Anda di halaman 1dari 31

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perpindahan panas
Perpindahan panas adalah perpindahan energi karena adanya perbedaan
temperatur. Ada tiga bentuk mekanisme perpindahan panas yang diketahui, yaitu
konduksi, konveksi, dan radiasi.

2.1.1. Konduksi
Konduksi merupakan perpindahan panas dari tempat yang bertemperatur
tinggi ke tempat yang bertemperatur rendah di dalam medium yang bersinggungan
langsung. J ika pada suatu benda terdapat gradien suhu, maka akan terjadi
perpindahan panas serta energi dari bagian yang bersuhu tinggi ke bagian yang
bersuhu rendah, sehingga dapat dikatakan bahwa energi akan berpindah secara
konduksi, laju perpindahan kalornya dinyatakan sebagai [3] :
q=-k.A.
T
x
(2.1)

Dimana : q =laju perpindahan kalor (W)
oI ox =gradien suhu perpindahan kalor
k =konduktifitas thermal bahan (W/m.K)
A =luas bidang perpindahan kalor (m
2
)


Universitas Sumatera Utara





Gambar 2.1. Perpindahan panas konduski dari udara hangat ke kaleng minuman
dingin melalui dinding aluminum kaleng [4].

2.1.2. Konveksi
Konveksi merupakan perpindahan panas antara permukaan solid dan
berdekatan dengan fluida yang bergerak atau mengalir dan itu melibatkan pengaruh
konduksi dan aliran fluida.

Gambar 2.2. Perpindahan panas dari plat panas [5].
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa kecepatan fluida yang mengalir di permukan
plat panas mempengaruhi temperatur disekitar permukaan plat tersebut. Laju
perpindahan kalor secara konveksi dapat dinyatakan sebagai [6] :
Universitas Sumatera Utara




q= h.A(T
s
-T

) (2.1)
Dimana : h =koefisien perpindahan panas konveksi (W/m
2
.K)
A =luas penampang (m
2
)
T
s
=temperatur plat (K)
T

=temperatur fluida yang mengalir dekat permukaan (K)


2.1.3. Radiasi
Radiasi, merupakan perpindahan energi karena emisi gelombang
elektromagnet (atau photons)

Gambar 2.3. Perpindahan panas secara radiasi [7].
Holman [8] menjabarkan laju perpindahan kalor secara radiasi dapat dinyatakan
sebagai :
q= . A . (T
s
4
- T
sur
4
) (2.1)
Dimana : = emisivitas ;sifat radiasi pada permukaan
A =luas permukaan (m
2
)
= konstanta Stefan-Boltzman (5,67.10
8
W/m
2
.K
4
)
T
s
4
=temperatur absolute permukaan (K
4
)
T
sur
4
=temperatur sekitar (K
4
)

Universitas Sumatera Utara




2.2. Alat Penukar Kalor Kompak
Secara bebas dapat diartikan, alat penukar kalor kompak merupakan salah satu
yang tergabung dalam alat penukar kalor yang memiliki bidang perpindahan panas
dengan kerapatan tinggi. Kerapatan tinggi yang dimaksud adalah rasio antara luas
permukaan bidang yang mengalami perpindahan panas terhadap volume alat penukar
kalor. Namun hal tersebut bukan berarti alat penukar kalor kompak harus selalu
memiliki dimensi dan massa yang kecil. Dengan pengartian yang sama, juga dapat
ditetapkan kerapatan permukaan alat penukar kalor kompak () lebih besar dari 700
m
2
/m
3
[9].
Seperti yang disebutkan sebelumnya, penukar kalor kompak yang
menggunakan udara sebagai fluida kerjanya membutuhkan luas permukaan yang
lebih besar dari pada alat penukar kalor kompak yang menggunakan cairan sebagai
fluida kerjanya. Peningkatan luas permukaan dapat dilakukan dengan menaikkan
kerapatan permukaan perpindahan panasnya (). Jenis konstruksi dasar yang
digunakan dalam desain sebuah penukar kompak adalah ;
Menambahkan luas permukaan alat penukar dengan menggunakan sirip
pada satu atau lebih sisi-sisinya,
Pembangkit panasnya menggunakan diameter hidrolik permukaan yang
kecil, dan
Pipa pada alat penukar memiliki diameter yang kecil.
Beberapa yang patut dipertimbangkan adalah biaya, tekanan dan temperatur pada
saat pengoperasian, pengotoran, kontaminasi fluida, dan pertimbangan produksi.
J enis yang umum digunakan pada alat penukar dengan permukaan yang
ditambahkan adalah jenis pelat-sirip dan pipa-sirip. Pada alat penukar kalor jenis
Universitas Sumatera Utara




