dari 80100 cm3. Dilaporkan bahwa prostatektomi terbuka menimbulkan komplikasi striktura uretra dan inkontinensia.

26

Terapi minimal invasif 1. Laser5 Dua sumber energi utama yang digunakan pada operasi dengan sinar laser adalah Nd:YAG dan holomium:YAG. Keuntungan operasi dengan sinar laser adalah: 1. 2. 3. 4. Kehilangan darah minimal. Sindroma TUR jarang terjadi. Dapat mengobati pasien yang sedang menggunakan antikoagulan. Dapat dilakukan out patient procedure.

Kerugian operasi dengan laser: 1. 2. 3. 4. 2. Sedikit jaringan untuk pemeriksaan patologi. Pemasangan kateter postoperasi lebih lama. Lebih iritatif. Biaya besar.

Transurethral Electrovaporization of the Prostate Cara elektrovaporasi prostat adalah sama dengan TURP, hanya saja teknik ini memakai Roller ball yang spesifik dan dengan mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporasi kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman, tidak banyak menimbulkan perdarahan saat operasi, dan masa mondok di rumah sakit lebih singkat. Namun teknik ini hanya diperuntukkan pada prostat yang

27

tidak terlalu besar (< 50 gram) dan membutuhkan waktu operasi yang lebih lama.5 3. Termoterapi Termoterapi kelenjar prostat adalah pemanasan dengan gelombang mikro pada frekuensi 915-1296 Mhz yang dipancarkan melalui antena yang diletakkan di dalam uretra. Dengan pemanasan yang melebihi 44O C menyebabkan destruksi pada jaringan transisional prostat karena nekrosis koagulasi. Cara ini direkomendasikan bagi prostat yang ukurannya lebih kecil.5 4. Transurethal Needle Ablation of the Prostate (TUNA) Teknik ini memakai energi dari frekuensi radio yang menimbulkan panas sampai mencapai 1000 C, sehingga menimbulkan nekrosis prostat. Sistem ini terdiri atas kateter TUNA yang dihubungkan dengan generator yang dapat membangkitkan energi pada frekuensi radio 490 kHz. Kateter dimasukkan ke dalam uretra melalui sistoskopi dengan pemberian anestesi topikal xylocain sehingga jarum yang terletak pada ujing kateter terletak pada kelenjar prostat. Pasien seringkali mengeluh hematuria, disuria, kadang-kadang retensi urin, dan epididimo-orkitis.5 5. High Intensity Focused Ultrasound (HIFU) Energi panas yang ditujukan untuk menimbulkan nekrosis pada prostat berasal dari gelombang ultrasonografi dari tranduser piezokeramik yang mempunyai ferkueensi 0,5-10 MHz. Energi yang dipancarkan melalui alat yang diletakkan transrektal dan difokuskan ke kelenjar prostat. Tindakan ini memerlukan anestesi umum. Data klinis menunjukkan terjadi perbaikan gejala klinis 50-60%.5

28

6. Intraurethral stents Stent prostat dipasang pada uretra pars prostatika untuk mengatasi obstruksi karena pembesaran prostat. Stent dipasang intraluminal di antara leher buli-buli dan disebelah proksimal verumontanum sehingga urin leluas melewati lumen uretra pars prostatika. Stent dapat dipasng secra temporer atau permanen. Yang temporer dipasng selama 6-36 bulan dan terbuat dari bahan yang tidak diserap dan tidak mengadakan reseksi dengan jaringan. Alat ini dipasang dan dilepas kembali secara endoskopi. Pemasangan alat ini diperuntukkan bagi pasien yang tidak mungkin menjalani operasi karena risiko pembedhan yang cukup tinggi.5 7. Transurethral balloon dilation of the prostate Balon dilator prostat ditempatkan dengan kateter khusus yang dapat melebarkan fossa prostatika dan leher buli-buli. Lebih efektif pada prostat yang ukurannya kecil (<40). Teknik ini jarang digunakan sekarang ini

Indikasi absolut dilakukan operasi adalah: 1. Retensi urin berulang (berat), yaitu retensi urin yang gagal dengan pemasangan kateter uretra sedikitnya satu kali. 2. Infeksi saluran kencing berulang. 3. Gross hematuria berulang. 4. Batu saluran kemih. 5. Insufisiensi ginjal. 6. Ada tanda-tanda obstruksi berat (hidroureter, hidronefrosis, divertikel buli-buli).

