Anda di halaman 1dari 19

Lipid Metabolisme dan pemeriksaanya

Gangguan metabolisme lipid berperan penting dalam aterosklerosis dan CHD (penyakit jantung koroner), myocard infark yang disebabkan oleh peningkatan serum kolesterol, dan deposit (penumpukan) kolesterol jaringan terjadi pada daerah sel endotel yang rusak dan menjadi tempat terjadinya luka aterosklerosis. Kolesterol seringkali dianggap buruk karena merupakan penyebab dari berbagai gangguan di atas namun sebenarnya kolesterol adalah penyusun sel membran, hormon steroid dan asam empedu. Lipid lain, trigliserida (TG), merupakan sumber energi utama bagi sel. Kolesterol dan trigliserida adalah lipid utama dalam manajemen resiko penyakit jantung koroner. Lipid adalah senyawa yang larut dalam pelarut organik nonpolar (kloroform dan eter). Sebagai senyawa yg relatif tidak larut dalam air, maka kolesterol dan trigliserida bersirkulasi dalam plasma tidak sebagai molekul bebas namun sebagai LIPOPROTEIN (water soluble-macromolecules). Lipoprotein mengandung kolesterol yg terdiri dari 2 bentuk, yaitu: kolesterol bebas (a polar, non-esterified alcohol, 30%) dan kolesterol ester (bentuk hidrofob, dimana kolesterol terikat pada asam lemak, 70%). Lipoprotein tersusun seperti MICELLE. Lemak hidrofob (Kolesterol ester dan trigliserida) terletak pada bagian tengah dari partikel micelle. Lipid hidrofil (kolesterol dan fosfolipid) tersusun pada permukaan grup polar dan tersusun pada bagian luar dari partikel micelle. Apolipoprotein, terletak juga pada permukaan micelle.

Terdapat 4 kelas lipoprotein: Kilomikrons (CM), very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein (LDL), high density lipoprotein (HDL)

Pembagian lipoprotein dapat didasarkan pada: densitas, ukuran partikel, komposisi kimia dan mobilitas elektroforesis. Properti (sifat) fisik lipoprotein terjadi karena adanya perbedaan kandungan protein,

trigliserida dan kolesterol yang merefleksikan peran dari lipoprotein ini dalam metabolisme lipid. Setiap lipoprotein berasosiasi dengan apolipoprotein spesifik yang berperan dalam transport lemak (mengaktivasi atau menghambat ensim yg terlibat dalam metabolisme lipid serta mengikatkan lipoprotein pada reseptor permukaan sel). Komposisi apolipoprotein pada setiap kelas lipoprotein disajikan pada tabel di bawah ini.

Lipoprotein umumnya mengalami diferensiasi dari satu menjadi yang lain berdasarkan pada mobilitas elektroforetiknya dan densitas buoyant. Densitas Buoyant mengukur kecenderungan senyawa mengapung pada senyawa lainnya. Molekul besar dibedakan oleh densitas buoyant pada beberapa cairan standar. Pengukuran dilakukan dengan density-gradient ultracentrifugation. Ketika lipoprotein plasma dipisahkan menggunakan elektroforesis gel agarose, CM terlihat sebagai origin (asalnya), HDL bermigrasi paling cepat pada region alfa, diikuti oleh VLDL pada region pre-beta dan IDL & LDL pada region beta. Sentrifugasi ultra memisahkan lipoprotein melalui densitas buoyant. Densitas partikel lipoprotein ditentukan sebagian besar oleh kandungan protein dan trigliserida. Lipoprotein dgn trigliserida tinggi dan protein rendah (CM dan VLDL) kurang padat (sehingga memiliki densitas rendah) dibandingkan lipoprotein yang mengandung protein tinggi dan rendah trigliserida (HDL). Secara fungsi, lipoprotein dapat dipisahkan menjadi 2 kategori umum:

(A) Lower-density mengandung partikel apo-B (CM, VLDL, IDL, LDL) bertugas mendistribusikan kolesterol dan trigliserida menuju jaringan (B) Higher-density, mengandung partikel apo-A (HDL). HDL dibentuk dalam liver dan berperan dalam transport balik kolesterol (proses dimana kelebihan kolesterol dikembalikan dari jaringan menuju liver untuk digunakan kembali atau diekskresikan menuju empedu). Fungsi ini menjelaskan mengapa serum tinggi HDL menurunkan resiko penyakit jantung koroner. Berkebalikan dengan HDL, lower-density lipoprotein (LDL) lebih heterogen. LDL mengandung berbagai apolipoprotein, apoB, C, D, E. Apolipoprotein dominan, apoB, adalah ligan yang terikat pada reseptor permukaan makrofag, lemak dan sel hati. Reseptornya disebut reseptor LDL. Reseptor tersebut dapat mengikat apo-100 dan apoE. LDL berfungsi dalam penghantaran lipid menuju jaringan untuk disimpan atau digunakan untuk produksi energi. CM (terbentuk pada intestine dari lemak diet) dan VLDL (terbentuk pada liver) adalah partikel kaya trigliserida yang termetabolisme setelah mereka memasuki sirkulasi. Melalui kerja lipoprotein lipase (LPL), partikel2 ini memisahkan trigliserida dan kolesterol ester dan mentransform menjadi lipoprotein yang lebih padat dengan persentasi kolesterol yang lebih tinggi. LDL adalah partikel yang paling padat, dan peningkatan serum LDL-kolesterol (LDL-C) adalah faktor resiko utama gangguan jantung. Treatment CHD biasanya ditujukan untuk menurunkan level LDL. Salah satu cara untuk memahami apoB yang terkandung dalam lipoprotein adalah dengan memandang mereka sebagai progresi metabolik dimana CM dan VLDL melepaskan trigliserida ke jaringan melalui interaksi dengan LPL (lipoprotein lipase). Setelah interaksi terjadi, CM dan VLDL akan kehilangan trigliserida, menjadi lebih padat, mengandung lebih tinggi CM dan LDL. Partikel2 ini mengalami internalisasi dan dimetabolisme oleh sel hati dan juga seluruh sel tubuh. LDL adalah pensuplai kolesterol utama jaringan. Proses ini ditampilkan pada ilustrasi di bawah ini.

