Anda di halaman 1dari 8

BioSMART Volume 1, Nomor 2 Halaman: 20-27

ISSN: 1411-321X Oktober 1999

Aktivitas Antifungal Ekstrak Kasar Daun dan Bunga Cengkeh (Syzigium aromaticum L.) Pada Pertumbuhan Cendawan Perusak Kayu
SUNARTO, SOLICHATUN, SHANTI LISTYAWATI, NITA ETIKAWATI, ARI SUSILOWATI Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta ABSTRAK
The objective of the experiment was to find out the inhibitory effect of crude extract of Scyzigium aromaticum (cengkeh) leave and flowers on mycelium growth of wood deteriorated fungi, Coriolus versicolor and Schizophylum commune. It has been known that crude extract of certain plant could inhibit growth of microorganism, especially in fungi and bacteria. Crude extract of the leave and flowers capable inhibit pathogenicplant fungi, but inhibitory ability to wood deteriorated fungi need to be confirmed experimentally, since every fungi has different susceptibility to certain anti-fungal agent. The experiment was done in vitro using spread-plate method. The crude extract was spread over the entire surface of agar medium, followed by inoculation of the fungi in the middle of the medium, and then incubated in room temperature for a week. Measurement parameter was diameter of mycelium growth. As a conclusion, crude extract of leave and flowers of cengkeh in all concentrations (25%, 50%, 75%, 100%) are able to inhibit growth of both fungi. Key words: Schizophylum commune, Coriolus versicolor, Scyzigium aromaticum, crude extract, in vitro, mycelium.

PENDAHULUAN Mikroorganisme memberi banyak manfaat bagi manusia, namun juga dapat merugikan, antara lain menimbulkan kerusakan pada kayu (Campbell, 1985; Nicholas, 1988). Untuk melindungi kayu dari kerusakan sering dipakai bahan pengawet, misalnya cat dan vernis, namun keduanya masih dapat didegradasi mikroorganisme (Atlas, 1984). Oleh karena itu kayu dan produk-produk olahannya harus dilindungi dengan bahan antimikrobial. Mikroorganisme perusak kayu umumnya berupa cendawan atau bakteri, disusul beberapa makrobiota seperti serangga penggerek, rayap, semut dan kumbang. Bahan antimikrobial yang sering digunakan adalah fungisida dan bakterisida. Meskipun senyawa-senyawa kimia ini dapat menimbulkan resistensi dan mencemari lingkungan, misalnya pentaklorofenol (PCP), copper chrome arsenat (CCA), asam-asam ter, tembaga naftenat dan creosote (Nicholas, 1988). Salah satu usaha mengurangi penggunaan bahan kimia pengawet kayu adalah menggantinya dengan bahan alami yang mengandung senyawa antifungal, misalnya ekstrak tanaman. Indonesia memiliki banyak tumbuhan yang potensial untuk tujuan ini, namun belum dimanfaatkan secara optimal. Salah satu tanaman yang diperkirakan potensial sebagai sumber senyawa antifungal adalah cengkeh. Selama ini cengkeh dimanfaatkan bunganya untuk rokok serta daunnya untuk minyak cengkeh yang berguna sebagai desinfektan. Tanaman Cengkeh Cengkeh merupakan tanaman perkebunan yang tumbuh di seluruh nusantara. Tanaman ini termasuk dalam Famili Myrtaceae, berhabitus pohon, tinggi mencapai 20-30 meter dan dapat berumur lebih dari 100 tahun (Hadiwijaya, 1982). Daun dan bunganya dapat dibuat minyak cengkeh (Heyne, 1987). Dalam dunia medis, minyak ini digunakan untuk ramuan obat sakit gigi, pegal linu dan penghangat badan. Sedang daunnya biasa digunakan sebagai parem. Ekstrak kasar daun cengkeh mampu menghambat pertumbuhan cendawan patogen tanaman seperti Rhizoctonia solani, Sclerotium oryzae, Sclerotium roflsii dan Pyricularia oryzae (Sutadi, 1991; Suhandi, 1992). Konsentrasi yang biasa dikenakan adalah 0,25%, 0,50% dan 1,00% (v/v), dimana semakin tinggi konsentrasinya semakin besar kemampuan penghambatannya. Ekstrak cengkeh atau biasa disebut minyak cengkeh mengandung bahan aktif terutama eugenol, eugenol asetat dan -karyofilen. Eugenol adalah senyawa yang menyebabkan aroma khas, sedang -karyofilen adalah sesquiterpen yang memberi rasa pahit dan merupakan bahan baku sintesis senyawa-senyawa lain. Besarnya kadar bahan-bahan aktif tersebut bervariasi tergantung sumber ekstrak (bunga atau daun) dan umur tanaman (Furia dan Bellanca, 1975; Suherdi dan Risfaheri, 1992). Kadar eugenol asetat bunga cengkeh muda lebih tinggi dari pada bunga cengkeh tua. Sebaliknya kadar eugenol bunga cengkeh muda lebih rendah dari pada bunga cengkeh tua, sehingga aromanya lebih tajam. Hal ini terjadi karena eugenol asetat pada bunga muda berubah menjadi eugenol ketika bunga beranjak tua. Eugenol asetat merupakan bahan baku parfum, sabun dan kosmetik (Suherdi dan Risfaheri, 1992). Cendawan Perusak Kayu C.versicolor dan S.commune termasuk Divisi Amastigomycota, Subdivisi Basidiomycotina, Kelas Basidiomycetes, Subkelas Holobasidiomycetidae, Golongan Hymenomycetes, Ordo Agaricales dan Famili Agaricaceae (Burdsall, 1982). Keduanya bersifat saprofit, menyerang sel-sel batang pohon yang sudah mati (Landecker, 1982; Rayner dan Boddy, 1988), termasuk sel-sel mati pada batang tanaman yang masih hidup, misalnya empulur kayu dan cabang yang patah (Padlinurjaji, 1974; Campbell, 1985). C.versicolor sering ditemukan pada kayu konifer. Lebar tubuh buah sekitar 2-8 cm, putih, tudung licin atau seperti beludru, membentuk zona melingkar berwarnawarni (Burdsall, 1982). Merupakan kelompok cendawan
1998 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