plat-sirip, sirip-sirip ini diapit oleh pelat secara paralel, seperti yang ditampilkan oleh
gambar 2.4, terkadang sirip ini digabungkan dengan pipa yang bentuknya telah
disesuaikan.
Sirip tersebut dilekatkan pada pelat dengan cara mematri, solder, mengelem,
las, dan ekstrusi. Yang tergolong dalam pelat-sirip adalah :
Sirip lurus dan sederhana, misalnya sirip segitiga sederhana dan
segiempat.
Sirip sederhana namun bergelombak (berombak), dan
Sirip bercelah, misalnya offset strip, louver, sirip berlubang, dan sirip
pin.
Dengan memvariasikan variabel geometris dasar untuk setiap jenis permukaan
plat-sirip, adalah mungkin untuk memperoleh berbagai permukaan geometris
spesifik. Walaupun pada umumnya kerapatan sirip antara 120-700 sirip/m, namun
aplikasinya memungkinkan hingga 2100 sirip/m. Ketebalan sirip pada umumnya
antara 0,05-0,25 mm. Ketinggian (puncak) sirip antara 2-20 mm. Sebuah alat
penukar kalor pelat sirip dengan luas permukaan perpindahan panas 1300 m
2
tiap
meter kubiknya mampu ditempati sirip dengan kerapatan 600 sirip/m.

Gambar 2.4. Susunan pelat-sirip [10].
Universitas Sumatera Utara




Gambar 2.5. J enis-jenis sirip [11].
Pada alat penukar kalor jenis pipa-sirip pada umumnya menggunakan pipa
berpenampang lingkaran dan persegi panjang, namun pipa berpenampang elips juga
terkadang digunakan. Penambahan sirip dapat digunakan pada sisi luar, dalam, atau
luar dan dalam pipa, tergantung pada penggunaannya. Sirip-sirip tersebut
digabungkan pada pipa dengan cara pengelasan, pematrian, penekanan (extrusion),
tension winding. Beberapa jenis yang tergolong pipa dengan sirip pada sisi luar yaitu:
1. Sirip kontinyu pada susunan pipa yang terbagi lagi dalam sirip sederhana
dan sirip bergelombang.
2. Sirip normal pada pipa tunggal, disebut juga sebagai pipa tunggal bersirip
3. Sirip longitudinal pada pipa tunggal.
Universitas Sumatera Utara




Khusus untuk sirip kontinyu, ciri-ciri untuk jenis ini adalah memeliki kerapatan sirip
antara 300-600 sirip/m, ketebalan sirip antara 0,1-0,25 mm, panjang alir sirip antara
25-250 mm, kerapatan penukar panas pipa-sirip 725 m
2
/m
3
pada 400 sirip/m.

Gambar 2.6. Sirip kontinyu pada susunan pipa bulat dan plat [12].


Gambar 2.7. Pipa tunggal bersirip [13].
Universitas Sumatera Utara





Gambar 2.8. Pipa tunggal dengan sirip longitudinal [14].

