Anda di halaman 1dari 31

PRESENTASI KASUS

I.
Nama Jenis Kelamin Umur Berat badan Tinggi badan Pendidikan No RM

IDENTITAS
: An. I : Laki-laki : 6,5 tahun : 18 kg : 110 cm : SD :

II.
Keluhan utama

ANAMNESIS
: Panas, Batuk dan Sesak

Tanggal 7 Mei 2009

Riwayat penyakit sekarang : Panas sejak 3 hari, pada malam dan siang hari badan panas, tapi pada pagi hari panas turun, panas timbul perlahan lahan, os juga batuk sejak 3 hari, batuk kadang kering kadang berdahak, dahak agak kental, batuk dirasakan pada malam, siang dan pagi, sesek juga dirasakan sudah 1 hari, demam timbul mendadak, menggigil (-), mengigau (-), kejang (-), berkeringat (-), mimisan (-), pusing (-), Nyeri saat BAB dan BAK (-), BAB dan BAK lancar/normal, BAB warna kuning, Makan/Minum Mau, Kulit tidak Ada Kemerahan Pilek (-), BAK warna bening, muntah (-), mual (-), nyeri perut (-) Riwayat penyakit dahulu : os sudah menderita penyakit seperti sejak 2 tahun yang lalu, sering kambuh-kambuhan dan pernah di bawa ke puskesmas, riwayat alergi dingin (-), alergi obat (-).

Riwayat penyakit keluarga

: Paman juga menderita penyakit serupa, riwayat alergi (-).

Riwayat kehamilan : tidak pernah ada masalah kehamilan, ANC teratur di bidan, konsumsi obat-obatan saat kehamilan (-) Riwayat persalinan Riwayat imunisasi Riwayat makanan : lahir spontan dengan bidan, 9 bulan, berat badan lahir 3,1 kg : lengkap : susu formula sampai sekarang, ASI (-) Bubur susu mulai usia 3 bulan, 3x sehari @ bungkus Bubur tim mulai usia 6 bulan, 3x sehari @ 1 mangkok kecil Saat ini makan nasi teratur 3x sehari @ 1 piring Riwayat tumbuh kembang : usia + 13 bulan mulai belajar berjalan, sesuai dengan usia

III.

PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum Kesadaran Status gizi Vital sign : Baik : compos mentis : Baik : N : 120 x/menit R : 32 x/menit Leher Kulit Thorax Jantung Paru Abdomen : limfonodi tidak teraba : turgor baik, UKK tidak ada : simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (+) : S1-S2 reguler, bising (-) : Ronkhi basah halus (+), wheezing (-) : meteorismus (-), timpani, bunyi usus normal, nyeri tekan (-) S : 37, 7 0C

Hepar, lien tidak membesar Ekstremitas Kepala : akral hangat, perfusi baik : mata : Conjuntiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), mata cekung (-) Hidung Telinga Mulut : sekret (+), nafas cuping hidung (+) : sekret (-) : bibir kering (-), faring hiperemis (+), lidah kotor (-)

V.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah rutin:

AL AE Hb Ht MCV MCH MCHC AT Tes widal: TY. O P TY A-O P TY B-O P TY C-O

: 19,9 x 103/L : 4,7 x 106/L : 13,3 g/dL : 38,7 % : 81,6 fL : 28,0 pg : 34,3 g/dL : 352 x 103/L

TY. H P TY A-H P TY B-H P TY C-H

: : : -

: 1/80 : 1/80 : -

: 1/80

Rontgen Thorax: Bronkopneumoni

VI.

DIAGNOSIS

Bronkopneumoni DD : Batuk dan Sesak Bronkhitis ISPA Asma PKTB Bronkiolitis DD : Obs. Febris Typhoid Fever DF DHF Malaria ISK Meningitis Ensefalitis

VII. SIKAP
monitor KU, VS Inj. Ceftriaxone 2 x 400 gr infus D5% 12 tpm Dexamethasone IV 3 x 0,4 ml

O2 2 L/mnt

Ambroxol tab Pulv 3 x 1

Paracetamol 200 mg Diet TKTP

BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pneumonia adalah suatu sindrom yang disebabkan oleh infeksi akut, biasanya disebabkan oleh bakteri yang mengakibatkan adanya konsolidasi sebagian dari salah satu atau kedua paru.(1) Bronkopneumonia sebagai penyakit yang menimbulkan gangguan pada sistem pernafasan, merupakan salah satu bentuk pneumonia yang terletak pada alveoli paru.(2) Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik. Tercatat bakteri sebagai penyebab tersering bronkopneumonia pada bayi dan anak adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae.(3) Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita bronkopneumonia berulang atau bahkan bisa anak tersebut tidak mampu mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain faktor imunitas, faktor iatrogen juga memacu timbulnya penyakit ini, misalnya trauma pada paru, anestesia, pengobatan dengan antibiotika yang tidak sempurna.(4) Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok walaupun ada berbagai kemajuan dalam bidang antibiotik. Hal di atas disebabkan oleh munculnya organisme nosokomial (didapat dari rumah sakit) yang resisten terhadap antibiotik. Adanya organismeorganisme baru dan penyakit seperti AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) yang semakin memperluas spektrum dan derajat kemungkinan terjadinya bronkopneumonia ini.(2)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.