SUNARTO dkk. Aktivitas Antifungal Ekstrak Cengkeh

21

pembusuk putih (white rot fungi), umumnya dapat merombak jaringan kayu yaitu lignin, selulosa dan hemiselulosa (Campbell, 1985), dapat menyerang hampir semua tumbuhan Angiospermae. Lignin merupakan polimer dengan monomer berupa koniferil alkohol. Senyawa ini berasosiasi dengan selulosa dan polisakarida lain membentuk dinding xylem sekunder. Pada tumbuhan berkayu, kadar lignin dapat mencapai 25% berat kering (Prawiranata dkk., 1995). Melalui reaksi oksidasi dan hidrolisis cendawan dapat merombak struktur kayu sehingga menyebabkan pembusukan dan pelapukan (Padlinurjaji, 1979; Campbell, 1985). Enzim ekstraseluler yang dimiliki C.versicolor adalah selulase, ligninolitik, fenoloksidase, protease, oksigenase dan dioksigenase (Campbell, 1985; Rayner dan Boddy, 1988). Dua jenis enzim terakhir berperan dalam perombakan lignin. C.versicolor mampu merombak 75-100% struktur kayu, sehingga kerusakan yang ditimbulkan sangat besar. S.commune memiliki koloni miselium berwarna putih, menjadi jingga jika sudah tua dan menjadi abu-abu sampai putih jika sudah membentuk tubuh buah, tangkai tudung sangat kecil atau hampir tidak ada, lebar tudung sekitar 1-3 cm (Cooke, 1961). S.commune termasuk dalam kelompok cendawan pembusuk coklat (brown rot fungi) yang dapat merombak selulosa dan hemiselulosa, tetapi tidak dapat merombak lignin. Disebut cendawan pembusuk coklat karena menghasilkan enzim polifenoloksidase yang dapat mengoksidasi catechol menjadi quinoid atau melanin yang berwarna coklat. Aktivitas enzim ekstraseluler cendawan ini didominasi enzim selulase (Campbell, 1985; Rayner dan Boddy, 1988). Kayu yang diserang S.commune mengalami perubahan warna, zone lines, bau, kekuatan, daya hantar panas dan daya serap air (Padlinurjaji, 1979). Perubahan warna mudah diamati, meskipun sulit ditentukan jenis cendawan penyebabnya. Perubahan warna tingkat awal (incipient decay) akibat serangan cendawan white rot terlihat dengan adanya bagian-bagian basah pada kayu yang baru ditebang, sedang pada serangan cendawan brown rot perubahan warna ini tidak selalu tampak. Zone lines adalah bagian kayu yang dibatasi garis coklat tua atau hitam yang disebabkan oleh kekringan, percabangan miselium dua cendawan yang berbeda, aktivitas miselium dan getah luka (wound gum), baik luka alami atau serangan parasit, cendawan dan bakteri. Pada pelapukan tingkat lanjut biasanya timbul bau, terutama sewaktu dipotong. Pelapukan tingkat lanjut mempengaruhi semua sifat mekanik kayu, sehingga nilai ekonomisnya turun. Pelapukan kayu tingkat awal oleh cendawan white rot menyebabkan kekuatan kayu berkurang, tetapi daya kerja white rot tidak seragam. Pada kayu yang diserang oleh cendawan brown rot, pelapukan tingkat awal sudah sangat mengganggu kekuatan kayu. Keuletan kayu (shock resistance) merupakan unsur yang pertama kali dipengaruhi serangan cendawan. Kayu yang diserang mudah sekali hancur. Kekuatan tekan memanjang serat kayu tidak banyak terpengaruh pada pelapukan tingkat awal. Kekuatan kayu berkurang secara bertahap, diikuti menyerpihnya kayu.