Ilustrasi yg menggambarkan Metabolisme partikel lipoprotein. Setiap langkah pada jalur tersebut merepresentasikan hiperlipoproteinemia disebabkan karena adanya blockade antara 2 intermediate. Blockade pada setiap langkah jalur tersebut mengawali terjadinya akumulasi dari satu atau lebih lipoprotein. Jumlah dari setiap langkah pada jalur tersebut merepresentasikan hipolipoprotein fungsional (dijelaskan oleh Fredrickson, 1967) menyebabkan terjadinya blok antara 2 intermediet. Sebagai contoh, blokade dari CM menuju remnant CM menghasilkan akumulasi CM (penyakit tipe 15) dan terjadi pula peningkatan trigliserida dan kolesterol. Blokade pada konversi VLDL ke IDL dan LDL menghasilkan penyakit tipe 4, contoh: akumulasi VLDL dengan peningkatan trigliserida dan kolesterol. Defisiensi LPL sering menjadi penyebab penyakit tipe 1, 4 dan 5 yang menghasilkan ketidakmampuan pemecahan trigliserida. Penyakit tipe 2 dihasilkan dari blokade metabolisme LDL, biasanya disebabkan adanya kelainan genetik seperti defek pada apoB protein yang tidak terikat pada reseptor LDL atau LDL reseptor mutan yang tidak mengenali apoB.

Lipid: metabolisme dan transport Trigliserida dan kolesterol memasuki sirkulasi sebagai bagian dari partikel lipoprotein yang kaya kandungan trigliserida, CM yang diproduksi dalam usus, dan VLDL yang diproduksi oleh liver. Partikel lipoprotein mulai mengalami perubahan intravaskular setelah memasuki sirkulasi melalui aktivasi lipoprotein lipase (LPL). Ensim ini menghidrolisa trigliserida dan digliserida, melepaskan asam lemak dan monogliserida, yang diuptake oleh sel dan digunakan sebagai sumber energi. ApoC-II menstimulasi hidrolisa menjadi trigliserida. Untuk membantu melepaskan trigliserida oleh LPL dengan cara hidrolisa, CM melepaskan lemak dan apolipoprotein permukaannya dengan mentransfer partikel2 ini kepada HDL. Secara keseluruhan CM kehilangan 95% dari massa mereka, dalam bentuk trigliserida dan apolipoprotein A dan C. Partikel CM yg terdeplesi mengandung apoB-48 dan apoE karena merupakan komponen apolipoprotein utamanya. Komponen2 tadi terikat pada permukaan hepatosit dan terinternalisasi serta terdegradasi melalui proses endositosis dengan cara terikat pada reseptor spesifik. ApoE dengan jelas mentarget remnant (sisa) CM menuju reseptornya, namun bagaimana proses pentargetan ini terjadi, masih belum dapat dipahami sepenuhnya. Proses ini diduga melibatkan beberapa reseptor protein seperti reseptor LDL, reseptor LDL terkait protein, dan SCARB1.

ApolipoproteinC menghambat uptake CM sehingga membuat CM ini tertinggal dalam sirkulasi cukup lama untuk memberi waktu bagi trigliserida dapat terhidrolisis. Pada saat puasa, intestine berlanjut melakukan apolipoproteinB dan mensekresikan intestinal VLDL (small CM). Partikel2 ini terdiri dari 10% atau 20% VLDL yang tersirkulasi namun mungkin termetabolisme sebagai CM (Byers, 1960; cenedella, 1974; Green, 1981; Risser, 1078). VLDL disintesa dalam liver. Seperti CM, VLDL dikatabolisme setelah memasuki sirkulasi, sebagai bagian dari lipoprotein lipase, dan dikonversi menjadi VLDL-kaya kolesterol (VLDL-C). Sebagian dari remnant ini dipindahkan dari sirkulasi oleh liver melalui proses endositosis yang diperantarai reseptor. Sebagian remnant yg lain dikatabolisme menjadi IDL dan LDL (Bachorik, 1988). LDL membawa kolesterol yang tersirkulasi dan mentransportnya menuju jaringan yang dilewati sirkulasi hepatik dan extrahepatik, dimana LDL ini diup take oleh reseptor LDL yang memediasi endositosis (Brown, 1981). LDL terikat pada reseptor LDL (via apoB-100) dan selanjutnya terinternalisasi dan ditujukan langsung menuju lisosome dimana apo100 terdegradasi dan kolesterol ester serta lipid terhidrolisa. Reseptor LDL akan mengalami recycle kembali menuju sel membran (Fig. 17-3).

