Oleh
M. Abdurrahman
KABUPATEN BANDUNG
1437 H/2016 M
DEWAN HISBAH
Oleh M. Abdurrahman
A. Mukadimah
Pardagangan atau tijarah, Buyu merupakan kegiatan yang
tidak pernah terpisahkan dalam kehidupan manusia, sejak
peradaban manusia muncul yang zaman Rasul saw dan beliau
pun pernah sebagai salah seorang pedagang dengan adanya
pepergian dari Mekkah ke Sam atau ke Yaman, sebelum
kenabian, lebih-lebih Sayyidah Khadijah yang kemudian menjadi
istrinya adalah seorang pedagang besar. Demikian pula para
sahabatnya banyak juga yang menjadi pedagang, baik ketika
mereka berada di Mekah maupun Madinah, malahan diteruskan
oleh para saahabat, tabiin, tabiit tabiin sambil mendakwahkan
Islam ke seluruh penjuru dunia. Dalam konteks masyarakat
Mekkah Allah menurunkan surat al-Quraisy/ 106: 1-4. Namun,
dalam muamalah dan perdagangan atau bukan ada yang
disebut dain atau utang karena yang bersangkutan tidak dapat
membayar saat itu, sehingga tidak bisa tidak kecuali dengan
cara utang (dain). Rasul saw diriwayatkan pernah berutang pada
pedagang dengan menggadaikan baji besinya sebagai rahianun
maqbudhah (jaminan).
B. URBUN
Saat ini banyak pemodal, baik besar maupun kecil amat ramai
melakukan transaksi dengan model utang piutang dengan nasabah
dalam penjualan barang dengan cara adanya uang muka
tertentu sampai waktu tertentu. Namun, sering terjadi jual beli tidak
diselesaikan karena orang tadi gagal bayar, sehingga uang muka,
biasa disebut panjer, urbun menjadi maslah. Jika jual beli tidak
lanjut apakah uang muka dikembalikan pada pemesan atau hangus
dan dimiliki oleh penjual karena jual beli tidak terjadi. Apakah ini
juga menjadi ribawi bila pemesan barang dipaksa untuk tidak
mengambilnya uangnya kembali. Bagimana kesepakan semula
antara dain dan madin
4Muhammad ibn Sholih al-Utsaimin, Fatawa Nur ala Dirob, (Muasasah Syaikh
Muhammad ibn Sholih al-Utsaimin Rohimahullah, 2006), juz. II, hlm. 242.
beli maka pembeli akan membayar penuh, dan apabila pembeli
tidak jadi melangsungkan jual beli, maka uang muka tersebut
menjadi milik penjual dan pembeli tidak meminta uang mukanya
kembali.
:
5 Abu Saadat al-Mubarok ibn Muhammad al-Jaziri, al-Nihayah Fi Gharib wa al-
Atsar, (Beirut: Dar Kutub al-Ilmiyyah, 1979), juz. III, hlm. 431.
6 Abi Abdullah Muhammad ibn Yazid al-Raba al-Qazwani, Sunan Ibn Majah,
(Beirut: Dar Fikr, 2008), juz. I, hlm. 690.
7 Abu Umar Yusuf ibn Abdullah ibn Abd al-Bir al-Namri al-Qurthubi, al-Istidzkar,
(Beirut: Dar Kutub al-Imiyah, 2000), juz. VI, hlm. 263.
.
.
.
:
:
.
.
8
Hal yang senada juga dikemukakan oleh Ibnu Arabi dan Abu
Hayyan ketika menafsirkan surat An-Nisa ayat 29. Adapun redaksinya
adalah sebagai berikut:
{ :
} :
:
:
.
: .
: 9
.
:
10
8 Abdullah Muhammad ibn Ahmad Al-Anshori al-Qurthubi, al-Jami Li Ahkam al-
Quran, (Kairo: Dar al-Hadits, 2007), juz III, hlm. 136.
9 Abu Hayyan Muhammad ibn Yusuf ibn Ali ibn Hayyan al-Nahwi al-Andalusi,
Bahr al-Muhith, (tp, tt), juz. IV, hlm. 117.
10
:
. . .
). Menurut Manna Al-Qthan nama (
lengkap Ibn Arabi adalah Abu Bakar Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin
Abdullah bin Ahmd Al-Maarrifi Al-Andalusi Al-Isybili adalah salah satu ulama Andalusia
yang amat luas ilmunya. Dia menganut madzhab Maliki. Kitabnya yang berjudul
)Ahkam al-Quran merupakan rujukan utama bagi tafsir bercorak hukum (fiqh
kalangan madzhab Maliki. Lihat, Manna al-Qathan, Mabahits fi Ulum al-Quran,
(Mansyurat al-Ash al-Hadits, 1990), hlm. 379.
{. }
: (
)
: :
:
11
.