Daya hantar panas (heat conductivity) kayu yang terinfeksi cendawan lebih besar dari pada kayu sehat. Sedang dari segi daya tampung air, kayu lapuk mengisap dan melepaskan air lebih cepat dibanding kayu sehat, akan tetapi kayu lapuk lebih cepat mengisap dari pada melepaskan air sehingga kandungan airnya lebih tinggi (Padlinurjaji,1979). Pelapukan kayu oleh serangan cendawan merupakan reaksi kimiawi dari enzim yang diproduksi hifa. Kayu yang diserang cendawan white rot secara berangsurangsur beratnya akan menyusut karena struktur penyusun kayunya terdegradasi, baik lignin, selulosa maupun hemiselulosa. Pada kerusakan tingkat lanjut kayu menjadi sangat ringan. Sedang kayu yang diserang oleh cendawan brown rot kerusakan yang ditimbulkan maksimum hanya 70% karena cendawan ini tidak dapat menghancurkan lignin. Kerugian lain akibat serangan cendawan adalah berkurangnya kerapatan kayu, sehingga tidak baik untuk kayu bakar karena nilai kalori berkurang. Lebih jauh, kayu yang telah diserang cendawan lebih mudah diserang serangga penggerek (Padlinurjaji, 1979). Mengingat besarnya kerugian akibat serangan cendawan kayu, maka pengendalian pertumbuhan cendawan tersebut perlu mendapat prioritas. Ekstrak Tanaman Sebagai Bahan Antimikrobia Tumbuhan memiliki senyawa sekunder yang dapat diekstrasi dengan pelarut yang sesuai. Umumnya pelarut yang digunakan adalah air dan pelarut organik seperti etanol atau metanol. Ekstrak yang diperoleh dapat berupa lilin (wax), asam lemak, alkohol, steroid, lignin, resin, flavonoid dan lain-lain (Markham, 1988; Rayner and Boddy, 1988). Tanaman yang aktivitas antifungal ekstraknya sudah diuji antara lain bawang putih, bawang merah, lengkuas, kunyit, jahe, fuli (daging pala), cabe rawit, daun cengkeh, daun jati, daun sereh dan daun jeruk limau. Semua pengujian tersebut dilakukan terhadap cendawan patogen tanaman yaitu Rhizoctonia solani, Scleretium oryzae, Scleretium rolfsii dan Pyricularia oryzae (Resopim, 1990; Sitanggang, 1991; Suhandi, 1992). Ekstrak tanaman beracun seperti Antiaris toxicaria, Semecarpus renghas, Semecarpus heterophylla, Derris heterophylla telah diuji untuk menghambat pertumbuhan cendawan perusak kayu C.versicolor dan S.commune (Subowo dan Kasim, 1992; Supriyati dkk., 1993; Solichatun, 1994). Secara umum ekstrak tanaman mampu menghambat pertumbuhan miselium cendawan, dimana persentase penghambatannya tergantung jenis dan konsentrasi ekstrak tanaman serta jenis cendawan. Cendawan perusak kayu C.versicolor dan S.commune mempunyai respon fisiologis yang berbeda dengan cendawan patogen tanaman. Oleh karena itu meskipun ekstrak kasar daun cengkeh sudah terbukti mampu menghambat pertumbuhan miselium cendawan patogen tanaman, tetapi perlu diteliti kemampuan ekstrak tersebut dalam menghambat pertumbuhan miselium cendawan perusak kayu. Apabila ekstrak kasar daun dan bunga cengkeh terbukti efektif menghambat pertumbuhan cendawan, maka dapat dikembangkan sebagai bahan alami pengawet kayu. Selain itu tanaman cengkeh mudah ditemukan.

22

BioSMART Vol. 1, No. 2, Oktober 1999, hal. 20-27

BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan selama 4 bulan di Sub-lab Biologi, Laboratorium MIPA Pusat, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Uji laboratoris zat antimikrobial ekstrak daun dan bunga cengkeh dilakukan mengikuti metode Pelczar dan Chan (1988) yang telah dimodifikasi. Zat antimikrobial yang akan diuji terlebih dahulu disebarkan di atas media agar, lalu diinokulasi dengan cendawan uji. Setelah masa inkubasi, diameter koloni cendawan yang tumbuh diukur dan dibandingkan dengan media kontrol (tanpa ekstrak). Penelitian dilakukan melalui tahap-tahap: penyiapan alat dan bahan, penyiapan inokulum cendawan, penyiapan ekstrak dan pengujian ekstrak serta pengumpulan data dan analisis data. Penyiapan Alat dan Bahan. Peralatan yang diperlukan adalah tabung reaksi, cawan petri, gelas piala, labu ukur, labu didih, magnetic stirer, cork borer, lup inokulasi, batang penyebar, corong dan kertas saring, laminar air-flow cabinet, lampu spiritus, oven, hot-plate, autoklaf, inkubator, rotary evaporator, blender dan pembakar bunsen. Alatalat gelas dicuci bersih dan disterilisasi dengan autoklaf pada temperatur 121oC, tekanan 15 psi, selama 1 jam. Bahan tanaman yang akan diekstrak adalah daun dan bunga cengkeh segar dari Boyolali, Jawa Tengah. Bahan kimia yang dipakai adalah ethanol 96%, etanol 0,1%, NaOH 1N, HCl 1N dan medium Taoge Sukrosa Agar. Penyiapan Inokulum Cendawan. Biakan murni C.versicolor dan S.commune diperoleh dari Balitbang Mikrobiologi, Puslitbang Biologi-LIPI, Bogor. Biakan murni diremajakan dengan membuat inokulum cendawan berbentuk lempengan berdiameter 0,5 cm setebal 1-2 mm, dengan bantuan cork borer steril, yang selanjutnya diinokulasikan tepat ditengah-tengah medium agar. Medium yang dipakai adalah medium tauge sukrosa agar yang dibuat dengan cara sebagai berikut: 100 gram tauge (kecambah kacang kedelai yang kira-kira berumur 5 hari) direbus dalam 1 liter air selama kurang lebih 0,5 jam (sampai volume air menjadi setengahnya), lalu disaring. Ekstrak tauge tersebut ditambah 30 gram sukrosa, 10 gram agar dan akuades steril sampai volumenya 1 liter. Selanjutnya pH medium diukur dengan kertas pH meter steril. Jika pH medium terlalu asam maka diberi larutan NaOH 1N tetes demi tetes sampai pH medium mencapai kisaran 5-6, sehingga sesuai untuk pertumbuhan cendawan Basidiommycetes. Sebaliknya jika pH medium terlalu basa maka diberi larutan HCl 1N hingga didapat kisaran pH yang sama. Medium disterilisasi dengan autoklaf pada temperatur 121 C, tekanan 15 psi, selama 15 menit, kemudian dituang dalam cawan petri steril berdiameter 9 cm secara aseptik di dalam laminar air-flow cabinet dan dibiarkan memadat hingga siap dipakai untuk pengujian ekstrak. Penyiapan Ekstrak. Daun dan bunga cengkeh yang akan diekstraksi dipilih yang baik dan segar, lalu dicuci dengan air