2.3. Radiator
Radiator adalah alat yang berfungsi sebagai alat untuk mendinginkan air yang
telah menyerap panas dari mesin dengan cara membuang panas air tesebut melalui
sirip sirip pendinginnya [15]. Menurut Kuppan [16] radiator adalah alat penukar
kalor kompak yang menggunakan cairan dan gas sebagai fluida kerjanya yang secara
luas digunakan pada kendaraan otomotif. Memiliki tipikal kerapatan sirip antara 400-
1000 sirip/m (10-25 sirip/in).
Konstruksi radiator terdiri dari :
1. Tutup Radiator
2. Tangki atas
3. Tangki Bawah
4. Inti radiator (Radiator Core)
Berikut adalah penjelasan tiap-tiap bagiannya.

Gambar 2.9. Konstruksi radiator [17].
Universitas Sumatera Utara



2.3.1. Tutup Radiator
Tutup radiator berfungsi untuk menjaga tekanan di dalam inti radiator. Tutup
radiator dilengkapi dengan relief valve dan vacuum valve. Bila volume cairan
pendingin (air) bertambah akibat naiknya temperatur, maka tekanan juga akan
bertambah dan relief valve akan membuka dan membebaskan kelebihan tekanan
melalui overflow pipe. Bila temperatur cairan pendingin (air) berkurang saat
temperaturnya turun maka terjadi kevakuman didalam radiator sehingga pada kondisi
ini vakum valve akan membuka secara otomatis untuk menghisap udara agar tekanan
dalam radiator sama dengan tekanan atmosfir.

(a)

(b)
Gambar 2.10. Tutup radiator (a) relief valve, dan (b) vacuum valve [18].
Universitas Sumatera Utara




2.3.2. Tangki Atas
Tangki atas radiator berperan sebagai penampung air sebelum masuk
kedalam pipa-pipa radiator, tangki radiator ini terbuat dari kuningan atau plastik.

Gambar 2.11. Tangki atas radiator [19].

2.3.3. Tangki Bawah
Tangki bawah radiator berfungsi sebagai penampung cairan pendingin (air)
yang telah melalui inti radiator. Material tangki bawah ini sama dengan material
tangki atas.

Gambar 2.12. Tangki bawah radiator [20].

2.3.4. Inti Radiator
Inti radiator merupakan bagian yang paling banyak mengambil peran sebagai
penukar kalor. Pada bagian ini cairan pendingin (air) yang telah mengalami kenaikan
temparatur pasca keluar dari water jacket akan masuk kedalam pipa, dan secara
konveksi akan memindahkan panasnya ke dinding pipa. Selanjutnya panas yang
diserap oleh dinding pipa akan dipindahkan lagi secara konduksi kepada sirip, dan
dengan bantuan kipas (fan), udara didorong dengan arah menyilang yang bertujuan
untuk melepas kalor yang ada pada sirip ke lingkungan secara konveksi. Adapun inti
radiator terbagi dengan 2 bagian, yaitu pipa (tube) radiator dan sirip (fin).
Universitas Sumatera Utara





Gambar 2.13. Inti radiator dengan karakteristik flat tube dan arah aliran kedua fluida.

2.3.4.1. Pipa (tube) radiator
Pipa pada inti radiator menjadi salah satu elemen penting dalam menjalankan
fungsi penukaran kalor pada radiator. Pipa radiator selain fungsi utamanya sebagai
elemen untuk menyalurkan air panas dari tangki atas ke tangki bawah juga berperan
sebagai elemen untuk memperluas bidang yang akan mengalami perpindahan kalor
sehingga laju perpindahan panasnya akan meningkat. Seperti yang ditampilkan pada
gambar 2.6, pada umumnya jenis pipa berdasarkan bentuk penampangnya yang
digunakan untuk radiator atau compact heat exchangers terbagi dua, yaitu pipa
tabung (circular tube) dan pipa rata (flat tube), namun tidak tertutup kemungkinan
untuk pengembangan bentuk pipa yang lain.

Universitas Sumatera Utara




Gambar 2.14. Flat tube susunan segiempat.

