Anda di halaman 1dari 17

PROSIDING SEMINAR NASIONAL PRODI ILMU PEMERINTAHAN 2018

Politik Identitas dalam Pemilihan Kepala Daerah (Studi Kasus pada


Pemilihan Gubernur DKI Jakarta Periode 2017-2022)


Andy Prima Sahalatua, Abdul Hamid, Dian Hikmawan
Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

andyprima14@yahoo.com, abdul.hamid@fisip-untirta.ac.id, m.dianhikmawan@fisip-
untirta.ac.id


Abstract: Indonesia is a country that has a variety of cultures and religions so that the
identity in his community is so very important, post-reform sentiment between groups
strengthened both religious and ethnic groups, sentiment among groups is then
accommodated and used by political elites as a weapon in the election in areas including in
Jakarta which is a barometer of state politics. The theoretical approach used in this research
is identity politics, multiculturalism and political participation. From the analysis using the
theory can be concluded that the political elite and candidate head of the region, as
deliberately maintain or play the identity politics, for political interests and hegemony of
power. As we see in the political realities in the election of Governor of DKI Jakarta 2017 last
year. With a certain identity, candidate candidates can bargain position, this shows
significant ethnic and religious factors to gain support and influence the people's choice in the
2017 Governor Election Jakarta.
Keywords: General Election; Jakarta; Political Identity.

Abstrak: Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai macam kebudayaan dan
agama sehingga identitas dalam diri masyarakatnya begitu sangat penting, pasca reformasi
sentimen antar golongan semakin menguat baik golongan agama maupun golongan etnis,
sentimen antar golongan tersebut kemudian diakomodir dan dipergunakan para elite
politik sebagai senjata dalam pemilihan umum di daerah termasuk di Jakarta yang
merupakan barometer perpolitikan negara. Pendekatan Teoritis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah politik identitas, multikulturalisme dan partisipasi politik. Dari hasil
analisa menggunakan teori tersebut dapat disimpulkan bahwa para elite politik dan calon
kepala daerah, seolah sengaja memelihara atau memainkan politik identitas itu, untuk
kepentingan politik dan hegemoni kekuasaan. Seperti kita lihat dalam realitas politik di
Pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2017 lalu. Dengan identitas tertentu, calon kandidat
bisa melakukan posisi tawar, ini menunjukkan faktor etnis dan agama cukup signifikan
untuk mendapatkan dukungan dan mempengaruhi pilihan masyarakat dalam Pemilihan
Gubernur Jakarta tahun 2017.
Kata kunci : Pemilihan Umum; Jakarta; Politik Identitas.

1
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PRODI ILMU PEMERINTAHAN 2018

Pendahuluan Salah satunya exit poll yang


Istilah Politik Identitas telah dilakukan oleh Saiful Mujani Research
menarik perhatian bagi para akademisi and Cosulting (SMRC) berdasarkan suku,
maupun pemerhati masalah sosial politik ras, survei yang digelar Saiful Mujani
di Indonesia, bahkan mendapat tempat Research and Consulting pada 20
yang istimewa beberapa tahun terakhir. September 2012 menemukan hanya etnis
Merujuk tulisan Muhtar Haboddin (2012), Betawi yang mayoritas memilih pasangan
berjudul “Menguatnya Politik Identitas Di Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli (75,1
Ranah Lokal” menyebutkan bahwa persen), namun etnis-etnis lain sebagian
“menguatnya politik identitas di tingkat besar memilih pasangan Joko Widodo-
lokal terjadi bersamaan dengan politik Basuki Tjahaja Purnama dan Etnis Jawa,
desentralisasi. Pasca penetapan UU No. 63,3 persen memilih Jokowi- Ahok.
22/1999, gerakan politik identitas Kemudian 50,5 persen etnis Sunda juga
semakin jelas. Faktanya, banyak aktor memilih pasangan yang diusung Partai
baik lokal dan politik nasional Demokrasi Indonesia Perjuangan dan
menggunakan isu ini secara intens untuk Partai Gerakan Indonesia Raya ini. Paling
pembagian kekuasaan”. Dalam tulisan tinggi, 92,5 persen etnis China dan 93,1
Muhtar Haboddin yang juga mengutip persen etnis Batak memilih Jokowi-Ahok
beberapa literatur ilmu politik, bahwa kemudian 74,1 persen etnis Minang juga
politik identitas dibedakan secara tajam pilih Jokowi-Ahok, sementara mayoritas
antara identitas politik (political identity) etnis-etnis lain (76,3 persen) juga
dengan politik identitas (political of memilih pasangan Joko Wi-Ahok., dan
identity). Political identity merupakan juga masyarakat jakarta yang masih
konstruksi yang menentukan posisi sentimen dengan budaya China
kepentingan subjek di dalam ikatan suatu (tiongkok) yang belum pernah redam.
komunitas politik sedangkan political of Kita ketahui diskriminasi terhadap orang
identity mengacu pada mekanisme politik keturunan Tionghoa atau China di
pengorganisasian identitas (baik identitas Indonesia sangatlah besar seperti yang
politik maupun identitas sosial) sebagai ditulis oleh Susan Balckburn (2013)
sumber dan sarana politik. Beberapa dalam bukunya “Jakarta: Sejarah 400
ilmuan juga membedakan antara politik Tahun”, diskriminasi terhadap orang
identitas dengan politik etnisitas, China (Tionghoa) pertama kali tercermin
meskipun memiliki persamaan yang pada tahun 1740, yang mana pada saat itu
cenderung menjadikan “perbedaan” pemerintahan kolonial Hindia –Belanda
sebagai instrumen politik membunuh warga keturunan Tionghoa
Politik Identitas di Pilkada di DKI atau Cina sebanyak 10.000 jiwa dalam
Jakarta mulai gencar digunakan semenjak peristiwa geger pacinan. Kejadian
tahun 2012 beberapa gambaran isu terburuk terjadi pada tahun 1998 ketika
sentimen etnis dalam pemilihan kepala terjadi kerusuhan pada bulan mei tahun
daerah Daerah Khusus Ibukota (DKI) itu,banyak sekali warga keturunan
Jakarta tahun 2012 ini dalam menjaring Tionghoa di bunuh, dirampas harta
pemilih telah diukur dalam berbagai bendanya, dan bahkan terjadi
lembaga survei.

2
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PRODI ILMU PEMERINTAHAN 2018

