Anda di halaman 1dari 3

Refleksi Kasus Komuda

Nama NIM RSUD : Doni Revai : 20080310004 : RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

1. Pengalaman
Seorang pria berusia 46 tahun diantar ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) dengan keadaan tidak sadarkan diri dan nadi teraba lemah. Setelah masuk ruang IGD, pasien mengalami apneu dan nadi menjadi tidak teraba kemudian segera dilakukan tindakan resusitasi jantung paru (RJP) dan cairan serta penggunaan defibrilator.

2. Masalah yang dikaji


Bagaimanakah penanganan di IGD pada pasien yang menagalami cardiac arrest? apakah indikasi dilakukannya shock menggunakan defibrilator pada pasien yang menagalami henti jantung? Bagaimana terapi melalui obat-obatan pada pasien yang mengalami henti jantung?

3. Analisis kritis
Pada pasien datang dan didapatkan nadi tidak teraba, pasien segera dilakukan pijat jantung luar sambil dibawa ke dalam ruang IGD yang dilengkapi dengan alat defibrilator. Pembagian tugas dibagi oleh beberapa tenaga kesehatan, yaitu yang bertugas melakukan resusitasi jantung paru (RJP), bertugas membebaskan jalan napas dan memberikan pernapasan, bertugas melakukan injeksi untuk resusitasi cairan dan obat-obatan, serta ada yang bertugas untuk memasang alat-alat untuk memonitor irama jantung, nadi dan melakukan shock menggunakan alat defibrillator. Hal pertama yang dilakukan adalah pijat jantung luar kemudian membebaskan jalan napas lalu memberi pernapasan yang dilakukan sebanyak lima siklus kemudian periksa nadi dan irama jantung, jika pada monitor irama jantung menggambarkan indikasi perlu dilakukan defibrilasi (VF atau VT tanpa nadi) maka dapat diberikan shock satu kali lalu periksa irama jantung apakah membaik atau tidak. Jika tidak, sambil menunggu alat defibrilasi recharge , dilakukan kembali RJP dan diinjeksi obat vasopresor epinefhrine yang diulang tiap 3-5 menit. Kemudian berikan shock jika irama jantung sudah VF atau VT tanpa nadi. Jika belum membaik, maka lakukan kembali RJP dan kemudian dapat diinjeksikan obat amiodarone 300mg dosis pertama, selanjutnya 150mg atau berikan lidocaine 1-1,5 mg/KgBB dosis pertama, selanjutnya 0,5-0,75 mg/KgBB. Jika tidak ada indikasi dilakukan defibrilasi, maka tetap dilakukan RJP. Pembebasan jalan napas dilakukan dengan intubasi kemudian dipasang endotracheal tube yang dipasang dengan oksigen dan ambu bag agar mempermudah pemberian pernapasan.

Skema algoritma penanganan henti jantung pada aritmia:

4. Dokumentasi
Rekam medis pasien Nama Umur Jenis kelamin JAM TENSI NADI SPO2 Gamb. EKG JAM CAIRAN/ IV FLUID Adrenalin (1mg/amp) Atropine (0,25mg/amp) Sodium Bicarbonat (16,7meq/amp) 2% Xylocain (100mg/5ml) Dopamin (200mg/amp) Amiodarone (150mg/amp) DC Shock : Agus Setiawan : 46 tahun : Laki-laki 13.15 160x/menit 13.20 13.25 13.30

VF

73 VF

VT tanpa nadi

VF

Jam Dosis Jam Dosis Jam Dosis Jam Dosis Jam Dosis Jam Dosis Jam Joule

13.00 I 13.25 II

13.05 I

13.10 I

13.15 I

13.25 I

13.30 I

13.15 II

13.30 1 13.10 360

13.20 360

13.25 360

13.30 360

Keadaan setelah CPR/resusitasi : tgl 28-05-2012, Jam:13.30 Pasien Meninggal Vital Sign: Tensi: - Nadi: - Respirasi: - SPO2: GCS: E: 1 V:1 M: 1 Ukuran Pupil: Kanan: 8 / Kiri: 8

Diagnosa: Cardiac Arrest pada CKD

5. Referensi
AHA 2010 Highlight for ACLS care, diakses dari: http://static.heart.org/eccguidelines/reprint-2010-aha-guidelines-for-cpr.html

AHA ACLS 2005 Protocols

Anda mungkin juga menyukai