Anda di halaman 1dari 4

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Islam merupakan agama yang santun karena dalam islam sangat menjunjung tinggi pentingnya etika, moral, dan akhlak mulia pada pribadi manusia. Kepribadian yang baik, dengan segala macam bentuk dan warnanya, sangat kita perlukan di setiap tempat dan waktu: dalam hubungan kita dengan Allah. Dengan hubungan kita kepada diri kita, dan dalam hubungan kita dengan masyarakat. Kita semua mempunyai akhlak dan perilaku yang baik di dalam hidup, dan memperoleh ganjaran yang baik di akhirat kelak. Adapun pertanyaan bagaimana kita menerapkan perangai dan tingkah laku yang baik di dalam kehidupan kita, maka jawabanya adalah bahwa yang menjadi landasan kita dalam hal ini adalah akal (hikmah), yaitu dengan menggunakannya pada jalan yang benar; kemudian agama yaitu dengan berpegang teguh kepada ajaran-ajarannya; dan juga akhlak dan kesopanan. Imam Ali as berkata: Akal adalah landasan yang paling kuat. Imam Ali as juga berkata: Akal adalah kebaikan setiap orang. Pada kesempatan lain, Imam Ali as juga berkata: Agama dan kesopanan adalah buah dari akal. Pada makalah ini akan mengupas berbagai kumpulan kaidah dan juga pandangan mengenai kepribadian seseorang yang bersumber dari Al-Quran, Hadits, dan juga perkata para ulama modern. B. 1. 2. 3. C. Rumusan Masalah Apakah pengertian dari pendidikan kepribadian? Bagaimana cara yang benar dalam membentuk kepribadian seorang muslim? Faktor apa saja yang mampu merangsang kepribadian seseorang? Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui pengertian dari pendidikan kepribadian. 2. Untuk mengetahui cara yang benar dalam membentuk kepribadian seorang muslim. 3. Untuk mengetahui Faktor yang mampu merangsang kepribadian seseorang.

BAB II ANALISIS PENDIDIKAN KEPRIBADIAN

A.

Pengertian Kepribadian

Kepribadian berasal dari kata personality (bahasa Inggris) yang berasal dari kata persona (bahasa Latin) yang berarti kedok atau topeng. Yaitu tutup muka yang sering dipakai oleh pemain-pemain panggung, yang maksudnya untuk menggambarkan perilaku, watak, atau pribadi seseorang. Hal itu dilakukan karena terdapat ciri-ciri yang khas yang hanya dimiliki oleh seseorang tersebut baik dalam arti kepribadian yang baik, ataupun yang kurang baik. Begitu juga dengan orang Arab menyebut kepribadian dengan istilah " " dari kata " " yang berarti orang seorang. Maka dari pengertian kedua istilah tersebut belum bisa menjawab apa itu kepribadian karena masih bersifat umum dan kabur. Tetapi dalam bahasa Indonesia ada istilah yang cukup menjawab, walau belum cukup gambling, yaitu istilah jati diri yang berarti keadaan diri (sendiri) yang sebenarnya (sejati). Di sana kita dapati pengertian kepribadian adalah ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan seseorang sejak lahir. Kepribadian seseorang akan berpengaruh terhadap akhlak, moral, budi pekerti, dan etika orang tersebut ketika berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain dalam kehidupan sehari-hari di manapun ia berada. Artinya, etika, moral, norma, dan nilai yang dimiliki akan menjadi landasan perilaku seseorang sehingga tampak dan membentuk menjadi budi pekertinya sebagai wujud kepribadian orang itu. Manusia adalah makhluk homoeducandus, yakni makhluk yang dapat dididik dan mendidik (belajarmengajar), dapat dipengaruhi dan mempengaruhi. Manusia bukanlah makhluk yang selalu pasif yang hanya dapat menerima saja. Ia juga bukan makhluk agresif (dapat memberikan dan mempengaruhi, tetapi tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan). Secara realitas, manusia memang terikat dengan alam lingkungan dan dapat mengubah atau mempengaruhinya. Dengan fitrah khalqiyah dan fitrah munazzalah (berupa potensi-potensi internal) yang dimiliki manusia, ia memiliki peluang untuk mengubah alam lingkungannya sesuai yang dikehendakinya. Ini artinya, manusia dalam perkembangannya memiliki potensi bawaan dan pengaruh lingkungan, yang dalam khasanah filsafat pendidikan Barat dikenal adanya teori perkembangan manusia, yaitu: empirisme, nativisme, dan konvergensi. Empirisme yang dipelopori oleh John Locke menyatakan bahwa perkembangan pribadi manusia ditentukan oleh faktor-faktor alam lingkungan, termasuk pendidikan. Ibaratnya adalah tiap individu manusia lahir bagaikan kertas putih yang siap diberi warna atau tulisan oleh faktor lingkungan. Teori ini dikenal dengan teori tabularasa. Bagi Locke, faktor lingkungan yang memiliki kontribusi besar terhadap pembentukan pribadi seseorang. Nativisme yang dipelopori Arthur Schopenhauer (1788-1860) menyatakan bahwa perkembangan pribadi hanya ditentukan oleh bawaan (kemampuan dasar), bakat serta faktor dalam yang bersifat kodrati. Faktor bawaan inilah tidak bisa diubah oleh pengaruh lingkungan atau pendidikan. Apapun usaha pendidikan yang bertujuan membentuk kepribadian tidak dapat menggapai harapan yang diidamkan tanpa dukungan faktor bawaan.

