Anda di halaman 1dari 11

Accounting Ethics Education : Comparison With Islamic Ethics Education Framework

Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran model perkembangan filsafat etika islam yang dihubungkan dengan proses pendidikan yang membentuk karakter seorang akuntan kemudian akan dibandingkan dengan filsafat akuntansi mainstream serta membahas teori dan relevansinya dalam pengembangan integritas profesi akuntan. Deskripsi ini dimulai dengan pentingnya nilai-nilai etika profesi akuntan serta permasalahan yang melingkupi seorang akuntan dalam mengambil sebuah keputusan serta berusaha memahami perilaku manusia dan interaksi yang berkaitan dengan kebutuhan tertentu dari moralitas dan etika. Makalah berfokus pada proses pendidikan untuk membekali profesi akuntan dengan nilai etika ideologis yang berbeda dengan model etika moral kognitif yang selama ini dikembangkan oleh ilmuwan barat. Islam menawarkan sebuah konsepsi dan konstruksi yang lebih komprehensif dalam membangun integritas moral dan etika calon akuntan. Teori yang ada akan merefleksikan nilai-nilai etika yang harus diambil oleh seorang akuntan dalam mengemban tugas profesi, pemahaman tentang hakikat manusia menurut agama akan menentukan tujuan hidup atau nilai-nilai yang ingin dicapai oleh seorang akuntan mengingat bahwa psikologi moral dan perilaku manusia terus berkembang sesuai dengan peradaban dan kompleksitas pemasalahan menuntut mereka menghadapi dan mengatasinya dengan tepat. Kata kunci: Etika, pendidikan, Islam, Profesi Akuntan,moral Kognitif

I.

PENDAHULUAN

Etika seorang akuntan professional merupakan isu yang sangat menarik untuk dibahas karena secara langsung berkaitan dengan integritas profesi dan kemampuan untuk menjaga kepercayaan publik. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di dalam tubuh profesi akuntan

memberikan gambaran bahwa telah terjadi kegagalan dalam pembentukan etika selama proses pendidikan sebagai fondasi utama profesi seorang akuntan. Hal tersebut secara eksplisit

menjelaskan bahwa telah terjadi defisiensi nilai- nilai moral dalam kurikulum pendidikan akuntansi. Pendidikan akuntansi seharusnya menjadikan nilai moral sebagai alat untuk menghidupkan etika akuntan sebagai bagian tidak terpisahkan dari kewajiban profesi.Selama ini yang terjadi adalah akuntansi sebagai sebuah bagian dari pendidikan berangkat dari ide tradisional yang mendefisikan ilmu pengetahuan adalah berdiri sendiri dan melepaskan diri dari nilai moral dan etika. Akan tetapi menurut Verhoog (1985,Hal 102) ilmu pengetahuan bukan merupakan sebuah tatanan yang bebas nilai atau merupakan aktivitas netral tanpa pengaruh dari lingkungan sekitar akan tetapi dipengaruhi oleh lingkungan budaya, politik, dan ekonomi. Perkembangan akuntansi dari lingkungan industri membuat akuntansi bercampur dengan nilainilai sekuler yang menjadikan nilai profesi akuntan bernuansa dikotomis antara nilai yang dibangun atas dasar ilmu pengetahuan dan nilai etika dan moral yang tidak mendapatkan tempat sebagaimana seharusnya. Orientasi sekuler dan sistem edukasi yang pragmatis memberikan pengaruh yang sedemikian besar pada prinsip prinsip akuntansi dan proses pendidikan secara keseluruhan dan konsekuesi logis yang kemudian terjadi adalah memberikan dampak pada praktik-praktik akuntansi sebagai sebuah hasil dari proses pendidikan.Menurut Hasan (1996, Hal 34) Filosofi dari pendidikan dan sistem pendidikan yang sekuler secara massif memberikan andil dalam memberikan kebebasan dalam menentukan sikap dan berbuat sehingga melahirkan sebuah pendapat bahwa pendidkan sekuler melahirkan efek psikologis kepada mahasiswa bahwa tujuan dari pendidikan adalah untuk mempersiapkan mereka bekerja dan mendapatkan gaji yang paling layak serta yang paling sesuai dengan keterampilan mereka. Apabila seorang akuntan pendidik menginginkan sebuah tujuan untuk merubah perilaku dari mahasiswa maka perlu dicari sebuah pendekatan yang secara efektif dapat membangun nilai etis yang kuat dan tanggung jawab moral di dalam jiwa para calon- calon akuntan. Salah satu potensi yang paling memungkinkan adalah agama. Riset- riset telah banyak dilakukan untuk mengetahui bagaimana agama dapat berperan sebagai fondasi bagi etika bisnis dan bagaimana nilai-nilai religiusitas dapat membangkitkan kesadaran akan pentingnya sebuah tatanan moral dalam lingkungan bisnis. Makalah ini mencoba untuk memberikan telaah kritis tentang