pemerkosaan terhadap warga perempuan Metode


keturunan Tionghoa. Dalam Penelitian ini, metode yang
Sentimen terhadap etnis keturuna digunakan adalah kualitatif dengan
tersebut menjadi salah satu faktor pendekatan studi kasus, Penelitian ini
politisasi identitas di pilkada DKI Jakarta akan berfokus pada partisipasi politik
tahun 2012, pada posisi ini masyarakat didalam Pilkada DKI Jakarta
menguntungkan posisi Fauzi Bowo yang tahun 2017, untuk memperoleh data yang
beetnis asli betawi, walaupun pada benar dan akurat, sehingga mampu
akhirnya Jokowi Basuki dapat menjawab permasalahan dalam
memenangkan pilkada 2012 efek penelitian. Maka teknik pengumpulan
sentimen etnis maupun agama belum data dalam penelitian ini adalah
memudar, FPI menjadi salah satu motor dokumentasi, audio visual Dan
penggerak dalam menolak posisi Ahok wawancara.Instrumen yang digunakan
menjadi pimpinan di DKI Jakarta, mulai oleh peneliti dalam hal ini adalah
dari penolakan terhadap pelantikan Ahok instrumen pokok dan instrumen
karena beragama Kristen sampai penunjang. Instrumen pokok adalah
melantik Gubernur tandingan sebagai manusia itu sendiri sedangkan instrumen
mosi tidak percaya kepada kepemim- penunjang adalah studi kepustakaan,
pinan Ahok, Hal-hal seperti berikut dokumentasi dan juga wawancara.
pastilah akan membuahkan perpecahan Instrumen pokok dalam penelitian ini
diantara warga DKI Jakarta yang begitu adalah peneliti sendiri. Peneliti sebagai
majemuk dan multikultur dan efek dari instrumen dapat memahami serta menilai
Pilkada 2012 ini menjadi tambah panas di berbagai bentuk dari interaksi di
Pilkada DKI Jakarta tahun 2017. Konflik- lapangan. Menurut Moleong (2011)
konflik serta isu SARA pada Pilkada 2012 Kedudukan peneliti dalam penelitian
telah menjadi penyebab menguatnya isu kualitatif adalah ia sekaligus merupakan
identitas di pilkada DKI Jakarta pada perencana, pelaksana, pengumpulan data,
putaran selanjutnya yang mana Ahok analisis, penafsir data, pada akhirnya ia
kembali mencalonkan diri menjadi menjadi pelapor hasil penelitiannya.
gubernur DKI Jakarta.
Etnisitas dan Agama menjadi isu yang Hasil dan Diskusi
hangat dalam pemilihan gubernur Daerah Pembentukan Politik Identitas Dalam
Khusus Ibukota (DKI) Jakarta 2017 Pilkada DKI Jakarta 2017
karena ada keyakinan di benak para Menurut Stuart Hall, pembentukan
kandidat atau tim suksesnya bahwa cara identitas seseorang tidak dapat
termudah dan paling efektif menarik hati dilepaskan dari, sense (rasa/kesadaran)
orang untuk memilih seorang kandidat terhadap ikatan kolektivitas‟. Dari
adalah dengan cara membangkitkan pernyataan tersebut, maka ketika
ikatan emosional pemilih pada calon. identitas diformulasikan sebagai sesuatu
Ikatan emosional mana yang bisa yang membuat seseorang memiliki
melebihi kecintaan seseorang pada berbagai persamaan dengan orang lain,
identitas primordialnya seperti suku, maka pada saat yang bersamaan juga
agama, ras, dan golongan atau komunitas. identitas memformulasikan otherness

3
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PRODI ILMU PEMERINTAHAN 2018

(keberbedaan) atau sesuatu yang diluar memposisikan calon sebagai orang


persamaan-persamaan tersebut. Sehingga yang sama dengan masyarakat luas
karakteristik identitas bukan hanya Gerakan pembentukan Politik
dibentuk oleh ikatan kolektif, melainkan Identitas di DKI Jakarta muncul dengan
juga oleh kategori-kategori pembeda adanya pendekatan kondisional,
(categories of difference) (Setyaningrum, keterpecahan membutuhkan sumber
2005). sumber untuk dimobilisasi, sebelum
Ada 3 pendekatan pembentukan terselenggaranya pilkada DKI Jakarta
identitas, yaitu: 2017 beberapa kelompok Islam seperti
1. Primordialisme : Identitas diperoleh FPI dan GMJ memanfaatkan kondisi dari
secara turun temurun seperti halnya remuknya kepercayaan masyarakat
agama maupun etnis dengan muslim Jakarta terhadap Ahok karena
pendekatan ini aspek primordialisme diduga menistakan Agama islam,
dijadikan sumber utama dalam kelompok lawan kemudian mencoba
pendekatan kepada seseorang untuk mecari sumber sumber golongan yang
menentukan pilihan nya apakah orang mudah dimobilisasi untuk kemudian
tersebut memiliki Agama yang sama membuat perpecahan dan meraup suara
atau Etnis yang sama dengan dirinya. pemilih yang telah di mobilisasi oleh
2. Konstruktivisme : Identitas sebagai sumber sumber tersebut. Terjadi
sesuatu yang dibentuk dan hasil dari keseimbangan mobilisasi dari atas dan
proses sosial yang kompleks. Identitas partisipasi bawah membuat gerakan ini
dapat terbentuk melalui ikatan-ikatan kian lama kian menguat sehingga dapat
kultural dalam masyarakat seperti memecah suara dari Ahok-Djarot.
pembentukan identitas bangsa yang Adapun pembentukan politik
lahir dari proses sosial yang begitu Identitas di Pilkada DKI Jakarta 2017
kompleks, sehingga melahirkan sebagai berikut:
identitas kolektif di dalam masyarakat, 1. Media Sosial : peran media sosial
dalam penbemtukan ini Identitas lahir sangat berarti dalam proses
dari penggalian dan penanaman nilai pembentukan politik identitas di
sosial di masyrakat itu sendiri seperti masyarakat DKI Jakarta, terutama
halnya Bhineka Tunggal Ika yang masyarakat muslim yang merupakan
merupakan identitas kolektif bangsa kelompok dominan di Jakarta, hal ini
dengan upaya untuk mempersatukan didasari banyak nya konten konten
golongan –golongan yang ada di yang bernuansa SARA yang terus giat
Indonesia baik Agama maupun Etnis di publish untuk mempengaruhi
nya. orientasi politik masyarakat DKI
3. Instrumentalisme : Identitas merupa- Jakarta.
kan sesuatu yang dikonstruksikan 2. Aksi Bela Islam : Aksi bela islam yang
untuk kepentingan elit dan lebih dilakukan secara berkala ini pun
menekankan pada aspek kekuasaan memiliki pengaruh yang luar biasa,
pembentukan identitas, biasa nya tujuan aksi ini mencoba menyatukan
pembentukan identitas ini digunakan persepsi masyarakat muslim Jakarta
dalam pemilihan umum untuk

4
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PRODI ILMU PEMERINTAHAN 2018