29

2.2.9 Komplikasi Menurut Arifiyanto (2008) komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi prostat adalah :5,9 Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi. Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batu. Hematuria. Disfungsi seksual. Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan impotensi (meskipun prostatektomi perineal dapt menyebabkan impotensi akibat kerusakan saraf pudendal yang tidak dapat dihindari). Pada kebanyakan kasus, aktivitas seksual dapat dilakukan kembali dalam 6 sampai 8 minggu, karena saat ini fossa prostatik telah sembuh. Setelah ejakulasi, maka cairan seminal mengalir ke dalam kandung kemih dan diekskresikan bersama urin (Brunner & Suddarth, 2001). Komplikasi yang berkaitan dengan prostatektomi yaitu: Hemoragi dan syok Pembentukan bekuan / trombosis Obstruksi kateter Disfungsi seksual

30

BAB III KESIMPULAN

Kelenjar prostat adalah organ tubuh pria yang paling sering mengalami pembesaran, baik jinak maupun ganas. Pembesaran prostat jinak atau Benign Prostatic Hiperplasi yang selanjutnya disingkat BPH merupakan kelainan kedua tersering setelah batu saluran kemih yang dijumpai di klinik urologi di Indonesia. Hiperplasia prostat adalah pembesaran prostat yang jinak bervariasi berupa hiperplasia kelenjar periuretral atau hiperplasia fibromuskular yang mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer.4 Namun orang sering menyebutnya dengan hipertropi prostat walaupun secara histologi yang dominan adalah hiperplasia. Penyebab BPH belum jelas. Beberapa teori telah dikemukakan berdasarkan faktor histologi, hormon, dan faktor perubahan usia, di antaranya Teori DHT (dihidrotestosteron), Reawakening, stem cell hypotesis. Namun

demikian, diyakini ada 2 faktor penting untuk terjadinya BPH, yaitu adanya dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal yang menyebabkan hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan keluhan pada saluran kemih sebelah bawah (LUTS). Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.8 Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan diluar saluran kemih.3,5 Keluhan pada saluran kemih bagian bawah

31

meliputi keluhan iritasi dan keluhan obstruksi.5 Tanda klinis terpenting BPH adalah ditemukannya pembesaran konsistensi kenyal pada

pemeriksaan colok dubur/ Digital Rectal Examination (DRE). Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya BPH adalah kadar Hormon, usia, ras, riwayat keluarga, obesitas, pola diet, aktivitas seksual, kebiasaan merokok, kebiasaan minum-minuman beralkohol, Olah raga, Diabetes Mellitus. Diagnosis BPH dapat ditegakkan berdasarkan atas berbagai pemeriksaan awal dan pemeriksaan tambahan. Proses miksi bergantung pada kekuatan kontraksi detrusor, elastisitas leher kandung kemih dengan tonus ototnya, dan resistensi uretra. Setiap kesulitan miksi disebabkan oleh salah satu dari ketiga faktor tersebut. Ada beberapa pilihan terapi pasien BPH, dimana terapi spesifik dapat diberikan untuk pasien kelompok tertentu:4,5 Pasien dengan gejala ringan (symptom score 0-7), dapat hanya dilakukan watchful waiting, gejala sedang (symptom score 8-18), dapat diberikan terapi medikamentosa, gejala berat (symptom score 9-35),dilakukan operasi Prostatektomi terbuka merupakan cara yang paling tua, paling invasif, dan paling efisien di antara tindakan pada BPH yang lain dan memberikan perbaikan gejala BPH.

32

DAFTAR PUSTAKA

1. Rahardjo D. Prostat Hipertrofi. Dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Tangerang: Binarupa Aksara. 2002. h 160-169. 2. Rizki Amalia. Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Pembesaran Prostat Jinak. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang. 2007 3. American Urological Association Education and Research. Guideline on the Management of Benign Prostatic Hyperplasia (BPH). 2010. Di Akses 2 Maret 2013. Di unduh dari URL: http://www.auanet.org/content/guidelines and-quality-care/clinical-guidelines/main-reports/bphmanagement/chap1 Guideline Managementof%28BPH%29.pdf. 4. Sjamsuhidajat R dan Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi kedua. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2002. h. 782-786. 5. Purnomo B. Dasar-dasar Urologi. Edisi kedua. Jakarta: CV. Infomedika. 2007. h 7-8, 70-85. 6. Yuwana R. Permasalahan Bedah Urologi pada Manula. Semarang : UPG Ilmu Bedah FK Undip. 7. Hardjowijoto S, dkk. Panduan Penatalaksanaan (Guidelines) Benign Prostatic Hiperplasia (BPH) di Indonesia. Surabaya : Ikatan Ahli Urologi Indonesia. 2003. 8. Arthur C. Guyton, dkk. 2006.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC. 9. Pembesaran Prostat Jinak, Gangguan Kesehatan Lelaki Usia di Atas 50. 2003. Diakses 20 maret 2013. Diunduh dari URL: www.sinarharapan.co.id. 10. National Kidney and Urologic Diseases Informatioan Clearing house (NKUDIC). Prostat Enlargement : Benign Prostatic Hiperplasia. NIH 2006. Publication no.06-3012. Diakses 20 Maret 2013. Diunduh dari URL: http://www.kidney.niddk.nih.sor. 11. Pedoman Penatalaksanaan BPH di Indonesia. 2007. Diakses 20 maret 2013. Diunduh dari URL : www.iaui.or.id.

33

Anda mungkin juga menyukai