perspektif dan proses dari pendidikan etika islam dan kemudian akan dicari kedekatan dan perbedaan dengan perspektif pendidikan akuntansi mainstream. Alasan mengapa kita mencoba membandingkan adalah bahwa islam memberikan sebuah pendekatan yang komprehensif dan dan terintegrasi, suatu hal yang tidak akan kita dapatkan pada teori modern tentang perilaku moral. Kemampuan untuk memberikan pemahaman yang terintegrasi akan sangat diperlukan oleh seorang akuntan karena akan melengkapi teori-teori yang mereka milki pada konsep akuntansi mainstream.

II.

PEMBAHASAN

A. Etika Dan Bisnis Saat ini ada gejala meningkatnya perhatian terhadap etika dalam lingkungan bisnis. Menyebarnya banyak penyimpangan dalam praktek bisnis secara nyata telah memberikan dorongan yang kuat agar nilai etika dan moral dapat menjadi sebuah alat yang mampu menjadi driver bagi sebuah perkembangan bisnis yang lebih beretika dan bermoral. Lunturnya kepercayaan yang dialami oleh stakeholder merupakan efek dari tindakan immoral yang dilakukan oleh pelaku bisnis yang dimulai dari mulai CEO, CFO, kemudian level manajer sampai dengan karyawan. Perilaku menyimpang ini kemudian berpengaruh negatif terhadap reputasi bisnis dan merupakan subyek dari sangsi sosial dan moral dari para stakeholder. Secara etimologi, bisnis berarti keadaan dimana seseorang atau sekelompok orang sibuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan. Kata bisnis sendiri memiliki t iga penggunaan, tergantung luasnya, penggunaan singular kata bisnis dapat merujuk pada badan usaha, yaitu kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan. Penggunaan yang lebih luas dapat merujuk pada sektor pasar tertentu Penggunaan yang paling luas merujuk pada seluruh aktivitas yang dilakukan oleh komunitas penyedia barang dan jasa. Meskipun demikian, definisi bisnis yang tepat masih menjadi bahan perdebatan hingga saat ini.Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang

berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat. Kesemuanya ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil, sesuai dengan hukum yang berlaku, dan tidak tergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan di masyarakat.Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan standar minimal ketentuan hukum, karena dalam kegiatan bisnis seringkali kita temukan wilayah abu-abu yang tidak diatur oleh ketentuan hukum. Etika bisnis merupakan investasi jangka panjang yang akan menentukan positioning perusahaan di sebuah area bisnis yang keberadaannya tidak boleh diabaikan, apabila kita memegang dengan kuat nilai etika dan moral dalam aktivitas bisnis maka akan
diperoleh return on investment in ethics berupa kejujuran,kedisiplinan,ketrampilan karyawan, dan keharmonisan kerja yang mampu meningkatkan produktivitas. Sementara di kalangan manajer dan pimpinan akan berkembang aktualisasi diri dan sikap yang lebih bijak dalam mengambil keputusan bisnis yang mempunyai implikasi terhadap tumbuhnya kepercayaan seluruh stakeholder.

