Anda di halaman 1dari 5

PENATALAKSANAAN HIPERTENSI PADA STROKE ISKHEMIK FASE AKUT

Penatalaksanaan stroke iskemik Konsep tentang area penumbra merupakan dasar dalam penatalaksanaan stroke iskemik. Jika suatu arteri mengalami oklusi, maka bagian otak yang mengalami infark akan dikelilingi oleh area penumbra. Aliran darah ke area ini berkurang sehingga fungsinya pun akan terganggu, akan tetapi kerusakan yang terjadi tidak seberat area infark dan masih bersifat reversibel. Jika aliran darah ke area ini cukup adekuat selama masa kritis, maka area ini dapat diselamatkan. Pada studi eksperimental, didapatkan aliran darah ke otak yang rendah hanya dapat ditolerir selama periode waktu yang singkat. Sedangkan aliran darah ke otak yang cenderung tinggi masih dapat ditolerir selama beberapa jam tanpa menyebabkan infark. I. Terapi umum dan komplikasi akut Oksigenasi Oksigenasi yang adekuat sangat penting selama fase akut stroke iskemik untuk mencegah hipoksia dan perburukan neurologis. Penyebab tersering gangguan oksigenasi diantaranya obstruksi jalan nafas partial, hipoventilasi, pneumonia aspirasi ataupun atelektasis. Pasien dengan kesadaran menurun dan stroke batang otak beresiko mengalami gangguan oksigenasi. Tindakan intubasi harus dilakukan pada pasien dengan ancaman gagal nafas. Secara umum, pasien yang memerlukan tindakan intubasi mempunyai prognosis yang buruk, kurang lebih 50% nya meninggal dalam 30 hari. Monitoring dengan oksimetri sebaiknya dilakukan dengan target saturasi oksigen > 95%. Suplementasi oksigen diberikan pada pasien dengan hipoksia berdasarkan hasil analisa gas darah atau oksimetri. Indikasi pemasangan pipa endotrakeal: PO2 <50-60 mmHg PCO2 >50-60 mmHg Kapasitas vital < 500-800 mL Resiko aspirasi pada pasien yang kehilangan refleks proteksi jalan nafas Takipneu >35 kali/menit Dyspneu dengan kontraksi muskulus asesorius Asidosis respiratorik berat Indikasi trakeostomi: Koma dengan pemakaian ventilator lebih dari 14 hari Proteksi bronkial/bronkial cleansing Gangguan menelan dengan resiko aspirasi Obstruksi laring Pemakaian ETT lama

Hipertensi pada stroke iskemik akut Hipertensi sering kali dijumpai pada pasien dengan stroke akut bahkan pasien yang sebelumnya normotensi sekalipun pada fase akut dapat mengalami peningkatan tekanan darah yang sifatnya transient. Pada 24 jam pertama fase akut stroke, lebih dari 60% pasien datang dengan tekanan darah sistolik > 160 mmHg dan lebih dari 28% memiliki tekanan darah diastolik > 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah pada stroke iskemik merupakan respon otak yang bertujuan untuk meningkatkan tekanan perfusi otak sehingga aliran darah ke area penumbra pun akan meningkat. Diharapkan dengan respon tersebut kerusakan di area penumbra tidak bertambah berat. Akibatnya, penurunan tekanan darah yang terlalu agresif pada stroke iskemik akut dapat memperluas infark dan perburukan neurologis. Tetapi tekanan darah yang terlalu tinggi, dapat menimbulkan infark hemoragik dan memperhebat edema serebri. Monitoring tekanan darah 1. Pengukuran TD dilakukan pada kedua lengan 2. Pastikan perbedaan TD antara kedua lengan tidak lebih dari 10 mmHg, jika terdapat perbedaan > 10 mmHg maka TD yang dipakai adalah yang lebih tinggi 3. Gunakan lengan yang paresis 4. Lengan harus setinggi jantung 5. Manset yang digunakan harus sesuai dengan besar lengan 6. Frekuensi pengukuran TD:

Dua jam pertama setiap 15 menit Dua sampai delapan jam berikutnya setiap 30 menit Sembilan sampai 24 jam selanjutnya setiap 1 jam

AHA/ASA merekomendasikan penatalaksanaan hipertensi pada stroke iskemik akut sebagai berikut:

A. Pasien yang tidak akan diberikan terapi trombolisis TD sistolik < 220 atau diastolik < 120 Observasi kecuali jika ditemukan kegawatdaruratan hipertensi non neurologis seperti infark miokard akut, edema paru kardiogenik, ensefalopati hipertensi, retinopati hipertensi, diseksi aorta). Berikan terapi simptomatis (sakit kepala, nausea, muntah, agitasi, nyeri). Atasi komplikasi stroke lainnya seperti hipoksia, peningkatan tekanan intrakranial, kejang, hipo ataupun hiperglikemi. TD sistolik < 220 atau diastolik 121-140 Labetolol 10-20 mg IV selama 1-2 menit. Dapat diulang setiap 10 menit (maksimal 300 mg) atau Nicardipin 5 mg/jam IV infus (dosis inisial), dititrasi sampai efek yang diinginkan 2,5 mg/jam setiap 5 menit sampai maksimal 15 mg/jam. Penurunan TD 10-20% dari TD sebelumnya TD diastolik > 140 Nitroprusid 0,5ug/KgBB/menit IV infus (dosis inisial) dengan monitoring TD kontinyu. Penurunan TD 10-20% dari TD sebelumnya

B. Pasien kandidat terapi trombolisis Praterapi, sistolik > 185 atau diastolik >110 Labetolol 10-20 mg IV selama 1-2 menit. Dapat diulang satu kali atau nitropasta 1-2 inchi Selama/setelah terapi. 1. Monitor TD Periksa TD setiap 15 menit selama 2 jam setelah mulai terapi lalu setiap 30 menit selama 6 jam, selanjutnya tiap 60 menit sampai 24 jam. 2. Diastolik > 140 Sodium Nitroprusid 0,5 ug/KgBB/menit IV infus (dosis inisial) dititrasi sampai TD yang diinginkan. 3. Sistolik > 230 atau diastolik 121-140 Labetolol 10ug IV selama 1-2 menit. Dapat diulang setiap 10 menit sampai maksimum 300 mg atau berikan dosis inisial lalu lanjutkan dengan drip 2-8 mg/menit. Atau Nicardipin 5 mg/jam IV infus (dosis inisial) dititrasi sampai efek yang diinginkan 2,5 mg/jam setiap 5 menit sampai maksimal 15 mg/jam. 4. Sistolik 180-230 atau diastolik 105-120 Labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit. Dapat diulang setiap 10 menit sampai maksimum 300 mg atau berikan dosis inisial lalu lanjutkan dengan drip 2-8 mg/menit. Selain terapi seperti diatas, obat anti hipertensi oral yang dapat digunakan adalah captopril atau nicardipin. Pemakaian nifedipin sublingual sebaiknya dihindari karena dapat menyebabkan penurunan tekanan darah yang drastis. II. Terapi stroke iskemik akut Trombolisis rt-PA intravena Trombolisis rt-PA intravena merupakan pengobatan stroke iskemik akut satu-satunya yang disetujui oleh FDA sejak tahun 1996 karena terbukti efektif membatasi kerusakan otak akibat stroke iskemik. Terapi ini meningkatkan keluaran stroke pada kelompok penderita yang telah diseleksi ketat dan terapi diberikan dalam waktu 3 jam sejak onset stroke. Komplikasi terapi ini adalah perdarahan intraserebral (hanya ditemukan pada 6,4% pasien bila menggunakan protokol NINDS secara ketat). Karakteristik pasien yang dapat diterapi dengan trombolisis rt-PA intravena. Kriteria inklusi: 1. Stroke iskemik akut dengan onset tidak lebih dari 3 jam. 2. Usia >18 tahun 3. Defisit neurologik yang jelas 4. Pemeriksaan CT Scan, tidak ditemukan perdarahan intrakranial 5. Pasien dan keluarganya menyetujui tindakan tersebut dan mengerti resiko dan keuntungannya Kriteria eksklusi: 1. Defisit neurologis yang cepat membaik 2. defisit neurologik ringan dan tunggal seperti ataksia atau gangguan sensorik saja, disartria saja atau kelemahan minimal 3. CT Scan menunjukkan perdarahan intrakranial 4. Gambaran hipodensitas > 1/3 hemisfer serebri pada CT Scan 5. Riwayat perdarahan intrakranial sebelumnya atau perkiraan perdarahan subarakhnoid