bahwa Ahok adalah musuh Islam dan yang memarjinalisasikan mereka di masa
haram mendukung nya. lalu. Identitas berubah menjadi politik
3. Penggunaan Tempat Ibadah: identitas ketika menjadi basis perjuangan
penggunaan tempat Ibadah sebagai aspirasi kelompok (Bagir, 2011).
sarana kampanye tentu sangat Identitas bukan hanya persoalan
dilarang, tempat ibadah seharusnya sosio-psikologis, tetapi juga politis. Ada
netral dalam urusan perpolitikan, politisasi atas identitas. Identitas yang
namun disalah satu sisi tempat dalam konteks kebangsaan seharusnya
ibadah adalah ladang yang sangat digunakan untuk merangkum kebinekaan
subur untuk menanamkan buah pikir bangsa ini, justru mulai tampak
kepada masyarakat karena ceramah pengunaan identitas-identitas sektarian,
yang dilakukan ditempat ibadah akan baik dalam agama suku, daerah, dan lain-
bersifat dogma sehingga mengikat lain.
jemaat atau umat nya. Identitas yang menjadi salah satu
4. Intimidasi : kuatnya pengaruh sosial dasar konsep kewarganegaraan
media disertai dengan dogma dalam (citizenship) adalah kesadaran atas
tempat ibadah yang bernuansa kesetaraan manusia sebagai warganegara.
sentimen terhadap golongan tertentu Identitas sebagai warganegara ini
membuat beberapa masyarakat menjadi bingkai politik untuk semua
muslim di DKI Jakarta menganggap orang, terlepas dari identitas lain apapun
Pilkada DKI Jakarta 2017 adalah yang dimilikinya seperti identitas agama,
peperangan terhadap penista Agama etnis, daerah dan lain-lain (Bagir, 2011)
Islam sehingga siapapun Gubernur Politik identitas bisa bersifat positif
DKI Jakarta yang akan datang harus maupun negatif. Bersifat positif berarti
beragama Islam tidak boleh diluar menjadi dorongan untuk mengakui dan
daripada itu, hal ini membuat para mengakomodasi adanya perbedaan,
pendukung pasangan Ahok yang bahkan sampai pada tingkat mengakui
beragama muslim di beri label predikat keistimewaan suatu daerah
sebagai pendukung dan pelindung terhadap daerah lain karena alasan yang
penista Agama, mereka mengalami dapat dipahami secara historis dan logis.
tekanan dan intimidasi dari Bersifat negatif ketika terjadi diskriminasi
masyarakat muslim di daerah antar kelompok satu dengan yang lain,
nya.seperti contoh jenazah nenek misalnya dominasi mayoritas atas
hindun yang tidak dapat di sholatkan minoritas. Dominasi bisa lahir dari
karena keluarga mendukung perjuangan kelompok tersebut, dan lebih
pasangan Ahok – Djarot. berbahaya apabila dilegitimasi oleh
negara. Negara bersifat mengatasi setiap
Penggunaan Politik Identitas Dalam kelompok dengan segala kebutuhan dan
Pilkada DKI Jakarta 2017 kepentingannya serta mengatur dan
Politik Identitas adalah suatu kajian membuat regulasi untuk menciptakan
untuk menjelaskan situasi yang ditandai suatu harmoni (Bagir, 2011).
dengan kebangkitan kelompok-kelompok Dalam konteks Pilkada DKI Jakarta,
identitas sebagai tanggapan untuk represi tidak dapat dipungkiri kasus penistaan

5
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PRODI ILMU PEMERINTAHAN 2018

agama dan penggunaan politik identitas mushala dengan khotbah bahwa haram
membuat elektabilitas Ahok terjun bebas. hukumnya untuk memilih pemimpin
Berawal dari pernyataan Basuki Tjahaja nonmuslim.
Purnama atau Ahok di Kepulauan seribu Masyarakat ibu kota pun terpolarisasi
yang mengutip surat Al Maidah 51 yang dan terpecah menjadi dua kubu yang
kemudian potongan pernyataan itu berlawanan dan rawan terjadi nya
diunggah ke Facebook oleh Buni Yani dan konflik, hal ini terjadi oleh alm. nenek
menjadi bola panas di media sosial, hindun di Jakarta Selatan yang tidak bisa
penggunaan media sosial sebagai media di sholatkan di masjid dekat rumahnya
baru yang tidak memiliki batasan karena beliau dan keluarga nya
memang menjadi tidak terkendali mendukung pasangan Ahoh-Djarot yang
manakala dijadikan sebagai sarana untuk tidak sesuai dengan ajaran atau ajakan
kepentingan politik dan kampanye. dari masyarakat sekitar nya untuk tidak
Unggahan di Facebook itupun menjadi memilih pemimpin non-muslim.
ramai dan dijadikan entry point bagi Penggunaan Identitas sebagi senjata
lawan lawan politik Ahok untuk dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 sudah
melancarkan serangan terhadap Ahok terbukti lumayan ampuh dalam
yang popularitasnya tidak terbendung. menggoyang pasangan calon lain yang
Pascapernyataan Ahok itu, berbagai tidak memiliki persamaan Identitas
elemen masyarakat yang didominasi oleh dengan masyarakat dominan Jakarta dan
ormas-ormas Islam termasuk FPI yang mobilisasi masa yang begitu sangat kuat
sejak awal anti-Ahok mulai bergerak dan dilakukan oleh aktor politik dan tim
melakukan aksi berjilid secara sistematis sukses kemenangan calon yang
yang tujuannya adalah memenjarakan mengarahkan partisipasi politik individu
Basuki karena dianggap sebagai penista untuk berorientasi terhadap identitas
agama. calon yang akan dipilih dibandingakan
Lebih dari itu, kelompok massa juga program dan gagasan yang ditawarkan,
meneriakkan pemilih muslim wajib penggunaan dua isu sentimen identitas
memilih pemimpin muslim hal ini tersbut adalah sebagai berikut.
didukung pula oleh Fatwa MUI yang
menyuarakan haram memilih pemimpin Sentimen Etnis Dalam Pemilihan
Kafir (non-muslim), isu identitas tersebut Kepala Daerah DKI Jakarta 2017
ditujukan untuk menyerang Ahok, Ahok Sentimen etnis seringkali dinilai
yang notabene keturunan Tionghoa dan sebagai salah satu kekuatan sekaligus
beragama Kristen kemudian problematika dalam arena demokrasi.
dipersepsikan sebagai pemimpin yang Tak terkecuali pada kontestasi Pemilu
tidak layak dipilih oleh umat muslim di dan Pilkada di Indonesia. Etnisitas
ibu kota. Isu SARA dan politik Identitas sebagai salah satu kategori dalam
terus dimainkan, dunia maya dipenuhi sosiologi politik berkembang seiring
dengan cyber army yang membentuk dengan perubahan pola politik identitas.
opini dan ditambah dengan masuknya Dalam tatanan rezim politik yang bersifat
mesin politik kelompok Islam yang tertutup, etnisitas secara sengaja dicoba
menjadi lawan Ahok ke masjid dan untuk dieliminasi dari panggung arena

6
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PRODI ILMU PEMERINTAHAN 2018

politik. Kendati demikian, etnisitas dalam dari proses sosial yang komples yang
kadar tertentu terus bermain dalam terbentuk dari ikatan-ikatan kultural
politik identitas dalam panggung dalam masyarakat yang dibangun
kekuasaan secara laten. Sementara itu, berdasarkan pengalaman masa lampau
dalam tatanan rezim politik yang bersifat (dalam Widayanti, 2009) melalui
terbuka, etnisitas justru nampak terus pendekatan ini para elite politik di DKI
mengalami penguatan, mendapatkan Jakarta mencoba memobilisasi nya
ruang ekspresi yang semakin luas. menjadi kekuatan politik dalam Pilkada.
Bahkan etnisitas seringkali menjadi dasar
legitimasi sejarah sosial politik struktur FPI Dan Politisasi Etnis Dalam Pilkada
politik pada level lokal atau daerah DKI Jakarta 2017
(Marzuki, 2010). Fornt Pembela Islam (FPI) menjadi
Dalam pilkada DKI Jakarta 2017 salah satu aktor penting dalam Pilkada
terdapat 3 pasangan calon yang beragam DKI Jakarta 2017, FPI selalu aktif
etnis pasangan pertama Agus-Sylvi, Agus menyuarakan mengenai penolakan
memiliki etnis jawa dan slvi etnis betawi, terahadap Basuki dari tahun 2012, pada
kedua Ahok-Djarot, Ahok beretnis china tahun tersebut FPI belum mampu
(tionghoa) dan Djarot beretnis jawan dan memobilisasi masa yang sangat besar
yang ketiga Anies-Sandi, Anies beretnis karena masyarakat muslim Jakarta tidak
jawan dan Sandi beretnis padang. Dari menganggap Basuki sebagai musuh umat
ketiga pasangan calon yang terdapat salah Islam, FPI baru mampu memasifkan
satu pasangan calon yang beretnis betawi massa ketika basuki teridinkasi kasus
yakni Slviana yang menjadi calon wakil penistaan agama, pada saat momentum
gubernur bersama Agus Harimurti tersebut FPI mengambil peran penting
Yudhoyono, walaupun Slyviana merupa- untuk menyatukan persepsi masyarakat
kan Etnis Betawi nyatanya etnis betawi muslim Jakarta bahwa Basuki adalah
yang dimiliki Slyviana tidak terlalu kuat musuh bersama umat islam (common
untuk mengambil simpati pemilih di DKI enemy) dengan memanfaatkan kondisi
Jakarta, ini dibuktikan bahwa Agus-Slyvi yang sedang kacau akibat pidato Basuki
hanya mengantongi suara sebanyak 17,05 tersebut.
persen (KPUD DKI Jakarta) yang Pasca pidato Ahok sentimen
membuatnya menduduki peringkat terhadap etnis golongan keturunan China
terakhir dalam putaran pertama Pilkada meningkat dan masuk dalam 5 besar
DKI Jakarta. golongan yang tidak disukai warga DKI
Yang menjadi perhatian utama dalam Jakarta seperti yang dirilis oleh Saiful
sentimen etnis di pilkada Dki jakarta Mujani Research and Consulting (SMRC)
2017 adalah sentimen pribumi dan non- pada November 2016. Sehingga aksi
pribumi (orang keturunan bangsa asing), penolakan Ahok yang dimotori oleh Front
pembentukan identitas pribumi dapat Pembela Islam dapat memobilisasi massa
dilihat melalui teori pembentukan aksi yang sangat besar pada 2 desember
identitas oleh Stuart Hall melalui 2016, slogan “ganyang cina” menjadi
pendekatan Konstruktivisme yang bukti belum memudarnya sentimen antar
memandang identitas sebagai suatu hasil etnis di DKI Jakarta.

7
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PRODI ILMU PEMERINTAHAN 2018

Hal ini terjadi karena Identitas tidak ada peningkatan sama sekali dari
seseorang tidak dapat dilepaskan dari putaran satu ke putaran kedua.
sense (rasa/kesadaran) terhadap ikatan “isu etnis cina memang terasa
kolektivitas, dari pernyataan tersebut sekali ya, apalagi di daerah Ciracas
maka ketika identitas di formulasikan ini, banyak banget selebaran yang
hasut orang buat jangan milih
sebagai sesuatu yang membuat seseorang
Ahok karena dia Cina lah, antek
memiliki berbagai persamaan dengan pki lah, kafir lah pokok nya segala
orang lain, maka pada saat yang yang jelek pasti Ahok kena (
bersamaan juga identitas mem- wawancara dengan Richad
formulasikan otherness (Keberbedaan) Fernando salah satu tim sukses
(widayanti, 2009) pada contoh ini FPI Basuki – Djarot pada tanggal 20
berhasil membuat kesadaran kolektif Juni 2018)”.
Sentimen etnis acap kali menjadi
akan bahaya nya etnis China di Jakarta
komoditas politik dan dipakai saat
sehingga masyrakat muslim DKI Jakarta
memilih para calon gubernur. Isu etnis
membenci dan menjauhi golongan etnis
untuk sementara diperlukan untuk
Cina.
mendulang suara, bila ini dilakukan,
Bila dilihat dari serangkaian
justru akan memberikan pendidikan
kampanye dan aksi tersebut tim sukses
politik buruk bagi masyarakat. Isu etnis
ataupun golongan tertentu mencoba
yang digulirkan ini sebetulnya bukan
memobilisasi masa dengan melempar
secara langsung dari publik, tapi
keresahan ke masyarakat dengan
digulirkan oleh elit-elit politik. Konstruksi
ancaman Keturunan etnis China
elit ini kemudian diartikan oleh
(tionghoa) yang bukan asli pribumi
konsultan-konsultan politik di belakang
Indonesia dapat menguasai Indonesia
para cagub ini.
dengan cara merebut DKI Jakarta terlebih

dahulu yang nanti akan menyengsarakan
Sentimen Agama Dalam Pemilihan
penduduk asli Indonesia yang ada di DKI
Kepala Daerah DKI Jakarta 2017
Jakarta, Huntington dan Nelson (dalam
Sentimen agama merupakan
Hamid, 2017) mengartikan pola seperti
perilaku manusia, khususnya umat
ini sebagai partisipasi politik mobilisasi
beragama (yang diwujudkan melalui kata,
yang yang melempar argumentasi guna
tindakan, kebijakan, keputusan) yang
mengajak, menganjurkan atau bahkan
merendahkan, membatasi, dan meremeh-
memaksa masa untuk mengikuti arah
kan golongan agama lain yang tidak
politiknya dan bisa jadi kesadaran
sejalan dengan nilai-nilai agama yang
kolektif yang timbul akibat termobiliasi
dianut nya, agar orang yang berbeda
tersebut , dapat pula menjadikan indiviu
agama tersebut tidak mendapatkan hak-
menjadi partisipan otonom yang sudah
haknya serta tidak mampu
yakin dengan isu tersebut.
mengaktualisasi dirinya secara utuh
Kuatnya mobilisasi massa yang
(Munir, 2018).
dilakukan oleh para tim sukses maupun
Pada umumnya, faktor utama yang
kampanye penolakan terhadap Etnis Cina
menunjang sentimen Agama adalah
oleh Front Pembela Islam (FPI) membuat
dorongan dorongan dari pihak luar
suara Basuki di Pilkada DKI Jakarta 2017

8
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PRODI ILMU PEMERINTAHAN 2018

kepada seseorang. Pihak luar yang Tidak bisa dibantah oleh siapapun,
dimaksud antara lain, para tokoh-tokoh bahwa sentimen Agama adalah hal yang
atau pemimpin Agama, politik, penguasa, menakutkan pada situasi dan lingkungan
pengusaha, pemerintah, kepala suku. pergaulan sosial, hubungan antar umat
Mereka adalah orang-orang yang ingin agama, pengangkatan dan pemilihan
meraih keuntungan dari suatu perbedaan. pemimpin, khususnya dalam pemilihan
Bagi mereka, perbedaan merupakan Gubernur di DKI Jakarta tahun 2017.
suatu kesalahan dan ketimpangan sosial,
sehingga perlu diperbaiki melalui Masjid : Politisasi Agama Dalam
pemurnian dengan cara menghilangkan Pilkada DKI Jakarta 2017
atau menghancurkan semua hal yang Politisasi Agama adalah politik
berbeda. manipulasi mengenai pemahaman dan
Menjelang pilkada DKI Jakarta 2017 pengetahuan keagamaan atau
sentimen Agama meningkat cukup tajam, kepercayaan dengan menggunakan cara
seperti survei yang dilakukan oleh propaganda, Indoktrinasi, kampanye,
Lingkar Survei Indonesia (LSI) pada saat disebarluaskan, sosialisasi dalam wilayah
sebelum dan sesudah aksi 212 terhadap publik dilaporkan atau diinterpretasikan
pengaruh agama dalam pilkada DKI agar terjadi migrasi pemahaman,
Jakarta 2017, hasil nya pada bulan maret permasalahan dan menjadikannya seolah-
dan oktober tahun 2016, yang masing- olah merupakan pengetahuan
masing 40 dan 55 persen responden keagamaan/kepercayaan, kemudian,
menganggap sentimen agama sangat dilakukan tekanan untuk memengaruhi
penting, dan pasca aksi 212 LSI mencatat konsensus keagamaan/kepercayaan
sentimen agama warga Jakarta meningkat dalam upaya memasukan kepentingan
mencapai 71,4 persen. sesuatu kedalam sebuah agenda politik,
Meningkatnya isu sentimen Agama menurut Agnes Heller gerakan politik
di Pilkada DKI Jakarta tak lepas dari identitas baik didalam nya politisasi etnis
pengaruh pidato ahok di kepualaun maupun politisasi agama semua nya di
seribu yang menjadi alasan umat muslim dasari oleh satu fokus perhatian utama
untuk bergerak menjatuhkan Ahok, yaitu difference (perbedaan) (dalam Ubed,
sebelum aksi 212 maupun aksi Abdillah 2002).
sebelumnya 411, surat Al-Maidah ayat 51 Dengan memanfaatkan kondisi
tidak terlalu berpengaruh dalam sentimen Agama yang sedang menguat
popularitas Ahok di DKI Jakarta hal ini pada akhir tahun 2016 para elite partai
terlihat dari berbagai aksi penolakan politik maupun tim sukses para pasangan
dirinya dari tahun 2012-2014 tidak calon berlomba menggunakan nya
menimbulkan dampak yang signifikan, menjadi sebuah instrumen kekuatan
barulah ketika Ahok mempergunakan seperti yang dikatan oleh stuart hall
surat Al-Maidah ayat 51 di pulau pramuka dengan pendekatan instumentalisme
dampak yang besar terjadi dan dalam gerakan politik identitas bahwa
menurunkan kepercayaan umat muslim Identitas dipergunakan dan dikonstruksi-
terhadap Ahok. kan untuk kepentingan elite guna meraih
kekuasaan (dalam Widayanti, 2009).

9
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PRODI ILMU PEMERINTAHAN 2018

Penggunaan Sentimen Agama dalam masjid sangatlah ampuh dan


sebagai kekuatan politik dilakukan memiliki dampak yang besar.
melalui beberapa cara seperti Dalam Pilkada DKI Jakarta Masjid
pemasangan poster, spanduk bahkan menjadi tempat yang subur untuk
sampai ceramah di tempat ibadah, tempat menanamkan sentimen agama sebagai
ibadah seperti masjid dinilai menjadi alat pemersatu jemaat atau umat nya,
bangunan gerakan politik yang ampuh dapat dilihat beberapa pasangan calon
karena sifat dogma yang terkandung dan tim sukseknya mencoba meraup
dalam setiap ceramah di masjid dapat suara dari dalam masjid diantaranya
mempermudah memobilisasi massa seperti Amien Rais, Prabowo dan Anies
sehingga para elite politik tidak harus yang menggunakan masjid Al-Azhar
bersusah payah untuk membentuk sebagai bangunan politik untuk meraih
instrumen kekuatan dalam pemilihan simpati masyarakat muslim DKI Jakarta,
umum, cara ini lebih praktis dan ampuh para elite politik dan calon Gubernur
dibandingkan dengan melakukan tersebut mengadakan acara gerakan
mobilisasi massa dengan menggunakan shalat subuh berjamaah di masjid Al-
proses kampanye konvensional berupa Azhar pada tanggal 15 januari 2017 Tema
kampanye di media sosial, spanduk yang diangkat pada acara ini adalah
ataupun orasi politik. “Tabaligh Akbar Politik Islam: Berbeda
Masjid digunakan sebagai bangunan dalam Mazhab Bersatu Dalam Politik”
politik sudah pernah diterapkan oleh secara keseluruhan acara dalam kegiatan
partai FIS di Aljazair menggunakan tersebut mencoba menyatukan umat
masjid sebagai tempat menggaungkan islam untuk tidak memilih pemimipin
seruan politik untuk meraih suara dalam non-muslim, acara inipun mendapat
pemilihan umum, di Indonesia sendiri sanksi dari Bawaslu DKI Jakarta
Masjid juga menjadi bangunan politik berdasarkan nomor registrasi
yang sangat berpengaruh seperti tulisan 026/LP/Prov-DKI/I/2017.(Dokumen
Muhhamad Afdillah (2016) dalam Bawaslu DKI Jakarta) karena diduga
bukunya yang berjudul “Dari Masjid Ke melakukan kampanya bernuansa SARA
Panggung Politik” menjelaskan dalam lingkungan tempat ibadah yang
bagaimana kyai tajul mampu membangun seharusnya bersih dari kampanye politik
basis kelompok syiah di sampang, jawa seperti yang tertera dalam PKPU 12
timur dengan sangat pesat, kyai tajul Tahun 2016 yang merupakan perubahan
menggunakan masjid sebagai media PKPU 7 Tahun 2015 Pasal 66 ayat 1 huruf
dakwah sosial nya untuk meyakini j yang berisi tentang larangan kampanye
masyrakat sampang bahwa ajaran syiah di tempat ibadah dan institusi pendidikan.
yang diajarkan olehnya adalah ajaran Kampanye dilingkungan masjid juga
yang benar, hal ini berdampak pada sepi dilakukan oleh pasangan Agus –Slyvi,
nya masjid-masjid kelompok sunni akibat pasangan tersebut melakukan peresmian
para santri nya pergi untuk ibdaha ke dan ceramah yang bernuansa politik di
masjid-masid yang dipimpin kyai tajul, Masjid Nurul Ikhsan Grogol, Jakarta Barat
konflik syiah dan sunni di sampang di tanggal 15 Januari 2017 dalam
menunjukan mobilisasi yang dilakukan di kedatangannya dimasjid tersbut agus

10
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PRODI ILMU PEMERINTAHAN 2018

menjanjikan kepada warga jakarta untuk agama nya, ini seperti yang
memberikan dana 1 miliyar untuk satu dilakukan oleh masjid di UI sana
RW agar pertumbuhan ekonomi depan pas gedung kita, engga tau
sengaja atau apa selalu saja tiap
masyarakat DKI Jakarta bisa cepat
shalat jumat, cermahin nya soal
bertumbuh, Agus juga menghimbau agar haram memilih pemipin kafir
masyarakat muslim bersatu. melulu...” (Wawancara dengan
(https://kumparan.com/@kumparannew Muhhamad Douglas selaku kasubag
s/agus-resmikan-masjid-di-jelambar- teknis pemilu KPUD DKI Jakarta
sambil-kampanye diakses pada tanggal pada tanggal 12 Juni 2018)
13 Juli 2018). Huntington dan Nelson (dalam
Berbeda dengan dua pasangan Hamid, 2017) menilai pola seperti
tersebut posisi yang tidak tersebut dapat dikatakan sebagai
menguntungkan dialami oleh pasangan partisipasi politik mobilisasi yaitu dengan
Basuki – Djarot, pasangan ini juga ingin dilakukan berdasarkan anjuran, ajakan
mengambil simpati publik dari dalam atau bahkan pemaksaan dengan bentuk
masjid namun sentimen Agama akibat non-konvensional dilakukan melalui
kasus penistaan yang dilakukan oleh saluran tidak resmi, tekanan yang
basuki menjadikan pasangan tersebut dimaksudkan dalam proses mobilisasi
mendapatkan penolakan dari berbagai tersebut dapat dilihat dari bentuk
masjid yang ada seperti Masjid Al-Inayah Intimidasi di Jakarta selatan terjadi
Kali Deres, Jakarta Barat, Masjid Nurul penolakan untuk menyolatkan jenazah
Falah Tanjung Duren, Jakarta Barat, dan nenek hindun pada maret 2016
Masjid AT-Taqwa Kapuk Muara, Jakarta dikarenakan keluarga nenek hindun
Utara.(https://www.nahimunkar.org/usa mendukung pasangan Ahok-Djarot yang
i-kalideres-dan-grogol-kedatangan-ahok- memiliki Identitas berbeda, keluarga
penjaringan-ditolak-warga-dki/ diakses nenek hindun dipaksa untuk mendukung
pada 13 Juli 2018). pasangan yang seiman dengan nya baru
Masjid merupakan tempat jenazah akan di Sholatkan.
mobilisasi massa yang penting di dalam “Ya saya juga dengar persoalan
mengenai nenek hindun itu,hemm
Pilkada DKI Jakarta 2018 mengingat
menurut saya masyarakat Jakarta
83,30 persen penduduk DKI Jakarta harus bisa menghargai pilihan
beragama islam (Dinas kependudukan orang lain tanpa harus
dan pencatata sipil DKI Jakarta tahun mengintimidasi sejauh itu, itu sih
2014) peran masjid menjadi sangat sudah keterlaluan…” (wawancara
disoroti karena memberikan efek yang oleh Muhammad Jufri Komisioner
luar biasa apalagi pada momentum Bawaslu DKI Jakarta pada 5 Juni
2018).
Pilkada 2017 sentimen Agama menjadi
Agama merupakan sesuatu yang
isu yang laris, hampir disemua masjid di
fundamental dalam masyarakat. Agama
Jakarta selalu membicarakan nya.
selalu adaa di dalam tubuh masyarakat.
“....Maaf ini ya,saya rasa masyarakat
Kekuatan di dalam agama itu
jakarta tidak pintar,hemm, ya
karena gampang termakan hasutan mengalahkan kekuatan yang lainnya.
orang untuk miih berdasarkan Bayangkan saja, banyak perang yang
membunuh orang serta kejahatan-
11
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PRODI ILMU PEMERINTAHAN 2018