Teori konvergensi yang diusung oleh William Stern (1871-1938) menyatakan bahwa perkembangan manusia berlangsung atas pengaruh dari faktor bakat/kemampuan dasar dan faktor lingkungan, termasuk pendidikan. Teori ini membantah teori empirisme dan nativisme, karena kenyataan membuktikan bahwa potensi bawaan yang baik tanpa dibina oleh alam lingkungan tidak akan dapat membentuk pribadi yang ideal. Sebaliknya, lingkungan yang baik, terutama pendidikan, tanpa didukung oleh potensi bawaan yang baik, tidak akan membuahkan hasil kepribadian yang optimal. Jadi proses perkembangan manusia merupakan hasil kerjasama antara faktor dasar (bawaan) dan alam lingkungan. Selain tiga teori tersebut, dikenal pula konsep "dosa warisan" di kalangan umat Nasrani yang menyatakan bahwa manusia lahir membawa seperangkat dosa waris. Bagaimana dengan Islam? Apakah Islam memiliki teori perkembangan manusia? Dalam khasanah Islam dikenal teori tentang hakikat manusia yang tercermin dalam teori fitrah. Secara lebih spesifik lagi, bagaimana perspektif hadis Nabi saw. tentang hal tersebut? Keterangan berikut ini akan mengelaborasi lebih lanjut dengan melacak sumber kitab-kitab hadis secara tematik.

2. Teks Hadis Hadis tentang perkembangan kepribadian manusia paling tidak tercantum dalam empat kitab hadis standar yang disusun oleh para imam hadis terkenal, yakni: Imam al-Bukhri, Imam Muslim, Ab Dwud, dan al-Tirmidzi, serta terdapat dalam kitab karya Ahmad ibn Hanbal. Meskipun memiliki matan (baca: redaksi) hadis yang beragam, namun secara substantif memiliki pengertian yang sama. Berikut ini akan disajikan 4 (empat) redaksi hadis yang bersumber dari 4 kitab hadis standar:

1. Riwayat al-Bukhri

Abdn menceritakan kepada kami (dengan berkata) 'Abdullh memberitahukan kepada kami (yang berkata) Yunus menceritakan kepada kami (yang berasal) dari al-Zuhri (yang menyatakan) Abu Salamah bin 'Abd al-Rahmn memberitahukan kepadaku bahwa Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah saw bersabda: "Setiap anak lahir (dalam keadaan) fitrah, Kedua orang tuanya (memiliki andil dalam) menjadikan anak beragama Yahudi, Nasrani, atau bahkan beragama Majusi, sebagaimana binatang ternak memperanakkan seekor binatang (yang sempurna anggota tubuhnya). Apakah anda melihat anak binatang itu ada yang cacat (putus telinganya atau anggota tubuhnya yang lain)?

2. Riwayat Muslim

Hjib bin al-Walid menceritakan kepada kami (dengan mengatakan) Muhammad bin harb menceritakan kepada kami (yang berasal) dari al-Zubaidi (yang diterima) darfi al-Zuhri (yang mengatakan) Sa'id bin alMusayyab memberitahukan kepadaku (yang diterima) dari Abu Hurairah bahwa ia berkata, Rasulullah saw bersabda: "Setiap anak lahir (dalam keadaan) fitrah, kedua orang tuanya (memiliki andil dalam) menjadikan anak beragama Yahudi, Nasrani, atau bahkan beragama Majusi, sebagaimana binatang ternak memperanakkan seekor binatang (yang sempurna anggota tubuhnya). Apakah anda mengetahui di antara binatang itu ada yang cacat/putus (telinganya atau anggota tubuhnya yang lain)?

3. Riwayat al-Tirmidzi

Muhammad bin Yahya al-Qutha'i al-Bashri menceritakan kepada kami (yang mengatakan) 'Abd al-'Aziz bin Rabi'ah al-Bunani menceritakan kepada kami (yang berkata) al-A'masy menceritakan kepada kami (yang bersumber) dari Abu Shalih (yang berasal) dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw bersabda: "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan beragama (Islam), kedua orang tuanya (memiliki andil dalam) menjadikannya beragama Yahudi atau Nasrani atau menjadikannya musyrik.

4. Jalur Ahmad ibn Hanbal

'Abd al-A'la menceritakan kepada kami (yang berasal) dari Ma'mar (yang bersumber) dari al-Zuhri (yang berasal) dari Sa'id bin al-Musayyab (yang bersumber) dari Abu Hurairah yang berkata, Rasulullah saw bersabda: "Setiap anak lahir (dalam keadaan) fitrah, Kedua orang tuanya (memiliki andil dalam) menjadikan anak beragama Yahudi, Nasrani, atau bahkan beragama Majusi, sebagaimana binatang ternak memperanakkan seekor binatang (yang sempurna anggota tubuhnya). Apakah anda mengetahui di antara binatang itu ada yang cacat/putus (telinganya atau anggota tubuhnya yang lain)?

Anda mungkin juga menyukai