Ester yang terlepas dari gugus esternya dan diproduksi melalui hidrolisis lisosomal tersedia untuk membran, hormon, dan sintesa asam empedu. Kelebihan kolesterol akan dire-esterifikasi oleh ensim

mikrosomal acil yaitu: ACAT (kolesterol asil transferase) dan disimpan sampai dibutuhkan. Kolesterol seluler saat muncul dalam jumlah yang sesuai, akan mendown regulasikan reseptor LDL, menghasilkan sejumlah reseptor pada sel membran dan akan meng-uptake LDL. Sekitar 2/3 dari LDL dipindahkan dari plasma melalui reseptor LDL hepatik. Sementara keseluruhan jaringan menggunakan kolesterol hanya untuk sintesa membrane atau menyimpannya sebagai ester kolesterol, liver dapat juga menggunakan kolesterol untuk kebutuhan lain. Liver mengeluarkan kolesterol menuju empedu sebagai kolesterol tak teresterifikasi - setelah dikonversi menjadi asam empedu, dan menggunakan kolesterol untuk sintesa lipoprotein, di saat liver mensekresikan VLDL menuju sirkulasi. Jaringan yang mensekresi steroid menggunakan kolesterol sebagai prekursor dari steroid hormone. Saat LDL dan CM menghantarkan lipid menuju ke jaringan2, HDL merupakan kendaraan bagi transport balik kolesterol, proses di mana kelebihan kolesterol dipindahkan dari jaringan perifer kembali menuju hati. HDL disekresi oleh liver dan usus sebagai nascent, partikel berbentuk disk yang mengandung apolipoprotein, kolesterol dan fosfolipid (Havel, 1980; Oppenheimer, 1987; Oram 1986; Scanu, 1982). Pembentukan partikel nascent HDL hampir seluruhnya tergantung pada sintesa dan release dari Apo-I. Beberapa HDL juga terbentuk secara de novo pada sirkulasi dari material permukaan yang berlebihan (contoh: kolesterol bebas, apo-I, apoA-II, apoC dan fosfolipid) yang dipindahkan dari lipoprotein kaya trigliserida ketika mereka dikatabolisme. Pada jaringan perifer, kelebihan kolesterol diekspor keluar dari sel (termasuk makrofag), sebagian melalui kerja protein ABCA1. Kolesterol bebas ini terakumulasi oleh partikel nascent HDL dan teresterifikasi oleh LCAT. Saat kolesteril ester berpindah menuju hydrophobic core, partikelnya menjadi sferik dan membesar, berkembang menjadi HDL3 dan lalu HDL2. Beberapa ensim plasma dan protein terlibat dalam proses remodeling ini termasuk PLTP (phospolipid transfer protein) dan CETP (cholesterol ester transfer protein. CETP mengkatalisasi transfer dari ester kolester menjadi partikel kolesterol yang mengandung apo100 dalam perubahan menjadi trigliserida (Tall, 1990). PLTP memfasilitasi transfer dari fosfolipids dari berbagai lipoprotein menjadi HDL, membuat partikel tersebut tumbuh dengan memperoleh fosfolipid pada permukaan ketika partikel tersebut mengakumulasi kolesterol yang teresterifikasi dan trigliseridanya pada bagian core. Ketika terbentuk, HDL menghantarkan kelebihan lipid, terutama kolesterol , menuju liver dan beberapa jaringan lain (Bachorik, 1987; Glass, 1983; Stein, 1984). Hal ini dapat terjadi secara langsungsaat HDL diambil oleh hepatosit melalui reseptor khusus atau melalui kerja khusus dari reseptor permukaan sel dan ensim (HL dan EL) yang melepaskan fosfolipid dan trigliserida tanpa menginternalisasi partikel HDL. Lipid dapat juga ditransfer kembali menuju hati secara tidak langsung atau secara langsung menuju jaringan perifer melalui bantuan lipoprotein, dimana lipid ditransfer dari HDL oleh PLTP an CETP. Meskipun partikel HDL dapat kembali ke liver segera setelah pembentukannya, bulk HDL tertinggal pada sirkulasi selama beberapa hari, dengan secara kontinu mengubah lipid dan apolipoprotein dengan dengan beberpa partikel lipoprotein lain, mengembalikan kolesterol tambahan menuju jaringan perifer dan mengantarkan lipid2 tersebut menuju liver dan jaringan yang memproduksi sterol. Hal ini didukung oleh fakta bahwa apoA-I telah memiliki waktu paruh selama beberapa hari dalam sirkulasi. HDL, terinternalisasi dalam liver (melalui reseptor LDL atau SCARB1) atau lipid kecil- yang terdeplesi lipidnya akan terkatabolisme dalam ginjal setelah terfiltrasi dan ter-up take oleh mediasi cubulin dalam tubulus proksimal.