6. Kejang pada saat onset stroke 7. Riwayat stroke sebelumnya atau trauma kapitis dalam waktu 3 bulan sebelumnya 8. Operasi besar dalam waktu 14 hari 9. Pungsi lumbal dalam 1 minggu 10. Perdarahan saluran cerna atau urin dalam 21 hari 11. Infark miokard akut dalam 3 bulan 12. TD sistolik sebelum terapi > 185 mmHg atau TD diastolik > 110 mmHg 13. Gula darah < 50 mg/dL atau > 400 mg/dL 14. Penggunaan obat antikoagulan oral atau waktu protrombin > 15 detik, INR > 1,7 15. Penggunaan heparin dalam 48 jam sebelumnya dan masa tromboplastin parsial memanjang 16. Trombosit < 100.000/mm Pemberian trombolisi rt-PA intravena: 1. Infus 0,9 mg/kgBB (maksimum 90 mg), 10% dari dosis diberikan bolus pada menit pertama, 90% sisanya infus kontinyu selama 60 menit. 2. Pemantauan dilakukan di ICU atau unit stroke. 3. Lakukan analisa neurologik setiap 15 menit selama infus rt-PA dan setiap 30 menit dalam 6 jam, selanjutnya setiap jam sampai 24 jam pertama. 4. Jika timbul sakit kepala hebat, hipertensi akut, nausea atau vomiting, hentikan infus dan segera lakuan pemeriksaan CT Scan. 5. Ukur TD setiap 15 menit dalam 2 jam pertama, tiap 30 menit dalam 6 jam berikutnya, tiap 60 menit sampai 24 jam pertama. 6. Lakukan pengukuran TD lebih sering jika TD sistolik > 180 mmHg atau diastolik > 105 mmHg. 7. Jika TD sistolik 180-230 mmHg atau diastolik 105-120 mmHg pada 2 atau lebih pembacaan selang 5-10 menit, berikan Labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit. Dosis dapat diulangi atau digandakan tiap 10-20 menit sampai dosis total 300 mg atau berikan bolus pertama diikuti labetolol drip 2-8 mg/menit. Pantau TD tiap 15 menit dan perhatikan timbulnya hipotensi. 8. Jika TD sistolik > 230 mmHg atau diastolik 121-140 mmHg pada 2 atau lebih pembacaan selang 5-10 menit, berikan labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit. Dosis dapat diulangi atau digandakan tiap 10 menit sampai dosis total 300 mg atau berikan bolus pertama diikuti labetolol drip 2-8 mg/menit. Jika TD tidak terkontrol dapat dipertimbangkan infus sodium nitroprusid. 9. Bila TD diastolik > 140 mmHg pada 2 atau lebih pembacaan selang 5-10 menit, infus sodium nitroprusid 0,5 ug/kgBB/menit. 10. Tunda pemasangan NGT dan kateter. 11. jangan lakukan pungsi arteri, prosedur invasif atau suntikan IM selama 24 jam pertama. Terapi perdarahan pasca trombolisis rt-PA intravena 1. Hentikan infus trombolitik 2. Lakukan pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, fibrinogen, masa protrombin/INR, masa tromboplastin parsial dan trombosit. 3. Siapkan tranfusi darah (PRC), FFP, kriopresipitat atau trombosit atau darah segar bila perlu. 4. Berikan FFP 2 unit setiap 6 jam selama 24 jam. 5. Berikan kriopresipitat 5 unit. Jika fibrinogen < 200 mg% ulangi pemberian kriopresipitat. 6. Berikan trombosit 4 unit.

7. Lakukan CT Scan otak segera. 8. Konsul bedah saraf jika perlu tindakan dekompresi. Antikoagulan dan antiplatelet Joint Guideline Statement from the AHA and th AAN merekomendasikan: 1. Aspirin 160-325 mg/hari harus diberikan pada pasien stroke iskemik dalam 48 jam setelah onset untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas (pada pasien yang tidak diterapi dengan trombolisi rt-PA intravena). 2. Subkutan unfractionated heparin, low molecular weight heparin dan heparinoid dapat dipertimbangkan sebagai terapi profilaksis pada pasien dengan resiko DVT (deep vein thrombosis). Efektifitasnya dalam mencegah edema pulmonal belum terbukti, sehingga perlu dipertimbangakan resiko perdarahan yang dapat ditimbulkan. 3. Pemakaian subkutan unfractionated heparin untuk menurunkan resiko kematian, morbiditas dan kekambuhan tidak direkomendasikan. 4. Unfractionated heparin dengan dosis yang disesuaikan juga tidak direkomendasikan untuk menurunkan morbiditas, mortalitas dan kekambuhan pada pasien dengan stroke akut (48 jam pertama) karena bukti-bukti menunjukkan terapi ini tidak efektif dan meningkatkan resiko perdarahan. LMWH/ heparinoid dosis tinggi juga tidak direkomendasikan. 5. IV unfractionated heparin, LMWH/heparinoid dosis tinggi tidak direkomendasikan pada pasien stroke iskemik akut dengan kardioemboli, aterosklerotik pembuluh darah besar, vertebrobasiler ataupun progresing stroke karena data-data yang mendukung dianggap masih kurang.

Anda mungkin juga menyukai