B. Konsepsi Etika Bisnis Islam Agama islam sebagai sebuah pegangan hidup berkaitan erat dengan segenap aspek kehidupan termasuk didalamnya yang berkaitan dengan perdangan dan bisnis. Islam tidak hanya berkaitan dengan ibadah yang bersifat transedental atau vertikal akan tetapi mencakup kegiatan yang berkaitan dengan aspek muamalah seperti politik, ekonomi, isu-isu sosial dan yang lainnya.Seorang muslim diberikan petunjuk bagaimana cara untuk berbisnis dengan cara-cara yang sesuai dengan agama seperti adil dan jujur dengan semua pihak, dari nilai nilai yang dibangun tersebut secara konstruktif telah memberikan pondasi yang cara berbisnis sesuai dengan syariat islam.seperti disebutkan oleh Lewis (2005) yang menyebutkan bahwa Islam senantiasa mendorong perdagangan dan bisnis sebagaimana yang telah digariskan oleh Alloh dalam Al Quran dan diterjemahkan oleh Nabi Muhammad SAW. Hal Ini menandakan conceptual framework yang dibangun islam tidak boleh terlepas dari Al Quran Dan As Sunnah. Dalam kaitannya dengan paradigma Islam tentang etika bisnis Kholiq (2010) menyatakan bahwa landasan filosofis yang harus dibangun dalam pribadi Muslim adalah adanya konsepsi hubungan manusia dengan manusia dan lingkungannya, serta hubungan manusia dengan

Tuhannya, yang dalam bahasa agama dikenal dengan istilah (hablum minallah wa hablumminannas). Dengan berpegang pada landasan ini maka setiap muslim yang berbisnis atau beraktifitas apapun akan merasa ada kehadiran "pihak ketiga" (Tuhan) di setiap aspek hidupnya. Keyakinan ini harus menjadi bagian integral dari setiap muslim dalam berbisnis. Hal ini karena bisnis dalam Islam tidak semata mata orientasi dunia tetapi harus punya visi akhirat yang jelas. Dengan kerangka pemikiran seperti itulah maka persoalan etika dalam bisnis menjadi sorotan penting dalam ekonomi Islam. Dalam ekonomi Islam, bisnis dan etika tidak harus dipandang sebagai dua hal yang bertentangan, sebab, bisnis yang merupakan simbol dari urusan duniawi juga dianggap sebagai bagian integral dari hal-hal yang bersifat investasi akherat. Artinya, jika orientasi bisnis dan upaya investasi akhirat (diniatkan sebagai ibadah dan merupakan totalitas kepatuhan kepada Tuhan), maka bisnis dengan sendirinya harus sejalan dengan kaidah-kaidah moral yang berlandaskan keimanan kepada akhirat. Bahkan dalam Islam, pengertian bisnis itu sendiri tidak dibatasi urusan dunia, tetapi mencakup pula seluruh kegiatan kita didunia yang "dibisniskan" (diniatkan sebagai ibadah) untuk meraih keuntungan atau pahala akhirat.

C. Perspektif Kritis Defisiensi Etika Dalam Pendidikan Akuntansi Dalam konteks akuntan professional pendidikan etika dan tanggung jawab profesi mempunyai arti sebagai kurikulum pendidikan yang menghasilkan outcome berupa akuntan professional yang mempunyai kerangka nilai-nilai profesionalitas, etika dan sikap sehingga menghasilkan keputusan yang professional dan bersikap secara etis sebagai sebuah ekspektasi dari masyarakat( Ethics manner in appearance)(Young And Annisette,2009, Hal 94).Kekurangan elemen-elemen diatas akan menyebabkan terjadinya skandal akuntansi, misleading, dan fraud di indutri bisnis global. Perusahaan seperti Enron, Worldcom di Amerika atau parmalat di Italia telah menghancurkan kredibilitas laporan keuangan dan akuntabilitas terhadap public trust. Efek yang kemudian timbul adalah skandal tersebut akan menggoyang fundamen ekonomi dan menyebabkan efek domino berupa hancurnya kredibilitas perusahaan dan negara yang tersangkut kasuskasus tersebut. Selain hal tersebut sikap curang yang ditunjukkan oleh entitas-entitas bisnis telah memberikan