Pemeriksaan Lipid dan Lipoprotein (secara umum) Konsentrasi lipoprotein telah diukur dan dideskripsikan dalam beberapa cara. Beberapa pengukuran ini (termasuk cara partikel massa dan konsentrasi partikel) tidak mudah diaplikasi untuk screening atau pemeriksaan klinik rutin. Untungnya ditemukan metode lainyang mampu mendeskripsikan kandungan lipoprotein dalam darah. Sebab komposisi kolesterol dari setiap kelas lipoprotein itu mirip dari individu satu dengan yang lain, maka kolestrol lipoprotein biasanya digunakan untuk mengevaluasi peningkatan konsentrasi lipoprotein. Sebagai contoh, lebih mudah mendeteksi jumlah LDL-C dalam specimen dibandingkan mendeterminasi jumlah massa LDL (kolesterol+trigliserida+protein) pada larutan, walaupun keduanya menghasilkan informasi yang mirip seputar kandungan LDL dalam plasma. Konsentrasi kolesterol lipoprotein berhubungan baik dengan harga ultrasentrifugasi analitik. Oleh sebab harga tersebut telah digunakan pada sebagian besar studi resiko kardiovaskuler, maka dikatakn bahwa harga tersebut telah mendokumentasikan harga yang cukup predictable. Saat mempertimbangkan berbagai metode analisa lipid, ada beberapa hal yang harus diingat. Pertama, semakin komplek prosedur analisa, semakin besar variabilitas hasil dari eksperimen (Bookstein, 1990; Brown, 1990). Sebagai contoh, pengukuran lipoprotein plasma biasanya membutuhkan 2 langkah memisahkan kelas lipoprotein dan mengukur kelas lipoprotein yang diinginkan. Setiap langkah berkontribusi dalam menghasilkan error pada tiap langkah pemeriksaan. Konsisten dengan hal ini analisa lipoprotein-kolesterol umumnya lebih bervariasi dibandingkan analisa kolesterol total (TC) karena tambahan manipulasi dibutuhkan untuk mempersiapkan faktor kandungan lipoprotein. Hal kedua yang perlu dipertimbangkan dalam hal error dari sumber analitik, terdapat variable preanalisis significan yang mempengaruhi hasil pengukuran level lipid dan lipoprotein. Pada kenyataannya konsentrasi lipoprotein plasma dapat berubah drastic karena variasi kondisi biologis. Pada bagian ini, dipertimbangkan mengenai sampling dan storage serta metode untuk mengukur lipid dan lipoprotein. Liver. Pengambilan darah dan penyimpanan Error dan variasi dapat terjadi sebelum dan setelah dilakukan venipuncture, atau ketika sample dalam penanganan dan penyimpanan sebelum dianalisa. Oleh karenanya, kondisi standar saat darah diambil dan disiapkan untuk dianalisa penting untuk dilakukan. Variasi biologi Variasi fisiologis kadar kolesterol, trigliserida dan lipoprotein telah diuji pada beberapa studi (bookstein, 1990; brown, 1990, Demacker, 1982; Kafonek, 1992; Warnick, 1992). Untuk kolesterol, koefisien variasi fisiologis antar individu berkisar 6,5%. Ketika mengukur sampel seri dari pasien yang sama, kadar kolesterol pada 95% dari smpel bervariasi sekitar 13% diatas atau di bawah level rata2 orang tersebut. Sebagai hasilnya, variasi fisiologis dapat mencapai beberapa kali lebih tingi dibandingkan kesalahan analisa dan pengukuran harus dilakukan pada beberapa sampel darah yang

diambil setidaknya seminggu sebelumnya untuk memperoleh kadar lipoprotein umum dari pasien tersebut. Variasi faktor biologi dapat mempengaruhi kadar lipoprotein. Kadar kolesterol meningkat seiring pertambahan usia dimulai pada masa early adulthood pada pria dan wanita.wanita memiliki efek lebih rendah dibandingkan pria kecuali pada masa anak2 dan setelah awal usia 50 tahuanan. Variasi terkait usia digunakan sebagai dasar rekomendasi NCEP ( national cholesterol education program) yang menyatakan bahwa skrining kolesterol dapat diulang setiap 5 tahun sekali. Variasi musim juga terjai, misalnya kadar kolesterol sedikit lebih tinggi pada musim dingin (Robinson, 1992). Juga, asupan kolesterol dan lemak jenuh berpengaruh secara signifikan pada kadar lipid dalam plasma. Efek modifikasi diet membutuhkan waktu beberapa minggu sebelum terlihat jelas, oleh karenanya sebelum mempertegas kadar kolesterol seseorang, penting untuk membiarkan pasien dalam diet yang umum dlakukannya selama 2 minggu tanpa berusaha untuk menurunkan BB. Beberapa obat juga berpengaruh signifikan terhadap kadar lipid, termasuk kontrasepsi oral, estrogen postmenopause, dan beberapa obat antihipertensi. Gangguan medis dapat juga mengawali terjadinya dislipoproteinemia, antara lain gangguan pada tiroid, hepar dan ginjal. Pada beberapa kasus manajemen hiperlipidemia adalah fungsi dominan untuk mengobati gangguan tersebut. Gaya hidup dan faktor biologi yang menghasilkan variasi biologi daribaseline kadar lipid, termasuk puasa, postur, oklusi vena, antikoagulan, serangan Myocark infarction, stroke, cardiac catheterisasi, trauma, infeksi akut dan kehamilan. Direkomendasikan untk pengukuran lipoprotein sebaiknya dilakukan (no sooner than) 8 minggu setelah kondisi trauma atau infeksi bakteri dan 34 bulan setelah melahirkan.