2.3.4.2. Sirip (fin)
Salah satu cara untuk meningkatkan laju perpindahan panas adalah dengan
cara memperluas bidang yang mengalami konveksi. Ini dapat dilakukan dengan
menggunakan sirip (lih. Gambar 2.5) agar dindingnya lebih luas terhadap fluida
lingkungan. Konduktivitas termal material sirip memiliki dampak besar terhadap
distribusi temperatur di sepanjang sirip dan oleh karena itu laju perpindahan
panasnya juga dapat ditingkatkan [21].

Gambar 2.15. Sirip (fin).
Universitas Sumatera Utara




2.4. Landasan Teori
Perpindahan kalor serta penurunan tekanan (pressure drop) yang terjadi sangat
bergantung pada karakteristik inti radiator. Cairan pendingin (air) yang dipompakan
masuk ke dalam radiator pada temperatur 80
0
C akan melepaskan kalornya akibat
adanya perbedaan temperatur yang lebih rendah yaitu antara temperatur air dengan
dinding pipa radiator bagian dalam, yang berpindah secara konveksi. Selanjutnya
perbedaan temperatur yang lebih rendah antara dinding pipa bagian dalam dengan
dinding pipa bagian luar akan memicu terjadinya perpindahan panas secara konduksi,
dan perpindahan panas dengan cara yang sama akan diteruskan lagi pada sirip-sirip
yang sengaja disambungkan pada dinding pipa bagian luar. Untuk mendapatkan
penyerapan panas air yang diinginkan maka dengan bantuan kipas (fan), udara
ditiupkan pada arah menyilang terhadap radiator sehingga perbedaan temperatur
antara sirip dan dinding pipa bagian luar terhadap udara tersebut kembali memicu
terjadinya perpindahan panas secara konveksi.
Untuk mengetahui perpindahan panas menyeluruh pada sistem ini adalah suatu
keharusan untuk mengetahui sifat-sifat fisis fluida kerjanya, dalam hal ini air dan
udara. Sifat-sifat fisis tersebut dapat ditinjau melalui temperatur sebelum dan sesudah
masuk radiator. Variasi temperatur pada lapisan batas dapat mempengaruhi laju
perpindahan panas, namun ini dapat ditangani dengan mengevaluasi semua sifat pada
temperatur rata-rata, menurut Incropera[22] temperatur rata-rata pada aliran
eksternal (sirip dan dinding luar pipa radiator) dapat diperoleh dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut:
T

c
=
T
co
T
cI
2
(2.1)

Universitas Sumatera Utara




Dimana :
T

c
=temperatur fluida rata-rata pada sisi sirip (K)
T
cI
=temperatur fluida masuk sirip (K)
T
co
=temperatur fluida keluar sirip (K)
Laju aliran massa fluida dingin (udara) yang mengalir melalui radiator (lih. Gambar
2.8), adalah :
m
c
=vA
o
p (2.2)
Dimana :
m
c
=laju aliran massa udara (kg/m)
v =kecepatan udara (m/s)
A
o
=luas daerah bebas aliran sisi udara (m
2
)
=massa jenis udara pada temperatur rata-rata(kg/m
3
)
Menurut Kuppan [23], area bebas alir udara (A
o,c
) adalah selisih antara luas
daerah frontal dengan luas penampang sirip dan dinding pipa yang memblok aliran
udara, atau dengan kata lain area bebas alir udara dapat diartikan luas penampang
yang dapat dialiri udara.

Gambar 2.16. Pipa bersirip kontinyu [24].
Universitas Sumatera Utara




Secara matematis, area bebas alir udara pada gambar 2.8 dapat dirumuskan sebagai
berikut :

Gambar 2.17. Area bebas alir udara.