Definisi

Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal.(2,5)

B.

Etiologi

Bronkopneumonia lebih sering ditimbulkan oleh invasi bakteri. Bakteri-bakteri ini menginvasi paru melalui 2 jalur, yaitu dengan : 1. Inhalasi melalui jalur trakeobronkial. 2. Sistemik melalui arteri-arteri pulmoner dan bronkial.(6) Bakteri-bakteri yang sering menyebabkan ataupun didapatkan pada kasus bronkopneumonia adalah : 1. Bakteri gram positif a. b. c. Pneumococcus Staphylococcus aureus Streptococcus hemolyticus 2. Bakteri gram negatif a. b. Haemophilus influenzae Klebsiella pneumoniae

C.
1.

Bakteri Gram Positif


Pneumococcus

Merupakan bakteri patogen yang paling sering ditemukan yang bertanggung jawab atas lebih dari 90% kasus bronkopneumonia pada masa kanak-kanak.(7) Pneumococcus jarang yang menyebabkan infeksi primer, biasanya menimbulkan peradangan pada paru setelah adanya infeksi atau kerusakan oleh virus atau zat kimia pada saluran pernafasan.(8) Angka kejadiannya meningkat atau paling sering terjadi pada akhir musim dingin dan awal musim semi. Insidens tertinggi pada masa kanak-kanak usia 4 tahun pertama kehidupan. Hal ini mungkin disebabkan oleh penyebarannya yang cenderung meningkat di dalam suatu populasi yang relatif tertutup (seperti taman kanak-kanak, rumah penitipan anak).(7) ? Patofisiologi

Organisme ini teraspirasi ke bagian tepi paru dari saluran nafas bagian atas atau nasofaring. Awalnya terjadi edema reaktif yang mendukung multiplikasi organisme-organisme ini serta penyebarannya ke bagian paru lain yang berdekatan.(7) Umumnya bakteri ini mencapai alveoli melalui percikan mukus atau saliva dan tersering mengenai lobus bagian bawah paru karena adanya efek gravitasi. Organisme ini setelah mencapai alveoli akan menimbulkan respon yang khas yang terdiri dari 4 tahap yang berurutan, yaitu : 1) Kongesti (4 s/d 12 jam pertama)

Eksudat serosa masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor. 2) Hepatisasi merah (48 jam berikutnya)

Paru-paru tampak merah dan bergranula karena sel-sel darah merah, fibrin dan lekosit polimorfonuklear mengisi alveoli. 3) Hepatisasi kelabu (3 s/d 8 hari)

Paru-paru tampak kelabu karena lekosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang. 4) Resolusi (7 s/d 11 hari)

Eksudat mengalami lisis dan direabsorpsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali pada strukturnya semula.(2,4,7)

Bercak-bercak infiltrat yang terbentuk adalah bercak-bercak yang difus, mengikuti pembagian dan penyebaran bronkus dan ditandai dengan adanya daerah-daerah konsolidasi terbatas yang mengelilingi saluran-saluran nafas yang lebih kecil.(2,4) ? Gambaran Klinis

Biasanya didahului dengan adanya infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Pada bayi bisa disertai dengan hidung tersumbat, rewel serta nafsu makan yang menurun. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39oC atau lebih. Anak sangat gelisah, dispnu. Kesukaran bernafas yang disertai adanya sianosis di sekitar mulut dan hidung. Tanda kesukaran bernafas ini dapat berupa bentuk nafas berbunyi (ronki dan friction rub di atas jaringan yang terserang), pernafasan cuping hidung, retraksi-retraksi pada daerah supraklavikuler, interkostal dan subkostal. Pada awalnya batuk jarang ditemukan, tapi dapat dijumpai pada perjalanan penyakit lebih lanjut serta sputum yang berwarna seperti karat. Lebih lanjut lagi bisa terjadi efusi pleura dan empiema, sehingga perlu dilakukan torasentesis sesegera mungkin.(4,7,8) Hasil pemeriksaan fisik tergantung dari luas daerah yang terkena. Pada perkusi bisa ditemukan adanya suara redup yang terlokalisasi. Pada auskultasi mungkin ditemukan adanya ronki basah halus ataupun adanya suara-suara pernafasan yang melemah. Tanpa pengobatan biasanya penyembuhan dapat terjadi sesudah 2 3 minggu.(4,7) ? Diagnosis

