Anda di halaman 1dari 49

1

I. PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang Budi daya perikanan merupakan salah satu upaya yang dilakukan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup. Untuk itu perlu diterapkan berbagai teknologi untuk mempermudah dan mendapatkan hasil yang optimal namun tetap memperhatikan dan menjaga aspek lingkungan untuk mencapai tujuan budi daya. Kebutuhan manusia terhadap ikan semakin meningkat sehingga perlu dilakukan peningkatan jumlah ikan yang ada sekarang. Untuk memenuhi kebutuhan ikan yang semakin meningkat maka perlu dilakukan pembudidayaan selain hasil tangkapan dari alam, hal ini dimaksudkan akan dapat meningkatakan jumlah ikan yang ada sehingga kebutuhan akan ikan akan terpenuhi. Kegiatan budi daya secara intensif berarti melakukan pemeliharaan ikan dengan padat penebaran yang tinggi dan pemberian pakan buatan yang intensif, sehingga menghasilkan buangan limbah organik dan anorganik yang cukup besar. Hal ini akan berdampak terhadap kualitas air yang buruk, terbatasnya oksigen terlarut, penurunan pH dan peningkatan bahan-bahan organik yang akan berdampak negatif pada pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Ikan Baung (Mystus nemurus) adalah salah satu ikan air tawar yang telah lama dikenal oleh masyarakat dan mempunyai nilai ekonomis tinggi, dimana ikan ini bisa dijual dalam bentuk segar dan olahan. Karena nilai ekonomisnya tersebut, maka tidak heran apabila ikan tersebut diburu oleh nelayan, tidak peduli apakah ikan tersebut sedang mengalami musim memijah. Akibat hal tersebut, populasi ikan baung menjadi terancam.

Ikan baung (Mystus nemurus) adalah sejenis ikan catfish yang hidup di perairan umum seperti danau dan sungai. Menurut Sukendi (2007) ikan baung memiliki habitat di perairan rawa,sungai dan danau. Ikan baung memiliki sifat tidak menyukai suatu perairan yang terlalu berlumpur. Oleh karena itu, dalam pemeliharaan ikan baung disesuaikan dengan sifat ikan baung itu sendiri seperti pemeliharaan dalam keramba. Pemeliharaan ikan baung dalam keramba dimaksudkan agar mendapatkan pertumbuhan ikan baung yang sangat baik sehingga didapatkan hasil produksi yang tinggi. Dalam mengembangkan usaha perikanan terutama budi daya ikan baung harus tersedia pakan yang cukup dan berkualitas baik. Pakan yang baik adalah pakan yang mengandung nilai gizi dan nutrien yang tinggi,dengan adanya kandungan tersebut dalam pakan akan menghasilkan pertumbuhan ikan yang cepat dan waktu pemeliharaan yang lebih singkat. Kegiatan budi daya secara intensif, biasanya menghabiskan 40-60% dari total biaya produksi. Pembudidaya perlu memilih kandungan nutrien pakan yang sesuai dengan ikan yang dibudidayakan,sehingga nantinya tidak mengalami kerugian karena biaya produksi yang tinggi tetapi pertumbuhan ikan rendah. Banyaknya pelet komersil yang diproduksi oleh berbagai merek membuat pembudi daya sulit untuk menggunakan pelet yang akan digunakan dalam kegiatan budi daya itu sendiri,karena setiap produk memiliki komposisi dan peruntukan yang berbeda tergantung jenis ikan yang dibudidayakan. Dengan pemilihan kandungan nutrien yang sesuai bagi ikan maka dapat diketahui pakan mana yang cocok dan tepat diberikan,sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ikan lebih cepat.

1. 2. Perumusan Masalah Ikan baung (Mystus nemurus) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki cita rasa yang tinggi, sehingga keberadaan ikan tersebut di alam bebas semakin berkurang. Melihat hal tersebut perlu dilakukan budi daya ikan tersebut agar keberadaanya tidak punah. Ikan baung (Mystus nemurus) memiliki sifat hidup pada perairan yang mengalir,oleh karena itu ikan baung biasanya dipelihara pada perairan yang memiliki aliran air seperti sungai (keramba) atau pada kolam yang meiliki aliran air secara kontinyu. Pada umunya petani kurang begitu mengerti dalam menentukan kandungan gizi yang tepat untuk ikan budi dayanya, mereka takut nantinya pakan ikan yang dibeli dengan harga mahal tidak memberikan pertumbuhan yang bagus, atau sebaliknya menggunakan pakan buatan non pabrik yang kandungan gizinya tidak begitu diperhatikan hanya sebagai syarat agar ikan makan saja. Untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai kandungan gizi yang tepat untuk ikan baung dalam kolam air mengalir yang akan menghasilkan pertumbuhan ikan lebih cepat. 1. 3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi yang memberikan pertumbuhan dan kelulushidupan terbaik pada ikan ikan baung (Mystus nemurus) yang dipelihara pada kolam air mengalir. Hasil dari penelitian ini diharapakan dapat memberikan informasi tentang kandungan gizi yang tepat untuk menghasilkan pertumbuhan lebih cepat pada ikan baung (Mystus nemurus).

1. 4. Hipotesis Hipotesis yang diajukan penelitian adalah Ada pengaruh kandungan nutrien yang berbeda terhadap pertumbuhan dan kelulushidupan ikan baung (Mystus nemurus).

II. TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Biologi dan Ekologi Ikan Baung (Mystus nemurus) Kottelat et al (1993) menyatakan bahwa Ikan Baung termasuk ke dalam Phylum Chordata, Kelas Pisces, Sub kelas Teleostei, Ordo Siluriformes, Sub ordo Siluridae, Famili Bagridae, Genus Mystus dan Spesies Mystus nemurus.

Gambar 1. Morfologi Ikan Baung (Mystus nemurus) Ikan baung mempunyai bentuk tubuh panjang, licin, tidak bersisik, kepalanya kasar dan depres dengan tiga pasang sungut di sekeliling mulut dan sepasang di lubang pernafasan, sedangkan panjang sungut rahang atas hampir mencapai sirip dubur. Pada sirip dada dan sirip punggung, masing-masing terdapat duri patil. Ikan baung mempunyai sirip lemak ( adipose fin) di belakang sirip punggung yang kira-kira sama dengan sirip dubur. Sirip ekor berpinggiran

tegak dan ujung ekor bagian atas memanjang menyerupai bentuk sungut. Bagian atas kepala dan badan berwarna coklat kehitaman sampai pertengahan sisi badan dan memutih ke arah bagian bawah (Tang, 2003). Tang (2003) mengatakan bahwa distribusi ekologis ikan baung, selain di perairan tawar, sungai, dan danau juga terdapat di perairan payau muara sungai dan pada umumnya ditemukan di daerah banjir. Ikan baung berhasil hidup dalam kolam yang dasarnya berupa pasir dan batuan. Ikan ini lebih senang bergerombolan daripada sendiri-sendiri dalam perairan. 2.2. Pakan dan Kebiasaan Makan Ikan Baung (Mystus nemurus) Ikan baung tergolong pada ikan pemakan segala (omnivora), tetapi lebih cenderung suka pada jenis insekta air dan ikan atau mengarah ke pemakan daging (karnivora). Hal ini juga dapat terlihat dari besarnya mulut ikan yang merupakan ciri ciri dari predator atau pemangsa. Insekta air yang sering dimakan oleh ikan baung adalah famili gyrinidae, yaitu sejenis kumbang yang hidup di perairan tenang atau ikan motan (Thynnichtys sp) dan selais (Ompok hypopthalmus) (Alawi et al, 1990). Menurut Tang (2003) mengatakan, pemberian pakan yang sering dengan jumlah yang sedikit untuk setiap kali pemberian lebih menguntungkan bagi ikan dibandingkan dengan pemberikan pakan dalam jumlah banyak tetapi jarang. Pemberian pakan sebaiknya juga mempertimbangkan laju pengosongan lambung, ikan baung memilki laju pengosongan lambung 5-6 jam. Ikan baung akan makan apabila jumlah pakan dalam lambungnya kira-kira tinggal bagian. Berdasarkan hal tersebut,sebaiknya ikan baung diberi pakan sebanyak 4-5 kali sehari. Namun,

pada budi daya yang sederhana pemberian pakan malam hari sulit untuk diterapkan. Oleh karena itu,pemberian pakan pada ikan baung dianjurkan 3 kali sehari, yakni pagi hari, siang hari dan sore hari.