kejahatan lainnya atas dasar agama. pribumi dan dikalahkan, kini telah
Agama tidak dapat di pisahkan dari merdeka, kini saatnya kita jadi tuan
kehidupan manusia. Seperti apa yang rumah di negeri sendiri. Jangan
sampai Jakarta ini seperti yang
diungkapkan Geertz (dalam Puspitasari,
dituliskan pepatah Madura. 'etek se
Elis,2010) bahwa adanya pengaruh atellor ajam se ngeremme', itik
agama dalam setiap pojok kehidupan yang bertelur ayam yang
masyarakat Indonesia. Pendapat ini mengerami, kita yang bekerja keras
membuktikan bahwa agama tidak dapat untuk merebut kemerdekaan. Kita
terpisahkan dari kehidupan manusia. yang bekerja keras untuk mengusir
Oleh karena itu, agama sering kali dibawa kolonialisme. Kita semua harus
merasakan manfaat kemerdekaan
oleh para aktor politik untuk melegitimasi
di ibu kota ini” (Detik.com)
kekuasaannya sehingga terkesan Dalam pidatonya tersebut Anies
mempolitisir agama. mengungkapkan dua kata penting yakni
Kolonialisme dan Pribumi penggunaan
Politik Identitas Ancaman Bagi dua kata tersebut dapat disebutkan
Multikutralisme DKI Jakarta sebagai penggunaan “dog-whistle politics”,
Maraknya penggunaan Politisasi ketika sebuah pesan politik menggunakan
etnis maupun agama yang memanfaatkan bahasa berkode yang tampaknya berarti
faktor sentimen yang timbul di satu hal bagi satu kelompok masyarakat,
masyarakat merupakan ancaman yang namun memiliki makna berbeda dan
serius bagi Multikulturalisme di DKI lebih spesifik pada kelompok tertentu
Jakarta, Will Kymlicka (2002) dalam hal ini dapat dilihat Anies
menjelaskan bahwa Multikulturalisme berpendapat bahwa dirinya berhasil
adalah sebuah gagasan atau pandangan merebut Jakarta dari tangan asing, isi
yang menekankan pengakuan dan pidato tersebut yang menganologikan
penghargaan pada kesederajatan untuk etnis keturunan China (tionghoa) adalah
menjamin keadilan antar kelompok. penjajah (kolonialisme) dan bukan warga
Namun dalam praktek Pilkada DKI asli negara Indonesia (pribumi) dapat
Jakarta 2017 sentimen etnis dan agama mengancam multikuturalisme Indonesia,
terbukti berhasil di pakai sebagai senjata karena menggap ketidak bolehan warga
ampuh memenangkan pilkada DKI negara keturunan asing untuk memimpin
Jakarta. di kursi pemerintahan, Will Kymlica
Salah satu bukti pemakaian (2002) berpendapat multikulturalisme
sentimen etnis berhasil di Pilkada DKI dapat berjalan dengan baik jika negara
Jakarta dapat dilihat dari isi pidato dapat menjamin hak minoritas untuk
kemenangan Anies – Sandi yang berisi : menjadi bagian dari kursi pemerintahan
"Di tempat lain mungkin untuk mengikutsertakan representasi
penjajahan terasa jauh tapi di
dari kelompoknya (Special
Jakarta bagi orang Jakarta yang
namanya kolonialisme itu di depan Representation Rights) sebab negara
mata. Dirasakan sehari hari. Karena harus menjamin keadilan antar
itu bila kita merdeka maka janji kelompok.
janji itu harus terlunaskan bagi Representasi kelompok seperti yang
warga Jakarta… Dulu semua kita disebutkan oleh Kymlica menjadi sangat
12
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PRODI ILMU PEMERINTAHAN 2018

penting di Indonesia karena dengan internalisasi perasaan rendah diri serta


begitu negara memberikan penghargaan mengungkapkan kembali lewat perilaku
kepada masyarakatnya minoritas dan nya.
menghargai hak nya untuk Bila melihat dari keadaan Indonesia
meperjuangkan kepentingan kelompok- saat ini dimensi rekognisi tidak
nya di ranah politik, namun yang terjadi bertumbuh dengan baik karena masih
di dalam Pilkada DKI Jakarta sebaliknya adanya penggambaran yang salah akan
terdapat penyekatan atau pembatasan individu atau kelompok tertentu,
hak minoritas dalam perpolitikan daerah, mengingat Indonesia sendiri terdiri dari
dengan mengatakan bahwa kaum muslim begitu banyak golongan etnis maupun
hanya wajib memilih pemimpin muslim, agama, sehingga menyebabkan adanya
maka secara tidak langsung masyarakat ketegangan antara hak-hak kolektif yang
non-muslim merasa telah dilucuti hak menimbulkan konflik di masyarakat,
politik nya untuk menjadi seorang seperti kasus kerusuhan Agama di
pemimpin karena masyarakat DKI Jakarta Ambon,Sulawesi Utara antara golongan
mayoritas adalah muslim, jika mayoritas Islam dan Kristen yang terjadi kesalah
masyarakat muslim jakarta menyuarakan pahaman yang menyebabkan kerusakan
"haram" untuk memilih pemimpin non- dan korban yang begitu besar, kasus
muslim, maka otomatis masyarakat non- pembakaran Gereja di Singkil, Aceh
muslim tidak akan pernah mendapatkan terjadi karena penduduk Islam di Singkil
posisi sebagai pemimpin. menaruh rasa curiga kepada golongan
Charles Taylor (dalam madung, Kristen, kelompok golongan Kristen
2012) mengatakan, dalam diduga akan melakukan kristenisasi di
multikulturalisme pembentukan identitas Aceh, dan juga kasus tragedi Sampit di
individu maupun kelompok separuhnya Kalimantan Tengah antara Etnis dayak
terbentuk dari rekognisi (pengakuan) dengan Etnis Madura terjadi karena
atau tidak adanya rekognisi, bahkan ketidaksukaan etnis asli kalimantan yaitu
sering juga lewat pengakuan yang keliru Dayak atas kesuksesan etnis pendatang
dari sesama, sehingga menimbulkan Madura yang berakhir pada konflik
kerugian bagi individu maupun pembunuhan.
kelompok, tidak adanya pengakuan dan Kasus-kasus tersebut menandakan
memberikan gambaran yang salah upaya rekognisi terhadap etnis dan
terhadap individu maupun kelompok agama di Indonesia masih sangat jauh
dapat menyebabkan pelecehan, untuk berkembang karakteristik
pengekangan bahkan penindaasan kewarganegaraan yang memiliki salah
terhadap individu maupun kelompok satu tujuan yaitu memberikan rasa
tersebut. Pelecehan, pengekangan, dan hormat dan tanggung jawab terhadap
penindasan terhadap individu atau sesama warganegara yang pluralistik baik
kelompok tertentu dapat dipandang suku, agama, ras, bahasa, ideologi politik
sebagai bentuk represi dari budaya (Ananda, 2012) gagal untuk di
mayoritas, pelecehan pengekangan dan praktekkan di Indonesia sehingga
penindasan yang dilakukan menyebabkan kelompok minoritas yang mendapatkan
subjek yang bersangkutan meng- represi dari golongan mayoritas

13
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PRODI ILMU PEMERINTAHAN 2018

cenderung akan merendahkan diri nya identitas kelompok atau individu yang
dan tidak berani mengaktualisasikan diri memiliki keunikan tersendiri baik ajaran
nya sebagai representatif kelompok nya, maupun perbuatan, dalam penjelasan
sehingga proses perjuangan untuk diatas kaum mayoritas merasa terancam
pengakuan dianggap membahayakan. dengan kehadiran minoritas karena
Begitu juga yang terjadi dalam kasus dianggap bisa melunturkan atau
Pilkada DKI Jakarta 2017 ketegangan menggantikan posisi kelompok
antar etnis maupun agama membuat mayoritas, timbulnya persepsi buruk
dimensi rekognisi di Jakarta tidak tersebut membuat mayoritas melakukan
berkembang dengan baik sepeti contoh tindak kan represi yang bisa berujung
kasus penjarahan, pemerkosaan dan pada konflik.
pembunuhan terhadap Etnis keturunan Ketegangan antar Etnis maupun
China yang dianggap sebagai penjajah Agama di Indonesia sesungguhnya dapat
menandakan ada kekeliruan dalam teratasi bila setiap Etnis maupun Agama
penggambaran subjek. Situasi tidak mau membangun dimensi rekognisi antar
berkembang nya rekognisi di Jakarta golongan yang berbeda, hal ini
membuat masyarakat muslim Jakarta diupayakan sebagai salah satu contoh
mudah untuk di mobilisasi dengan contoh bentuk penyelesaian ketegangan antar
aksi 4 november 2016 dan 2 desember masyarakat multikultur dengan
2016 yang menyuarakan anti cina dan mengedepankan pengakuan dan dialog
anti kafir (kelompok non-muslim) antar golongan, rekognisi penting dalam
sehingga dapat disimpulkan kurang relasi kewarganegaraan dalam memenuhi
bertumbuhnya dimensi rekognisi di haknya karena jika rekognisi dapat
Jakarta membuat Politisasi Identitas di berjalan dengan baik tidak ada hambatan
Pilkada DKI Jakarta dapat di pergunakan bagi golongan minoritas yang juga
dengan baik, hal ini dikarenakan merupakan warga negara untuk
kurangnya pengakuan dan penggambaran memenuhi haknya seperti hak politik
yang salah akan kelompok tertentu yang maupun hak ekonomi. Namun dalam
memudahkan para elite politik untuk Pilkada DKI Jakarta 2017 proses rekognisi
langsung memobilisasi nya dengan yang seharusnya berjalan dengan baik
melempar isu semtimen identitas sebagai guna sebagai salah satu syarat untuk
insturmen kekuatan dalam Pilkada DKI mencapai pemenuhan hak warga negara
Jakarta. tidak berjalan dengan mulus, karena tidak
Charles Taylor (dalam, madung ada pengakuan kelompok mayoritas
2012) menjelaskan wacana inti dari terhadap kelompok minoritas di tambah
multikulturalisme adalah perjuangan lagi dengan politisasi identitas yang
untuk mendapatkan pengakuan (Strugle tumbuh subur dalam Pilkada menyulitkan
For Recognition) teori ini muncul atas golongan minoritas untuk mendapatkan
analisa gerakan kelompok minoritas pada hak nya terutama hak politik.
abad ke 20 baik dalam hal agama maupun Sehingga realitas yang tumbuh di
etnis, Strugle For Recognition dapat juga masyarakat DKI Jakarta lebih
diartikan sebagai perjuangan untuk mengedepankan faktor Identitas
melindungi dan mempertahankan pasangan calon dibandingkan dengan adu

14
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PRODI ILMU PEMERINTAHAN 2018

gagasan para pasangan calon, orientasi Daerah DKI Jakarta 2017 menjadi bukti
pemilih di DKI Jakarta akan lebih tertuju berhasilnya Identitas menjadi basis
pada kecenderungan memilih pemimpin kekuatan penting. Politik identitas
sesuai identitas yang dimilikinya baik menjadi sangat subur dibangun dalam
identitas etnis maupun identitas agama, proses pemilihan kepala daerah karena
faktor tersebut lahir karena kegagalan dilakukan secara intens dalam bentuk
dalam proses rekognisi golongan di interaksi simbolik untuk memobilisasi
Jakarta, sehingga prasangka buruk selalu dukungan massa. Politik identitas
muncul kepada setiap golongan yang ada, berangkat dari base on identity (identitas)
terlebih dalam pertarungan antara Agus, dan base on interest (kelompok
Anies dan Basuki. Banyak umat muslim di kepentingan) dua faktor ini dijadikan
Jakarta cenderung mengganggap Basuki instrumen untuk memperoleh simpati
adalah ancaman bagi islam, walaupun dari masyarakat.
tingkat kepuasan publik terhadap Merebaknya sentimen politik
pelayanan Basuki selama memimpin identitas di ranah publik dalam
Jakarta besar yakni 72,2 persen (survei perhelatan demokrasi seperti pilkada DKI
litbang Kompas tahun 2017) nyatanya hal Jakarta merupakan ulah dari sekelompok
tersebut tidak berpengaruh terhadap elite. Baik itu elite partai politik yang haus
peningkatan suara Basuki, banyak akan kekuasaan maupun pemimpin
masyarakat muslim yang sudah terlanjur organisasi massa yang selama ini merasa
menganggap Basuki adalah ancaman dan terpinggirkan, mereka saling
lebih memilih pasangan agus ataupun berkepentingan lalu memanfaatkan
anies karena memiliki identitas golongan sentimen tersebut untuk melempengkan
yang sama. jalan masing-masing.
Jika elite politik di Jakarta Kajian ini menjadi menarik
menggunakan isu sentimen Agama dan mengingat Jakarta merupakan Ibu Kota
Etnis sebagai senjata dalam meraih suara, Negara yang menjadi barometer bagi
maka bukannya tidak mungkin daerah daerah lain nya di Indonesia, Politisasi
lain akan mengikuti cara tersebut, yang identitas sebagai agenda politik utama
mana hal tersebut sangat berbahaya bagi dalam pemilihan umum daerah yang
kedamaian dan keutuhan negara . Model terjadi dijakarta bisa saja akan ditiru oleh
mobilisasi politik yang mengeksploitasi elite politik daerah lain nya yang
agama dan etnis akan merambat dengan daerahnya masih sangat kuat sentimen
sangat cepat, apalagi di daerah-daerah identitasnya seperti Aceh, Ambon,
yang sentimen keagamaann dan etnisnya maupun Papua. Hal ini berdampak akan
masih sangat kuat seperti Ambon, mundurnya demokrasi di Indonesia
Maluku, Aceh, Papua dan lain sebagainya. karena orientasi pemilih akan beralih
Agama dan Etnis hanyalah sebuah atribut, kepada kesamaan Identitas, dan bukan
dia bukan substansi. tak mungkin jika hal ini berlanjut akan
terjadi konflik di sekala daerah maupun
Kesimpulan nasional karena kelompok minoritas yang
Kemenangan Anies Baswedan dan juga warganegara terlucuti hak politik
Sandiaga Uno dalam Pemilihan Kepala nya karena tidak dapat

15
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PRODI ILMU PEMERINTAHAN 2018

merepresentasikan kelompok nya dalam Multibudaya di Bali, dalam


lingkup pemerintahan maupun tidak Masyarakat Multikultursl Bali:
adanya kesempatan untuk menjadi Tinjauan Sejarah, Migrasi, dan
Integrasi. Denpasar: Larasan dan
pemimpin selama sentimen identitas di
Faksas.
jadikan agenda politik utama dalam Arikunto , S. (2006). Prosedur Penelitian
pemilihan umum. Suatau Pendekatan Praktik . Bandung
Dimensi rekognisi yang tidak Rineka Cipta
mengalami pertumbuhan merupakan Bagir, Zainal Abidin. (2011). Pluralisme
alasan mengapa politik identitas menjadi Kewarganegaraan, Arah Baru Politik
sangat tumbuh pesat dalam pemilihan Keragaman Di Indonesia. Bandung-
Yogyakarta : Mizan dan CRCS
umum, selama tidak adanya rekognisi
Blackburn, Susan. (2013). Jakarta:
antar golongan politisasi identitas Sejarah 400 Tahun. Komunitas Bambu
menjadi bahaya laten yang dapat merusak Budiarjo, Miriam. (2008). Dasar-Dasar
multikuturalisme Indonesia. Inilah yang Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia
menjadi tantangan kedepan bagi Pustaka Utama.
pemerintah, partai politik maupun Data KPUD (Komisi Pemilihan Umum
masyrakat untuk dapat mengembangkan Daerah) DKI Jakarta.
Data BPS (Badan Pusat Statistik) DKI
dimensi rekognisi melalui dialog antar
Jakarta
golongan, agar politisasi identitas tidak Data BAWASLU (Badan Pengawas
dapat tumbuh di masyarakat dan menjaga Pemilu) DKI Jakarta
keutuhan perstuan bangsa. Fikri, Adrian. (2013) Identitas etnis dalam
pemilihan kepala daerah 2012. UIN
Jakarta
Referensi Haboddin, Muhtar. (2012). Menguatnya
Abdillah, Ubed. (2002). Politik Identitas Politik Identitas Diranah Lokal. Jurnal
Etnis. Pergulatan Tanda Tanpa Studi Ilmu Pemerintahan UMY
Identitas. Magelang: Indonesia Tera. Hamid, Abdul (2017). Studi Ilmu Politik.
Afillah, Muhammad. (2016). Dari Masjid Sebuah Pengantar. Serang: Untirta
Ke Panggung Politik : Melacak Akar- Press.
akar Kekerasan Agama Antara ________. 2014. Jokowi’s Populism in the
Komunitas Sunni dan Syiah di 2012 Jakarta Gubernatorial Election
Sampang, Jawa Timur. Penerbit CRCS in: Journal of Current Southeast Asian
(Center for Religious and Cross- Affairs, 33, 1, 85–109.
cultural Studies) Progam Studi Agama Ismail, Taufik (2017). Dianggap
dan Lintas Budaya Sekolah Lingkungan Masjid, Panitia Kumpara
Pascasarjana Lintas Disiplin, (2017) “Agus Resmikan Masjid di
Universitas Gadjah Mada. Jelambar Sambil Kampanye” Diakses
Amri, Arfi. (2012). Exit Poll Pemilih Foke melalui
Dan Jokowi Berdasarkan Etnis Diakses https://kumparan.com/@kumparann
melalui http://metro.news.viva.co.id- ews/agus-resmikan-masjid-di-
exit-poll–pemilih-foke-dan-jokowi- jelambar-sambil-kampanye pada hari
berdasar-etnis pada hari Senin, 9 Juli Jumat, 13 Juli 2018 Pukul 09:10 WIB
2018 Pikul 15:20 WIB Kymlicka, Will. (2002). Kewargaan
Ardhana, Ketut. (2011). Etnisitas dan Multikulural: Teori Liberal Mengenai
Identitas: Integrasi Etnis dan Identitas Hak-hak Minoritas. LP3ES
dalam Terwujudnya Masyarakat

16
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PRODI ILMU PEMERINTAHAN 2018

Madung, Otto. (2012). Politik Diferensasi Sofianto, Arif. (2007) Stanford


: Memahami Konsep Encyclopedia of Philosophy, The Role
Multikulturalisme Charles Taylor. of Religion in Voters’ Preference
Sekolah Tinggi Filsafat Katolik During General Election 2014 in
Ledalero Central Java.
Marzuki, Muhammad. (2010). Perspektif Tempo. (2017). Survei Pilkada, Sentimen
Etnik Situasional Dalam Komunikasi Agama Meningkat di Jakarta.
Politik Anggota Dprd Pada Wilayah Diakses melalui
Multi Etnik. Jurnal Academica Fisip https://fokus.tempo.co/read/1001
Untad Vol.2 No.2 145/survei-pilkada-sentimen-
Miichi, Ken. (2014). The Role of Religion agama-meningkat-di-jakarta pada
and Ethnicity in Jakarta’s 2012 hari Senin, 9 Juli 2018 Pukul 16:00
Gubernatorial Election”, in: Journal WIB
of Current Southeast Asian Affairs, Widayanti, Titik. (2009). Politik
33, 1, 55 – 83. Subalter: Pergulatan Identitas
Munir, Asep. (2018). Agama, Politik Dan Waria. UGM. Yogyakarta.
Fundamentalisme. Jurnal For Islamic
Studies vol.1
Moleong, Lexy. J. (2011). Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Nahimunkar. (2016). Usai di Kalideres
dan Grogol, Kedatangan Ahok ke
Penjaringan Juga Ditolak Warga
DKI” Diakses melalui
https://www.nahimunkar.org/usai-
kalideres-dan-grogol-kedatangan-
ahok-penjaringan-ditolak-warga-
dki/ pada hari Jumat, 13 Juli 2018
Pukul 09:30 WIB
Puspitasari, Elis. (2010). Politisasi
Agama: Kajian Tentang Politisasi
Agama oleh Para Caleg pada Pemilu
Legislatif 2009 di Banyumas.
Republika (2015). MUI : Muslim Jangan
Pilih Pemimpin Non-Muslim.
Diakses melalui
https://www.republika.co.id/berita
/pemilu/hot-
politic/14/03/21/n2siql-mui-
muslim-jangan-memilih-pemimpin-
nonmuslim pada hari Sabtu, 7 Juli
2018 Pukul 19:00 WIB
Setyaningrum, Arie. (2005). Memetakan
Lokasi bagi ‘Politik Identitas’ dalam
Wacana Politik Poskolonial. Jurnal
Mandatory Politik Perlawanan.
Edisi 2/ Tahun 2/ 2005 hal 19

17

Anda mungkin juga menyukai