pengaruh terhadap kepercayaan investor. Yang kemudian terjadi adalah masyarakat menyalahkan akuntan sebagai profesi yang terkait erat dengan pelaporan keuangan. Kurangnya sikap etis akuntan yang dirasakan oleh masyarakat merupakan ancaman yang cukup serius bagi profesi akuntan. Masyarakat kemudian mulai menyalahkan sistem pendidikan yang tidak bisa memasukkan nilai-nilai moral dalam kurikulum akuntansi. Hal ini sebagai sebuah penanda bahwa masyarakat mulai kehilangan kepercayaan yang disebabkan oleh skandal-skandal yang terjadi. Penyesuaian yang kemudian diperlukan adalah pentingnya adanya sebuah reorientasi pada nilai-nilai etika yang di internalisasikan kedalam sistem pendidikan akuntansi. Seperti yang dikemukakan oleh Jacking et al. (2007) yang menyatakan bahwa sistem pendidikan yang komprehensif mampu berperan sebagai solusi krisis etika profesi. Akan tetapi seperti dikemukakan oleh Rahman (2003) yang menyatakan bahwa komponen etis dalam pendidikan akuntansi ternyata tidak cukup memadai untuk dijadikan pegangan dalam perjalanan seorang akuntan dalam dunia yang dijalaninya. Hal ini merupakan tantangan bagi akuntan pendidik untuk membuat sebuah pedoman bagi calon akuntan professional yang berhadapan dengan ekspektasi masyarakat.

D. Etika dan Agama Pandangan pandangan yang mengemuka diatas setidaknya memberikan sebuah gambaran nyata bagaimana keadaan dari akuntan sebagai sebuah profesi yang penting keberadaannya dikaitkan dengan etika dan moral yang seharusnya menjadi salah satu unsur pembentuknya. Menjadi sangat penting untuk mengadopsi perspektif yang berbeda dalam konteks religiusitas. Memasukkan unsur unsur religiusitas dalam kode etik setidaknya akan mampu menjawab ketidakmampuan kode etik berdasarkan konsep rasional ala barat dalam menjawab tantangan penyimpangan dalam etika profesi akuntan. Penelitian-penelitian sebelumya setidaknya telah memberikan jawaban terhadap pengaruh nilai agama dalam membentuk konsep moral, perilaku ekonomi dan nilai-nilai budaya lainnya (Baydoun And Willet, 1997). Nilai kultural yang dibangun atas nilai budaya barat yang biasanya diasosiasikan dengan Negara maju akan berbeda dengan nilai-nilai islam yang dibangun atas nilai ke-Tuhanan.Perbedaan ini mungkin saja akan mempengaruhi persepsi etis terhadap

masalah dan bagaimana untuk memecahkan permasalahan yang timbul .Menarik untuk di
soroti adalah bagaimana dan adakah konsep Islam menawarkan etika bisnis bagi pendorong bangkitnya roda ekonomi. Filosofi dasar yang menjadi catatan penting bagi bisnis Islami adalah bahwa, dalam setiap gerak langkah kehidupan manusia adalah konsepsi hubungan manusia dengan mansuia, lingkungannya serta manusia dengan Tuhan (Hablum minallah dan hablum minannas). Dengan kata lain bisnis dalam Islam tidak semata mata merupakan manifestasi hubungan sesama manusia yang bersifat pragmatis, akan tetapi lebih jauh adalah manifestasi dari ibadah secara total kepada sang Pencipta. Secara konsep dapat dijelaskan bahwa kepercayaan dan keimanan merupakan core value bagi terbentuknya etika bisnis dalam agama islam (Keller, 2007). Maka dari kepercayaan kepada Tuhan ini akan terwujud dalam ideologi etika seseorang. Ideologi etika ini kemudian secara signifikan akan mempengaruhi tindakan dan keputusan yang diambil. Sebagai penjelasan logis yaitu bahwa seseorang dengan tingkat religiusitas yang rendah akan membawa implikasi moral dan etika yang lebih rendah dalam pengambilan keputusan demikian pula sebaliknya. Sebuah riset yang dilakukan oleh Greenfield et. al(2007) menemukan bahwa ada hubungan antara orientasi etis individu dengan pengambilan keputusan. Ada dua hal yang dikemukakan yaitu teori etika yang bersifat relative dan ideal (relativism dan idealism). Apabila dilihat secara substansi maka etika idealisme lebih mendekati nilai-nilai etika islam karena mengedepankan nilai kesejahteraan bagi manusia yang merupakan nilai dasar dari model islami dari etika bisnis normatif.