Puasa Pasien sebaiknya puasa selama 12 jam sebelum venipuncture. CM biasanya teradpat paa plasma postprandial (setelah makan) dan tergantung pada jumlah makanan yang dikonsumsi, dapat meningkatkan konsentrasi trigliserida plasma. Konsentrasi kolesterol LDL dan HDL (LDL-C dan HDL-C) menurun setelah makan sebagai konsekuensi dari CETP-mediated compositional changes yang trjadi selama katabolisme CM (Cohn, 1988). Pembersihan CM terjadi setelah 6-9 jam dan kehadiran CM setelah puasa selama 12 jam, dianggap tidak normal. Umumnya kadar TC dan HDL-C dapat diukur pada individu yg tidak puasa, untuk melakukan skrining dan monitoring kadar dlm darah. Puasa memiliki efek kecil pada kadar TC plasma, dan meskipun kadar HDL-C individu yg tidak puasa dapat berbeda sedikit disbanding individu yang berpuasa, hal ini tidak menyebabkan terjadinya misklasifikasi pada pasien dengan kadar HDL rendah. Bila TG-C dan LDL-C yang akan diukur, puasa menjadi syarat utama. Munculnya CM setelah makan dan perubahan kadar LDL dapat menjadi sebab terjadinya understimatiion kadar LDL-C dan menghasilkan misklasifikasi pasien yang benar2 terpengaruh. NCEP adult treatment III (NCEP, 2002), merekomendasikan puasa setidanya 9 jam sebelum pengambilan darah, untuk menganalisa lipid dan lipoprotein plasma. Postur tubuh Saat pasien berbaring, kandungan air ekstravaskuler mengalami transfer menuju sistem vaskuler dn mengencerkan konstituen nondiffusible plasma. Menurunkan kurang lebih 10% konsentrasi TC, LDLC, HDL-C, apoA-I dan apoB (Miller, 1992) yang diamati 20 menit setelah pasien berbaring. Terjadi penurunan kadar TG sekitar 50% lebih tinggi saat berbaring, yang membuat terpikirkannya adanya faktor selain hemodilusi juga terlibat. Hal ini terjadi pada separuh pasien berdiri lalu duduk (miller 1992). Perubahan postur berpengaruh reversible. Oleh karena hal-hal tersebut maka posisipasien harus standard sebelum dilakukan venipuncture, lebih disarankan pasien berada dalam posisi