Di dalam kitab Fatawa al-Fasadi, disebutkan macam-macam jual beli
fasid, yaitu bai al-urban atau dapat pula dikatakan al-irban. Yang
dimaksud dengan jual beli urbun adalah seseorang membeli barang
dagangan, kemudia ia (pembeli) menyerahkan kepada pihak penjual
satu dirham, bahwasannya apabila pembeli mengambil barang
dagangan tersebut maka satu dirham tadi termasuk bagian dari bagian
harga pembayaran, dan apabila (pembeli) tidak mengambil barang
dagangan tersebut maka kembalikanlah satu dirham tadi.
3). Madzhab Syafii
: )
:
:
:
:
: :
:
12
Madzhab Asy-Syafii pun berpendapat bahwasannya jual beli urbun
adalah bentuk transaksi yang makruh. Pendapat ini dikemukakan oleh
Syamsu al-Din Muhammad ibn Ahmad al-Minhaji al-Suyuthi dan Abu
Hasan Ahmad ibn Muhammad ibn Ahmad ad-Dhobi yang maka
keduanya menganut madzhab Asy-Syafii. adapun redaksinya adalah
sebagai berikut:
:
:
11 Abu Hasan Ali ibn Husein ibn Muhammad al-Saadi, Fatawa al-Saadi, (Beirut:
Muasasah al-Risalah, 1984), juz. I, hlm. 473.
12 Abu Zakariya Muhyi al-Din Yahya ibn Syarif an-Nawawi, al-Majmu Syarah al-
Muhadzhab, (tp, tt), juz. 9, hlm.
13
.
Adapun yang termasuk ke dalam jenis jual beli yang makruh ada 9
(Sembilan) macam, yaitu: bai talaqqi rukban14, bai al-Najasy15,
membeli barang yang sedang dalam penawaran orang lain, bai al-
musharraah16, jual beli anggur untuk dijadikan khamer, jual beli senjata
yang dipergunakan untuk membunuh orang muslim secara dzolim, jual
beli paku yang dipergunakan untuk berburu di tanah haram, bai tadlis
(jual beli yang mengandung penipuan), dan jual beli urbun (jual beli
dengan menggunakan uang muka/panjar).
:
.
17
14 Bai talaqqi rukban adalah transaksi jual beli dimana supplier menjemput
produsen yang sedang dalam perjalanan menuju pasar, transaksi ini tidak
diperbolehkan dengan alasan supplier memanfaatkan ketidak tahuan produsen
untuk mendapatkan suatu keuntungan. Secara asal jual beli ini sah, dengan
catatan, produsen memiliki hak khiyar dari penipuan harga.
15 Bai Najys adalah rekayasa jual beli dengan menciptakan permintaan palsu (false
demand). Penjual melakukan kolusi dengan pihak lain untuk melakukan penawaran,
dengan harapan, pembeli akan membeli dengan hargta yang tinggi. Bai najsy
merupakan rekayasa untuk menaikan harga dengan menciptakan permintaan palsu.
Menurut Malikiyah dan Hanabilah, jual beli ini sah dengan adanya hak khiyar (jika
penipuan yang dilakukan melebihi kewajaran, maka jual beli batal). Menurut
Hanafiyah dan Syafiiyah, jual beli ini sah, tetapi terdapat dosa di dalamnya (makruh
tahrim), jika memang harga yang disepakati melebihi dari nilai barang sebenarnya.
16 Bai al-musharraah yaitu binatang ternak yang air susunya sengaja dibiarkan (tidak
diperah) selama beberapa hari agar air susunya mengumpul dalam putingnya. Pembeli
akan mengira binatang tersebut banyak air susunya, sehingga dim au membelinya. Jual
beli adalah haram tetapi sah, karena dilarang dalam hadits Abu Hurairah yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Musilm,
Janganlah kamu mengikat (air susu) unta dan kambing. Lihat Zuhali, op.cit.,
hlm. 195.
17 Abu Hasan Ahmad ibn Muhammad ibn Ahmad al-Dhobi, al-Lubab fi fiqh Asy-
Syafii, (Madinah Munawarah: Dar al-Bukhari, Mamlukah al-Arabiyah As-
Suudiyah, 1416H), juz. I, hlm. 204.
anggung yang dipergunakan untuk membunuh orang muslim secara
zolim, jual beli kayu yang dipergunakan untuk alat musik, jual beli
urbun (uang muka), dan bai tadlis (penipuan).
4). Ulama lain yang mengharamkan jual beli urbun
Selain berargumentasi dengan hadits yang melarang jual beli
urbun, para ulama yang mengharamkan jual beli tersebut
berargumentasi dengan hadits lain yang diriwayatkan oleh Ismail al-
Bushiri yang bersumber dari Ibn Umar bahwasannya Rasulullah SAW
melarang menjual hutang dengan hutang, adapun redaksi hadits
tersebut adalah sebagai berikut:
: 18
.