E. Hubungan Antara Etika Islam dan Perilaku Etis Hubungan manusia dalam kehidupan dibimbing pada aturan-aturan yang bersifat universal.Manusia berjalan dalam kehidupan dan terhubung satu dengan yang lain berdasarkan pada konsep yang dinamakan prinsip universal. Umumnya manusia dapat membedakan antara hal baik dan buruk. Sebagai contoh kita bisa menilai sebuah perbuatan curang, tidak jujur,kesombongan apakah termasuk perbuatan baik atau buruk. Kita bisa menilai dari perbuatan tersebut dan perbuatan tersebut tidak bisa dipisahkan dengan keimanan. Keimanan seharusnya diwujudkan dengan perbuatan dan perbuatan merupakan refleksi dari keimanan. F. Etika Islam Pendidikan etika memberikan perhatian kepada proses pembentukan dan pengembangan nilai dan segala sesuatu yang dapat merubah perilaku. Apabila diperbandingkan dengan nilai

dan kultur barat islam memiliki nilai yang kompetitif yang akan meninggikan dan memperbaiki nilai-nilai etis. Kamla et al (2006) menyatakan bahwa kesatuan(Unity, Tauhid), keseimbangan(Equilibrium, Al Adl), dan akuntabilitas merupakan tiga konsep dalam islam dan pilar dalam lingkungan etis yang dibentuk oleh nilai-nilai islam. Selain itu Beekun dan Badawi (2005) menyebutkan bahwa etika dalam islam mencakup kepada keadilan dan keseimbangan serta kepercayaan dan kebajikan.pengetahuan yang mendalam terhadap nilai tauhid, kebajikan dan akuntabilitas merupakan langkah kongkrit yang akan menuntun perilaku indidvidu dalam memperoleh ideologi etika. G. Mengintegrasikan Pendidikan Akuntansi dengan Etika Islam Masyarakat saat ini sudah mulai berpikir untuk mengembangkan sebuah model pendidikan karakter yang mampu menghasilkan akuntan dengan nilai moralitas yang baik. Apabila kita menginginkan untuk menumbuhkan komitmen melalui nilai moral maka etika seharusnya ditanamkan dan diinternalisasi kedalam jiwa para mahasiswa daripada dituangkan dalam bentuk kode etik. Saat ini,etika menjadi komponen yang paling penting dalam pendidikan akuntansi.Kurikulum etis merupakan satu sarana bagi mahasiswa dalam mengembangkan sebuah sudut pandang tentang nilai moralitas.Mc Phail(2001) memberikan saran bahwa cara terbaik dalam mengenalkan komitmen emosional dalam pendidikan akuntansi adalah melalui pendidikan etika bisnis. Kurikulum tentang etika akan membimbing mahasiswa dalam membangun karakteristik moral seperti kemanusiaan, toleransi, kebersamaan, kepercayaan, empati, kejujuran dan keadilan. Kurikulum etis yang diterapkan diharapkan mampu memberikan sebuah penalaran etika bagi para mahasiswa. Perhatian utama dari riset pendidikan akuntansi adalah berusaha untuk mengembangkan kemampuan moral kognitif yang dimiliki oleh mahasiswa yang akan memasuki dunia kerja(Thorne,2001).Apabila kita kaitkan kemampuan moral kognitif dengan proses pengambilan keputusan etis yang dilakukan seseorang maka hal ini akan melibatkan proses penalaran etis yang didalamnya mengelaborasi kesadaran moral dan kemampuan moral kognitif seseorang yang pada akhirnya diwujudkan dalam proses tindakan sebagai bentuk implementasi dari keputusan yang diambil. Hal tersebut berkesesuaian dengan tujuan pendidikan moral agar seseorang secara natural dapat bersikap etis dan memelihara