A
o,c
=[A
Ir
(d
o
.L
1
.N
tr
)] [(
I
.L
3
.N
I
) (d
o
.N
tr
.
I
.N
I
)] (2.3)
Dimana :
A
o,c
=area bebas alir (m
2
)
A
Ir
=luas daerah frontal radiator sisi udara (m
2
)
d
o
=diameter luar pipa radiator (m)
N
tr
=jumlah pipa dalam satu baris
N
f
=jumlah sirip
o
]
=tebal sirip (m)
L
1
=tinggi radiator (m)
L
3
=lebar radiator (m)


Universitas Sumatera Utara




Kays dan London [25] merumuskan kecepatan massa sebagai berikut :
G=
m
c
A
o,c
(2.4)
Dimana :
G =kecepatan massa (kg/m
2
.s)
m
c
=laju aliran massa udara (kg/s)
A
o,c
=area bebas alir (m
2
)

Menurut Kays dan London [26], diameter hidrolik diartikan sebagai empat kali rasio
antara luas penampang yang dialiri fluida dengan perimeter basah. Kuppan [27]
merumuskan diameter hidrolik alat penukar kalor kompak pada gambar 2.8 sebagai
berikut :
D
h
=
4.A
o,c
.L
2
A
c
(2.5)
Dimana :
D
h
=diameter hidrolik (m)
A
o,c
=area bebas alir (m
2
)
L
2
=panjang alir udara (tebal radiator) (m)
A
c
= luas permukaan perpindahan panas penukar kalor kompak yang
terkonveksi oleh udara (m
2
)

Langkah pertama yang mendasar pada penanganan segala kasus perpindahan panas
secara konveksi adalah menentukan aliran lapisan batasnya, apakah laminar atau
turbulen [28]. Untuk itu bilangan Reynold-nya harus diketahui, dan Kays [29]
menggunakan persamaan berikut :
Universitas Sumatera Utara



Re=
D
h
G

(2.6)
Dimana :
Re =bilangan Reynold
D
h
=diameter hidrolik (m)
G =kecepatan massa (kg/m
2
.s)
=koefisien viskositas fluida pada temperatur rata-rata (N.s/m
2
).
Kays dan London melibatkan bilangan Stanton dan Prandtl untuk mengetahui
koefisien perpindahan panas pada penukar kalor kompak untuk sisi udaranya. Beliau
juga menyajikan beberapa tabel untuk menentukan parameter diatas dan faktor
gesekan berdasarkan karakteristik sirip dan bilangan Reynold nya.



Universitas Sumatera Utara









Gambar 2.18. J enis-jenis karakteristik sirip [30].
Universitas Sumatera Utara





T
a
b
e
l

2
.
1
.

D
a
t
a

p
e
r
p
i
n
d
a
h
a
n

p
a
n
a
s

d
a
n

f
a
k
t
o
r

g
e
s
e
k
a
n

s
e
s
u
a
i

k
a
r
a
k
t
e
r
i
s
t
i
k

s
i
r
i
p

[
3
1
]
.

Universitas Sumatera Utara




L
a
n
j
u
t
a
n


T
a
b
e
l

2
.
1
.


Universitas Sumatera Utara




L
a
n
j
u
t
a
n

T
a
b
e
l

2
.
1
.

Universitas Sumatera Utara



L
a
n
j
u
t
a
n

T
a
b
e
l

2
.
1
.

Universitas Sumatera Utara



L
a
n
j
u
t
a
n

T
a
b
e
l

2
.
1
.

Universitas Sumatera Utara




Berdasarkan penjelasan diatas, koefisien perpindahan panas untuk sisi udara
dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan yang digunakan oleh Kays dan
London [32] sebagai berikut :
h
c
=St GC
pc
(2.7)
Dimana :
h
c
=koefisien perpindahan panas (W/m
2
.K)
St =bilangan Stanton
G =kecepatan massa (kg/m
2
.s)
C
pc
=panas spesifik pada temperatur rata-rata (J /kg.K)
Sama halnya dengan perpindahan panas pada sisi yang mengalami konveksi terhadap
udara diatas, Kays juga menggunakan beberapa persamaan yang sama untuk
menganalisa perpindahan panas pada sisi yang mengalami konveksi terhadap air.
Diawali dengan persamaan temperatur rata-rata pada aliran didalam pipa :
T

h
=
T
hI
T
ho
2
(2.8)
Dimana :
T

h
=temperatur fluida panas rata-rata (K)
T
hI
=temperatur fluida panas masuk pipa radiator (K)
T
ho
=temperatur fluida panas keluar pipa radiator (K)