Biasanya jumlah lekosit meningkat mencapai 15.000 40.000/mmk dengan jumlah sel polimorfonuklear terbanyak, sedangkan bila didapatkan jumlah lekosit kurang dari 5.000/mmk sering berhubungan dengan prognose penyakit yang buruk. Nilai hemoglobin bisa normal atau sedikit menurun. Pemeriksaan sputum harus didapatkan dari sekresi batuk dalam dan aspirasi trakea yang dilakukan dengan hati-hati. Jenis pemeriksaan berupa pemeriksaan makroskopik, mikroskopik dan biakan. Selain itu biakan juga bisa didapatkan dari darah atau dari cairan pleura yang didapatkan dengan melakukan torasentesis.(7,8) Gambaran radiologis dapat berupa adanya bercak-bercak infiltrat pada 1 atau beberapa kasus. Sangat penting untuk mendapatkan gambaran radiologis dari resolusi sempurna, 3 4 minggu setelah semua gejala menghilang. Apabila respon klinis yang diberikan penderita lambat, maka terdapat indikasi untuk membuat serangkaian rntgenogram.(4,7) ? Penatalaksanaan

Penisilin merupakan terapi yang spesifik karena kebanyakan pneumococcus sangat peka terhadap obat tersebut. Pada bayi dan anak-anak, pengobatan awal dimulai dengan pemberian penisilin G dengan dosis 50.000 unit/kgBB/hari secara intramuskular tanpa penyulit. Terapi ini dilanjutkan sampai 10 hari atau paling tidak sampai 2 hari setelah suhu badan pasien normal. Bila didapatkan penderita alergi penisilin maka diberikan sefalosporin dengan dosis 50 mg/kgBB/hari.

Asupan cairan per oral secara bebas dan pemberian aspirin untuk mengatasi demam tinggi, merupakan tambahan utama untuk pengobatan penyakit ini. Pemberian oksigen segera untuk penderita dengan kesukaran bernafas sebelum menjadi sianosis. Indikasi pemberian vaksin polivalen pneumococcus polisakarida bermanfaat pada populasi penderita tertentu, misalnya penderita dengan anemia sel sabit.(4,7,8) ? Prognosis

Dengan pemberian antibiotika yang memadai dan dimulai secara dini pada perjalanan penyakit tersebut, maka mortalitas bronkopneumonia akibat bakteri pneumococcus selama masa bayi dan masa kanak-kanak sekarang menjadi kurang dari 1% dan selanjutnya morbiditas yang berlangsung lama juga menjadi rendah.(7)

2.

Staphylococcus aureus

Infeksi yang disebabkan oleh organisme ini merupakan infeksi berat yang cepat menjadi progresif dan resisten terhadap pengobatan, serta bila tidak segera diobati dengan semestinya akan berhubungan dengan kesakitan yang berkepanjangan dan mempunyai angka mortalitas tinggi. Penyakit bronkopneumonia akibat organisme ini jarang ditemukan. Sepeti pada infeksi pneumococcus, infeksi staphylococcus ini sering didahului dengan infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas. Pada umumnya terjadi pada setiap umur, 30% dari semua penderita berumur di bawah 3 bulan dan 70% berumur di bawah 1 tahun. Epidemi penyakit ini terjadi di dalam ruang perawatan bayi, biasanya berhubungan dengan strain-strain organisme patologis spesifik, yang biasanya resisten terhadap berbagai antibiotika. Bayi akan memperlihatkan penyakit dalam beberapa hari setelah dikolonisasi atau setelah beberapa minggu kemudian. Infeksi virus pada saluran pernafasan memegang peranan penting dalam memajukan penyebaran staphylococcus, di antara bayi-bayi dan dalam mengubah kolonisasi menjadi penyakit.(7) ? Patofisiologi

Staphylococcus menghasilkan bermacam-macam toksin dan enzim misalnya hemolisin, lekosidin, stafilokinase dan koagulase. Koagulase akan mengadakan interaksi dengan suatu faktor plasma untuk menghasilkan suatu zat aktif yang mengubah fibrinogen menjadi fibrin dan selanjutnya menyebabkan pembentukan koagulan. Bronkopneumonia akibat organisme ini bersifat unilateral atau lebih menonjol pada satu sisi dibandingkan dengan sisi yang lain. Ditandai dengan daerah-daerah luas yang mengalami nekrosis perdarahan serta daerah-daerah pembentukan rongga-rongga yang tidak beraturan. Permukaan pleura biasanya diselubungi oleh lapisan eksudat fibropurulen tebal, sehingga menimbulkan abses yang mengandung koloni staphylococcus, lekosit, eritrosit dan debris nekrosis. Bila abses ini pecah maka dapat terbentuk trombus-trombus sepsis pada daerah-daerah yang mengalami kerusakan dan peradangan luas.(7,8)

Gambaran Klinis

Adanya riwayat lesi-lesi kulit penderita atau anggota keluarga lain yang disebabkan oleh staphylococcus disertai gejala-gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas atau bawah selama beberapa hari sampai 1 minggu. Penderita mengalami demam bersuhu tinggi, batuk dan tanda kesukaran pernafasan seperti takipneu, suara pernafasan yang menungkat, retraksi dada dan subkostal, nafas cuping hidung, sianosis dan kecemasan. Pada beberapa penderita dapat mengalami gangguan saluran cerna yang ditandai dengan muntah-muntah, anoreksia, diare serta distensi abdomen. Pemeriksaan fisik pada awal perjalanan penyakit, suara-suara pernafasan yang menurun, ronkhi yang tersebar dan suara-suara pernafasan bronkhial. Bila terjadi efusi atau empiema, pada perkusi didapatkan suara redup serta getaran-getaran suara yang berkurang pada auskultasi.(4,7) ? Diagnosis