mengalir untuk menghilangkan debu atau kotoran lain. Setelah itu ditiriskan dan dikeringanginkan, lalu diblender sampai hancur dan siap diekstraksi. Ekstraksi menggunakan pelarut alkohol 96% dilakukan dengan metode soket di Sub-lab Kimia, Laboratorium MIPA Pusat UNS. Secara garis besar langkah-langkah ekstraksi sebagai berikut: sejumlah tertentu bahan (100 gram) dibungkus dengan kertas saring lalu dimasukkan ke dalam labu ekstraktor, kemudian ditambahkan pelarut sampai bahan terendam sempurna, selanjutnya diekstraksi selama 18-20 sirkulasi sehingga didapat ekstrak yang masih bercampur dengan pelarut. Setelah itu pelarut dihilangkan dengan rotary evaporator atau waterbath hingga didapat ekstrak murni. Ekstrak yang didapat diencerkan secara berseri dengan alkohol 0,1% sehingga didapat konsentrasi ekstrak 100%, 75%, 50% dan 25% (v/v). Pengujian Ekstrak. Pengujian dilakukan dengan metode cawan sebar yaitu dengan memberikan 0,5 ml ekstrak di atas medium agar dan disebarkan dengan batang penyebar steril hingga merata di seluruh permukaannya. Selanjutnya inokulum cendawan berbentuk lempengan dengan diameter 0,5 cm ketebalan 1-2 mm dinokulasikan tepat ditengah-tengah medium dan diinkubasi pada suhu kamar (26-27oC). Analisis dan Interpretasi Data Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat ada tidaknya kontaminasi. Setelah biakan cendawan berumur satu minggu diameter koloninya diukur. Pengukuran dilakukan baik pada cawan perlakuan maupun kontrol. Kontrol yang digunakan adalah medium yang diberi alkohol 0,1% tanpa ekstrak. Masing-masing jenis ekstrak (daun dan bunga cengkeh) dibuat 4 tingkat konsentrasi (25%, 50%, 75% dan 100%) dan masing-masing konsentrasi dibuat 3 ulangan. Data hasil penelitian berupa data kuantitatif yang menunjukkan besarnya diameter koloni biakan cendawan (dinyatakan dalam cm) pada keempat tingkatan konsentrasi ekstrak (dinyatakan dalam %). Data pengamatan dianalisis dengan analisis ragam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dan analisis lanjut dengan Uji Jarak Bergandan Duncan (Duncan Multiple Range Test/DMRT) pada taraf 5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Variabel Kadar ekstrak (minyak) yang diperoleh untuk setiap 100 gram bubuk daun dan bunga cengkeh sekitar 3-4 ml. Ekstrak yang diperoleh diencerkan dengan alkohol 0,1%, sehingga diperoleh konsentrasi 0,25%, 0,50%, 0,75% dan 100%. Penggunaan alkohol 0,1% sebagai pelarut didasarkan penelitian pendahuluan, dimana konsentrasi tersebut tidak mempengaruhi diameter pertumbuhan miselium C.versicolor dan S.commune, sehingga yang berpengaruh hanya ekstrak cengkeh (gambar 1 dan 2). Variabel hasil pengujian ekstrak kasar daun dan bunga cengkeh yang berupa diameter koloni pertumbuhan miselium cendawan uji, C.versicolor dan S.commune, disajikan pada tabel 1.

SUNARTO dkk. Aktivitas Antifungal Ekstrak Cengkeh Tabel 1. Diameter koloni miselium (cm) cendawan uji C.versicolor dan S.commune dengan dan tanpa pemberian ekstrak daun dan bunga cengkeh pada berbagai tingkat konsentrasi Bunga C. versicolor Kelompok Perlakuan S. commune C. versicolor Ulangan Daun S. commune

23

0% 25% 50% 75% 100%

1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

9,0 9,0 8,8 2,7 2,3 2,4 3,1 2,7 2,7 2,9 2,9 3,0 2,2 3,1 1,6

8.8 9,0 8,4 2,0 2,5 3,1 2,9 2,4 2,9 2,4 2,5 2,3 2,6 2,3 2,6

9,0 8,8 9,0 1,8 2,5 4,1 2,7 2,9 2,4 1,9 2,1 2,1 2,8 2,9 2,8

8,8 9,0 8,4 3,0 2,7 2,9 3,4 3,8 3,1 4,0 2,7 4,2 3,5 3,7 3,5

Ekstrak daun cengkeh juga berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan koloni C.versicolor dan S.commune. Pada biakan C.versicolor kontrol rata-rata diameter pertumbuhan koloni umur 7 hari mencapai 8,93 cm. Sementara pada konsentrasi 25%-100% mampu menghambat pertumbuhan pada kisaran 2,88-3,45 cm. Pada biakan S.commune, pemberian ekstrak daun cengkeh dengan konsentrasi 25%-100% mampu menghambat pertumbuhan miselium pada kisaran 2,032,85 cm. Sedang pada biakan kontrol rata-rata pertumbuhannya dapat mencapai 8,73 cm. Pada gambar 3 dan 4 terlihat pengaruh pemberian ekstrak daun dan bunga cengkeh pada konsentrasi 5% terhadap pertumbuhan miselium C.versicolor. Sedang pada gambar 5 dan 6 terlihat pengaruh pemberian ekstrak daun dan bunga cengkeh pada konsentrasi 25% terhadap pertumbuhan miselium S.commune. Persentase penghambatan pertumbuhan miselium C.versicolor dan S.commune dari tabel 2 disajikan pada tabel 3. Persentase penghambatan ini dihitung dengan rumus:
diameter koloni kontrol-diameter koloni perlakuan x 100% diameter koloni kontrol
Tabel 3. Persentase penghambatan pertumbuhan miselium (%) C.versicolor dan S.commune karena pemberian ekstrak daun dan bunga cengkeh pada berbagai tingkat konsentrasi Bunga C. versicolor Kelompok Perlakuan S. commune C. versicolor Daun S. commune 0,00 67,93 69,42 76,75 67,35

Pertumbuhan Koloni Cendawan Hasil analisis data percobaan in vitro pengaruh pemberian ekstrak daun dan bunga cengkeh pada berbagai tingkat konsentrasi terhadap pertumbuhan miselium C.versicolor dan S.commune disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata diameter koloni (cm) cendawan uji C.versicolor dan S.commune dengan dan tanpa pemberian ekstrak daun dan bunga cengkeh pada berbagai tingkat konsentrasi. Bunga C. versicolor Kelompok Perlakuan S. commune C. versicolor Daun S. commune

0% 25% 50% 75% 100%

0,00 72,34 68,87 67,19 74,24

0,00 71,02 68,73 72,51 71,36

0,00 67,75 61,37 59,13 59,69

0% 25% 50% 75% 100%

8,93a 2,47c 2,78c 2,93c 2,30c

8,73a 2,53c 2,73c 2,40c 2,50c

8,93a 2,88b 3,45b 3,65b 3,60b

8,73a 2,80c 2,67c 2,03c 2,85c

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf 5%

Dari tabel 2 diketahui bahwa ekstrak daun dan bunga cengkeh dapat menghambat pertumbuhan miselium C.versicolor dan S.commune. Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) taraf 5% menunjukkan bahwa pemberian ekstrak bunga cengkeh pada semua konsentrasi, yaitu 25%, 50%, 75% dan 100% berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan miselium cendawan. Pada cawan kontrol (tanpa ekstrak bunga), rata-rata diameter pertumbuhan koloni C.versicolor umur 7 hari mencapai 8,93 cm. Sedang pada cawan dengan pemberian ekstrak untuk semua tingkat konsentrasi hanya berkisar antara 2,30-2,93 cm. Di sisi lain diameter rata-rata pertumbuhan koloni S.commune kontrol mencapai 8,73 cm pada umur 7 hari. Sedang pemberian ekstrak bunga cengkeh untuk semua tingkat konsentrasi menyebabkan terhambatnya pertumbuhan koloni cendawan pada kisaran 2,50-2,73 cm.

Ekstrak bunga cengkeh pada konsentrasi 25%-100% dapat menghambat pertumbuhan miselium C.versicolor antara 67,19%-74,24% dan menghambat pertumbuhan miselium S.commune antara 68,73%-72,51%. Pada gambar 7 dan 8 terlihat pengaruh pemberian ekstrak daun dan bunga cengkeh konsentrasi 50% terhadap pertumbuhan miselium C.vesicolor. Sedang pada gambar 9 dan 10 terlihat pengaruh pemberian ekstrak daun dan bunga cengkeh konsentrasi 50% terhadap pertumbuhan miselium S.commune. Pemberian ekstrak daun cengkeh untuk semua tingkat konsentrasi dapat menghambat pertumbuhan miselium C.versicolor antara 59,13%-67,75% dan menghambat pertumbuhan miselium S.commune antara 67,35%-76,75%. Pada gambar 11 dan 12 terlihat pengaruh pemberian ekstrak daun dan bunga cengkeh konsentrasi 75% terhadap pertumbuhan miselium C.versicolor. Sedang pada gambar 13 dan 14 terlihat pengaruh pemberian ekstrak bungan dan daun cengkeh konsentrasi 75% terhadap pertumbuhan miselium S.commune. Pada gambar 15 dan 16 terlihat pengaruh pemberian ekstrak daun dan bunga cengkeh pada konsentrasi 100% terhadap pertumbuhan miselium C.vesicolor. Sedang pada gambar 17 dan 18 terlihat pengaruh perlakuan yang sama terhadap pertumbuhan miselium S.commune.

24

BioSMART Vol. 1, No. 2, Oktober 1999, hal. 20-27

Gambar 1. Pertumbuhan miselium cendawan Coriolus versicolor dengan (kanan) dan tanpa (kiri) pemberian alkohol 0,1% pada umur 7 hari

Gambar 5. Pertumbuhan koloni cendawan Schizophyllum commune dengan (kanan) dan tanpa (kiri) pemberian ekstrak bunga cengkeh konsentrasi 25% pada umur 7 hari

Gambar 2. Pertumbuhan miselium cendawan Schizophyllum commune dengan (kanan) dan tanpa (kiri) pemberian alkohol 0,1% pada umur 7 hari

Gambar 6. Pertumbuhan koloni cendawan Schizophyllum commune dengan (kanan) dan tanpa (kiri) pemberian ekstrak daun cengkeh konsentrasi 25% pada umur 7 hari

Gambar 3. Pertumbuhan koloni cendawan Coriolus versicolor dengan (kanan) dan tanpa (kiri) pemberian ekstrak bunga cengkeh konsentrasi 25% pada umur 7 hari

Gambar 7. Pertumbuhan koloni cendawan Coriolus versicolor dengan (kanan) dan tanpa (kiri) pemberian ekstrak bunga cengkeh konsentrasi 50% pada umur 7 hari

Gambar 4. Pertumbuhan koloni cendawan Coriolus versicolor dengan (kanan) dan tanpa (kiri) pemberian ekstrak daun cengkeh konsentrasi 25% pada umur 7 hari

Gambar 8. Pertumbuhan koloni cendawan Coriolus versicolor dengan (kanan) dan tanpa (kiri) pemberian ekstrak daun cengkeh konsentrasi 50% pada umur 7 hari

SUNARTO dkk. Aktivitas Antifungal Ekstrak Cengkeh

25

Gambar 9. Pertumbuhan koloni cendawan Schizophyllum commune dengan (kanan) dan tanpa (kiri) pemberian ekstrak bunga cengkeh konsentrasi 50% pada umur 7 hari

Gambar 14. Pertumbuhan koloni cendawan Schizophyllum commune dengan (kanan) dan tanpa (kiri) pemberian ekstrak daun cengkeh konsentrasi 75% pada umur 7 hari

Gambar 10. Pertumbuhan koloni cendawan Schizophyllum commune dengan (kanan) dan tanpa (kiri) pemberian ekstrak daun cengkeh konsentrasi 50% pada umur 7 hari

Gambar 15. Pertumbuhan koloni cendawan Coriolus versicolor dengan (kanan) dan tanpa (kiri) pemberian ekstrak bunga cengkeh konsentrasi 100% pada umur 7 hari

Gambar 11. Pertumbuhan koloni cendawan Coriolus versicolor dengan (kanan) dan tanpa (kiri) pemberian ekstrak bunga cengkeh konsentrasi 75% pada umur 7 hari

Gambar 16. Pertumbuhan koloni cendawan Coriolus versicolor dengan (kanan) dan tanpa (kiri) pemberian ekstrak daun cengkeh konsentrasi 100% pada umur 7 hari

Gambar 12. Pertumbuhan koloni cendawan Coriolus versicolor dengan (kanan) dan tanpa (kiri) pemberian ekstrak daun cengkeh konsentrasi 75% pada umur 7 hari

Gambar 17. Pertumbuhan koloni cendawan Schizophyllum commune dengan (kanan) dan tanpa (kiri) pemberian ekstrak bunga cengkeh konsentrasi 100% pada umur 7 hari

Gambar 13. Pertumbuhan koloni cendawan Schizophyllum commune dengan (kanan) dan tanpa (kiri) pemberian ekstrak bunga cengkeh konsentrasi 75% pada umur 7 hari

Gambar 18. Pertumbuhan koloni cendawan Schizophyllum commune dengan (kanan) dan tanpa (kiri) pemberian ekstrak daun cengkeh konsentrasi 100% pada umur 7 hari

26

BioSMART Vol. 1, No. 2, Oktober 1999, hal. 20-27

Jenis dan Konsentrasi Ekstrak Dari kedua jenis ekstrak yang diujikan, secara umum terlihat bahwa ekstrak bunga cengkeh lebih mampu menghambat pertumbuhan miselium kedua cendawan uji. Pada konsentrasi 25-100%, ekstrak bunga cengkeh rata-rata mampu menghambat pertumbuhan miselium C.versicolor hingga 70,66% dan S.commune hingga 70,91%. Sedang ekstrak daun cengkeh rata-rata hanya mampu menghambat pertumbuhan miselium C.versicolor sampai 61,99% dan S.commune sampai 70,36%. Perbedaan ini mungkin disebabkan karena jenis dan konsentrasi kandungan bahan aktif dalam kedua ekstrak ini berbeda. Ekstrak cengkeh secara umum mengandung eugenol, eugenol asetat dan karyofilen yang dapat menghambat pertumbuhan cendawan. Bahan-bahan tersebut dapat mengakibatkan perubahan morfologi miselium, mengganggu pertumbuhan, sporulasi, perkecambahan spora, permeabilitas membran sel, respirasi dan pigmentasi (Horsfall, 1956). Kandungan bahan aktif berbeda-beda tergantung sumbernya. Penghambatan pertumbuhan miselium dilakukan semua jenis bahan aktif dalam ekstrak, tidak tergantung hanya pada satu macam saja. Menurut Suherdi dan Risfaheri (1992), kandungan eugenol cengkeh pada ekstrak/minyak bunga lebih rendah dari pada daun. Pada penelitian ini ekstrak bunga cengkeh relatif lebih mampu menghambat pertumbuhan miselium cendawan dari pada ekstrak daun. Jenis dan kadar kandungan bahan-bahan aktif ekstrak cengkeh juga ditentukan oleh umur sumber ekstrak. Kadar eugenol ekstrak bunga yang lebih tua relatif lebih tinggi dibanding bunga yang lebih muda (Suherdi dan Risfaheri, 1992). Pada penelitian ini bunga untuk ekstraksi diambil secara acak, tanpa membedakan bunga muda dan tua, sehingga umur sumber ekstrak dianggap sama. Dari pengamatan makroskopis pada koloni biakan C.versicolor dan S.commune untuk semua jenis ekstrak (daun dan bunga) serta semua tingkat konsentrasi ekstrak (25%, 50%, 75% dan 100%) terlihat bahwa ekstrak mampu mengurangi diameter pertumbuhan dan kelebatan koloni. Pada pengamatan mikroskopis terlihat bahwa hifa C.versicolor dan S.commune yang diberi ekstrak (daun dan bunga) pada konsentrasi 25-100%, berukuran lebih kecil dibanding kontrol. Kemampuan resistensi S.commune dan C.versicolor berbeda. C.versicolor lebih mampu mempertahankan pertumbuhan, dimana pertumbuhan miselium cendawan yang selamat sekitar 40% (tingkat penghambatan 59,13%-74,24%), sedang pada S.commune hanya sekitar 30% (tingkat penghambatan 67,35%-76,75%) (tabel 3). Penghambatan pertumbuhan terbesar, yaitu 76,75% dihasilkan oleh ekstrak daun cengkeh konsentrasi 75 % terhadap S.commune. Nicholas (1988) mengemukakan bahwa setiap spesies cendawan mempunyai kerentanan yang berbeda terhadap senyawa antifungal. Supriyati dkk. (1994) juga mengemukakan bahwa C.versicolor dan S.commune memberi respon yang berbeda terhadap ekstrak daun Antiaris toxicaria dan Semecarpus heterophylla, dimana C.versicolor cenderung lebih tahan terhadap ekstrak kedua jenis tanaman ini.

Dari Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%, terlihat bahwa antar perlakuan perbedaan konsentrasi (25%, 50%, 75% dan 100%) untuk kedua jenis ekstrak (daun dan bunga) tidak memberi pengaruh nyata dalam menghambat pertumbuhan miselium C.versicolor dan S.commune (tabel 2). Hal ini berarti kenaikan konsentrasi tidak meningkatkan daya hambat ekstrak terhadap pertumbuhan miselium cendawan. Namun juga berarti bahwa pemberian ekstrak berkonsentrasi 25% sudah cukup untuk menghambat pertumbuhannya, sehingga untuk tujuan ekonomis pemberian ekstrak sebaiknya berkonsentrasi 25% atau kurang. Hal ini perlu penelitian lebih lanjut. Suhandi (1992) melaporkan bahwa ekstrak daun cengkeh ( ekstraksi dilakukan dengan alkohol 96%) pada konsentrasi 0,25%, 0,50% dan 1% mampu menghambat pertumbuhan miselium cendawan patogen tanaman. Secara umum peningkatan konsentrasi ekstrak akan meningkatkan persentase penghambatan pertumbuhan, meskipun responnya tidak selalu linear. Salah satu kelemahan ekstrak alami untuk bahan antifungal adalah tidak konsistennya pengaruh yang ditimbulkan, karena jenis dan kadar kandungan bahanbahan aktif yang diperoleh dari tiap kali ekstraksi tidak selalu sama, tergantung cara ekstraksi, umur, bagian organ tanaman yang diekstrak serta lingkungan tempat tumbuh tanaman seperti temperatur dan pH (Bisset, 1955; Watt dan Brandwijk, 1962). Selain itu efektifitas ekstrak juga dipengaruhi enzim yang diproduksi cendawan. Dalam penelitian ini cendawan uji (tergolong Basidiomycetes) diduga memiliki enzim fenol oksidase yang mampu merombak fenol, sehingga efektifitas ekstrak cengkeh tereliminasi. Ekstrak senyawa alami yang bernilai tinggi sebagai bahan antifungal atau fungisida harus stabil, memiliki spektrum luas dalam penghambatan, tidak bersifat racun bagi manusia atau hewan, komposisi seragam, mudah diperoleh dan harga murah (Pelczar dan Chan, 1988). Untuk memantapkan ekstrak cengkeh sebagai bahan antifungal perlu dilakukan uji terhadap spesies-spesies cendawan kayu lain disamping memberikannya langsung pada balok-balok kayu (test-block). KESIMPULAN Ekstrak kasar daun dan bunga cengkeh (Syzigium aromaticum L.) pada konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100% (v/v) mampu menghambat pertumbuhan miselium cendawan perusak kayu, yaitu Coriolus versicolor dan Schizophyllum commune, dengan persentase penghambatan berbeda-beda. Persentase penghambatan terbesar dihasilkan ekstrak daun cengkeh terhadap pertumbuhan miselium Schizophyllum commune, yaitu 76,75%. DAFTAR PUSTAKA
Atlas, R.M. 1984. Microbiology Fundamentals and Applications. New York: Macmillan Publisher Company Bisset, N.G. 1955. Cardiac glycosides. Penyunting: The Staff of Treub Laboratory. Annales Bogorienses 2: 211-217. Burdsall, H.H. 1982. A Field Guide to Mushroom and Their Relatives. New York: Van Nostrand Reinhold. Campbell, R. 1985. Plant Microbiology. Bristol: Edward Arnold.

SUNARTO dkk. Aktivitas Antifungal Ekstrak Cengkeh Cooke, W.B. 1961. The Genus Schizophyllum. Journal of Mycologia 53: 575-599. Furia, T.E. and N. Bellanca. 1975. Fenarolis Handbook of Flavor Ingredients, Volume 2. Cleveland: CRC Press. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, Volume I. Jakarta: Yayasan Wana Jaya, Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Horsfall, J.G. 1956. Principles of Fungicidal Action. Waltham-Mass.: The Chronica Botanical Comp. Landecker, E.M. 1982. Fundamental of The Fungi. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Markham, K.R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Bandung: Penerbit ITB. Nicholas, D.D. 1988. Kemunduran (Deteriorasi) Kayu dan Pencegahannya dengan Perlakuan Pengawetan. Surabaya: Airlangga University Press. Padlinurjaji, I.D. 1979. Pelapukan Kayu oleh Jamur (Wood Decay). Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. Pelczar, M. dan E.C.S. Chan. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi (Penerjemah: R.S. Hadioetomo, T. Imas, S.S. Tjitrosoma, S.Lestari Angka). Jakarta: Universitas Indonesia Press Prawiranata, W, S. Harran dan P. Tjondronegoro. 1995. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan, Jilid I. Bogor: Departemen Botani FMIPA IPB. Rayner, A.D.M. dan L. Boddy. 1988. Fungal Decomposition of Wood, Its Biology and Ecology. New York: John Wiley and Sons. Resopim. 1990. Pengaruh Penghambatan Ekstrak Segar Rempahrempah Tropis Terhadap Beberapa Cendawan dan Bakteri Patogen Tumbuhan. Laporan Masalah Khusus. Bogor: Jurusan Biologi FMIPA IPB. Sitanggang, R. 1991. Pengujian Ekstrak Etanol Tiga Macam Rempahrempah Terhadap Enam Cendawan Patogen pada Padi dan Kacang-kacangan. Laporan Masalah Khusus. Bogor: Jurusan Biologi FMIPA IPB.

27

Solichatun. 1994. Pengujian Aktivitas Antifungal Ekstrak Tanaman Beracun Terhadap Pertumbuhan Miselium cendawan Perusak Kayu Secara In Vitro di Balai Penelitian dan Pengembangan Mikrobiologi Bogor. Laporan Praktek Lapangan. Bogor : Jurusan Biologi FMIPA IPB. Subowo,Y.B. dan E. Kasim. 1992. Pengujian Ekstrak Akar Derris heterophylla (Miq.) Valeton Untuk Meningkatkan Ketahanan Kayu. Bogor: Buletin Kebun Raya Indonesia 7 (3): 79-83. Suhandi. 1992. Pengujian Tiga Ekstrak Tanaman Obat Tropis Terhadap Pertumbuhan Enam Kapang Patogen Tanaman. Laporan Masalah Khusus. Bogor: Jurusan Biologi FMIPA IPB. Suherdi dan Risfaheri. 1992. Karakteristik Bunga dan Minyak Cengkeh pada Tiga Tingkat Kematangan. Buletin Penelitian Tanaman Industri, No. 4. Bogor: Balitbang, Puslitbang Tanaman Industri. Supriyati, D., Ernawati K.S. dan G. Kartina. 1993. Pengujian In Vitro Ekstrak Daun Tanaman Beracun Terhadap Dua Jenis Jamur Perusak Kayu. (Penyunting: A.S. Adhikerana, E.B. Waluyo dan H.Yulistiyo). Proseding Seminar Hasil Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Hayati, Puslitbang Biologi-LIPI Bogor 14 Juni 1993. Bogor: Proyek Penelitian dan Penggembangan Sumber Daya Hayati Puslitbang Biologi-LIPI. Sutadi. 1991. Pengujian Sepuluh Ekstrak Kasar Tanaman Obat Terhadap Pertumbuhan Tiga Jenis Cendawan dan Dua Jenis Bakteri Patogen Tanaman Pangan. Laporan Masalah Khusus. Bogor: Jurusan Biologi FMIPA IPB. Watt, J..M. and M.G.B. Brandwijk. 1962. The Medicinal and Poisonous Plants of Southern and Eastern Africa. London: E & S Livingstone Ltd. Wery. 1994. Pertumbuhan dan Perkembangan Jamur Gerigit (Schizophyllum commune). Laporan Masalah Khusus. Bogor: Jurusan Biologi FMIPA IPB.

Anda mungkin juga menyukai