Dan untuk memperoleh bilangan Reynold aliran air di dalam pipa, dapat kembali
menggunakan persamaan (2.6).
Pada gambar 2.8, diameter hidrolik (D
h
) sisi air untuk pipa berpenampang
lingkaran sama dengan diameter dalam (d
i
) pipa tersebut, namun untuk pipa pelat
atau persegi panjang dapat melakukan pendekatan dengan mengingat bahwa
Universitas Sumatera Utara




diameter hidrolik adalah empat kali rasio antara luas penampang yang dialiri fluida
dengan perimeter basahnya, atau perimeter basah dalam hal ini dapat diasumsikan
sebagai keliling penampangnya. Maka dapat dirumuskan sebagai berikut :
D
h
=
4(pl)
2(p+l)
(2.9)
Dimana :
p =panjang (m)
l =lebar (m)
Untuk aliran bebas alir sisi air pada prinsipnya sama dengan persamaan 2.3.
Sehingga untuk area bebas alir sisi air gambar 2.8 dapat dirumuskan sebagai berikut :
A
o,h
=
d
I
2
4
N
t
(2.10)
Dimana :
d
i
=diameter dalam pipa (m)
N
t
=jumlah tabung
Kays dan London menyajikan grafik mengenai bilangan Nusselt dan faktor gesekan
untuk aliran laminar berkembang penuh di dalam pipa persegi. Seperti yang
ditampilkan pada gambar 2.19 dan 2.20.
Universitas Sumatera Utara





Gambar 2.19. Bilangan Nusselt untuk aliran laminar pada pipa persegi dengan profil
temperatur dan kecepatan berkembang penuh [33].

Gambar 2.20. Faktor gesekan untuk aliran laminar berkembang penuh di dalam pipa
persegi [34].
Universitas Sumatera Utara




Incropera [35] menjelaskan untuk aliran turbulen (Re2300) didalam pipa
dengan penampang yang noncircular dapat menggunakan persamaan Colburn
berikut :
Nu =0,023.Rc
4
5
,
.Pr
1
3
,
(2.11)

Pada aliran didalam pipa, Incropera [36] merumuskan hubungan antara
koefisien perpindahan panas dengan bilangan Nusselt dan diameter hidrolik sebagai
berikut :
h =
Nu.k
D
h
(2.12)
Dimana :
h =koefisien perpindahan panas konveksi (W/m
2
.K)
D
h
=diameter hidrolik (m)
k =konduktivitas termal (W/m.K)
Kays dan London [37] juga mengemukakan persamaan untuk memperoleh koefisien
perpindahan panas menyeluruh dan keefektifan mnyeluruh sisi udara sebagai berikut:
1
U
h
=
1

o,h
.h
h
+
l
(A
w
A
h
)k
+
1
(A
c
A
h
)
o,c
.h
c
(2.13)
Dan,
1
U
c
=
1

o,c
.h
c
+
l
(A
w
A
h
)k
+
1
(A
h
A
c
)
o,h
.h
h
(2.14)
Dimana :
U
h
=koefisien perpindahan panas menyeluruh sisi panas (W/m
2
.K)
U
c
=koefisien perpindahan panas menyeluruh sisi dingin (W/m
2
.K)

o,c
=keefektifan menyeluruh permukaan sisi dingin
Universitas Sumatera Utara



o,h
=keefektifan menyeluruh permukaan sisi panas
A
h
=luas permukaan perpindahan panas sisi panas (m
2
)
A
c
=luas permukaan perpindahan panas sisi dingin (m
2
)
A
w
=luas permukaan dinding pipa yang mengalami konduksi (m
2
)
h
c
=koefisien perpindahan panas konveksi sisi dingin (W/m
2
.K)
h
h
=koefisien perpindahan panas konveksi sisi panas (W/m
2.
K)
k =koefisien perpindahan panas konduksi pipa (W/m.K)
untuk mengetahui keefektifan sirip menyeluruh sisi udara, terlebih dahulu
mengetahui keefektifan sirip. Keefektifan sirip dapat diperoleh dengan menggunakan
grafik pada gambar 2.12, nilai m.l pada axis nya diperoleh dengan menggunakan
persamaan berikut :
m.l =_
2.h
c
k.
I
l (2.15)
Dimana :
h
c
=koefisien perpindahan panas konveksi sisi dingin (W/m
2
.K)
k =konduktivitas termal sirip (W/m.K)