kesadaran moral untuk berbuat sebagaimana mestinya sesuai dengan moral reasoning yang dimiliki oleh setiap individu. Lebih jauh islam menawarkan sebuah pemahaman yang lebih komprehensif mengenai moral reasoning dalam berperilaku etis yang merupakan aksioma filsafat islam yaitu : 1. Kesatuan (Unity, At Tauhid) merupakan dimensi vertical dalam islam. Implikasi dari aksioma ini adalah tidak ada diskriminasi dalam kehidupan. 2. Keseimbangan (Equilibrium, Al Adl) merupakan dimensi horizontal dalam islam. Prinsip ini menganggap bahwa berbagai aspek dalam kehidupan manusia, haruslah menghasilkan sistem social yang terbaik.Aplikasinya adalah seseorang tidak boleh melakukan fraud dalam beriskap dan bertindak. 3. Tanggung Jawab (Responsibility, Masuliyah)Maknanya bahwa manusia haru bertanggungjawab terhadap segala perbuatannya. Aplikasinya individu tidak boleh saling menyalahkan faktor tekanan bisnis yang membuatnya tidak etis, walaupun ada tekanan dari faktor ekstern. 4. Kebajikan (Benevolence,Ihsan) Suatu perilaku harus mendatangkan kemaslahatan kepada pihak lain walaupun hal tersebut bukan termasuk hal yang wajib dilaksanakan. Nilai nilai ketuhanan yang terdapat dalam konsep aksioma islam memberikan sebuah pertimbangan rasional dalam kerangka kemaslahatan sebagai sebuah konsep dari pengambilan keputusan merupakan kontribusi yang akan memberikan sebuah jawaban terhadap permasalahan etika yang terjadi pada profesi akuntan karena menurut sudut pandang etika keislaman seseorang tidak dapat bertindak tanpa aturan karena mereka akan dihitung sesuai dengan amal perbuatan mereka ( Gambling dan Karim,1991).

III.

Kesimpulan

Dengan menggunakan model pengembangan teori etika berdasarkan paradigma/pemahaman atas nilai keislaman seperti tersebut diatas dapat dipahami mengapa sampai saat ini telah berkembang beragam teori dengan argumentasi /sudut pandang penalaran yang berbeda. Akan tetap setidak-tidaknya dari teori diatas akan merefleksikan nilai-nilai etika yang harus diambil oleh seorang akuntan dalam mengemban tugas profesi, paradigma/pemahaman tentang hakekat manusia akan menentukan tujuan hidup atau nilai-nilai yang ingin dicapai oleh seorang akuntan Nilai-nilai tersebut melatarbelakangi setiap paham/teori etika dan norma moral yang ada. Teori dan norma moral ini selanjutnya menjadi pedoman dalam setiap tindakan yang dilakukan. Tindakan yang dilakukan secara berulang-ulang akan membentuk kebiasaan, kebiasaan akan membentuk karakter, dan karakter menentukan seberapa efektif nilai-nilai yang diharapkan dapat tercapai.Nilai-nilai yang telah diinternalisasi dan kemudian direalisasi akan menjadi bahan refleksi untuk mengkaji kembali paradigma sebagai manusia. Prinsip-prinsip, parameter-parameter dan aksioma-aksioma islam dalam filsafat tidak menimbulkan pertentangan dengan etika profesi akuntan mengenai tanggung jawab profesi, kepentingan umum, integritas, obyektifitas, kompetensi dan kehatihatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional, dan standar teknis. Bahkan jika etika filsafat moral agama digabungkan dengan nilai-nilai etika profesi akuntan publik, akan memungkinkan tertatanya sistem sosial yang baik karena filsafat secara keilmuan juga menekankan pada keseimbangan (equilibrium, Al Adl) dan kebaikan(Benevolence, Ihsan). Di mana prinsip ini menganggap bahwa berbagai aspek kehidupan manusia, haruslah menghasilkan sistem sosial yang terbaik dan aplikasinya adalah akuntan publik tidak boleh melakukan kecurangan/fraud dalam bersikap dan bertindak serta perilaku akuntan dituntut untuk mendatangkan kemaslahatan kepada pihak lain atas pengambilan keputusan yang dilakukan sehingga akan terbentuk akuntan yang professional, akuntabel dan memiliki integritas moral yang baik.

Anda mungkin juga menyukai