duduk. NCEP menyarankan pasien untuk duduk selama 5 menit sebelum pengambilan darah, untuk mencegah terjadinya hemokonsentrasi. Jika dalam kondisi tertentu, pasien terpaksa berbaring, maka pada setiap kali pengambilan darh pasien tersebut diusahakan selalu dilakukan dalam kondisi berbaring. Kemungkinan terjadinya oklusi vena sehingga mengawali terjadinya hemokonsentrasi juga perlu dipertimbangkan oleh karenanya perlu dilakukan pemakaian torniquette sesegera mungkin, tidak lebih dari 1-2 menit bisa memungkinkan. Sampel vena versus kapiler Meskipun diasumsikan bahwa sampel kapiler maupun vena akan memberikan hasil yang mirip, beberapa information terakhir menyatakan kontradiksi dengan kemiripan tersebut. Beberapa penelitian menginformasikan bahwa pengukuran kolesterol pada sampel darah vena dan kapiler memberikan 4% beda (Koch, 1987) atau dibawahnya, namun peneliti lain memberikan informasi adanya beda 8-12% (Bachorik, 1990). Umumnya, sampel darah kapiler memberikan hasil sedikit rendah dibandingkan sampel darah vena. Plasma versus Serum Palsama atau serum dapat digunakan untuk mengukur kadar kolesterol, TG dan HDL-C. LDL-C dapat diukur melalui rumus dengan diketahuinya data2 Kolesterol, TG dan HDL-C. plasma lebih disukai saat akan dilakukan analisa kadar lipoprotein yang diultrasentrifugasi atau elektroforesis sebab sampel dapat didinginkan sampai 4C untuk menghindari perubahan2 yang terjadi yang terjadi pada lipoprotein pada suhu ruang. Bila plasma tidak akan digunakan, darah dapat diletakkan dalam ice box segera setelah dikeluarkan dari tubuh dan sel-sel darahnya dipindahkan sesegera mungkin, dalam 3 jam. Plasmanya dapat disimpan dalam suhu 4C sampai dilakukan analisa. Plasma sebaiknya tidak dibiarkan berkontak dengan sel-sel darhanya dalam waktu semalam. Meskipun terdapat antikoagulan, agregasi protein dapat terjadi dalam plasma yang disimpan dalam lemari pendingin selama beberapa hari atau yang dibekukan dalam waktu yang lebih lama. Hal ini kurang disukai sebab agregat menyulitkan terbentuknya aliqot homogeny untuk analisa dan dapat mempengaruhi aliran sampel pada mesin pemeriksa, sehingga mempengaruhi hasil pemeriksaan. Agregasi [rotein lebih jaran terjadi pada serum darah. Maka pada beberapa kondisi lebih disukai penggunaan serum darah apabila sampel akan disimpan selama beberapa minggu sebelum analisa. Pemilihan antikoagulan juga penting. Koagulan seperti sitrat, menghasilkan efek osmotic yang lebih besar dan menyebabkan kadar lipid plasma dan lipoprotein lebih rendah. Heparin, yg memiliki BM tinggi, berefek kecil pada volume plasma namun mengubah mobilitas elektroforesis lipoprotein. EDTA adalah antikoagulan yg paling disukai sebab mampu menghentikan terjadinya perubahan ensimatis dan oksidatiflipoprotein pada masa penyimpanan. Hanya saja sekitar 3% kadar kolesterol dan TG mengalami penurunan 3% pada serum yang diberi EDTA (laboratory method committee of the lipid research clinics program, 1977). Penyimpanan

Umumnya, TC (total kolesterol), trigliserida dan HDL-C dapat dianalisa dengan baik pada pasien samples beku dan dari data2 di atas LDL-C dpat dihitung dengan rumus Friedewald (friedewald, (1972). Apolipoprotein juga dapat diperiksa pada sample beku. Hanya saja sampel beku tidak dapat digunakan untuk melakukan analisa sentrifugal sebab trigliserida kaya lipoprotein tidak tahan terhadap dingin. Saat serum dan plasma akan disimpan dalam jangka panjang, penyimpanan harus dilakukan pada suhu -70C atau lebih rendah. Untuk penyimpanan dalam jangkan 1-2 bulan, penyimpanan dapat dilakukan pada -20C. Sample sebaiknya tidak simpan pada freezer yang mampu melakukan de-frosting otomatis anatar suhu -20C dan -2C sebab hal ini dapat mempercepat deteriorasi dan menghasilkan konsentrasi lipid dan lipoprotein sangat bervariasi. Perkiraan jumlah lipid dalam plasma Kolesterol dan trigliserida adalah lipid plasma yang paling banyak digunakan dalam diagnose dan manajemen gangguan lipoprotein. Sebab analisa fosfolipid bersifat kurang informative. Plasma fosfolipid terkadang dibutuhkan untuk mendiagnosa gangguan obstruksi pada hati sehubungan dengan rendahnya kadar lipoprotein. KOLESTEROL Kolesterol merupakan keseluruhan sterol dalam plasma dan terdapat sebagai kolesterol yang tidak ter-esterifikasi (30-40%) dan teresterifikasi (60-70%) dan pembagian ini konstan pad individu normal. TC dan lipoprotein kolesterol terekspresikan dalam nucleus sterol tanpa memberdakan antara fraksi esterified atau non-esterified. Umumnya, tidak terlalu penting untuk membedaka kedua fraksi tersebut, keculai dalam kondisi dibutuhkan pemeriksaan yang berhubungan dengan kadar asam lemak terhadap massa kolesterol, maka pengukuran kedua fraksi tersebut harus dibedakan. Pemeriksaan kolesterol dengan metode Abell-kendall, dilakukan dengan menghidrolisa kolesteril ester dengan KOH (kalium hidroksida), kolesterol yg tidak teresterifikasikan lalu diekstraksi dengan petroleum eter dan diukur dengan reagen Lieberman buchard menggunakan standard pembanding kolesterol murni. Metode ini akurat dalam range 0,5% harga sebenarnya. Metode lain yang digunakan adalah metode ensimatik. Metode ini mengukur TC pada plasma atauu serum melalui serankaian reaksi dimana kolesteril ester dihidrolisa, grup 3-OH pada kolesterol dihidrolisa dan salah satu produk hasil reaksi , hydrogen peroksida, dihitung kadarnya secara ensimatis. Reaksi lengkapnya dapat dilihat pada bagan dibawah ini.

