Sedangkan, Direktur Jenderal Listrik dan Energi Baru Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dr Ir Yogo Pratomo mengatakan saat ini pihaknya terus mendorong Departemen Pertanian untuk meningkatkan produksi biji jarak per hektare. "Petani akan sangat diuntungkan bila menanam pohon jarak sebab jika harga jual bijinya Rp.1000/kg saja, sementara lahan per hektare bisa menghasilkan 15 ton biji jarak, dipastikan hasilnya mencapai Rp 15 juta, jauh lebih tinggi dari harga gabah," ujarnya. Dalam sejarahnya, pohon jarak yang berasal dari Afrika Selatan sudah dikenal oleh bangsa Indonesia sejak dekade 40-an, saat penjajah Jepang menggunakan minyak jarak untuk penerangan di rumah-rumah penduduk dan sumber energi untuk menggerakkan alat-alat perang. Namun, kini dengan bantuan dari Jepang, Indonesia sudah bisa menghasilkan minyak jarak untuk keperluan pembangkit tenaga listrik, mesin industri, mobil, truk dan suatu saat untuk berbagai keperluan alat rumah tangga. "Kalau sekarang sudah ada mesin kapal nelayan berbahan bakar minyak tanah, maka bukan mustahil jika sebentar lagi akan muncul mesin perahu motor yang menggunakan bahan baku minyak jarak," tambah Robert. Milik Rakyat Robert mengharapkan teknologi penghasil minyak jarak tidak hanya akan dimiliki oleh masyarakat, tapi bisa menjadi milik seluruh rakyat Indonesia. "Rencananya dalam enam bulan ke depan kami akan memantau perkembangan penggunaan bahan bakar alternatif ini terhadap mesin-mesin percobaan. Bila hasilnya bagus, kita akan memperkenalkan mesin pembuat minyak jarak ini kepada seluruh lapisan masyarakat, sehingga masyarakat bisa memiliki mesin penghasil minyak sendiri karena kami sudah merancang teknologi yang mudah dan murah. Tentu, kepemilikan mesin ini ini bisa melalui koperasi rakyat," ujarnya. Strategi ini diharapkan bisa membuat masyarakat Indonesia lebih berdaya dalam menghasilkan sumber energi. "Selain itu, kami juga minta koperasi untuk mengatur suplai biji jarak dari para petani, sekaligus menjadi pintu gerbang pemantau standar kualitas biji dan keberlangsungan pengadaan bahan baku untuk keperluan dalam skala besar," katanya. PEMBARUAN/RIESKA WULANDARI Last modified: 25/2/05