Didapatkan adanya lekositosis terutama sel-sel polimorfonuklear, sedangkan bila didapatkan lekopeni maka prognosisnya buruk. Biakan didapatkan dari aspirasi trakea atau sadapan pleura. Pada cairan pleura menunjukkan adanya eksudat dengan jumlah se-sel polimorfonuklear berkisar dari 300 100.000/mmk, protein di atas 2,5 g/dl dan kadar glukosa rendah yang relatif sama dengan kadar glukosa dalam darah.(7) Gambaran radiologis berupa bercak-bercak dan terbatas dalam perluasannya dan melibatkan seluruh lobus paru. Perkembangan dari bronkopneumonia menjadi efusi atau empiema sangat mengarahkan petunjuk pada suatu pneumonia staphylococcus.(7,8) ? Penatalaksanaan

Terapi pilihan yaitu dengan pemberian methisilin dengan dosis 50 70 mg/kgBB/6 jam secara intravena. Bila dari biakan didapatkan staphylococcus positif maka methicilin dihentikan, kemudian diberikan penisilin G dengan dosis 25.000 50.000 unit/kgBB/6 jam secara intravena. Cefuroxime diberikan sebagai obat tunggal efektif untuk bronkopneumonia dengan dosis 75 mg/kgBB/hari. Selain itu bisa pula dilakukan drainase pus yang terkumpul, pemberian oksigen disertai posisi penderita setengah miring untuk mengurangi sianosis dan kecemasan. Bila paru sudah mulai mengembang, maka pipa-pipa drainase bisa dilepaskan. Hal ini dikarenakan pipa-pipa tersebut tidak boleh berada di dalam rongga toraks lebih dari 5 7 hari.(7) ? Prognosis

Angka kesembuhan penderita mengalami kemajuan besar dengan penatalaksanaan sekarang, angka mortalitas berkisar dari 10 30% dan bervariasi dengan lamanya sakit yang dialami sebelum penderita dirawat, umur penderita, pengobatan yang memadai serta adanya penyakit yang menyertai. Semua penderita dengan hasil biakan staphylococcus yang positif sebaiknya harus diuji terhadap kemungkinan fibrosis kistik dan terhadap penyakit defisiensi imunologis.(7)

3.

Streptococcus hemolyticus

Streptococcus grup A paling sering mengakibatkan infeksi traktus respiratorius bagian atas, tapi kadang juga dapat menimbulkan infeksi ke daerah-daerah lain tubuh termasuk traktus respiratorius bagian bawah. Penyakit ini paling sering ditemukan pada anak berumur 3 5 tahun dan jarang dijumpai pada bayi-bayi. Penyakit ini sering timbul dengan dipermudah oleh adanya infeksi-infeksi virus terutama eksantema-eksantema dan influenza epidemis.(8) ? Patofisiologi

Infeksi traktus respiratorius akibat bakteri ini menimbulkan terjadinya trakeitis, bronkiolitis yang selanjutnya menjadi bronkopneumonia. Lesi-lesi terjadi pada mukosa trakeobronkial menjadi nekrosis disertai dengan pembentukan ulkus-ulkus yang tidak beraturan dan adanya sejumlah besar eksudat, edema dan perdarahan yang terisolasi. Proses ini kemudian menyebar luas ke sekat-sekat antar alveolus dan pembuluh-pembuluh limfonodi, yang selanjutnya secara limfogen menyebar ke mediastinum dan hilus dan mencapai permukaan pleura dan menjadi pleuritis. Eksudat ini kandungan fibrinnya lebih sedikit bila dibanding dengan eksudat yang diakibatkan oleh pneumococcus.(8) ? Gambaran Klinis

Gejala-gejala yang ditimbulkan hampir sama dengan bronkopneumonia oleh pneumococcus. Awalnya terjadi secara tiba-tiba yang ditandai demam tinggi, menggigil, tanda-tanda kesukaran bernafas serta kadang-kadang adanya kelemahan badan.(8) ? Diagnosis

Adanya lekositosis seperti pada kasus pneumococcus. Selain itu ditegakkan dari kenaikan titer antistreptolisin serum. Biakan bakteri ini positif didapatkan dari hapusan tenggorok, sekresi nasofaring, tapi yang lebih positif lagi ditemukannya bakteri ini dalam cairan pleura, darah atau dari cairan aspirasi paru. Pada gambaran radiologis didapatkan bronkopneumonia difus yang disertai efusi pleura yang luas, kaang bisa terlihat suatu adenopati di daerah hilus paru-paru.(7,8) ? Penatalaksanaan

Obat pilihan yang diberikan adalah penisilin G dengan dosis 100.000 unit/kgBB/hari. Awal pemberiannya secara parenteral, kemudian disempurnakan dengan pemberian oral selama 2 3 minggu setelah terlihat adanya kemajuan klinis. Cefuroxime bisa diberikan sebelum kultur bakteri dilakukan dengan dosis 75 mg/kgBB/hari, ini merupakan terapi yang efektif dan sebaiknya dilanjutkan selama 10 hari.