2.3. Kebutuhan Gizi Ikan Pemberian pakan buatan terhadap ikan dengan kadar protein 35-40 % akan dapat menunjang pertumbuhan maksimum(Hetrampand dan Pascual, 2000). Tang (2003) mengatakan, pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh beberapa factor, salah satunya adalah kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan. Untuk dapat tumbuh dengan baik, ikan pada umumnya membutuhkan nutrien/gizi yang lengkap. Aspek kebutuhan nutrient pada ikan sama dengan makhluk hidup lainnya, yaitu protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral agar dapat melakukan proses fisiologi dan biokimia dalam hidupnya. Protein merupakan zat gizi yang sangat diperlukan oleh ikan untuk memelihara sel-sel tubuh, pembentukan jaringan, penggantian jaringan tubuh yang rusak, dan penambahan protein tubuh dalam proses pertumbuhan. Karbohidrat berfungsi sebagai sumber energi, kandungan karbohidrat dalam pakan menjadi sangat penting karena kelebihan energi dan kekurangan energi dapat berakibat negatif pada pertumbuhan ikan. Jika kelebihan energi dalam pakan, ikan akan berhenti makan, sebaliknya jika kekurangan energi dalam pakan ikan akan menggunakan energi protein sebagai sumber energi. Seperti halnya karbohidrat, lemak merupakan sumber energi, di samping berfungsi memelihara bentuk dan fungsi membran atau jaringan sel yang penting bagi organ tertentu, membantu dalam penyerapan vitamin yang larut dalam lemak, mempertahankan

daya apung tubuh, dan sebagai antioksidan. Ikan membutuhkan vitamin untuk dapat hidup normal, perawatan tubuh, dan reproduksi. Sedangkan mineral itu sendiri di butuhkan ikan untuk,pertumbuhan struktur rangka,memelihara sistem koloid (tekanan osmosis, vikositas, difusi),regulasi keseimbangan asam basa (Boer et al 2005). 2.4. Pertumbuhan dan Kelulushidupan Laju pertumbuhan akan meningkat apabila jumlah makanan lebih besar dari maintenance ratio. Efisiensi makanan juga akan meningkat sampai titik optimum kemudian akan menurun pada jumlah makanan maksimum (Boer et al 2009). Efendi (1992) dalam Widodo (2011) pertumbuhan merupakan perubahan bentuk ikan, baik panjang maupun berat sesuai dengan perubahan waktu. Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh factor internal dan eksternal. Factor internal meliputi keturunan (genetik), umur, ketahanan terhadap penyakit, dan kemampuan mencerna makanan. Sedangkan factor eksternal meliputi sifat fisika dan kimia lingkungan, nilai gizi makanan yang tersedia dalam pakan Kelulushidupan atau survival rate adalah perbandingan antara jumlah individu yang hidup pada akhir suatu periode dalam suatu populasi. Adapun yang mempengaruhi tinggi rendahnya kelangsungan hidup adalah faktor biotik antara lain kompetitor, kepadatan populasi, umur dan kemampuan organisme beradaptasi terhadap lingkungan (Effendi, 1979). 2. 5. Kualitas Air

Air sebagai media hidup ikan harus memiliki kondisi optimal, baik kualitas maupun kuantitasnya. Kualitas air pada budidaya intensif ditentukan oleh oksigen terlarut, suhu, karbondioksida, pH, dan alkalinitas (Boyd, 1988). Kualitas air merupakan syarat yang penting bagi kondisi hidup dan kualitas yang ideal untuk organisme budidaya khususnya ikan dan udang. Secara umum, parameter kualitas air dapat digolongkan kedalam tiga faktor yaitu a) faktor fisika seperti suhu, kecepatan arus dan kecerahan b) faktor kimia seperti pH, oksigen terlarut, karbondioksida bebas dan alkalintas dan c) faktor biologi seperti keberadaan plankton, benthos, dan makrofita (Syafriadiman et al, 2005). Daelami (2001) menyatakan bahwa parameter kualitas air yang sangat mempengaruhi kelulushidupan ikan antara lain suhu air, oksigen terlarut atau DO, pH, dan kesadahan. Suhu mempunyai peranan yang sangat penting, selain mempengaruhi langsung aktifitas fisiologis biota perairan juga mempengaruhi sifat fisika dan kimia air. Semakin tinggi suhu perairan semakin sedikit biota yang hidup di perairan tersebut. Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk makluk hidup di dalam air, oksigen terlarut berasal dari proses fotosintesis tumbuhan dan dari udara yang masuk ke dalam air (Jones, 2005). Oksigen terlarut merupakan parameter yang sangat penting dalam kehidupan organisme yang hidup. Kandungan oksigen dalam suatu perairan menentukan penyebaran hewan-hewan yang hidup di perairan. Berdasarkan kandungan oksigen terlarut, kualitas air dapat digolongkan menjadi empat, yaitu kandungan lebih atau sama dengan 8 mg/l digolongkan sangat baik, kurang dari 6 mg/l digolongkan baik, kurang dari 4 mg/l digolongkan kritis serta 2 mg/l digolongkan sangat buruk (Sedana et al, 2001). Ikan memerlukan kadar oksigen terlarut minimal 1,0 mg/l bila dalam keadaan sehat,

10

tetapi bila keadaan aktif memerlukan oksigen terlarut 3 mg/l (Swingle dan Loyd dalam Iskandar, 1980). Salah satu yang mempengaruhi perubahan kualitas air adalah sisa-sisa pakan yang terurai dalam bentuk NH3 terlarut. Boyd (1988) menyatakan bahwa kadar NH3 0,2-2,0 mg/l dalam waktu yang singkat sudah bersifat racun bagi ikan dan NH3 sudah berbahaya pada konsentrasi 0,04 mg/l, karena dapat menurunkan kapasitas darah untuk membawa oksigen sehingga jaringan akan kekurangan oksigen. Ketika konsentrasi ammonia pada lingkungan meningkat, ekskresi ammonia pada ikan menurun sehingga kadar ammonia dalam darah dan jaringan ikan akan meningkat. Debit air merupakan sumber utama untuk mensuplai oksigen agar kandungan oksigen dalam wadah pemeliharaan tetap tinggi. Dengan oksigen yang tinggi, maka ikan-ikan dapat bernafas dengan bebas sehingga ikan dapat hidup dengan baik dan mempunyai nafsu makan yang tinggi. Menurut Ricky (2009), debit air merupakan suatu daya untuk mengumpulkan fluida tiap satuan waktu. Debit itu menyatakan volume suatu fluida yang mengalir melalui penampang tertentu dalam selang waktu tertentu.

11

III. METODE PENELITIAN

3. 1. Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal 22 Juli 20 Oktober 2012 di Desa Sei Paku Kecamatan Kampar Kiri Kabupaten Kampar Provinsi Riau.

3. 2. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih ikan baung berukuran 5-6 cm yang diperoleh dari Desa Sei Paku. Pakan yang diberikan pada pemeliharaan ikan baung selama pemeliharaan atau penelitian berlangsung adalah pelet ikan terapung buatan PT.Matahari Sakti (Kadar protein 28%,33%,38% dan 40 %). Sedangkan alat yang digunakan adalah keramba (1 x 1 x 1) m3 dengan kedalaman air 75 cm berjumlah 12 unit serta peralatan penunjang lainya, utnuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 1. Alat-alat yang digunakan selama penelitian.

12

No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

Nama Alat Keramba Pipa 5 inci Toples Serokan DO Universal indikator pH Thermometer Timbangan Penggaris Baskom plastik Alat tulis dan Kalkulator

Jumlah/Unit 12 3 4 1 1 1 1 1 1 4 1

Kegunaan Wadah pemeliharaan ikan Saluran Inlet dan Outlet Penyimpanan pakan Menangkap ikan Mengukur oksigen terlarut Mengukur pH air Mengukur Suhu Menimbang ikan dan pakan Mengukur panjang ikan Wadah saat penyamplingan Mencatat hasil sampling dan menghitung

Wadah yang digunakan untuk pemeliharaan benih ikan baung berupa keramba jaring tancap dengan ukuran 1 m3 berjumlah 12 unit yang ditempatkan dilokasi penelitian yaitu Desa Sei Paku Kecamatan Kampar Kiri Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Pakan yang diberikan dalam pemeliharaan benih ikan baung selama penelitian yaitu pellet pabrik produksi PT.Matahari Sakti dengan kode produksi GP-2, PL-2, PF-118 dan PF-1000. Adapun kandungan nutrient pellet yang tertera pada kemasan (tabel 2) dan kandungan nutrient pellet setelah di uji proksimat (tabel 3). Tabel 2. Kandungan Nutrien Pakan pada Kemasan Pabrik Kandungan Nutrien(%) Protein Lemak Serat Abu 1 GP-2 26-28 5 6 13 2 PL-2 31-33 5 6 12 3 PF-118 38 5 6 16 4 PF-1000 39-41 5 6 16 Sumber : Kemasan Pelet Produksi PT. Matahari Sakti No Kode Produksi Tabel 3. Kandungan Nutrien Pakan Setelah di Uji Proksimat No 1 2 Kode Produksi GP-2 PL-2 Protein 28,10 32,99 Kandungan Nutrien(%) Lemak Serat Abu 4,53 5,79 10,55 4,47 6,01 10,21 Kadar Air 7,87 7,85 Kadar Air 10 10 11 10

13

3 PF-118 37,90 4,51 5,68 8,92 4 PF-1000 40,56 4,55 5,57 7,62 Sumber :Laboratorium Kimia Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

8,70 9,11

3. 3. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode eksperimen dengan rancangan percobaan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat taraf perlakuan. Untuk memperkecil kekeliruan masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga diperlukan 12 unit percobaan. Jumlah benih ikan yang ditebarkan sebanyak 30 ekor/m 3 sehingga benih yang di gunakan 30 ekor/m3 x 12 Unit percobaan = 360 ekor. Di samping itu terdapat juga ikan stok sebanyak 40 ekor sehingga jumlah total benih yang di gunakan dalam penelitian ini sebanyak 400 ekor. Menurut Handoyo et al (2010) mengatakan bahwa untuk pembesaran ikan baung di kolam, kepadatannya berkisar antara 25-50 ekor/m2. Perlakuan yang diterapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : P1 : Kadar Protein Pakan 28 % P2 : Kadar Protein Pakan 33 % P3 : Kadar Protein Pakan 38 % P4 : Kadar Protein Pakan 40 % Model rancangan percobaan yang digunakan sebagai berikut : Yij = + i + ij(Sudjana,1992) Dimana : Yij = Pengaruh pengamatan perlakuan ke-i, dan ulangan ke-j

14

= Rataan umum i = Pengaruh perlakuan ke-i ijk = Pengaruh galat dari perlakuan ke-i ulangan ke-j i = Perlakuan j = Ulangan Asumsi yang akan digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Genetik Ikan uji dianggap sama 2. Setiap ikan uji mempunyai kemampuan dan peluang yang sama dalam memperoleh makanan 3. Tingkat ketelitian pembantu peneliti dianggap sama 3.4. Prosedur Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di desa Sungai Paku Kecamatan Kampar Kiri Kabupaten Kampar Provinsi Riau dengan menggunakan keramba berukuran (1x 1x1) m3 yang dipasang dalam kolam air mengalir. Benih Ikan baung (Mystus nemurus) yang di gunakan berukuran 5-6 cm dan diperoleh dari Pembenihan di desa Sungai Paku. Benih ikan baung diseleksi dengan kriteria berbadan sehat, tidak cacat dan pergerakannya lincah. Padat tebar ikan sebanyak 30 ekor/m
3

yang terlebih dahulu ikan ditimbang dan diukur

panjangnya baru kemudian ikan ditebarkan. Pakan ikan yang digunakan berupa pakan pellet buatan PT.Matahari Sakti (Kadar protein 28%, 33%, 38% dan 40%) yang diberikan secara at satiation. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 3 kali dalam satu hari yaitu pukul 08.00 WIB, 12.00 WIB dan 17.00 WIB selama 3 bulan. Semua ikan ditimbang pada

15

awal penelitian selanjutnya setiap 15 hari sekali selama penelitian, dengan jumlah sampling sebanyak 3 ekor untuk setiap ulangan sehingga total sampling berjumlah 9 ekor. Kualitas air yang diukur antara lain pH, suhu yang fluktuasinya harian diukur setiap hari yaitu pagi dan sore, sedangkan oksigen terlarut (DO) dan Amoniak (NH3) sebanyak tiga kali pada awal, pertengahan dan akhir penelitian. Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan kertas pH universal indicator yang dicelupkan kedalam air kemudian dilihat perubahan warna yang terjadi dan dicocokan dengan warna papan standarnya untuk mendapatkan nilai pH air tersebut (Anonimus,SNI 01-6483.4-2000). Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan Thermometer yaitu dengan mencelupkan bagian ujung thermometer kedalam perairan. Thermometer diikat pada bagian pangkal (bukan ujung air raksa) kemudian thermometer digantung pada permukaan air beberapa menit dan suhu dibaca saat thermometer pada permukaan air dan menunjukan angka konstan (Adriman et al, 2006). DO atau oksigen terlarut diukur dengan menggunakan alat pengukur DO yaitu DO meter. Cara penggunaannya yaitu dengan memasukkan elektroda kedalam wadah pemeliharaan (Perairan) lebih kurang sedalam 4 cm di bawah permukaan air hingga sensor suhu juga terendam, gerakkan elektroda di dalam media ke bawah dan ke atas atau aduk dengan pengaduk megnetis kemudian bacalah hasil pengamatan sebagai mg/l (Adriman et al, 2006). Penentuan Ammonia (NH3) dilakukan dengan metode Nessler, dengan cara : Ambil air sampel sebanyak 15 ml kemudian disaring dan dimasukkan kedalam tabung reaksi. Kemudian tambahkan 1 ml larutan nessler, kocok dan biarkan proses reaksi berlangsung selama 10 menit. Warna kuning yang terjadi

16

diukur intensitasnya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 400 nm. Buat kurva kalibrasi antara absorban dan konsentrasi (ppm). Penghitungan konsentrasi NH3 menggunakan rumus : Konsentrasi NH3 (ppm) = A x S Dimana : A : Absorban Sampel S : Kemiringan Kurva Kalibrasi (mg / l NH3 / unit absorbsi). Penentuan debit air dilakukan dengan cara menampung air yang keluar pada saluran air masuk dengan ember bervolume 5 L, kemudian dihitung waktu yang dicapai air untuk dapat memenuhi ember. Pengambilan data dilakukan sebanyak 3 kali untuk mengetahui rata-rata dan tingkat kesalahan. Setelah data di peroleh, kemudian dimasukan kedalam rumus D=V/t dimana D = debit air, V = volume air dan t = waktu. Peubah atau parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kualitas Air (Fisika dan Kimia) Parameter kualitas air yang diukur adalah pH, suhu, Oksigen terlarut (DO) dan Amonia (NH3). Pengukuran pH dan suhu dilakukan setiap hari yaitu pagi dan sore sedangkan oksigen terlarut dan amonia dilakukan tiga kali selama penelitian yaitu diawal, pertengahan dan pada akhir penelitian. 2. Laju Pertumbuhan Bobot mutlak Pengukuran pertumbuhan bobot mutlak individu ikan diukur dengan menggunakan rumus Effendie 1979 yaitu : Wm = Wt-Wo

17

Dimana : Wm = Pertumbuhan berat mutlak ikan uji (g) Wt = Bobot ikan uji pada akhir penelitian (g) Wo = Bobot ikan uji pada awal penelitian (g)

3. Laju Pertumbuhan Spesifik Laju pertumbuhan harian (%) ditentukan berdasarkan selisih bobot rata-rata akhir dengan bobot rata-rata awal kemudian dibandingkan dengan waktu pemeliharaan dengan rumus Zooneveld et al (1991) yaitu : LPS =
Ln Wt - Ln Wo x 100% t

Keterangan : LPS = Laju pertumbuhan spesifik (%/hari) Wt Wo t = Bobot rata - rata ikan pada akhir penelitian (g) = Bobot rata rata ikan pada awal penelitian (g)

= Lama Penelitian (hari)

4. Pertambahan Panjang Mutlak Ikan Pengukuran pertumbuhan bobot mutlak dilakukan dengan

menggunakan rumus menurut Effendi (1979) sebagai berikut: Lm = Lt-Lo Dimana : Lm = Pertambahan panjang mutlak (cm) Lt = Panjang rata-rata akhir penelitian (cm) Lo = Panjang rata-rata awal penelitian (cm) 5. Tingkat Kelulushidupan

18

Untuk

mengukur

kelangsungan

hidup

digunakan

rumus

dari

Zonneveld et al 1991 sebagai berikut: SR =


Nt x 100% No

Dimana : SR = Tingkat kelulushidupan (%) Nt = Populasi ikan pada akhir masa pemeliharaan (ekor) No = Populasi ikan pada awal pemeliharan (ekor) 6. Efisiensi Pakan(EP), dan Konversi Pakan (FCR) Untuk mengukur efisiensi pakan dan konversi pakan menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan : EP FCR F Wt D Wo t 3.5. Analisis Data

= Efisiensi pakan (%) = Konversi Pakan = Jumlah pakan yang diberikan selama penelitian(g) = Bobot rata-rata ikan uji diakhir penelitian(g) = Bobot rata-rata ikan yang mati selama penelitian(g) = Bobot rata-rata ikan uji di awal penelitian(g) = Lamanya Pemeliharaan (hari)

Data yang diperoleh berupa peubah atau parameter kemudian dimasukkan kedalam tabel selanjutnya dilakukan uji homogenitas. Apabila data homogen

19

maka selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji keragaman (ANAVA). Apabila uji statistik menunjukkan perbedaan nyata dimana F hitung > F tabel maka dilanjutkan dengan uji rentang Neuman-keuls untuk menentukan perlakuan mana yang lebih baik (Sudjana, 1991).

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Hasil Setelah dilakukan penelitian selama 90 hari di Desa Sei Paku Kecamatan Kampar Kiri Kabupaten Kampar Provinsi Riau, maka diperoleh hasil pengukuran yaitu pertumbuhan bobot mutlak, panjang mutlak, laju pertumbuhan spesifik, tingkat kelulushidupan, efisiensi pakan, konversi pakan dan kualitas air. 4.1.1. Pertumbuhan Bobot Mutlak Berdasarkan penelitian yang dilakukan selama 90 hari maka diperoleh pertumbuhan bobot rata-rata ikan baung (g) masing-masing perlakuan disetiap pengamatan selama penelitian. Hasil pengukuran dapat dilihat pada gambar 1.

20

Pengamatan Minggu keGambar 2. Pertumbuhan Bobot Mutlak Ikan Baung (Mystus nemurus) Selama Penelitian. Keterangan : P1 = protein 28%, P2 = protein 33%, P3 = protein 38%, P4 = protein 40% Berdasarkan Gambar 2, menunjukan bahwa pertumbuhan bobot pada tiaptiap perlakuan selama penelitian berbeda-beda. Bobot rata-rata ikan baung selama penelitian dapat dilihat perlakuan P3 = 56 g, diikuti dengan P 2 = 49,33 g, P4 = 44,22, P1 = 39,55 g. pertumbuhan pada setiap perlakuan mengalami peningkatan selama penelitian berlangsung. Pengukuran rata-rata bobot ikan baung di atas maka dapat diketahui pertambahan bobot mutlak ikan baung selama penelitian. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada Tabel 4. Tabel 4. Pertumbuhan Bobot Mutlak Ikan Baung (Mystus nemurus) Selama Penelitian Ulangan 1 2 3 Jumlah
Rata-rata

P1 29 46,66 37 112,66 37,558,84a

Perlakuan P2 P3 47,33 55,08 46,67 56,34 48,33 60,13 142,33 171,55 47,440,84ab 57,182,63b

P4 35,66 36,25 47,8 119,71 39,906,85ab

21

(Std. Dev)

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa pertambahan bobot mutlak ikan baung tertinggi terdapat pada perlakuan P3 = 57,18 g, diikuti dengan P 2 = 47,44 g, P4 = 39,90, P1 = 37,55 g. Berdasarkan uji statistic bahwa bobot mutlak hingga akhir penelitian mendapatkan hasil data yang homogen. Sementara dilakukan Analisis Variansi (ANAVA) terhadap bobot mutlak (P<0,05) yang berarti kadar nutrien yang berbeda berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bobot mutlak ikan baung. Selanjutnya untuk menentuan perbedaan antar perlakuan dilakukan uji lanjut dengan Student Neuman Keuls (SNK), bahwa P 1 berbeda nyata terhadap P3 , kemudian P1,P4,P2 tidak berbeda nyata, dan P2,P3 tidak berbeda nyata. 4.1.2. Pertumbuhan Panjang Mutlak Berdasarkan penelitian yang dilakukan selama 90 hari maka diperoleh pertumbuhan panjang rata-rata ikan baung (cm) masing-masing perlakuan disetiap pengamatan selama penelitian. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Gambar 2.

22

Gambar 3. Pertambahan Panjang Mutlak Ikan Baung (Mystus nemurus) Selama Penelitian Berdasarkan Gambar 3, menunjukan bahwa pertumbuhan panjang pada tiap-tiap perlakuan selama penelitian berbeda-beda. Panjang rata-rata ikan baung selama penelitian dapat dilihat perlakuan P3 = 14,56 cm, diikuti dengan P2 = 13.61 cm, P4 = 13,16 cm, P1 = 39,55 g. Pertumbuhan panjang terus mengalami peningkatan dari awal hingga akhir penelitian. Pengukuran rata-rata panjang ikan baung di atas maka dapat diketahui pertambahan panjang mutlak ikan baung selama penelitian. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada Tabel 5. Tabel 5. Pertambahan Panjang Mutlak Ikan Baung (Mystus nemurus) Selama Penelitian Ulangan 1 2 3 Jumlah
Rata-rata

P1 9,84 12,67 12,17 34,68 11,561,51a

Perlakuan P2 P3 13,67 14,16 13,66 14,17 13,5 15,33 40,83 43,66 ab 13,610,09 14,550,67b

P4 11,17 12,67 12,1 35,94 11,980,76a

23

(Std. Dev)

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa pertambahan panjang mutlak ikan baung tertinggi terdapat pada perlakuan P3 = 14,55 cm, diikuti dengan P 2 = 13,61 cm, P4 = 11,98 cm, P1 = 11,56 cm. Berdasarkan uji statistik bahwa panjang mutlak hingga akhir penelitian mendapatkan hasil data yang homogen. Sementara dilakukan Analisis Variansi (ANAVA) terhadap panjang mutlak (P<0,05) yang berarti kadar nutrien yang berbeda berpengaruh nyata terhadap pertambahan panjang mutlak ikan baung. Selanjutnya untuk menentuan perbedaan antar perlakuan dilakukan uji lanjut dengan Student Neuman Keuls (SNK), bahwa P 1 berbeda nyata terhadap P3 , kemudian P1,P4,P2 tidak berbeda nyata, dan P2,P3 tidak berbeda nyata. Berdasarkan hasi penelitian dapat diketahui bahwa pertumbuhan setiap perlakuan menghasilkan pertumbuhan yang berbeda-beda dari awal hingga akhir penelitian. Pertumbuhan merupakan perubahan ukuran ikan baik berat atau panjang selama periode waktu tertentu yang disebabkan oleh perubahan jaringan akibat pembelahan sel otot dan tulang yang merupakan bagian terbesar dari tubuh ikan (Weatherley dalam Hartono 1996). Hal serupa juga dikemukakan oleh Watanabe (1988), pertumbuhan ikan erat kaitannya dengan ketersediaan protein dalam pakan. Ha ini dapat dimengerti mengingat hampir 65-75 % daging bobot kering terdiri dari protein. Berdasarkan Tabel 4 dan 5 dapat diketahui bahwa kedua parameter ini akan terus mengalami pertambahan. Pertambahan nilai bobot dan panjang pada setiap perlakuan berbeda-beda, hal ini membuktikan bahwa kadar nutrient yang

24

berbeda-beda khususnya protein berpengaruh terhadap rata-rata bobot ikan dimana bobot ikan awal berkisar 1,67-2,33 g dan akhir penelitian bobot ikan menjadi 31,33 61,80 g. sedangkan untuk pertambahan panjang, panjang ikan awal berkisar 5- 5,83 cm dan di akhir penelitian menjadi 15,67 20,33 cm. Pertumbuhan bobot mutlak dan panjang mutlak tertinggi terdapat pada perlakuan yang sama yaitu P3 61,80 g dan 20,33 cm. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kadar protein 38% menghasilkan pertumbuhan yang optimum. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hetrampand dan Pascual (2000), bahwa pemberian pakan buatan terhadap ikan dengan kadar protein 35 40 % akan menunjang pertumbuhan yang maksimum. Hal serupa juga dikemukan oleh Hasan (2012), bahwa kadar protein 37,91 % merupakan level optimum yang menghasilkan pertumbuhan berat dan konversi pakan terbaik. Di bandingkan dengan kadar protein pada penelitian sebelumnya (Eguia, 1998; protein 55 % untuk larva) dan (Hasan et al, 2012; protein 42 % untuk fingerling), kadar protein pada penelitian ini lebih rendah, hal tersebut ditengarai perbedaan media pemeliharaan ikan, pada penelitian terdahulu pemeliharaan dilakukan pada bak-bak dari tangki air sedangkan penelitian ini langsung pada kolam. Sehingga dikan tidak hanya mendapatkan asupan dari pellet saja melainkan juga fitoplankton yang terdapat pada kolam tanah tersebut. Protein merupakan nutrient yang sangat dibutuhkan ikan untuk pertumbuhan. Jumlah dan kualitas protein akan mempengaruhi pertumbuhan ikan (Halver 1988). Sesuai dengan pernyataan Djangkaru (2000), makanan yang dimakan oleh ikan dipergunakan untuk kelangsungan hidup ikan dan selebihnya untuk pertumbuhan, untuk mendapatkan pertumbuhan yang optimal diperlukan

25

keseimbangan protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin dalam makanan. Hal sama juga dikemukakan oleh Lovell (1988), kebutuhan energi untuk maintenance harus dipenuhi terlebih dahulu, dan apabila berlebih maka kelebihannya akan digunakan untuk pertumbuhan. Hal ini membuktikan bahwa pemanfaatan jumlah protein pakan oleh ikan diantara perlakuan tidak sama, karena adanya perbedaan kandungan protein dalam pakan dan kandungan energi non protein pakan pada setiap perlakuan. Menurut NRC (1983) jumlah pakan yang terlalu sedikit akan menghasilkan pertumbuhan ikan yang kurang dan terjadinya kompetisi sedangkan kelebihan pakan akan mengakibatkan metabolism tidak efisien karena pakan tidak dikonsumsi seluruhnya dan akan mengakibatkan menurunnya kualitas air sekitarnya. Kekurangan makanan dan energi dapat mengakibatkan penurunan pertumbuhan karena energi digunakan untuk memelihara fungsi tubuh dan pergerakan. Sisa dari energi tersebut baru dimanfaatkan untuk pertumbuhan (Boer dan Adelina, 2006). 4.1.3.Laju Pertumbuhan Spesifik Laju pertumbuhan spesifik ikan baung berbeda-beda pada setiap perlakuan, nilai tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Laju Pertumbuhan Spesifik Ikan Baung (Mystus nemurus) Selama Penelitian Ulangan 1 2 3 Jumlah Perlakuan P1 2,89 3,74 3,3 9,93 P2 3,69 3,56 3,78 11,03 P3 3,92 3,87 4,01 11,8 P4 3,46 3,04 3,77 10,27

26

Rata-rata (Std. Dev)

3,310,43

3,680,11

3,930,07

3,420,37

Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa laju pertumbuhan spesifik ikan baung tertinggi terdapat pada perlakuan P3 = 3,93 %, diikuti dengan P2 = 3,68 %, P4 = 3,42 %, P1 = 3,31 %. Berdasarkan uji statistik bahwa laju pertumbuhan spesifik hingga akhir penelitian mendapatkan hasil data yang homogen. Sementara dilakukan Analisis Variansi (ANAVA) terhadap laju pertumbuhan spesifik (P>0,05) yang berarti kadar nutrient yang berbeda tidak berpengaruh terhadap laju pertumbuhan

spesifik ikan baung. Seiring pertambahan bobot berat dan panjang, maka dapat diketahui juga laju pertumbuhan spesifik selama penelitian. Dari hasil pengamatan selama penelitian diketahui bahwa kadar nutrien yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap laju pertumbuhan spesifik ikan uji, akan tetapi secara visual dapat dilihat perbedaan angka pada setiap perlakuan. Ada banyak factor yang mempengaruhi laju pertumbuhan spesifik ikan, menurut Huet (1986) menyatakan bahwa pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu internal (keturunan,umur,ketahanan terhadap penyakit) dan eksternal (suhu perairan, besarnya ruang gerak, kualitas air, jumlah dan mutu makanan). Menurut NRC (1993), keberadaan tingkat energi yang optimum dalam pakan sangat penting sebab kelebihan atau kekurangan energi mengakibatkan penurunan laju pertumbuhan. 4.1.4.Tingkat Kelulushidupan

27

Kelulushidupan

ikan selama penelitian menunjukan presentasi yang

berbeda pada setiap perlakuan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Tingkat Kelulushidupan Ikan Baung (Mystus nemurus) Selama Penelitian Perlakuan P1 80 80 80 240 80,000,00a P2 80 83,33 83,33 246,66 82,221,92ab P3 83,33 83,33 83,33 249,99 83,330,00b P4 76,67 80 80 236,67 78,891,92ab

Ulangan 1 2 3 Jumlah
Rata-rata (Std. Dev)

Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa kelulushidupan ikan baung tertinggi terdapat pada perlakuan P3 = 83,33 % , diikuti dengan P 2 = 82,22 %, P4 = 80 %, P1 = 78,89 %. Berdasarkan uji statistik bahwa kelulushidupan hingga akhir penelitian mendapatkan hasil data yang homogen. Sementara dilakukan Analisis Variansi (ANAVA) terhadap kelulushidupan (P<0,05) yang berarti kadar nutrien yang berbeda berpengaruh nyata terhadap kelulushidupan ikan baung. Selanjutnya untuk menentuan perbedaan antar perlakuan dilakukan uji lanjut dengan Student Neuman Keuls (SNK), bahwa P 1 berbeda nyata terhadap P3, P1,P2,P4 tidak berbeda nyata, kemudian P2,P3,P3 tidak berbeda nyata. Pada Tabel 7, diketahui bahwa tingkat kelulushidupan tertinggi terdapat pada P3 yaitu 83,33 % dan terendah pada P4 78,89 %, perolehan angka ini termasuk kedalam kategori baik karena kisaran nilainya di atas 50 %. Kematian yang dijumpai pada ikan diakibatkan karena sifat kanibalisme ikan itu sendiri, dalam hal ini kanibalisme akan timbul ketika makanan yang dibutuhkan tidak

28

tersedia sehingga ikan akan memangsa temannya sendiri. Kematian ikan kerapa kali terjadi pada pagi hari, hal ini mungkin terjadi karena selang waktu pemberian pakan antara sore dan pagi terdapat selisih waktu yang cukup lama dibandingkan pagi ke siang atau siang ke sore. Dalam penelitian ini pemberian pakan secara add satiation sehingga

ketika ikan tidak memberikan respon lagi terhadap makanan yang diberikan maka pemberian pakan dihentikan, sebagaimana kita ketahui bahwa laju pengosongan lambung ikan yaitu 5-6 jam. Sedangkan selisih waktu antara pemberian pakan sore dengan pagi yaitu 15 jam, sehingga terjadi kekurangan makanan pada malan harinya. Kelulushidupan atau survival rate adalah perbandingan antara jumlah individu yang hidup pada akhir atau suatu periode dalam suatu populasi. Adapun yang mempengaruhi tinggi rendahnya kelulushidupan adalah faktor biotic antara lain competitor, kepadatan populasi, umur dan kemampuan organism beradaptasi terhadap lingkungan (Effendi,1979).

4.1.5. Efisiensi Pakan Jumlah pakan yang diberikan terhadap ikan baung selama penelitian berbeda-beda pada tiap perlakuan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Efisiensi Pakan Ikan Baung (Mystus nemurus) Selama Penelitian

29

Ulangan 1 2 3 Jumlah
Rata-rata (Std. Dev)

P1 38,12 58,65 47,28 144,05 48,0210,28a

Perlakuan P2 P3 59,46 74,5 63,24 76,33 70,86 81,06 193,56 231,89 64,525,81ab 77,303,39b

P4 56,46 56,46 71,7 184,62 61,548,80ab

Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa efisiensi pakan ikan baung tertinggi terdapat pada perlakuan P3 = 77,30 % , diikuti dengan P 2 = 64,52 %, P4 = 61,54 %, P1 = 48,02 %. Berdasarkan uji statistik bahwa efisiensi pakan hingga akhir penelitian mendapatkan hasil data yang homogen. Sementara dilakukan Analisis Variansi (ANAVA) terhadap efisiensi pakan (P<0,05) yang berarti kadar nutrien yang berbeda berpengaruh nyata terhadap efisiensi pakan ikan baung. Selanjutnya untuk menentuan perbedaan antar perlakuan dilakukan uji lanjut dengan Student Neuman Keuls (SNK), bahwa P 1 berbeda nyata terhadap P3, P1,P2,P4 tidak berbeda nyata, kemudian P2,P3,P3 tidak berbeda nyata. Efisiensi pakan merupakan kemampuan ikan untuk dapat memanfaatkan pakan yang diberikan sehingga ikan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa ada perbedaan efisiensi pakan ikan baung pada tiap-tiap perlakuan. Pada perlakuan P3 menghasilkan nilai efisensi tertinggi yaitu 77,30 % dan terendah pada perlakuan P1 48,02 %. Hal ini menunjukan bahwa pada perlakuan P3 ikan memanfaatkan makanan lebih banyak sehingga pertumbuhan pada perlakuan ini lebih tinggi dibandingkan perlakuan P1 yang hanya sedikit memanfaatkan makanan.

30

Efisiensi pakan erat kaitannya dengan kesukaan dan kebiasaan ikan terhadap pakan yang diberikan serta kesesuaian kandungan nutrient yang terdapat dalam pakan. Menurut NRC (1993) menyatakan bahwa nilai efisiensi penggunaan pakan yang sering dijumpai pada ikan budidaya yaitu sebesar 30-40 % dan nilai terbaik mencapai 60 %. Dalam hal ini P3 termasuk kedalam efisiensi pakan yang sangat baik dan secara keseluruhan nilai efisiensi pakan pada penelitian ini terfolong baik. 4.1.6. Konversi Pakan (FCR) Konversi pakan pada setiap perlakuan memiliki kisaran nilai yang berbeda, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Konversi Pakan Ikan Baung (Mystus nemurus) Selama Penelitian. Perlakuan P1 2,62 1,7 2,11 6,43 P2 1,68 1,58 1,41 4,67 P3 1,34 1.31 1,23 2,57 P4 1,77 1,77 1,4 4,94

Ulangan 1 2 3 Jumlah
Rata-rata (Std. Dev)

2,140,46b 1,560,14ab 1,290,06a 1,650,21ab Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa konversi pakan ikan baung

terbaik terdapat pada perlakuan P3 = 1,29 , diikuti dengan P2 = 1,56, P4 =1,65, P1 = 2,14 %. Berdasarkan uji statistik bahwa konversi pakan hingga akhir penelitian mendapatkan hasil data yang homogen. Sementara dilakukan Analisis Variansi (ANAVA) terhadap konversi pakan (P<0,05) yang berarti kadar nutrien yang berbeda berpengaruh nyata terhadap konversi pakan ikan baung.

31

Selanjutnya untuk menentuan perbedaan antar perlakuan dilakukan uji lanjut dengan Student Neuman Keuls (SNK), bahwa P 3 berbeda nyata terhadap P1, P2,P3,P4 tidak berbeda nyata, kemudian P1,P2,P4 tidak berbeda nyata. Konversi pakan dalam budi daya sangat berkaitan erat dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk kegiatan budi daya itu sendiri, semakin kecil angka konversi pakan maka akan menguntungkan bagi petani ikan, namun sebaliknya besarnya angka konversi pakan akan menjadi pertimbangan para petani untuk melakukan budi daya. Pada penelitian ini diperoleh nilai konversi pakan terbaik pada P3 = 1,29, diikuti P2,P4,dan P1. Dari perolehan angka konversi pakan tersebut dapat diketahui bahwa dengan tempo waktu yang sama P 3 lebih sedikit membutuhkan pakan dibandingkan P2,P4,dan P1.

4.1.7. Kualitas Air Dalam penelitian ini kualitas air merupakan faktor pendukung. Adapun data kualitas air yang diukur selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10.Pengukuran Kualitas Air Selama Penelitian Parameter Suhu pH Oksigen Terlarut (DO) Ammoniak (NH3) Hasil Pengukuran dan satuan 27 32oC 56 2,02 2,50 ppm 0,09 0,12 ppm

32

Debit Air

2500 mL/detik

Dari Tabel 10 di atas dapat dilihat bahwa kualitas air pada saat penelitian sudah berada pada batas toleransi yang diperlukan oleh organism perairan. Hasil pengukuran suhu selama penelitian berkisar antara 27 32 oC dan pH 5 6. Suhu yang baik untuk ikan budi daya adalah antara 25 32 o C (Daelami, 2001). Afriyanto dan Liviawaty (1992) menyatakan umumnya ikan dpat beradaptasi pada lingkungan perairan yang mempunyai derajat keasaman (pH) berkisar antara 5 9, sebagian besar spesies ikan air tawar pH yang cocok adalah kisaran 6,5 7,5. Sedangkan pada pengukuran oksigen terlarut (DO) yaitu 2,02 2,50 ppm. Nilai ini masih tergolong ambang yang baik bagi organism akuatik. Ikan memerlukan kadar oksigen terlarut minimal 1,0 mg/l bila dalam keadaan sehat, tetapi bila keadaan aktif memerlukan oksigen terlarut 3 mg/l (Swingel dan Loyd dalam Iskandar 1980). Menurut Syafriadiman et al (2005) DO yang paling ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan organism akuati yang dipelihara adalah lebih dari 5 ppm. Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk makhluk hidup di dalam air, oksigen terlarut berasal dari proses fotosintesis tumbuhan dan dari udara yang masuk kedalam air (Jones,2005). Ammoniak pada penelitian ini yaitu 0,09 0,12 ppm. Hal ini belum berbahaya bagi kehidupan ikan sebagaimana juga dikemukakan oleh Boyd (1982),

33

kadar ammonia yang aman bagi ikan dan organism perairan adalah kurang dari 1 ppm. Ammonia merupakan gas yang tidak berwarna dan mempunyai bau yang khas (berbau tajam dan merangsang) dengan rumus kimia NH 3. Di air ammonia nitrogen mempunyai dua bentuk, yaitu bentuk ammonia (NH3) bukan ion-ion ammonium (NH4+) (Sweta,1975).

V.KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kadar nutrient yang berbeda memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan kelulushidupan ikan baung. Kadar protein yang terbaik yaitu pada P3 (protein 38 %), dengan pertumbuhan bobot mutlak 57,88 g, panjang mutlak 14,55 cm, laju pertumbuhan spesifik 3,93 %, kelulushidupan 83,33 %, efisiensi pakan 77,30 % dan konversi pakan 1,29. 5.2.Saran

34

Untuk mengatasi kanibalisme dari sifat ikan baung, sebaiknya waktu pemberian pakan diintensifkan dan perlu dilakukan penelitian pembanding pada media kolam air tergenang.

DAFTAR PUSTAKA

Afriyanto, E dan E. Liviawaty, 1998. Beberapa Metode Budi daya Ikan. Kanisius, Yogyakarta. 62 halaman. Adriman., E. Sumiarsih., N. E. Fajri. 2006. Penuntun Praktikum Ekologi Perairan. FAPERIKA. UR. Pekanbaru Alawi, H, Muchtar, C. Pulungan dan Rusliadi. 1990. Beberapa Aspek Biologi Ikan Baung (Mystus nemurus) Yang Tertangkap Di Sekitar Perairan Teratak Buluh Sungai Kampar. Pusat Penelitian Universitas Riau. Pekanbaru. 36 hal (tidak diterbitkan). Anonimus. SNI 01-6483.4-2000. Produksi Benih Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) Kelas Benih Sebar. Badan Standarisasi Nasional (BSN). 2000. Boer, I dan Adelina.2005. Ilmu Nutrisi dan Pakan Ikan.Bagian I. Surabaya 2006. Bahan Ajar Ilmu Nutrisi dan Pakan Ikan. Fakultas

35

Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.Pekanbaru.79 hal(tidak diterbitkan). Boyd CE. 1988. Water quality in Warm Water Fish Pond. Fourting Printing. Autburn University Departemental. Autburn University. Cho, C. Y and Watanabe T. 1988. Laboratory work chemical evaluation of dietary nutrition p. 79-92. In. Wanatabe T, editor. Fish nutrition and mariculture JICA textbook the, General Aquaculture Course. Tokyo : Kanagawa International Fisheries Training Center Daelami, D. A. S., 2001. Agar Ikan Sehat. Penebar Swadaya. Jakarta. 80 hal. Djangkaru, Z. 2000. Pembenihan Ikan Air Tawar di Berbagai Lingkungan Pemeliharaan. Penebar Swadaya. Jakarta. Effendie, M. I., 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dwi Sri. Bogor. 112 hal. Effendie, M. I., 1992. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Agromedia. Bogor. Eguia, PL V. 1998. Development Of Artificial Diet And Optimum Feeding Strategy For Malaysian Catfish (Mystus nemurus) Larvae. Master Thesis, University Putra Malaysia, Serdang Malaysia. Handoyo,B. Catur,S.Yudi,Y.2010. Cara Mudah Budi Daya dan Peluang Bisnis Ikan Baung dan Jelawat.IPB Press.Bogor 161 Halaman. Halver JE. 1988. Fish Nutrition. Academis Press, INC. London, 798 pp Hasan, B., C.R.Saad, A.R. Alimon, M.S. Kmarudin and Z Hasan. 2000. The Effect Of Various Dietary Energy Levels And Protection Concentration On Growth Performance Of Rivers Catfish (Mystus nemurus) (Malaysian Jurnal Of Animal Science Volume 1&2) Hasan, B. 2012. Pertumbuhan dan Komposisi Tubuh Ikan Baung (Mystus nemurus) yang Diberi Pakan Dengan Kandunga Protein Berbeda Pada Kolam Mengalir. Universitas Riau. Pekanbaru. Hetrampal.J.W.dan Pascual.P.F.2000. Hand Book on Ingredients for Aquatik feeds. Kluwer Academic Publisher.221 pp. Iskandar, A. 1980. Teknologi dan Perkembangan. Yayasan Idayu. Jakarta. Jones B. 2005. Hydroponic, a Parctical Guide for the Soilless Grower. CRC Press. New York. Kottelat, M., A. J. Whitten, S. N., Kartikasari dan S. Wirjoatmodjo., 1993. Ikan ikan air tawar indonesia barat dan sulawesi. Periplius. Edition Limited.

36

Jakarta. 293 hal. National Research Council (NRC). 1983. Nutrient Requirement Of Warm Water Fishes and Shellfish. National Academic Press. Wasington DC. 102 p .1993. Nutrient Requirement fish .Washington DC. National Academy Of science, 114 pp. of

Peres H. and Teles AO. 1999. Effect of Dietary Lipid Level On Growth Performance and Feed Utilization By European Sea Bass Juveniles (Dicentrachus labrax). Aquaculture, 179 : 325-334. Sedana. I. P., Syafriadiman., S. Hasibuan dan N. A. Pamukas. 2001. Penuntun Praktikum Pengelolaan Kualitas Air. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru. 52 hal (tidak diterbitkan). Sudjana. 1991. Desain dan Analisis Eksperimen. Edisi II. Tarsito. Bandung. 412 hal. Sukendi.2007.Biologi, Reproduksi,Pembenihan dan Budi Daya Baung. MM Press CV. Mina Mandiri.Pekanbaru. Syafriadiman, N. A. Pamukas., S. Hasibuan., 2005. Prinsip Dasar Pengelolaan Kualitas Air. Mina Mandiri Press. Pekanbaru. 131 hal. Sweta, L.I. 1975. Sifat-sifat Air Pada Umumnya dan Untuk Budidaya. Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi. Jawa Barat. 49 hal. Tang, U.M. 2003. Teknik Budidaya Ikan Baung ( Mystus nemurus C.V). Kanisius. Yogykarta. 84 hal Watanabe, T. 1977. Sparing action of lipids on dietary protein in fish-low protein diet with high calorie content Tecnocrat 10 : 34-39. .1988. Laboratory work chemical evaluation of dietary nutrition p. 79-92. General Aquaculture Course. Tokyo : Kanagawa International Fisheries Training Center Weatherley dalam Hartanto. T.T. 1996. Peranan Vitamin C Terhadap Pertumbuhan dan Kenormalan Bentuk Tubuh Ikan Jambal Siam (Pangasius hypoptalmus) dalam akuarium. Thesis Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru. 50 hal. (Tidak diterbitkan) Widodo, T.2011. Pertumbuhan Ikan Baung (Mystus nemurus) yang Dipelihara Dalam Keramba di Kolam Dengan Padat Tebar dan Pakan Berbeda.Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Riau. Pekanbaru.

37

Zonnelveled. N.E.A. Huisman.J.H. Boon. 1991. Prinsip-prinsip Budi daya Ikan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.318 halaman.

38

LAMPIRAN

Lampiran 1. Pertumbuhan Bobot Mutlak Ikan Baung (Mystus nemurus) dengan pemberian kadar nutrient yang berbeda
Perlakuan Ulangan Awal 1 2 P1 3 Jumlah Ratarata 1 2 3 Jumlah 2.33 1.67 2.00 6.00 2.00 1.67 2.00 1.67 5.34 15 3.00 3.33 4.00 10.3 3 3.44 3.67 3.67 3.00 10.3 4 30 4.00 5.33 6.33 15.6 6 5.22 5.67 5.33 4.33 15.3 3 Bobot (g) 45 12.0 0 11.3 3 13.0 0 36.3 3 12.1 0 15.0 0 11.6 7 12.3 3 39.0 0 60 23.3 3 22.6 7 24.6 7 70.6 7 23.5 6 25.6 7 22.0 0 21.0 0 68.6 7 75 30.66 31.33 29.33 91.32 30.44 35.00 36.00 40.00 111.0 0 90 31.33 48.33 39.00 118.6 6 39.55 49.00 47,33 48.67 46,67 50.00 147.6 7 48,33 142,33 Pertambahan Bobot 29.00 46.66 37.00 112.66 37,558,84a

P2

39

Ratarata 1 2 P3 3 Jumlah Ratarata 1 2 P4 3 Jumlah Ratarata

1.78 1.67 2.33 1.67 5.67 1.89 1.67 2.00 1.67 5.34 1.78

3.45 4.33 4.33 4.00 12.6 6 4.22 3.67 3.67 3.00 10.3 4 3.45

5.11 7.00 6.33 6.33 19.6 6 6.55 5.67 5.33 4.00 15.0 0 5.00

13.0 0 15.3 3 19.0 0 15.6 7 50.0 0 16.6 7 13.0 0 11.6 6 12.3 3 36.9 9 12.3 3

22.8 9 30.6 7 31.3 3 29.3 3 91.3 3 30.4 4 23.6 7 24.0 0 21.0 0 68.6 7 22.8 9

37.00 51.00 44.67 44.00 139.6 7 46.56 45.00 35.67 32.00 112.6 7 37.56

49.23 56.75

47,440,84ab 55,08

58.67 56,34 61.80 60,13 168.0 1 56.00 37.33 35,66 38.25 36,25 49.47 47,80 133.6 6 44.22 119,71 39,906,85ab 171,55 57,182,63b

Normalitas
Deskripsi statistic N Statistik Bobot Mutlak Valid N (listwise) Deskriptif 12 12 Minimal Statistik 29.00 Maksimal Statistik 60.13 Rata-rata Standar Deviasi Statistik 45.5208 Statistik 9.38841 Skewness Statistik -.209 Standar Kesalahan .637

40

Deskripsi
Bobot Mutlak N P1 P2 P3 P4 Total 3 3 3 3 12 Rata-rata 37.5533 47.4433 57.1833 39.9033 45.5208 Standar Deviasi 8.84299 .83578 2.62850 6.84507 9.38841 Standar Kesalahan 5.10550 .48254 1.51757 3.95201 2.71020 Rata-rata untuk tingkat kepercayaan 95% Batas Bawah 15.5861 45.3671 50.6538 22.8992 39.5557 Batas Atas 59.5205 49.5195 63.7129 56.9074 51.4859 Minimal 29.00 46.67 55.08 35.66 29.00 Maksimum 46.66 48.33 60.13 47.80 60.13

Uji Homogenitas Bobot Mutlak Levene Statistic 2.786 Derajat Bebas 1 Derajat Bebas 2 3 8 Probabilitas .110

Probabilitas (0,110) > 0,05 maka data homogen ANAVA Bobot Mutlak Total Kuadrat Antar Kelompok Dalam Kelompok Total 704.242 265.322 969.564 Derajat Bebas 3 8 11 Rata-rata kuadrat 234.747 33.165 F Hitung 7.078 Probabilitas .012

Probabilitas (0,025) < 0,05, hal ini menunjukkan perbedaan nyata antara kandungan nutrient yang berbeda terhadap bobot mutlak ikan baung (Mystus nemurus)

Uji Lanjut
Bobot Mutlak Student-Newman-Keuls Perlakuan P1 P4 P2 P3 Sig. N 3 3 3 3
a

Subset for alpha = 0.05 1 37.5533 39.9033 47.4433 .150 2

47.4433 57.1833 .072

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

Lampiran 2. Pertambahan panjang mutlak Ikan Baung (Mystus nemurus) dengan pemberian kadar nutrient pakan yang berbeda
Perlakuan P1 Ulangan 1 Panjang (cm) Awal 5.83 15 6.83 30 8.00 45 12.0 60 14.1 75 15.50 90 15.67 Pertambahan Bobot 9,84

41

2 3 Jumlah Ratarata 1 2 P2 3 Jumlah Ratarata 1 2 P3 3 Jumlah Ratarata 1 2 P4 3 Jumlah Ratarata

5.00 5.50 16.33 5.44 5.00 5.67 5.50 16.17 5.39 5.17 5.50 5.00 15.67 5.22 5.33 5.33 5.17 15.83 5.28

6.67 7.00 20.5 0 6.83 6.33 7.17 6.67 20.1 7 6.72 7.67 7.67 7.50 22.8 4 7.61 7.17 7.33 7.50 22.0 0 7.33

8.17 8.33 24.5 0 8.17 8.00 8.33 7.83 24.1 6 8.05 8.50 9.17 9.33 27.0 0 9.00 8.83 9.33 9.17 27.3 3 9.11

0 11.1 7 11.8 3 35.0 0 11.6 7 11.6 7 11.0 0 11.1 7 33.8 4 12.1 6 11.8 3 12.8 3 11.8 3 36.4 9 12.1 6 12.3 3 12.3 3 12.0 0 36.6 6 12.2 2

0 14.5 0 14.5 0 43.1 0 14.3 7 14.1 0 14.2 0 13.3 0 41.6 0 13.8 7 13.7 0 13.7 0 13.3 0 40.7 0 13.5 7 14.2 0 13.8 0 13.3 0 41.3 0 13.7 7

15.50 15.50 46.50 15.50 18.33 17.67 17.67 53.67 17.89 18.67 17.67 17.67 54.01 18.00 15.34 17.33 15.67 48.34 16.11

17.67 12,67 17.67 12,17 51.01 17.00 18.67 13,67 19.33 13,66 19.00 13,5 57.00 19.00 19.33 19.67 20.33 59.33 19.78 16.50 11,17 18.00 12,67 17.87 12,10 52.37 17.46 35,94 11,980,76a 40,83 13,610,09ab 14,16 14,17 15,33 43,66 14,550,67b 34,68 11,561,51a

42

Normalitas Deskripsi Statistik N Statistik Panjang Mutlak Valid N (listwise) 12 12 Minimal Statistik 9.84 Maksimal Statistik 15.33 Rata-rata Standar Deviasi Statistik 12.9258 Statistik 1.48517 Skewness Statistik -.570 Standar Kesalahan .637

Deskriptif
Deskripsi Panjang Mutlak N P1 P2 P3 P4 Total 3 3 3 3 12 Rata-rata 11.5600 13.6100 14.5533 11.9800 12.9258 Standar Deviasi 1.51040 .09539 .67263 .75717 1.48517 Standar Kesalahan .87203 .05508 .38834 .43715 .42873 Rata-rata untuk tingkat kepercayaan 95% Batas Bawah 7.8080 13.3730 12.8824 10.0991 11.9822 Batas Atas 15.3120 13.8470 16.2242 13.8609 13.8695 9.84 13.50 14.16 11.17 9.84 12.67 13.67 15.33 12.67 15.33 Minimum Maximum

Uji Homogenitas

Panjang Mutlak Levene Statistic 4.698 Derajat Bebas 1 Derajat Bebas 2 3 8 Probabilitas .136

Probabilitas (0,136) > 0,05 maka data homogen ANAVA Panjang Mutlak Total Kuadrat Antar Kelompok Dalam Kelompok Total 17.631 6.632 24.263 Derajat Bebas 3 8 11 Rata-rata kuadrat 5.877 .829 F Hitung 7.089 Probabilitas .012

Probabilitas (0,012) < 0,05, hal ini menunjukkan perbedaan nyata antara kandungan nutrient yang berbeda terhadap panjang mutlak ikan baung (Mystus nemurus) Uji Lanjut

43

Panjang Mutlak Student-Newman-Keuls Perlakuan P1 P4 P2 P3 Sig. N 3 3 3 3


a

Subset for alpha = 0.05 1 11.5600 11.9800 13.6100 .058 2

13.6100 14.5533 .240

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

3. Laju Pertumbuhan Spesifik


Normalitas Deskripsi Statistik N Statistik Laju Pertumbuhan Spesifik Valid N (listwise) 12 12 Minimal Statistik 2.89 Maksimal Rata-rata Statistik 4.01 Statistik 3.5858 Standar Deviasi Statistik .35148 Skewness Statistik -.930 Standar Kesalahan .637

Deskriptif
Deskripsi Laju Pertumbuhan Spesifik N P1 P2 P3 P4 Tota l 3 3 3 3 12 Rata-rata 3.3100 3.6767 3.9333 3.4233 3.5858 Standar Deviasi .42509 .11060 .07095 .36638 .35148 Standar Kesalahan .24542 .06386 .04096 .21153 .10146 Rata-rata untuk tingkat kepercayaan 95% Batas Bawah 2.2540 3.4019 3.7571 2.5132 3.3625 Batas Atas 4.3660 3.9514 4.1096 4.3335 3.8092 2.89 3.56 3.87 3.04 2.89 3.74 3.78 4.01 3.77 4.01 Minimal Maksimal

Uji Homogenitas Laju Pertumbuhan Spesifik Levene Statistik 1.778 Derajat Bebas 1 Derajat Bebas 2 3 8 Probabilitas .229

Probabilitas (0,229) > maka data homogen

44

ANAVA Laju Pertumbuhan Spesifik Total Kuadrat Antar Kelompok Dalam Kelompok Total .694 .664 1.359 Derajat Bebas 3 8 11 Rata-rata kuadrat .231 .083 F Hitung 2.787 Probabilitas .110

Probabilitas (0,110) > 0,05, hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan nyata antara kandungan nutrient yang berbeda terhadap laju pertumbuhan spesifik ikan baung (Mystus nemurus)

4.Efisiensi Pakan
Normalitas Deskripsi Statistik N Statistik Efisiensi Pakan Valid N (listwise) Deskriptif 12 12 Minimal Statistik 38.12 Maksimal Statistik 81.06 Rata-rata Standar Deviasi Statistik 62.8433 Statistik 12.63640 Skewness Statistik -.445 Standar Kesalahan .637

45

Deskripsi Efisiensi Pakan N P1 P2 P3 P4 Total 3 3 3 3 12 Rata-rata 48.0167 64.5200 77.2967 61.5400 62.8433 Standar Deviasi 10.28481 5.80679 3.38515 8.79882 12.63640 Standar Kesalahan 5.93794 3.35255 1.95442 5.08000 3.64782 Rata-rata untuk tingkat kepercayaan 95% Batas Bawah 22.4678 50.0951 68.8875 39.6825 54.8145 Batas Atas 73.5655 78.9449 85.7058 83.3975 70.8721 38.12 59.46 74.50 56.46 38.12 58.65 70.86 81.06 71.70 81.06 Minimal Maksimal

Uji Homogenitas Efisiensi Pakan Levene Statistik 1.187 Derajat Bebas 1 Derajat Bebas 2 3 8 Probabilitas .374

Probabilitas (0,374) > 0,05 maka data homogen ANAVA Efisiensi Pakan Total Kuadrat Antar Kelompok Dalam Kelompok Total 1299.716 456.749 1756.465 Derajat Bebas 3 8 11 Rata-rata kuadrat 433.239 57.094 F Hitung 7.588 Probabilitas .010

Probabilitas (0,010) > 0,05, ini menunjukkan perbedaaan nyata antara kandungan nutrient yang berbeda terhadap efisiensi pakan ikan baung (Mystus nemurus)

Uji Lanjut
Efisiensi Pakan Student-Newman-Keuls Perlakuan P1 P4 P2 P3 Sig. N 3 3 3 3
a

Subset for alpha = 0.05 1 48.0167 61.5400 64.5200 .065 2 61.5400 64.5200 77.2967 .078

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

5. Konversi Pakan
Normalitas

46

Deskripsi Statistik N Statistik FCR Valid N (listwise) Deskriptif Deskripsi FCR N P1 P2 P3 P4 Total 3 3 3 3 12 Ratarata 2.1433 1.5567 1.2933 1.6467 1.6600 Standar Deviasi .46090 .13650 .05686 .21362 .39273 Standar Kesalahan .26610 .07881 .03283 .12333 .11337 Rata-rata untuk tingkat kepercayaan 95% Batas Bawah .9984 1.2176 1.1521 1.1160 1.4105 Batas Atas 3.2883 1.8958 1.4346 2.1773 1.9095 1.70 1.41 1.23 1.40 1.23 2.62 1.68 1.34 1.77 2.62 Minimal Maksimal 12 12 Minimal Statistik 1.23 Maksimal Rata-rata Standar Deviasi Statistik 2.62 Statistik 1.6600 Statistik .39273 Skewness Statistik 1.022 Standar Kesalahan .637

Uji Homogenitas FCR Levene Statistik 2.403 Derajat Bebas 1 Derajat Bebas 2 3 8 Probabilitas .143

Probabilitas (0,143) > 0,05, hal ini menunjukkan perbedaan nyata antara kandungan nutrient yang berbeda terhadap konversi pakan ikan baung (Mystus nemurus) ANAVA FCR Total Kuadrat Antar Kelompok Dalam Kelompok Total 1.137 .560 1.697 Derajat Bebas 3 8 11 Rata-rata kuadrat .379 .070 F Hitung 5.414 Probabilitas .025

Uji Lanjut
FCR Student-Newman-Keulsa Perlakuan P3 P2 P4 P1 Sig. N 3 3 3 3 Subset for alpha = 0.05 1 1.2933 1.5567 1.6467 .286 2 1.5567 1.6467 2.1433 .062

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

Lampiran 3. Bahan dan alat

47

Pelet Perlakuan P1

Pelet Perlakuan P2

Pelet Perlakuan P3

Pelet Perlakuan P4

Timbangan

Buku dan Alat Tulis

Thermometer

Kertas pH Universal

48

Kertas Grafik Dokumentasi Penelitian

Persiapan Kerangka Keramba

Keramba Pemeliharaan Ikan

Inlet Air

Penimbangan

Pengukuran Ikan

Pengambilan Ikan Sampel

Dokumentasi Mortalitas Ikan

49

Anda mungkin juga menyukai