f
=tebal sirip (m)
l =setengah jarak antar pipa (m)
m =parameter efektivitas sirip
Universitas Sumatera Utara




Gambar 2.21. Keefektifan pada sirip lurus dan lingkaran[38].
maka untuk mengetahui keefektifan menyeluruh permukaan sisi dingin, dapat
menggunakan persamaan berikut :

o,c
=1
A
I
A
tot
(1
I
) (2.16)
Dimana :
A
f
=luas total sirip (m
2
)
A
tot
=luas total bidang yang mengalami konveksi terhadap udara (m
2
)

f
=keefektifan sirip.

2.5. Efektivitas Alat Penukar Kalor
Efektivitas alat penukar kalor merupakan salah satu hal yang sangat penting
dalam mendesain penukar kalor. Hal ini disebabkan karena parameter efektivas
tersebut merupakan suatu gambaran unjuk kerja sebuah penukar kalor . Panas yang
Universitas Sumatera Utara




dipindahkan ke fluida dingin harus sama dengan panas yang diserahkan dari fluida
panas.
Q =

m
c
. Cp
c
(Tc
o
Tc
i
) =

m
h
. Cp
h
(Th
i
Th
o
) (2.17)
Holman [39] dalam bukunya mengemukakan bahwa efektivitas alat penukar
perpindahan kalor maksimum
=
Q
nyata
Q
maks
=
C
h
(T
hI
T
ho
)
C
mIn
(T
hI
T
co
)
=
C
c
(T
co
T
cI
)
C
mIn
(T
hI
T
co
)
(2.18)

Dari persamaan ( 2.4),jika :
1.

m
h
. Cp
h
=C
h
=C
min
maka =
(T
h
-T
ho
)
(T
hI
-T
co
)
(2.19)
2.

m
c
. Cp
c
=C
c
=C
min
, maka =
(T
co
-T
c
)
(T
h
-T
co
)
(2.20)

Holman juga memberikan persamaan untuk memperoleh efektivitas alat
penukar kalor dengan hubungan NTU (number of transfer unit ), salah satunya
adalah efektivitas pada alat penukar kalor aliran menyilang satu laluan dengan kedua
fluida tidak bercampur. Secara matematis persamaan tersebut dapat dilihat dibawah
ini.
=1exp[(1 C
r
)(NTU)
0,22
{exp[C
r
(NTU)
0,78
] 1}] (2.21)

Dimana :
NTU =number of transfer unit
C
r
=
C
mIn
C
max


Universitas Sumatera Utara




2.6. Penurunan Tekanan
Penurunan tekanan merupakan selisih antara tekanan masuk dengan tekanan
keluar. Penurunan tekanan ini terjadi akibat gesekan antara molekul-molekul fluida
dengan bidang yang dilaluinya, dalam hal ini pipa dan sirip-sirip. Menurut Kays dan
London [40], untuk mengetahui penurunan tekanan yang terjadi pada alat penukar
kalor kompak dapat menggunakan persamaan berikut :
P =
G
2
2.g
c
v.f
L
r
h
(2.22)
Dimana :
P =penurunan tekanan (Pa)
0 =kecepatan massa (kg/m
2
.s)
g
c
=konstanta gravitasi =1 kg.m/(N.s
2
)
v =volume spesifik (m
3
/kg)
f =friction factor
L =panjang laluan fluida (m)
r
h
=D
h
/4 =jari-jari hidrolik (m)









Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai