Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK CHILD ABOUSE

Disusun untuk Mengetahui Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak

Disusun oleh : NINDI PUSPITASARI 7308017

UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM FAKULTAS ILMU KESEHATAN PRODI S1-KEPERAWATAN JOMBANG 2011

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur ke hadirat Allah SWT atas karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul child abouse. Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum Jombang 2. Seluruh Dosen dan Staf pendidikan FIK UNIPDU yang telah banyak memberikan bimbingan dan bantuan selama penyusunan makalah. 3. Untuk semua temen yang sudah membentu dalam proses pembuatan makalah. 4. Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah memberi kesempatan, dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan makalah ini. Khususnya dan pembaca umumnya.

Jombang,

Juni 2011

Penulis

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Kasus kekerasan pada anak dalam kurun waktu belakangan ini semakin marak, baik kekerasan dalam bentuk fisik maupun non fisik. Untuk kasus kekerasan fisik lebih mudah dilihat karena biasanya menimbulkan bekas atau tanda fisik. Kasus ini membuat banyak pihak prihatin karena korbanya adalah anak-anak yang seharusnya mendapat perlindungan dan perhatian dari orang dewasa, tetapi justru mendapat perlakuan yang sebaliknya. Child abous tau perlakuan yang salah terhadap anak didefinisikan sebagai segala perlakuan buruk terhadap anak ataupun adolens oleh orang tua, wali atau orang lain. Sementara menurut U.S Departement of Health, Education and Wolfare memberikan definisi Child Abous sebagai kekerasan fisik atau mental, kekerasan seksual dan penelantaran terhadap anak dibawah usia 18 tahun yang dilakukan oleh orang yang seharusnya bertanggung jawab terhadap kesejahteraan anak sehingga keselamatan dan kesejahteraaan anak terancam. Menurut Soetjiningsih (2006), meskipun sudah ada UU no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, tetapi saja banyak terjadi kekerasan pada anak terutama kekerasan fisik, data dari WhO menunjukkan bahwa 5-15 % dari jumlah anak yang berumur 3-15 tahun pernah mengalami penganiayaan fisik. 1.2 Tujuan a. Mengetahui definisi dari child abous b. Mengetahui etiologi dan manifestasi klinik c. Mengetahui patofisiologi dari child abous d. Mengetahui penatalaksaan dari child abous e. Mengetahui diagnosa yang kemungkinan muncul

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Child abous adalah sebagai tindakan mencederai oleh seseorang terhadap orang lain. Child abous dapat menimbulkan akibat yang panjang, seorang anak yang pernah mengalami kekerasan, dapat menjadi orang tua yang memperlakukan anaknya dengan cara yang sama. Macam child abous yaitu : a. Emotional abous Perlakuan yang dilakukan oleh orang tua seperti menolak anak, meneror, mengabaikan anak. Hal tersebut akan membuat anak merasa dirinya tidak dicintai, atau merasa buruk dan tak ternilai. Hal ini akan menyebabkan kerusakan mental fisik, sosial, menyal dan emosional anak. Indikator fisik kelainan bicara, gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan. Indikator prilaku; kelainan kebiasaan (manggigit, atau memukul-mukul) b. Physical abous Cereda yang dialami oleh seseorang anak bukan karena kecelakan atau tindakan yang dapat menyebabkan cedera seruis pada anak. Biasanya berupa luka memar, luka bakar. Indikator fisik; luka memar, gigitan amanusia, patah tulang, cakaran. Indikator prilaku; waspada saat bertemu orang dewasa, menyendiri, takt pada orang tua, takut untuk pulang ke rumah, mencuri, berbohong. c. Neglect Kegagalan orang tua untuk memberikan kebutuhan yang sesuai bagia ank, seperti tidak memberi rumah, makanan, pakaian, meninggalkan anak sendiri. Indikator fisik; kelaparan, selalu mengantuk, kurangnya perhatian, masalah kesehatan yang tidak ditangani. Indikator prilaku; sering tidur, meminta, mencuri makanan,kurangnya perhatian yang kurang

d. Sexual abous Menggunakan anak untuk tindakan sexual, mengambil gambar pornografi anak-anak Indikator fisik; kesulitan untuk berjalan, nyeri atau gatal di area genital, memar atau perdarahan di area genital. Indikator prilaku; pengetahuan tentang seksual atau sentuhan seksual yang tidak sesuai dengan usisa, perubahan pada penampilan, kurang bergaukl dengan teman sebaya. Faktor Resiko Menurut Helfer dan Kempe dalam Pilitery ada 3 faktor yang menyebabkan child abous, yaitu: Orang tua memiliki potensi untuk melukiai anak-anak, orang tua yang memiliki kelainan mental, atau orang tua yang tidak memahami tumbuh kembang anak. Menurut pandangan orang tua anak terlihat berbeda dari anak lain. Hal ini dapat terjadi pada anak yang tidak diinginkan atau anak yang tidak direncanakan, anak yang cacat, hiperaktif, cengeng, anak dari orang lain yang tidak disukai, misalnya anak mantan suami/istri, anak tiri, serta anak dengan berat lahir rendah(BBLR). Pada anak BBLR saat bayi dilahirkan, mereka harus berpisah untuk beberapa lama, padahal pada beberapa hari inilah normal bonding akan terjalin. Adanya kejadian khusus : Stress. Stressor yang terjadi bisa jadi tidak terlalu berpengaruh jika hal tersebut terjadi pada orang lain. Kejadian yag sering terjadi misalnya adanya tagihan, kehilangan pekerjaan, adanya anak yang sakit, adanya tagihan, dll. Kejadian tersebut akan membawa pengaruh yang lebih besar bila tidak ada orang lain yang menguatkan dirinya di sekitarnya Karena stress dapat terjadi pada siapa saja, baik yang mempunyai tingkat sosial ekonomi yag tinggi maupun rendah, maka child abuse dapat terjadi pada semua tingkatan. 2.2 Etiologi Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak mengalami kekerasan. Baik kekerasan fisik maupun kekerasan psikis, diantaranya adalah:

Stres yang berasal adri anak : Fisik berbeda, yang dimaksud dengan fisik berbeda adalah kondisi fisik anak berbeda anak yang lainnya. Contoh anak mengalami cacat fisik. Mental berbeda yaitu anak yang mengalami keterbelakangan mental sehingga anak mengalami masalah pada perkembangan dan sulit berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya. Temperamen berbeda, anak dengan temperamen yang lemah cendrung mengalami banyak kekerasan bila dibandingkan dengan anak yang memiliki temperamen keras. Tingkah laku berbeda, yaitu anak yang memiliki tingkah laku yang tidak sewajarnya dan berbeda dengan anak lain. Misalnya anak berperilaku aneh di lingkungan sekitarnya. Anak angkat, anak angkat cendrung mendapatkan perlakuan kasar disebabkan orang tua menganggap bahwa anak angkat bukanlah buah hati dari hasil perkawinan sendiri sehingga secara naluriah tidak ada hubungan emosional yang kuat antara anak angkat danorang tua. 2.3 Manifestasi Klinik Akibat pada fisik anak yaitu diantaranya : Lecet, luka bekas gigitan, luka bakar, patah tulang, adanya kerusakan organ dalam lainnya. Sekuel atau cacat sebagai akibat trauma, misalnya jaringan parut, kerusakan saraf, gangguan pendengaran, kerusakan mata. Kematian Akibat pada tumbuh kembang anak. Pertumbuhan dan perkembangan anak yang mengalami perlakuan salah, pada umumnya lebih lambat dari anak yang normal, yaitu: Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak-anak sebayanya yang tidak mendapat perlakuan salah. Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan, yaitu: Kecerdasan a) Berbagai penelitian melaporkan terdapat keterlambatan dalam perkembangan kognitif, bahasa, membaca, dan motorik.

b) Retardasi mental dapat diakibatkan trauma langsung pada kepala, juga karena malnutrisi. c) Pada beberapa kasus keterlambatan ini diperkuat oleh tidak adanya stimulasi yang adekuat atau karena gangguan emosi. Emosi a) Terdapat gangguan emosi pada: perkembangan konsep diri yang positif, atau bermusuh dalam mengatasi sifat agresif, perkembangan hubungan sosial dengan orang lain, termasuk kemampuan untuk percaya diri. b) Terjadi pseudomaturitas emosi. Beberapa anak menjadi agresif atau bermusuhan dengan orang dewasa, sedang yang lainnya menjadi menarik diri atau menjauhi pergaulan. Anak suka ngompol, hiperaktif, perilaku aneh, kesulitan belajar, gagal sekolah, sulit tidur, dsb. Konsepdiri Anak yang mendapat perlakuan salah merasa dirinya jelek, tidak dicintai, tidak dikehendaki, muram, dan tidak bahagia, tidak mampu menyenangi aktifitas dan bahkan ada yang mencoba bunuh diri. Agresif Anak yang mendapat perlakuan salah secara badani, lebih agresif terhadap teman sebayanya. Sering tindakan egresif tersebut meniru tindakan orang tua mereka atau mengalihkan perasaan agresif kepada teman sebayanya sebagai hasil miskinnya konsep diri. Hubungan sosial Pada anak-anak ini sering kurang dapat bergaul dengan teman sebayanya atau dengan orang dewasa. Mereka mempunyai sedikit teman dan suka mengganggu orang dewasa, misalnya dengan melempari batu atau perbuatan-perbuatan kriminal lainnya. 2.4 Patofisiologi Jumlah pelaporan pada pelayanan perlindungan anak children protective service (CPSI) dan perwakilan pelaksanaan hukum di kecamatan dimana penyiksaan dan penganiayaan terjadi naik dengan mantap sejak laporan diamati

pada tahun 1960. Laporan semua jenis penyiksaan naik 50%, dari 30 per 1000 anak sampai 45 per 1000, antara tahun 1985 dan tahun 1992. Pada tahun 1992, 2,9 juta laporan CPS diaripkan dan 1.261 anak meninggal karena penganiayaan. Dari anak anka yang dilaporkan 85% sebelum usia 5 tahun dan 45% sebelum usia 1 tahun. 60 % laporan ini diperkuat oleh CPS. Penambahan dalam laporan ini terutama akibat perbaikan penemuan dan pelaporan khasus. Dengan kedatangan tim peninjauan kematian anak diharapkan lebih sedikit, dikarenakan kematian anak lebih banyak disebabkan oleh penyiksaan fisik. Insiden penyiksaan anak yang sebenarnya belum ditemukan dan insiden penyiksaan anak yang diketahui, surve keluarga dengan anak anak umur 3 8 tahun menunjukkan bahwa 140 dari 1000 ( 14 % ) ditendang, digigit , ditinju, dipukul dengan obyek, dipukul habis habisan, atau diancam dengan pisau atau senjata api pada anak umur 1 tahun. Sekitar 10% jelas pada anak sebelum umur 5 tahun yang ditemukan pada bagian gawat darurat karena penyiksaan + 15% jarinya dimasukkan karena luka bakar dan 50 % anak anak sebelum usia 1 tahun dengan fraktur karena disiksa. Pada tahun 1991, sistem data Nasional penyiksaan dan penganiayaan anak menunjukkan bahwa 24% dari 838.232 laporan adalah karena penyiksaan fisik 7 % anak sebelum umur 4 8 tahun, angka laporan menurun pada anak yang lebih tua. Dari 1.229 penilaian yang diakukan dirumah sakit pediatrik selama massa yang sama,pelaksanaan yang paling sering adalah ayah (21 %) ibu (21 %), teman kencan ibu (9 %), pengasuh (8 %) dan ayah tiri (5 %). Umur rata rata penyiksaan adalah 25 tahun. Klasifikasi Perlakuan salah terhadap anak, dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu: 1. Dalam keluarga Penganiayaan fisik Kelainan atau penelantaran anak Penganiayaan emosional Sindrom munchausen 2. Diluar keluarga Dalam institusi / lembaga

Ditempat kerja Dijalan Dimedan perang Bukan tidak mungkin anak anak ini mendapat perlakuan salah ini dapat diperoleh dalam keluarga dan diluar keluarga. Misalnya anak yang ditelantarkan dirumah, kemudian menjadi anak gelandangan dijalan jalan, ditempat baru ini pun ada kemungkinan mendapat perlakuan penganiayaan fisik,seksual,dsb. Bentuk perlakuan salah pada anak tersebut adalah sebagai berikut : 1. Penganiyaan fisik Yaitu cidera fisik sebagai akibat hukuman badan diluar batas, kekejaman atau pemberian racun 2. Kelainan Kelainan ini selain tidak sengaja, juga akibat dari ketidak tahuan kesulitan ekonomi. Bentuk kelainan ini antara lain yaitu : a) Pemeliharaan yang kurang memadai, yang dapat mengakibatkan gagal tumbuh ( failure to thrive), anak meras kehilangan kasih sayang, gangguan kejiwaan,keterlambatan perkembangan. b) Pengawasan yang kurang,dapat menyebabkan anak mengalami resiko untuk terjadi trauma fisik dan jiwa. c) Kelainan mendapat pengobatan meliputi, kegagalan merawat anak dengan baik. Misalnya imunisasi atau kelalaian dalam mencari pengobatan sehingga memperburuk penyakit anak. d) Kelainan dalam pendidikan meliputi kegagalan dalam mendidik anak untuk mampu berinteraksi dengan lingkungan nya, gagal menyekolahkan nya atau menyuruh anak mencari nafkah untuk keluarganya sehingga anak terpaksa putus sekolah. 3. Penganiayaan emosional Ditandai dengan kecemasan kata-kata yang merendahkan anak atau tidak mengakui sebagai anak. Keadaan ini sering kali berlanjut dengan

melalaikan anak, mengisolasi anak, dari lingkungan nya / hubungan sosialnya /menyalahkan anak penganiayaan lain. 4. Penganiayaan seksual Mengajak anak untuk melakukanaktifitas seksual yang melanggar norma norma sosial yang berlaku dimasyarakat, dimana anak tidak memahami / tidak bersedia. Aktifitas seksual dapat berupa semua bentuk oral genital,genital,anal atau sodomi. Penganiayaan seksual oleh orang yang masih ada hubungan keluarga. 5. Sindrom Munchausen Sindrom ini merupakan permintaan pengobatan terhadap penyakit yang dibuat buat dan pemberian keterangan palsu untuk menyokong tuntutan.

Pemeriksaan a. Penganiayaan fisik Tanda patogomonik akibat penganiayaan anak dapat berupa: Luka memar, terutama di wajah, bibir, mulut, telinga, kepala, atau punggung. Luka bakar yang patogomonik dan sering terjadi: rokok, pencelupan kaki-tangan dalam air panas, atau luka bakar berbentuk lingkaran pada bokong. Luka bakar akibat aliran listrik seperti oven atau setrika. Trauma kepala, seperti fraktur tengkorak, trauma intrakranial, perdarahan retina, dan fraktur tulang panjang yang multipel dengan tingkat penyembuhan yang berbeda. Trauma abdomen dan toraks lebih jarang dibanding trauma kepala dan tulang pada penganiayaan anak. Penganiayaan fisik lebih dominan pada anak di atas usia 2 tahun. b. Penganiayaan seksual Tanda dan gejala dari penganiayaan seksual terdiri dari: Nyeri vagina, anus, dan penis serta adanya perdarahan atau sekret di vagina.Disuria kronik, enuresis, konstipasi atau encopresis.Pubertas prematur pada wanita Tingkah laku yang spesifik: melakukan aktivitas seksual dengan teman sebaya, binatang, atau objek tertentu. Tidak sesuai dengan pengetahuan seksual dengan umur anak serta tingkah laku yang menggairahkan. Tingkah laku yang tidak spesifik: percobaan bunuh diri, perasaan takut pada orang dewasa, mimpi buruk, gangguan tidur, menarik diri, rendah diri, depresi, gangguan stres post-traumatik, prostitusi, gangguan makan, dsb. c. Laboratorium Jika dijumpai luka memar, perlu dilakuak skrining perdarahan. Pada penganiayaan seksual, dilakukan pemeriksaan:

Swab untuk analisa asam fosfatase, spermatozoa dalam 72 jam setelah penganiayaan seksual. Kultur spesimen dari oral, anal, dan vaginal untuk genokokus. Tes untuk sifilis, HIV, dan hepatitis B analisa rambut pubis. d. Radiologi Ada dua peranan radiologi dalam menegakkan diagnosis perlakuan salah pada anak, yaitu untuk: Identifikasi fokus dari jelas Dokumentasi Pemeriksaan radiologi pada anak di bawah usia 2 tahun sebaiknya dilakukan untuk meneliti tulang, sedangkan pada anak diatas 4-5 tahun hanya perlu dilakukan jika ada rasa nyeri tulang, keterbatasan dalam pergerakan pada saat pemeriksaan fisik. Adanya fraktur multiple dengan tingkat penyembuhan adanya penyaniayaan fisik.CT-scan lebih sensitif dan spesifik untuk lesi serebral akut dan kronik, hanya diindikasikan pada pengniayaan anak atau seorang bayi yang mengalami trauma kepala yang berat.MRI (Magnetik Resonance Imaging) lebih sensitif pada lesi yang subakut dan kronik seperti perdarahan subdural dan sub arakhnoid. Ultrasonografi digunakan untuk mendiagnosis adanya lesi visceral. Pemeriksaan kolposkopi untuk mengevaluasi anak yang mengalami penganiayaan seksualkegiatan dan program yang ditujukan pada individu, keluarga, dan masyarakat. A. Penatalaksaan Pencegahan dan penanggulangan penganiayaan dan kekerasan pada anak adalah melalui: Pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan dapat melakukan berbagai Prevensi primer-tujuan: promosi orangtua dan keluarga sejahtera. a. Individu Pendidikan kehidupan keluarga di sekolah, tempat ibadah, dan masyarakat

Pendidikan pada anak tentang cara penyelesaian konflik Pendidikan seksual pada remaja yang beresiko Pendidikan perawatan bayi bagi remaja yang merawat bayi Pelayanan referensi perawatan jiwa Pelatihan bagi tenaga profesional untuk deteksi dini perilaku kekerasan.

b. Keluarga Kelas persiapan menjadi orang tua di RS, sekolah, institusi di masyarakat Memfasilitasi jalinan kasih sayang pada orang tua baru Rujuk orang tua baru pada perawat Puskesmas untuk tindak lanjut (follow up) Pelayanan sosial untuk keluarga

c. Komunitas Pendidikan kesehatan tentang kekerasan dalam keluarga Mengurangi media yang berisi kekerasan Mengembangkan pelayanan dukungan masyarakat, seperti:

pelayanan krisis, tempat penampungan anak / keluarga / usialanjut / wanita yang dianiaya stress a. Individu Pengkajian yang lengkap pada tiap kejadian kekerasan pada keluarga pada tiap pelayanan kesehatan Rencana penyelamatan diri bagi korban secara adekuat Pengetahuan tentang hukuman untuk meminta bantuan dan perlindungan Tempatperawatanatau Foster home untukkorban. Kontrol pemegang senjata ap idan tajam

Prevensi sekunder-tujuan: Diagnosa dan tindakan bagi keluarga yang

b. c.

Keluarga Pelayanan masyarakat untuk individu dan keluarga Rujuk pada kelompok pendukung di masyarakat (self-help-group). Misalnya: kelompok pemerhati keluarga sejahtera Rujuk pada lembaga atau institusi di masyarakat yang memberikan pelayanan pada korban. Komunitas Semua profesi kesehatan terampil memberikan pelayanan pada korban dengan standar prosedur dalam menolong korban Unit gawat darurat dan unit pelayanan 24 jam memberi respon, melaporkan, pelayanankasus, koordinasi dengan penegak hukum atau dinas sosial untuk pelayanan segera. Tim pemeriksa mayat akibat kecelakaan atau cedera khususnya bayi dan anak. Peran serta pemerintah: polisi, pengadilan, dan pemerintah setempat Pendekatan epidemiologi untuk evaluasi Kontrol pemegang senjata api dan tajam redukasi dan rehabilitasi keluarga dengan

Prevensitertier-tujuan: kekerasan. a. Individu

Strategi pemulihan kekuatan dan percaya diri bagi korban Konseling profesional pada individu

b. Keluarga Reedukasi orang tua dalam pola asuh anak Konseling profesional bagi keluarga Self-help-group (kelompokpeduli).

c. Komunitas Foster home, tempatperlindungan

Peran serta pemerintah follow up pada kasus penganiayaan dan kekerasan Kontrol pemegang senjat aapi dan tajam

Pendidikan Sekolah mempunyai hak istimewa dalam mengajarkan bagian badan yang sangat pribadi, yaitu penis, vagina, anus, mammae dalam pelajaran biologi. Perlu ditekankan bahwa bagian tersebut sifatnya sangat pribadi dan harus dijaga agar tidak diganggu orang lain. Sekolah juga perlu meningkatkan keamanan anak di sekolah. Sikap atau cara mendidik anak juga perlu diperhatikan agar tidak terjadi aniaya emosional.Guru juga dapat membantu mendeteksi tanda-tanda aniaya fisik dan pengabaian perawatan pada anak. Penegak hukum dan keamanan Hendaknya UU no.4 thn 1979, tentang kesejahteraan anak cepat ditegakkan secara konsekuen. Hal ini akan melindungi anak dari semua bentuk penganiayaan dan kekerasan. Bab II pasal 2 menyebutkan bahwa anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar. Media massa Pemberitaan penganiayaan dan kekerasan pada anak hendaknya diikutioleh artikel-artikel pencegahan dan penanggulangannya. Dampak pada anak baik jangka pendek maupun jangka panjang diberitakan agar program pencegahan lebih ditekankan.

BAB III KONSEP KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian A. Biodata : nama lengkap, umur, alamat, pekerjaan orang tua, berat badan. B. Dasar data pengkajian : Psikososial 1. Baju dan rambut kotor, bau 2. Gagal tumbuh dengan baik 3. Keterlambatan perkembangan tingkat kognitif, psikomotor, dan psikososial 4. With drawl (memisahkan diri) dari orang-orang dewasa C. Muskuloskeletal 1. Fraktur 2. 3. Dislokasi Keseleo (sprain)

D. Genito Urinaria 1. Infeksi saluran kemih 2. Perdarahan per vagina 3. Luka pada vagina atau penis 4. Nyeri waktu miksi 5. Laserasi pada organ genetalia eksternal, vagina, dan anus. E. Integumen 1. Lesi sirkulasi (biasanya pada kasus luka bakar oleh karena rokok) 2. Luka bakar pada kulit, memar dan abrasi 3. Adanya tanda-tanda gigitan manusia yang tidak dapat dijelaskan 4. Bengkak

3.2 Diagnose keperawatan A. Kerusakan pengasuhan berdasarkan usia muda terutama remaja. B. kurang pengetahuan mengenai pemenuhan kesehatan anak dan ketidak adekuatan pengaturan perawatan anak. C. Kapasitas adaptif: penurunan intracranial berdasarkan cedera otak D. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berdasarkan ketidak mampuan memasukkan, mencerna, dan mengabsorpsi makanan karena faktor psikologis. E. Nyeri b/d diskountinuitas jaringan sekunder terhadap cedera.Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan harga diri rendah, depresi & kecemasan, gangguan makan, kecacatan. F. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan perilaku agresif, perilaku anti sosial, penyalahgunaan obat, percobaan bunuh diri, masalah disekolah dan pekerjaan. 3.3 Perencanaan A. Dx I: Kerusakan pengasuhan berdasarkan usia muda terutama remaja, kurang pengetahuan mengenai pemenuhan kesehatan anak dan ketidak adekuatan pengaturan perawatan anak. Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan maka orangtua akan menujukan disiplin yang konstruktif, mengidentifikasi cara yang efektif untuk mengungkapkan marah atau frustasi yang tidak membahayakan anak, berpartisipasi aktif dalam konseling dan atau kelas orangtua. Intervensi: Dukung pengungkapan perasaan Bantu orangtua mengidentifikasi deficit atau perubahan menjadi orang tua Berikan kesempatan interaksi yang sering untuk orang tua atau anak Keterampilan model peran menjadi orang tua

B. Dx II: Kapasitas adaptif: penurunan intracranial berdasarkan cedera otak Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan maka klien akan menunjukkan peningkatan kapasitas adaptif intrakranial yang ditunjukkan dengan keseimbangan cairan, keseimbangan elektrolit dan asam-basa. Status neurologis, dan status neurologis: kesadaran. Intervensi: Pantau tekanan intrakranial dan tekanan perfusi serebral. Pantau status neurologis pada interval yang teratur Perhatikan kejadian yang merangsang terjadinya perubahan pada gelombang TIK Tentukan data dasar tanda vital dan irama jantung dan pantau perubahan selama dan sesudah aktivitas Ajarkan kejang) Ajarkan pada pemberi perawatan tentang situasi spesifik yang merangsang TIK pada klien (misalnya: nyeri dan ansietas); diskusikan intervensi yang sesuai. C. Dx III: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berdasarkan ketidak mampuan memasukkan, mencerna, dan mengabsorpsi makanan karena faktor psikologis. Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan maka klien akan menunjukkan status gizia; asupan makanan, cairan, dan gizi, ditandai dengan indicator berikut (rentang nilai 1-5: tidak adekuat, ringan, sedang, kuat, atau adekuat total). Makanan oral, pemberian makanan lewat selang, atau nutrisi parenteral total. Asupan cairan secara oral atau IV pada pemberi perawatan tentang tanda2 yang mengindikasikan peningkatan TIK (misalnya: peningkatan aktivitas

Intervensi: Identifikasi faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap hilangnya nafsu makan pasien Pantau nilai laboratorium, khususnya transferin, albumin dan elektrolit Pengelolaan nutrisi: ketahui makanan kesukaan klien, pantau kandungan nutrisi dan kalori pada cetakan asupan, timbang klien pada interval yang tepat Ajarkan metode untuk perencanaan makanan Ajarkan klien atau keluarga tentang makanan bergizi dan tidak mahal Pengelolaan nutrisi: berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya. D. Dx IV : Nyeri b/d diskountinuitas jaringan sekunder terhadap cedera Tujuan : Anak dapat mengurangi atau mengontrol nyeri Intervensi : Kaji skala, intensitas dan skala nyeri Rasional : mengetahui beratnya nyeri, sehingga dapat mencari alternatif mengatasi nyeri yang tepat. Kaji adanya luka bekas penganiayaan Rasional : untuk mengetahui luas dan dalamnya luka sehingga biasa dilakukan perawatan luka secara cepat. Monitor vital sign secara periodik. Rasional : untuk memantau perubahan suhu tubuh, karena peningkatan suhu tubuh yang disertai peningkatan frekuensi denyut nadi menunjukkan adanya infeksi pada daerah luka.

Atur posisi yang nyaman Rasional : mengurangi nyeri karena pengaturan posisi dapat merelaksasi bagian yang tertekan. Latih klien teknik relaksasi dan distraksi untuk mengurangi nyeri Rasional : dapat mengalihkan nyeri yang dirasakan. Kolaborasi pemberian analgetik Rasional : pemberian analgetik menghilangkan nyeri. E. Dx V : . Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan harga diri rendah, depresi & kecemasan, gangguan makan, kecacatan Tujuan : Anak menunjukkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan jangka panjang yang minimal. Intervensi : Beri perawatan pendukung Rasional : membantu proses perkembangan dan pertumbuhan anak. Ajarkan ortu tugas perkembangan yang sesuai kelompok usia Rasional : orang tua dapat berperan serta dalam menstimulasi atau merangsang anak untuk melakukan tugas perkembangan yang harus dicapai sesuai kelompok umur.

Kaji tingkat perkembangan anak dalam seluru area fungsi menggunakan alat-alat pengkajian yang spesifik Rasional : pengkajian dilakukan untuk mendapatkan data yang akurat untuk menentukan berat ringannya gangguan pertumbuhan serat perkembangan yang dialami oleh anak. Berikan kesempatan bagi seorang anak yang sakit untuk memenuhi tugastugas perkembangan sesuai kelompok usia Rasional : dapat membantu anak melakukan tugas perkembangannya sesuai kelompok usia. 1. Dx VI Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan perilaku agresif, perilaku anti sosial, penyalahgunaan obat, percobaan bunuh diri, masalah disekolah dan pekerjaan. Tujuan : orang tua akan mengembangkan keterampilan yang efektif dalam menghindari terjadinya penganiayaan pada anak. Intervensi : Lakukan fungsi sebagai model peran untuk menunjukkan keterampilan menjadi oran tua yang positif Rasional : model peran membantu orang tua belajar model yang baru dalam menghindari terjadinya penganiayaan terhadap anak. Buat rujukan (spesialisasi kehidupan anak, lembag perlindungan anak, pekerja sosial, perawat kunjungan rumah) Rasional : rujukan memungkinkan anak dapat pelayanan dari ahli yang lebih profesional.

Ajarkan pada keluarga tentang pentingnya tanggung jawab individu atas perilakunya masing-masing Rasional : dapat menghindarkan diri dari kejadian penganiayaan pada anak yang dilakukan oleh orang tua. Ajarkan keluarga menghindari situasi yang dapat menimbulakn stress Rasional : menambah pengetahuan orang tua mengenali stress yang terjadi sehingga dapat menghindari terjadinya child abuse. Ajarkan keluarga untuk mengembangkan strategi pemecahan masalah atau strategi koping Rasional : dapat membantu keluarga menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh keluarga. Ajarkan keluarga keterampilan menjadi orang tua yang efektif Rasional : dengan keterampilan menjadu orang tua yang efektif dapat meningkatkan perlindungan bagi anak sehingga tidak terjadi penganiayaan anak.

BAB IV PENUTUP
4.1 KESIMPULAN Abuse tidak akan terjadi apabila ada peran serta masyarakat untuk melaporkan adanya kekerasan fisik pada anak. child abuse terjadi ketika orang tua atau pengasuh dan pelindung anak melakukan pemukulan atau kekerasan secar fisik pada anak. Hal ini akan diingat anak jika kekerasan fisik terjadi. Dan banyaknya faktor penyebab anak child abuse karena adanya pengaruh faktor kendali diri orang tua yang buruk. Pada kenyataannya masyarakat enggan mencampuri urusan rumah tangga orang lain. Beberapa bentuk prioritas penatalaksanaan keperawatan yang dilakukan adalah untuk mencegah adanya akibat fatal dari physical abuse yaitu kecacatan dan kematian. Sehingga sesegera mungkin memberikan konseling supaya tidak terjadi kasus child abuse. 4.2 SARAN Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat penulis sarankan pada petugas kesehatan maupun keluarga agar : Perawat Melakukan konseling kepada orang tua dalam mengatasi kekerasan secara fisik pada anak dengan physical abuse. Keluarga Mengembangkan keterampilan yang efektif dalam menghindari terjadinya penganiayaan pada anak dan memberikan keterampilan yang efektif dapat meningkatkan perlindungan anak

DAFTAR PUSTAKA
Soetjiningsih. Penyakit anak anak yang dapat menyebabkan cacat kumpulan makalah seminar anak cacat dan permasalahannya di Bali. FK UNUD, 25 September 1982. Verma k. A place in the sun for disabled : A perspective on IYDB (Internasional year for disabled person ). India J. Pediat 48: 697.1981 Report on a who working group : Early Detetion of Handicap in children Copenhagen. 1980 Murniari D. Upaya rehabilitasi komunitas dan institusi pada kelainan tumbuh kembang. Unit Rehabilitasi Medis RSUP Denpasar,1994

Anda mungkin juga menyukai