Pada metode ini, lebih sedikit interferensi oleh senyawa non sterol yang bereaksi pada metode kimia. Namun metode ini tidak spesifik untuk mengukur kolesterol, sebab beberapa hal. Pada reaksi 17-2, kolesterol oxidase dapat bereaksi dengan sterol lain selain kkolesterol dalam plasma, juga dengan sterol tanaman yang mungkin muncul pada pasien dengan gangguan -sitosterolemia. Selain sterol, asam askorbat dan bilirubin juga dapat memperngaruhi hasil oleh sebab kemampuan mereka dalam mengkonsumsi H2O2 (hydrogen peroksida) (Naito, 1984; Witte, 1978). Interferensi bilirubin bersifat komplek dan memberikan pengaruh padatinggi rendahnya kadar kolesterol tergantung pada konsentrasi reagent yg digunakan. Bilirubin sendiri dapat terabsorbsi pada 500nm, sehingga memperngaruhi harga kolesterol yang terserap. Hal ini dapat diatasi dengan dilakukanya pengukuran serum blanko untuk mengkoreksi absorbansi kadar bilirubin . selain itu, bilirubin dapat pula berinteraksi dengan intermediate pada reaksi peroksidasi. Secara keseluruhan, pengaruh bilirubin menjadi bermakna pada konsentrasi melebih 5 mg/dl. Pada kadar tersebut, dilaporkan bahwa bilirubin mampu menurunkan kadar kolesterol 5-155 (Deacon, 1979; Naito, 1984; Pesce, 1977). Turbiditas sampel sebagai hasil daripeningktana kadar TG dapat juga mempengaruhi hasil reaksi ensimatik (Pesce, 1977). Asam urat dan hemoglobin, dan senyawa lain, dilaporkan tidak terlalu memberikan pengaruh pada pengukuran kadar kolesterol (Deacon, 1979; Pesce, 1977). Selain adanya interferensi tersebut, metode ensimatik ini memiliki beberapa keuntungan, antara lain: sample yang dibutuhkan kecil (mikroliter) dan tidak dibutuhkan langkah ekstraksi sebelum analisa; analisanya cepat; dapat digunakan untuk memeriksa kadar kolesterol tak teresterifikasi apabila langkah kolesteril hidrolase dilewati; metode ini precise (tepat) dengan koefisien variasi 12%. Dan juga standar yg digunakan adalah kolesterol murni atau serum mengandung kolesterol terstandar yang mana harga referensinya berkisar 1-2% menggunakan alat modern. Pemeriksaan Trigliserida Banyak metode yg digunakanuntuk mengukur kadar trigliserida dalam plasma (Bachorik, 1977) namun metode yg paling umum digunakan untuk tujuan klinis maupun epidemiologi adalah berbasis pada hidrolisa trigliserida dan mengukur kadar gliserol yg dilepas dalam reaksi:

Reaksinya secara umum berlangsung secara ensimatis dan serupa kolesterol, metode ensimatis ini telah menggangtikan metode kimiawi yg telah digunakan sebelumnya. Salah satu metode kimia yg sampai saat ini masih digunakan adalah referensi CDC untuk trigliserida. Metode ini menggunakan prosedur ekstraksi kloroform yg diikuti oleh kromatografi asam silicik untuk mengisolasi trigliserida. Gliserol yg dilepaskan dalam proses saponifikasi (hidrolisa alkalin dari trigliserida) dan oksidasi dengan natrium periodate:

Hasil produksi formaldehid diukur dengan reaksi menggunakan larutan asam sulfur dari asam kromotropik untuk menghasilkan kromofor berwarna merah muda. Metode ini tidak spesifik untuk gliserol. Formaldehid juga diproduksi secara tidak langsung dari fosfolipid yang mengandung gliserol, namun, senyawa interferensi ini dipisahkan selama proses ekstraksi 9dengan kloroform) dan pada langkah adsorption (kromatografi asam silisik) dan tidak mengganggu pengukuran TG yang dilakukan dengan metode CDC. Metode ensimatis (Bucolo, 1973): Metode ini sekarang digunakan secara universal pada laboratorium klinis. Metode ini bersifat relative spesifik, cepat, dan mudah digunakan. Sampel yg dipakai bisa berupa plasma atau serum, dan tidak terganggu dengan adanya fosfolipid maupun glukosa. Langkah umum dalam metode ensimatis adalah dilakukannya hidrolisa trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol, diikuti oleh fosforilasi gliserol menjadi gliserofosfat.