Bila pada penderita sudah terjadi empiema, maka harus dilakukan torasentesis untuk tujuan penegakan diagnosa dan mengeluarkan cairan supaya paru-paru dapat kembali mengembang secara optimal.(7,8) ? Prognosis

Angka mortalitas dan morbiditas menurun setelah pengobatan dengan antibiotika yang sesuai segera diberikan. Selebihnya penyebaran penyakit selanjutnya jarang terjadi.(8)

D.
1.

Bakteri Gram Negatif


Haemophilus influenzae

Infeksi yang serius akibat bakteri patogen ini lebih banyak ditemukan pada anak-anak dan sangat berhubungan dengan adanya riwayat meningitis, otitis media, infeksi traktus respiratorius dan epiglotitis. Organisme patogen yang sering ditemukan adalah Haemophilus influenzae tipe b dan termasuk bakteri gram negatif.(8) ? Patofisiologi

Penyebaran dari infeksi di tempat lain adalah secara hematogen. Daerah yang terinfeksi memperlihatkan adanya reaksi peradangan dengan sel-sel lekosit polimorfonuklear ataupun selsel limfosit disertai dengan penghancuran sel-sel epitel bronkiolus secara meluas. Peradangan ini selanjutnya menimbulkan edema yang disertai dengan perdarahan.(6,7,8) ? Gambaran Klinis

Gejala klinis yang ditimbulkan tidak jauh berbeda dengan gambaran klinis yang diakibatkan oleh pneumococcus. Batuk hampir selalu dijumpai tapi mungkin tidak produktif. Pada penderita di sini juga dijumpai adanya demam serta tanda kesukaran bernafas. Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan suara redup yang terlokalisasi saat perkusi serta adanya suara pernafasan yang tubuler saat auskultasi.(6,7,8) ? Diagnosis

Adanya biakan bakteri ini yang memberikan arti positif. Kultur didapatkan dari darah, cairan pleura maupun dari aspirasi paru yang memperlihatkan adanya lekositosis sedang disertai dengan limfopenia relatif. Selain itu bisa pula dengan pemeriksaan elektroforesis imunologis berlawanan (counter immunoelectrophoresis) pada sekresi-sekresi trakea, darah, air kemih dan cairan pleura untuk menegakkan diagnosis lebih dini.(6,8) ? Penatalaksanaan

Obat antibiotika pilihan adalah kloramfenikol dengan dosis 100 mg/kgBB/hari. Pemberian kloramfenikol ini dikatakan efektif karena obat sangat aktif mengatasi hasil produksi bakteri ini yaitu berupa beta laktamase dan tidak menimbulkan efek pada cairan serebrospinal serta memberikan efek bakterisidal yang lebih bagus dibanding dengan ampicillin atau cefomandole. ? Prognosis

Bila respon awal terhadap pengobatan baik maka diharapkan bakteri penyebab akan melemah dan tidak mampu lagi menyebar terlalu jauh. Namun apabila terdapat penyakit penyerta seperti bakteremia, empiema maka hal tersebut akan memperburuk prognosisnya.(8)

2.

Klebsiella pneumoniae

Organisme ini termasuk gram negatif yang ditemukan pada traktus respiratorius dan traktus gastrointestinal pada beberapa anak sehat. Organisme ini jarang menimbulkan infeksi pada anakanak. Infeksi akibat Klebsiella pneumoniae ini bisa timbul sebagai kasus sporadis pada neonatus. Banyak bayi mengandung organisme ini dalam nasofaring mereka tanpa memperlihatkan adanya tanda-tanda sakit klinis hanya sesekali saja seorang bayi mengalami sakit berat. Bahan-bahan yang menyebarkan infeksi sehingga menularkan adalah peralatan yang dipakai di dalam ruang pemeliharaan bayi dan alat pelembab udara sebagai sumber-sumber utama infeksi nosokomial dengan organisme tersebut.(8) ? Patofisiologi

Infeksi nosokomial yang timbul dari aspirasi orofaringeal. Nakteri ini memasuki alveoli melalui peralatan yang dipakai dengan kecenderungan merusak dinding alveolar. Daerah yang terinfeksi benar-benar mengalami nekrosis disertai dengan adanya sejumlah pus yang banyak dan bahkan jaringan setempat sudah fibrosis.(6) ? Gambaran Klinis

Keadaan pasien akibat infeksi Klebsiella pneumoniae ini adalah kekakuan yang multipel pada onset yang mendadak, demam, batuk yang produktif, nyeri pleuritis dan kelemahan yang tibatiba, serta dapat terjadi hemoptisis. Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan adanya suara redup saat perkusi dan adanya ronki basah kasar saat auskultasi akibat banyaknya sekresi pus pada kavitas paru.(6,8)

Diagnosis

Ditegakkan dengan pemeriksaan radiologis dengan gambaran adanya infiltrasi pada lobus paru dan pleura-pleura yang menonjol. Kultur bakteri yang positif didapatkan dari darah, pus di trakea serta hasil aspirasi paru. ? Penatalaksanaan

Penggunaan antibiotik baru berupa sefalosporin generasi ketiga sangat dianjurkan karena obat ini terbukti efektif dalam melawan bakteri ini. Kanamisin merupakan obat pilihan yang digunakan pada neonatus. dosis yang digunakan 15 20 mg/kgBB/hari secara intramuskuler setiap 8 jam selama minimal 10 14 hari. Terapi yang diperpanjang diindikasikan untuk penyebaran infeksi pada kavitas paru. Bila sudah terdapat empiema, drainase perlu dilakukan untuk fungsi pengembangan parunya.(6,8) ? Prognosis

Adanya penyakit penyerta seperti bakteremia, empiema dan kerusakan parenkim sisa bisa memperburuk keadaan dan meningkatkan angka kematian.(8) ? o Diet Makanan tidak berserat dan mudah dicerna

Setelah demam reda, dapat segera diberikan makanan yang lebih padat dengan kalori cukup

BAB III
KESIMPULAN

1. Bronkopneumonia adalah proses peradangan pada paru membentuk bercak-bercak infiltrat dan berlokasi di alveoli. 2. Bronkopneumonia timbul disebabkan oleh invasi bakteri baik bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif.

3. Secara garis besar proses patofisiologi dari masing-masing strain bakteri adalah sama yaitu adanya respon khas setelah bakteri-bakteri ini mencapai alveoli meliputi 4 tahap yang terdiri dari : a. b. c. d. Kongesti (4 12 jam pertama) Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) Hepatisasi kelabu (3 8 hari) Resolusi (7 11 hari)

4. Gambaran klinis secara umum berupa adanya infeksi traktus respiratorius yang selanjutnya menimbulkan demam mendadak, adanya tanda kesukaran bernafas, batuk yang dalam perjalanan lanjut menjadi batuk yang produktif. Disertai dengan adanya pemeriksaan fisik berupa suara redup saat perkusi dan ronki basah halus saat auskultasi. 5. a. b. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya : Lekositosis Kultur bakteri yang positif dari pemeriksaan darah, cairan aspirasi paru.

6. Penatalaksanaan bronkopneumonia secara umum adalah dengan pemberian preparat antibiotika yang efektif sesuai dengan hasil biakan bakteri. 7. Secara umum pemberian antibiotik secara dini pada kasus bronkopneumonia pada bayi dan anak-anak memberikan prognosis yang baik.

PEMBAHASAN

Berdasarkan gejala-gejala yang diperoleh dari anamnesa ( Panas sejak 3 hari, pada malam dan siang hari badan panas, tapi pada pagi hari panas turun, panas timbul perlahan lahan, juga terdapat batuk sejak 3 hari, batuk kadang kering kadang berdahak, dahak agak kental, batuk dirasakan pada malam, siang dan pagi, serta demam yang timbul mendadak, sesek juga dirasakan ) dapat dimungkinkan pasien menderita Bronchopneumonia, ini diperjelas dengan hasil

Pemeriksaan Penunjang dari Rontgen Thorak yang didapatkan yaitu adanya gambaran infiltrat dan tidak adanya pembesaran jantung apalagi hal ini dapat diperjelas dengan adanya pemeriksaan fisik dengan inspeksi yaitu nafas cuping hidung positif (+) yang mengarah ke bronchopneumonia, Dengan gambaran klinis secara umum berupa adanya infeksi traktus respiratorius yang selanjutnya menimbulkan demam mendadak, adanya tanda kesukaran bernafas, batuk yang dalam perjalanan lanjut menjadi batuk yang produktif. Disertai dengan adanya pemeriksaan fisik berupa suara redup saat perkusi dan ronki basah halus saat auskultasi. Penatalaksanaan bronkopneumonia secara umum adalah dengan pemberian preparat antibiotika yang efektif sesuai dengan hasil biakan bakteri. Untuk pemenuhan cairan diperoleh dari cairan peroral dan parenteral. Kebutuhan perharinya sebanyak 1400 ml/hari. Dengan pemasukan peroral diperkirakan sebanyak 400 ml, dan sisanya melalui parenteral. Sehingga didapatkan pemeberian infus sebanyak 12 tetes/menit.

DAFTAR PUSTAKA

1. Soedarmo SS, Garna H, Hadinegoro SR, Satari HI. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Ikatan Dokter Anak Indonesia: Jakarta. 2008. 2. Pusponegoro HD, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia: Jakarta. 2004. 3. Hasan R, dkk. Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. 2002. 4. Mansjoer A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. 2000. 5. Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. EGC: Jakarta. 2000.

6. Budiono E, Hidyam B, 2000, Berkala Ilmu Kedokteran, dalam Pola Kuman Pneumonia pada Penderita di RSUP Dr. Sardjito 1995 1998, Vol. 32, No. 3, Penerbit FK UGM, Yogyakarta, hal: 161-164. 7. Price SA, Wilson LM, 1995, Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease Processes (Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Prose Penyakit), Edisi 4, Penerbit EGC, Jakarta, hal: 709712. 8. Soeparman, Waspadji S (ed), 1999, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, hal: 695-705. 9. Alatas H, Hasan R (ed), 1986, Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak, Percetakan Infomedika, Jakarta, hal: 1228-1235. 10. Kumala P, dkk (ed), 1998, Kamus Saku Kedokteran Dorland, Edisi 25, Penerbit EGC, Jakarta, hal: 167. 11. Bordow RA, Moser KM (ed), 1986, Manual of Clinical Problems in Pulmonary Medicine with Annotated Key References, 2nd edition, Little Brown & Co (Inc.), USA, pp: 85-105. 12. Behrman RE, Vaughan VC, 1992, Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Bagian II, Edisi 12, Penerbit EGC, Jakarta, hal: 617-628

Another sourced PENDAHULUAN

Pneumonia merupakan bentuk infeksi saluran napas bawah akut tersering yang menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi serta kerugian produktivitas kerja. Penyakit ini dapat terjadi secara primer ataupun merupakan kelanjutan manifestasi infeksi saluran napas bawah lainnya misalnya sebagai perluasan bronkiektasis yang terinfeksi.
DEFINISI

Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.

1. Berdasarkan lokasi lesi di paru Pneumonia lobaris Pneumonia interstitialis Bronkopneumonia 2. Berdasarkan asal infeksi Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired pneumonia = CAP) Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)

3. Berdasarkan mikroorganisme penyebab Pneumonia bakteri Pneumonia virus

Pneumonia mikoplasma Pneumonia jamur

4. Berdasarkan karakteristik penyakit Pneumonia tipikal Pneumonia atipikal

5. Berdasarkan lama penyakit Pneumonia akut Pneumonia persisten Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Lingkungan dan Pejamu

Tipe Klinis Epidemiologi Pneumonia Komunitas Sporadis atau endemic; muda atau orang tua Pneumonia Nosokomial Didahului perawatan di RS Pneumonia Rekurens Terdapat dasar penyakt paru kronik Pneumonia Aspirasi Alkoholik, usia tua Pneumonia pada gangguan imun Pada pasien transplantasi, onkologi, AIDS

ETIOLOGI
Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan.

Hasil penelitian 44-85% CAP disebabkan oleh bakteri dan virus, dan 25-40% diantaranya disebabkan lebih dari satu patogen. Patogen penyebab pneumonia pada anak bervariasi tergantung : - Usia - Status lingkungan - Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara) - Status imunisasi - Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi) Sebagian besar pneumonia bakteri didahului dulu oleh infeksi virus. Etiologi menurut umur, dibagi menjadi : 1. Bayi baru lahir (neonatus 2 bulan)

Organisme saluran genital ibu : Streptokokus grup B, Escheria coli dan kuman Gram negatif lain, Listeria monocytogenes, Chlamydia trachomatis tersering , Sifilis kongenital pneumonia alba. Sumber infeksi lain : Pasase transplasental, aspirasi mekonium, CAP 2. Usia > 2 12 bulan Streptococcus aureusdan Streptokokus grup A tidak sering tetapi fatal. Pneumonia dapat ditemukan pada 20% anak dengan pertusis 3. Usia 1 5 tahun Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus tersering Chlamydia pneumonia : banyak pada usia 5-14 th (disebut pneumonia atipikal) 4. Usia sekolah dan remaja S. pneumonia, Streptokokus grup A,dan Mycoplasma pneumoniae(pneu monia atipikal)terbanyak
PATOGENESIS

Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel. Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian

atas, dan jarang melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus.

Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Pneumonia bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi merah. Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunancompliance paru dan kapasitas vital. Peningkatan aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi menyebabkan terjadinya pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion missmatching) yang kemudian menyebabkan terjadinya hipoksemia. Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan kerja jantung. Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan disintegrasi progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui batuk. Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura menyebabkan terjadinya empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung secara spontan, namun kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan pembentukan perlekatan.
MANIFESTASI KLINIK

Gambaran klinik biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas akut bagian atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil. Suhu tubuh kadang-kadang melebihi 400c, sakit tenggorok, nyeri otot, dan sendi. Juga disertai batuk dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah.

PEMERIKSAAN FISIK

Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal sebagai berikut : a. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.

Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua. Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang

paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat head bobbing, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada head bobbing, adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai.

Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi. b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.

Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang. c. Pada perkusi tidak terdapat kelainan d. Pada auskultasi ditemukancrackles sedang nyaring. Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya). Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.
PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial.

Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm 3 dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan.
KRITERIA DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut : a. sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada b. panas badan c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles) d. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit

predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)


KOMPLIKASI

Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi.
PENATALAKSANAAN a.Penatalaksaan umum

- Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau

PaO2 pada analisis gas darah 60 torr - Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit. - Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena. b.Penatalaksanaan khusus

- mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung - pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis

Pneumonia ringan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari). Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi : a. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan

epidemiologis b. Berat ringan penyakit

c. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis d. Ada tidaknya penyakit yang mendasari
Antibiotik:

Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (2472 jam pertama) menurut kelompok usia. a. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) : - ampicillin + aminoglikosid

- amoksisillin-asam klavulanat - amoksisillin + aminoglikosid - sefalosporin generasi ke-3 b. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn) - beta laktam amoksisillin

- amoksisillin-amoksisillin klavulanat - golongan sefalosporin - kotrimoksazol - makrolid (eritromisin)

c. Anak usia sekolah (> 5 thn) - amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin) - tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun) Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai hari ketiga. Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan

yang nyata dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif)

ARTIKEL

BRONKOPNEUMONIA
BRONKOPNEUMONIA PENDAHULUAN Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi: 1) Pneumonia lobaris 2) Pneumonia interstisial (bronkiolitis) 3) Bronkopneumonia. Pneumonia adalah salah satu penyakit yang menyerang saluran nafas bagian bawah yang terbanyak kasusnya didapatkan di praktek-praktek dokter atau rumah sakit dan sering menyebabkan kematian terbesar bagi penyakit saluran nafas bawah yang menyerang anak-anak dan balita hampir di seluruh dunia. Diperkirakan pneumonia banyak terjadi pada bayi kurang dari 2 bulan, oleh karena itu pengobatan penderita pneumonia dapat menurunkan angka kematian anak. Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa. DEFENISI Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus / bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution). EPIDEMIOLOGI Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun.(1) ETIOLOGI Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah : Faktor Infeksi Pada neonatus : Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV). Pada bayi : Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV, Cytomegalovirus.

Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis, Pneumocytis. Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza, Mycobacterium tuberculosa, B. pertusis. Pada anak-anak : Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia Bakteri : Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa. Pada anak besar dewasa muda : Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis Bakteri : Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis. Faktor Non Infeksi. Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi : a. Bronkopneumonia hidrokarbon : Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung ( zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin). b. Bronkopneumonia lipoid : Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti palatoskizis,pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan . Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini. KLASIFIKASI Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan. Pembagian secara anatomis : Pneumonia lobaris Pneumonia lobularis (bronkopneumonia) Pneumonia interstisialis (bronkiolitis) Pembagian secara etiologi : Bakteri : Pneumococcus pneumonia, Streptococcus pneumonia, Staphylococcus pneumonia, Haemofilus influenzae. Virus : Respiratory Synctitial virus, Parainfluenzae virus, Adenovirus Jamur : Candida, Aspergillus, Mucor, Histoplasmosis,

Coccidiomycosis, Blastomycosis, Cryptoccosis. Corpus alienum Aspirasi Pneumonia hipostatik PATOGENESIS Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain : Inhalasi langsung dari udara Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring Perluasan langsung dari tempat-tempat lain Penyebaran secara hematogen Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi yang terdiri dari : Susunan anatomis rongga hidung Jaringan limfoid di nasofaring Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut. Refleks batuk. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig A. Sekresi enzim enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai antimikroba yang non spesifik. Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu : A. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti) Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari selsel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. B. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. C. Stadium III (3 8 hari) Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. D. Stadium IV (7 11 hari) Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisasisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula. GAMBARAN KLINIS Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-400C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif. Pada pemeriksaan fisik didapatkan : Inspeksi : pernafasan cuping hidung(+), sianosis sekitar hidung dan mulut, retraksi sela iga. Palpasi : Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit. Perkusi : Sonor memendek sampai beda Auskultasi : Suara pernafasan mengeras ( vesikuler mengeras )disertai ronki basah gelembung halus sampai sedang. Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang terkena.Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan.Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu ( konfluens ) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi.Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu. PEMERIKSAAN LABORATORIUM 1. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 40.000/ mm3 dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma. 2. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun. 3. Peningkatan LED. 4. Kultur dahak dapat positif pada 20 50% penderita yang tidak diobati. Selain kultur dahak ,

biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat swab). 5. Analisa gas darah( AGDA ) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia.Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.

DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai. Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun(1,2). Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan : Bronkopneumonia sangat berat : Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika. Bronkopneumonia berat : Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika. Bronkopneumonia : Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat : > 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan > 50 x/menit pada anak usia 2 bulan 1 tahun > 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun. Bukan bronkopenumonia : Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman penyebab: 1. kultur sputum atau bilasan cairan lambung 2. kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus 3. deteksi antigen bakteri DIAGNOSA BANDING Bronkiolitis Aspirasi pneumonia Tb paru primer PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan bronkopneumonia tergantung pada penyebab yang sesuai dengan hasil dari pemeriksaan sputum,yang mencakup: Anak dengan sesak nafas,memerlukan cairan IV dan oksigen (1-2/menit) Cairan sesuai dengan berat badan, kenaikan suhu dan status dehidrasi

Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tetapi hal ini tidak dapat selalu dilakukan dan memakan waktu yang cukup lama, maka dalam praktek diberikan pengobatan polifarmasi seperti penisilin ditambah dengan kloramfenikol atau diberi antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti ampicilin. KOMPLIKASI Otitis media Bronkiektase Abses paru Empiema PROGNOSIS Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan. Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri. PENCEGAHAN Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain: Vaksinasi Pneumokokus Vaksinasi H. influenza Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.

Anda mungkin juga menyukai