Anda di halaman 1dari 6

Perikatan Tanggung Menanggung Terjadi antara seorang debitur berhadapan dengan beberapa orang kreditur, atau seorang kreditur

tur berhadapan dengan beberapa orang debitur Apabila kreditur terdiri dari beberapa orang, ini disebut tanggung-menanggung aktif (pasal1278 KUH Perdata) Kreditur yang menderita kerugian karena salahnya debitur hanya berhak menuntut ganti kerugian terhadap debitur yang bersalah itu (pasal 1285 KUH Perdata) Demikian pula dengan tuntutan pembayaran bunga yang dilakukan terhadap salah satu debitur tanggung-menanggung, berlaku juga terhadap debiturdebitur lainnya (pasal 1286) Jika diantara debitur tangung-menanggung itu ada hubungan hukum lain dengan kreditur atau mempunyai kedudukan yang istimewa terhadap kreditur, maka hubungan hukum tersebut harus dipisahkan dari hubungan hukum tanggung menanggung itu. (Pasal 1287 KUH Perdata)

HAPUSNYA PERIKATAN 10 cara hapusnya perikatan 1381 KUH Perdata : 1. Pembayaran 2. Penawaran pembayaran tunai diikuti penitipan 3. Pembaharuan hutang (novasi) 4. Perjumpaan hutang (kompensasi) 5. Percampuran Hutang 6. Pembebasan Hutang 7. Musnahnya Benda yang Terhutang 8. Karena Pembatalan 9. Berlaku syarat batal 10. Lampau waktu (daluarsa) Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan sesuatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Kontrak adalah suatu kesepakatan yang diperjanjikan diantara dua pihak atau lebih yang dapat memodifikasi atau menghilangkan hubungan hukum.

Peraturan yang dijadikan sebagai dasar hukum perjanjian adalah KUHPerdata Buku III Bab II yang berjudul Perikatan-perikatan yang Dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian Secara sistematis pengaturan mengenai perjanjian dalam KUH Perdata ini terdiri dari empat bagian, yakni dari Pasal 1313 1351 Bagian I yang mengatur tentang Ketentuan Umum (Pasal 1313 1319 KUH Perdata) Bagian II yang mengatur tentang Syarat-Syarat Sahnya Suatu Perjanjian (Pasal 1320 1337 KUH Perdata) Bagian III yang mengatur tentang Akibat-Akibat dari Perjanjian (Pasal 1338 1341 KUHPerdata) Bagian IV yang mengatur tentang Penafsiran Perjanjian-Perjanjian (Pasal 1342 1351 KUHPerdata) Pasal 1266 dan 1267 Bab I Buku III KUH Perdata yaitu tentang Perikatan Perikatan Bersyarat Yang Merupakan Syarat-Syarat Putus Yakni Wanprestasi Pasal 1446 1456 KUHPerdata tentang Kebatalan Dan Pembatalan

1.

2.

Hubungan yang erat antara perjanjian dengan perikatan ini dapat dilihat pada Pasal 1233 yang menyatakan : Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena perjanjian, baik karena Undang undang. Hal ini berarti, perjanjian melahirkan perikatan, demikian juga halnya dengan undang-undang yang menentukan lahirnya perikatan Subyek Perjanjian : Pihak-pihak yang mengadakan atau melaksanakan perjanjian dan juga terikat dengan perjanjian tersebut Subjek perjanjian dapat berupa : a. Manusia pribadi (Natuurlijk Persoon) b. Badan hukum (Recht persoon) Objek perjanjian atau Pokok perjanjian : Adanya hal tertentu sesuai pasal Pasal 1320 KUH Perdata

Unsur-unsur Perjanjian : a. Para pihak yang sedikit-dikitnya dua orang b. Ada persetujuan antara pihak-pihak itu c. Ada tujuan yang akan dicapai dengan diadakannya perjanjian d. Ada prestasi yang akan dilaksanakan e. Adanya bentuk tertentu f. Ada syarat-syarat tertentu Asas-Asas Dalam Perjanjian : 1. Asas Kebebasan Berkontrak Bahwa setiap orang bebas mengadakan perjanjian apa saja baik sudah ataupun belum diatur oleh Undangundang, bebas untuk tidak mengadakan perjanjian, bebas untuk mengadakan perjanjian dengan siapa pun dan juga bebas untuk menentukan isi, syarat dan luasnya perjanjian Kebebasan dalam asas ini asalkan tidak melanggar ketentuan UndangUndang, tidak melanggar kepentingan umum dan kesusilaan. Asas Konsensualisme Suatu perjanjian atau perikatan yang timbul atau lahir adalah sejak detik tercapainya sepakat mengenai hal-hal pokok dan tidak diperlukan suatu formalitas Dalam pelaksanaannya Undang-undang menetapkan tetap adanya suatu formalitas tertentu. Misalnya adanya keharusan menuangkan perjanjian kedalam bentuk tertulis atau dengan akta notaris Asas Kepatutan Pengaturan asas ini ditegaskan dalam Pasal 1339 KUHPerdata, yakni: Perjanjian-perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau Undang-undang Asas Kekuatan Mengikat Asas ini dinyatakan secara tegas dalam Pasal 1338 Ayat (1) KUHPerdata yang berbunyi : Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai UndangUndang bagi mereka yang membuatnya. Asas Keseimbangan
3

2.

3.

4.

5.

Asas keseimbangan menghendaki kedua belah pihak memenuhi melaksanakan perjanjian yang telah mereka buat dan mereka sepakati. 6.

dan

Asas Kepastian Hukum Perjanjian sebagai suatu bentuk produk hukum hendaklah mengandung kepastian hukum bagi kedua belah pihak, maka perjanjian itu haruslah mempunyai kekuatan mengikat layaknya sebagai Undang undang untuk para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut. Bersifat Obligatoir Hak milik baru akan berpindah jika telah diperjanjikan tersendiri, hal ini biasanya disebut dengan perjanjian yang bersifat kebendaan. Bersifat Pelengkap Bersifat pelengkap maksudnya yaitu pasal-pasal dalam Undang-undang boleh disingkirkan apabila para pihak dalam perjanjian menghendakinya, dan mereka sepakat membuat ketentuan sendiri

7.

8.

Buku Ketiga KUH Perdata pada Pasal 1338-1341 mengatur mengenai akibat dari perjanjian, antara lain sebagai berikut : a. Berlaku sebagai Undang-Undang Dasar hukumbahwa perjanjian berlaku sebagai Undang-undang adalah Pasal 1338 Ayat (1) KUHPerdata. Hukuman bagi yang melanggar perjanjian ditetapkan oleh hakim berdasarkan Undang-undang atau berdasarkan permintaan pihak lainnya. Adapun bentuk sanksi yang diberikan dapat berupa : 1). Membayar ganti kerugian (Pasal 1234 KUHPerdata) 2). Perjanjian dapat diputuskan (Pasal 1266 KUHPerdata) 3). Menanggung beban resiko (Pasal 1237 Ayat (2) KUHPerdata) 4). Membayar biaya perkara jika sampai dibawa kehadapan hakim pengadilan (Pasal 181 Ayat (1) HIR). b. Tidak dapat ditarik kembali Perjanjian yang telah dibuat secara sah dan mengikat para pihak yang membuat perjanjian tidak dapat ditarik kembali secara sepihak. Akan tetapi perjanjian tersebut dapat saja ditarik kembali apabila : Memperoleh persetujuan dari pihak lainnya. Adanya alasan-alasan yang cukup kuat menurut Undang-undang.
4

Alasan-alasan yang dimaksud adalah alasan yang terdapat dalam KUHPerdata yakni pada Pasal 1571, 1587, 1814 dan 1817.

c. Pelaksanaan perjanjian dengan itikad baik Maksud dari pelaksanaan perjanjian dengan itikad baik disini adalah sebagaimana yang diatur dalam pasal 1338 KUHPerdata yaitu pelaksanaan perjanjian itu hendaknya berjalan dengan memperhatikan norma-norma kepatutan, kesusilaan serta Undang-undang, yakni menyangkut nilai-nilai yang patut, pantas, sesuai, cocok, sopan , layak dan beradab yang ada dalam masyarakat Menurut ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata, syarat-syarat sah tersebut antara lain: 1. Adanya persetujuan kehendak antara para pihak yang membuat perjanjian; 2. Adanya kecakapan para pihak untuk membuat perjanjian; 3. Ada suatu hal tertentu; 4. Ada suatu sebab yang halal. Syarat pertama dan kedua di atas disebut syarat subjektif, karena melekat pada diri orang yang menjadi subjek perjanjian. Jika syarat ini tidak dipenuhi, perjanjian dapat dibatalkan. Tetapi jika tidak dimintakan pembatalan kepada Hakim, perjanjian itu tetap mengikat pihak-pihak, walaupun diancam pembatalan sebelum lampau waktu lima tahun (pasal 1454 KUHPdt). Syarat ketiga dan kempat merupakan disebut syarat objektif, karena mengenai sesuatu yang menjadi object perjanjian. Kebatalan ini dapat diketahui apabila perjanjian tidak mencapai tujuan karena salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Kemudian diperkarakan ke Muka hakim, dan Hakim menyetakan perjanjian batal, karena tidak memenuhi syarat objektif. Persetujuan kehendak adalah kesepakatan antara pihak-pihak yang mengadakan perjanjian, dalam arti apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lainnya. Menurut Pasal 1322 ayat i dan 2 KUH Perdata, kekeliruan atau kekilafan tidak mengakibatkan batal suatu perjanjian, kecuali apabila kekeliruan atau kekilafan itu terjadi mengenai hakekat benda yang menjadi pokok perjanjian atau mengenai sifat khusus/keahlian khusus diri orang dengan siapa diadakan perjanjian.
5

Akibat Hukum tidak ada persetujuan kehendak (karena paksaan, kehilafan, penipuan) ialah bahwa perjanjian itu dapat dimintakan pembatalannya kepada Hakim (vernietigbaar, voidable). Menurut ketentuan pasal 1454 KUH Pdt, pembatalan dapat dimintakan dalam tenggang waktu lima tahun, dalam hal ada paksaan dihitung sejak hari paksaan itu berhenti; dalam hal ada kehilafan dan penipuan dihitung sejak hari diketahuinya kekhilafan dan penipuan itu. Berakhirnya persetujuan harus benar-benar dibedakan dari pada hapusnya perikatan, karena suatu perikatan dapat hapus sedangkan persetujuannya yang merupakan sumbernya masih tetap ada. Hal tersebut bisa ditemukan dalam perjanjian jual beli, dimana apabila harga sudah dibayar maka perikatan mengenai pembayaran sudah hapus, tetapi perjanjiannya belum hapus karena perjanjian penyerahan barang belum terlaksana. Berakhirnya perjanjian sebagai akibat dari berakhirnya semua perikatan ini tidaklah berlaku secara mutlak, karena ada perjanjian yang menyebabkan suatu perikatan hapus atau berakhir. Hal tersebut dapat kita temui dalam suatu perjanjian yang berlaku surut, misalnya saja akibat dari pembatalan yang disebabkan oleh salah satu pihak melakukan wanprestasi (Pasal 1266 KUHPerdata) maka segala perikatan yang telah terlaksana menjadi hapus.

Anda mungkin juga menyukai