Pendapat tersebut dikemukakan oleh Doktor Jawad Ali di dalam
kitabnya al- Mafashil fi Tarikh al-Arab qabla al-Islam, yang berpendapat
bahwasannya transaksi urbun adalah transaksi yang dilarang oleh
Nabi SAW yang berargumen dengan kedua hadits tersebut.19
:
.
:
20
Menurut Khatib al-Syarbini sebagaimana dikutip oleh Wahbab al-
Zuhaili, bahwasannya di samping terdapat larangan dari Rasulullah
mengenai jual beli urbun, spekulasi, gharar, dan memakan harta orang
lain secara batil tanpa adanya kompensasi. Juga, mengandung du
syarat yang fasid: Pertama, syarat hibah dan kedua, syarat akan
mengembalikan barang bila tidak suka, dan pembeli mensyaratkan
kepada penjual sesuatu tanpa adanya imbalan sehingga jual beli
menjadi tidak sah. Seperti halnya apabila seorang pembeli
mensyaratkan sesuatu kepada orang lain yang tidak terlibat dalam
transaksi. Disamping itu, syarat dalam jual beli ini seperti hak khiyar
yang tidak jelas karena pembeli mensyaratkan bagi dirinya untuk
mengembalikan barang tanpa menyebutkan waktu tertentu sehingga
syarat ini juga tidak sah. Hal ini sama saja apabila pembeli
mengatakan, Saya berhak memiliki hak khiyar kapan saja saya mau,
saya akan mengembalikan barangmu disertai dengan uang satu
dirham. Pendapat inilah yang sesuai dengan qiyas.
18 Ahmad ibn Abu Bakar ibn Ismail al-Bushiri, al-Ittihaf al-Kahiroh al-Mahrah
bizawaid al-Masandi al-Asyrah, (tp, tt), juz. III, hlm. 334.
19 Jawad Ali, al-Mafashil fi Tarikh al-Arab qabla al-Islam, (Madinah: Dar al-Sabiq,
2001), juz. XIV, hlm. 90.
22 Abu Bakar Abdullah ibn Muhammad ibn Abi Syaibah al-Abasi al-Kufi, Mushanif
ibn Abi Syaibah, (tp, tt), juz. VII, hlm. 305.
:
25
c. Ibnu Qayyim
26
d. Syaikh Ahmad ibn Abdullah al-Ahmad
:
": :
- -
- " ] )
: ( [
:
26 Muhammad ibn Abu Bakar Ayyub al-Zari Abu Abdullah, Badaiu al-Fawaid,
(Makah al-Mukaramah: Maktabah Nazar Musthafa al-Baz, 1996), juz. IV, hlm. 887.
:
27
.
27 Ahmad ibn Abdullah al-Ahmad, Syarah Zad al-Mustaqna, (tp, tt), juz. XIII, hlm.
73.
28 Muhammad ibn Maflah ibn Muhammad ibn Mafraj Abu Abdullah Syams ad-Din
al-Maqdisi al-Ramimi tsuma al-Sholih, al-Furu, (tp, tt), juz. VI, hlm. 288.
3. Keputusan Liga Fikih Islam Mengenai Jual Beli Dengan Sistem Uang
Muka
: 1993 1414
:
-1
. . .
-2
. .
32 Muhammad ibn Sholih al-Utsaimin, al-Fatawa al-Tsalatsiyah, (tp, tt), hlm. 59.
sebagai bagian dari harga, apabila terjadi penjualan dan menjadi
hak si penjual apabila si pembeli membatalkan pembelian.
4. Kitab Undang-Undang Hukum Muamalah Uni Emirat Arab dan Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Irak
Beberapa KUH Perdata di Negara-negara Islam yang didasarkan
kepada hukum syariah juga menerima pandangan Hanbali ini yang
menganggap urbun sebagai sesuatu yang sah. Dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Muamalah Uni Emirat Arab Pasal 148 dan Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Irak Pasal 92 ditegaskan:
a. Pembayaran urbun dianggap sebagai bukti bahwa akad telah final di
mana tidak boleh ditarik kembali kecuali apabila ditentukan lain
dalam persetujuan atau menurut adat kebiasaan.
b. Apabila kedua pihak sepakat bahwa pembayaran urbun adalah
sebagai sanksi pemutusan akad, maka masing-masing pihak
mempunyai hak menarik kembali akad; apabila yang memutuskan
akad adalah pihak yang membayar urbun, ia kehilangan urbun
tersebut dan apabila yang memutuskan akad adalah pihak yang
menerima urbun, ia mengembalikan urbun ditambah sebesar
jumlah yang sama. 33
4. Fatwa al-Azhar
.
.
34
.
LAMPIRAN
a. Al-Baqarah: 275-276
b. Albaqrah/2: 278-280
c. Albaqarah/2: 281-282
..........................
d. Annisa/4: 29
............
] . [90 /5