Terdapat juga beberapa metode ensimatis yg dilakukan untuk mengukur kadar produksi gliserol sehingga kadar trigliserida dalam plasma dapat terukur karena mencerminkan jumlah yang sama (rx. 17-8). NADH hasil reaksi juga adapt diukur secara spektroskopi pada 340nm (rx. 17-9). Reaksi ensimatis untuk deteksi trigliserol umumnya dapat dilakukan dengan baik. Reagennya tersedia secara komersial sebagai sedian terliofilisasi yang perlu direkonstitusi sebelum digunakan. Variasi koefisien untuk pengukuran trigliserida menggunakan metode ensimatis sekitar 5-6%. Metode deteksi harga HDL-C Teknik homogeny adalah metode popular untuk mengukur HDL-C. tidak seperti metode presipitasi, prosedur menggunakan 2 reagen tidak membutuhkanpre-treatment dan separasi (sebab itu dinamakan homogen) serta dapat diadaptasikan ke beberapa analiser analitik. Metode ini juga mengurangi waktu penanganan dan biaya uji. Dasar dari metode ini sebenarnya adalah pembentukan komplek stabil antara reagen pertama dengan protein non-HDL (mencegah interaksi partikel2 tersebut dalam reaksi), serta reagen kedua melepas HDL-C yang kemudian akan diukur secara ensimatis. Menurut survey CAP (2005), metode yang paling umum dipakai penggunaan polimer sintetik bersama dengan polianion untuk menghambat lipoprotein-non HDL, diikuti oleh detergen selektif untuk melepas HDL-C (metode Genzyme diagnostics-Cambridge; Beckman coulter Inc.). metode lain menggunakan ensim yang memodifikasi polietilen glikol (Roche diagnostics), atau inhibisi immunologi untuk meghambat partikel non-HDL (Wako chemicals, USA).

Metode Pengukuran Kadar LDL-C Metode yang digunakan meliputi ultrasentrifugasi untuk memisahkan LDL dari lipoprotein lain, diikuti oleh langkah analisa yang digunakan untuk mendeteksi kadar kolesterol. Metode untuk mengukur LDL-C yang paling umum dipakai adalah menggunakan formula Friedewald. Umumnya, pada sampel plasma pasien yg berpuasa, LDL mengandung kolesterol yang tidak terkandung pada HDL atau VLDL. Sehingga LDL-C dapat terdeteksi oleh rumus di bawah ini (dalam mmol/L), dan istilah [Plasma TG]/2.175 digunakan untuk merepresentasikan VLDL-C.

Istilah [Plasma TG]/5 digunakan ketika konsentrasi diukur dalam mg/dL. Dalam metode ini, kandungan TC, TG, dan HDL-C dalam plasma ditentukan seperti dideskripsikan berikut. Karena keseluruhan plasma trigliserida dibawa oleh VLDL, maka konsentrasi VLDL diperkirakan dari asio trigliserida terhadap kolesterol dalam VLDL:

Formula ini memiliki batasan yg signifikan (Sniderman, 2003). Pertama, formula tersebut berasumsi bahwa seluruh plasma trigliserida dibawa oleh VLDL. Kedua, metodenya mengacu pada rasio trigliserida/kolesterol terhadap varian VLDL. Sebagai hasilnya, formula ini tidak dapat digunakan pada pasien yang tidak melakukan puasa sebab adanya kandungan CM atau -VLDL. Dibandingkan terhadap VLDL, rasio trigliserida terhadap kolesterol pada CM lebih tinggi. Sehingga ketika ada CM, penggunaan faktor TG/2,175 untuk menghitung non-HDL, non LDLkolesterol pada CM akan menjadi lebih tinggi. Akhirnya akan menurunkan kadar LDL-C. Pengukuran LDL-C secara langsung Metode homogenus sangat berguna untuk mengukur LDL-C dalam kondisi trigliserida yang tinggi, sebab trigliserida tidak mempengaruhi reagen2 pada metode ini. terdapat metode lain yang dikenal sebagai metode langsung. Pada metode ini, reagen pertama secara selektif memindahkan lipoprotein non-HDL (dengan menghambat dan/atau menstabilisasi LDL dari reaksi ensimatis) dan reagen kedua melepaskan kolesterol dari LDL sehingga dapat diukur secara ensimatis. Pada sebuah metode direct (Equal Diagnostics, Exton, PA; Genzyme Diagnostic, Cambridge, MA), reagen pertamanya menggunakan campuran polimer detergen untuk merusak lipoprotein non-LDL dan melepas kolesterol. Kolesterolnya kemudian di-deesterifikasi, dan bekerja pada kolesterol oksidase untuk menghasilkan hydrogen peroksida, yang kemudian akan bereaksi membentuk komponen tak berwarna. Reagen kedua mengandung detergen yang melepaskan kolesterol dari LDL. Setelah deesterifikasi, LDL-C menjalankan reaksi yang sama kecuali langkah terakhir menghasilkan komponen berwarna. Intensitas warna yang terbentuk proporsional terhadap konsentrasi LDL-C.

Metode lain (Roche diagnostic, Indianapolis) dilakukan berdasarkan pada kelarutan miselar selektif dari LDL sebagai detergen nonionic, dan juga interaksi komponen gula dengan HDL, VLDL dan CM untuk menghambat partisipasi nya dalam uji (Sugiuchi, 1998). Metode2 tersebut menghasilkan presisi yang baik kelemahan dibandingkan prosedur ultrasentrifugasi dalam kondisi tertetu termsuk adanya lipoprotein yang abnormal. Saat kadar trigliserida <400mg/dL, metode homogenus meghasilkan hasil yang lebih baik dibandingkan Friedewald (Miller, 2002) dan sebaliknya. Metode Homogenous juga lebih banyak digunakan pada pasien yang tidak berpuasa sebelum pengambilan darah dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai