Anda di halaman 1dari 8

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA DERMATOSIS PADA DAERAH GENITAL

ABSTRAK Kelainan kulit pada daerah genital merupakan hal yang umum dan menimbulkan ketidaknyamanan baik secara psikis dan fisik. Kelainan kulit pada genital dapat mengakibatkan terganggunya fungsi seksual, kepercayaan diri, dan hubungan antar interpersonal. salah satu kelainan kulit pada daerah genital yang sering adalah dermatotis. Dermatosis adalah suatu penyakit yang menyerang organ kulit dimana melibatkan lesi atau erupsi pada kulit. Pada data yang didapat kurang lebih 13 juta didiagnosis dengan dermatotis per tahun. Kami akan membahas dermatosis yang sering terjadi pada daerah genital yaitu neurodermatitis, fixed drug eruption, dermatitis seboroik, dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak alergi, dan psoriasis.

ABSTRACK Skin disorders in genital area are common and cause discomfort, both physical and physiological. It impairs sexual function, self-esteem, and interpersonal relationship. Dermatosis is one of the common skin disorders in genital area. Dermatosis is skin disorder involving lesions or eruptions of the skin. More than 13 millions people in a year was diagnosed with dermatosis. Common dermatosis in genital area such as neurodermatitis, fixed drug eruption, seborrheic dermatitis, irritant contact dermatitis, allergy contact dermatitis, and psoriasis were discussed.

NEURODERMATITIS Neurodermatitis atau liken Simplek adalah peradangan kulit kronis, gatal, sirkumskrip, dan khas ditandai dengan likenifikasi. Likenifikasi timbul secara sekunder dan secara klinis tampak berupa penebalan kulit, dengan peningkatan garis permukaan kulit pada daerah yang terkena sehingga tampak seperti kulit batang kayu. Secara kronis dan secara epidemiologi lebih banyak menyerang kelompok dewasa yang berusia antara 30-50 tahun. Penyebab pastinya belum diketahui, diduga pruritus memainkan peranan karena berasal dari pelepasan mediator atau aktivasi enzim proteolitik.
1,2,3

Diagnosis dapat ditegakkan bedasarkan keluhan dan gejala yang

muncul dalam waktu hitungan minggu sampai bertahun-tahun. Keluhan utama yang dirasakan pasien dapat berupa gatal dan seringkali berifat paroksismal. Lesi kulit yang mengalami likenifikasi umumnya akan dirasakan sangat nyaman bila digaruk sehingga terkadang pasien secara reflek menggaruk dan menjadi kebiasaan yang tidak disadari 4,5 Neurodermatitis biasanya sering terjadi pada tengkuk, oksiput, sisi leher, tungkai bawah, pergelangan kaki, punggung kaki, scalp, paha bagian medial, lengan bagian ekstensor, skrotum, vulva, diatas alis atau kelopak mata dan periaurikular
6

Pada stadium awal terdapat lesi tunggal berupa plak eritematosa, sedikit edematosa, lambat laun oleh karena garukan berulang edema dan eritema menghilang, bagian tengah berskuama dan menebal, likenifikasi dan ekskoriasi; sekitarnya hiperpigmentasi, batas dengan kulit normal tidak jelas. Kulit yang mengalami

likenifikasi teraba menebal, dengan garis-garis kulit yang tegas dan meninggi. Ukuran lesi lentikular sampai plakat, bentuk umum lonjong atau tidak beraturan. Warna lesi biasanya merah tua, kemudian menjadi coklat atau hiperpigmentasi hitam. hipergranulosis, akantosis dengan rete ridges memanjang teratur. 2
1,4,7

Pada

pemeriksaan dermatopatologi dijumpai gambaran histologis berupa ortokeratosis,

Gambar 1. Lichen Simpleks atau Neurodermatitis Sirkumskripta di aera skortum pada seorang laki-laki kulit hitam 2

Gambar 2. Lichen Simpleks atau Neurodermatitis di daerah perinealis 2

Terapi neurodermatitis bertujuan untuk memutus itch-scartch cycle, karena pada dasarnya tindakan menggaruk lesi yang terasa gatal justru akan memperberat lesi dan gatal yang dirasakan. Kortikosteroid topikal yang dipilih merupakan kortikosteroid dengan potensi tinggi seperti klobetasol propionat atau bethamethason dipropionat. Pemberian topikal, salep doxepin 5%, krim kapsaisin, atau salep takrolimus dapat bersifat efektif dan signifikan pada beberapa pasien dan dapat dipertimbangkan sebagai terapi tambahan. Pemberian antihistamin oral secara luas digunakan untuk mengurangi keluhan pruritus namun peran dan keuntungannya dalam mengatasi pruritus lokal sangat rendah. 2,3,8,9 FIXED DRUG ERUPTION Fixed drug eruption adalah erupsi alergi obat yang bila berulang akan timbul pada tempat yang sama. Lesi berupa makula oval atau bulat bewarna merah atau keunguan, berbatas tegas, dapat ditemukan bula diatasnya, ukuran bervariasi dari lentikular hingga plakat. Lesi dapat dijumpai pada kulit dan mukosa, terutama pada bibir dan genital.1 Fixed drug eruption dapat timbul dalam waktu 30 menit sampai 8 jam setelah ingesti obat secara oral. Lesi awal biasanya soliter, tapi jika penderita meminum obat yang sama maka lesi yang lama akan timbul kembali disertai dengan lesi yang baru. Timbulnya kembali lesi ditempat yang sama menjelaskan arti kata fixed pada nama penyakit tersebut. sebagai penyakit menular seksual.
1,3,5,4

Seringkali lesi fixed drug eruption disangka

3,6

Gejala lokalis yang menyertai berupa gatal dan rasa terbakar, jarang dijumpai gejala sistemik. Tidak dijumpai pembesaran kelenjar getah bening regional. Lesi yang sudah sembuh dapat meninggalkan bercak hiperpigmentasi postinflamatoar yang menetap lama.3,4,7 Untuk memastikan obat yang dicurigai maka uji tempel dianjurkan untuk dilakukan sekurang-kurangnya 6 minggu setelah erupsi mereda. Fixed drug eruption Alanko (1994) menggunakan cara uji tempel yang agak berbeda. Obat dengan konsentrasi 10% dalam vaselin atau etanol 70% diaplikasikan secara terbuka pada bekas lesi dan punggung penderita. Observasi dilakukan dalam 24 jam pertama, dan dianggap positif bila terdapat eritema yang jelas yang bertahan selama minimal 6 jam. Kalau cara ini tidak memungkinkan untuk dilaksanakan dianjurkan uji temple tertutup biasa dengan pembacaan pertama setelah penempelan 24 jam.8 Uji provokasi oral merupakan pemeriksaan baku emas untuk memastikan penyebab. Uji ini dikatakan aman dan dapat dipercaya untuk pasien anak. Uji ini bertujuan untuk

mencetuskan tanda dan gejala klinis yang lebih ringan dengan pemberian obat dosis kecil biasanya dosis 1/10 dari obat penyebab sudah cukup untuk memprovokasi reaksi. Provokasi biasanya muncul dalam beberapa jam.
3,7,9

Gambaran histopatologi

fixed drug eruption melibatkan dermis dan epidermis. Pada tahap awal pemeriksaan terdapat gambaran bula subepidermal dengan degenerasi hidrofik sel basal epidermis. Dapat juga dijumpai diskeratosis keratinosit dengan sitoplasma eosinofilik dan inti yang piknotik di epidermis. Pada tahap lanjut dapat dilihat melanin dan makrofak pada dermis bagian atas dan terdapat peningkatan jumlah melanin pada lapisan basal epidermis. 5,9 Daftar Obat-obat penyebab Fixed Drug Eruption 2
Obat Antibakteri sulfonamide (co-trimoxazole) tetrasiklin penisilin ampisilin amoksisilin eritromisin trimethoprim nistatin griseofulvin dapson arsen garam merkuri p amino salicylic acid thiacetazone quinine metronidazole cliquinol Barbiturat dan Transquilizer lainnya Derivat barbiturate Opiate Chloral hidrat Benzodiazepine Chlordiazepoxide Anticonvulsant Dextromethorphan Obat anti Inflasmasi Non Steroid Aspirin Oxyphenbutazone Phenazone Metimazole Paracetamol Ibuprofen

Golongan lainnya Phenolpthalein Codein Hydralazine Oleoresin Sympatomimetik Parasimpatolitik Hyoscine butylbromide Simpatolitikmagnesium hydroxide Magnesium trisilicate Anthralin Chlorthiazone Chlorphenesin carbamate Berbagai penambah ras/flavor makanan

Gambar 1. Fixed Drug Eruption pada glans penis 11

Gambar 2. Fixed Drug Eruption. Lesi tunggal berbentuk oval, dan plak, timbul setelah mengkonsumsi trimethoprim.11

Tatalakana utama pada pasien adalah pemberhentian penggunaan obat yang diduga sebagai penyebab.1 Pemberian kortikosteroid sistemik biasanya tidak diperlukan. Untuk keluhan rasa gatal pada malam hari yang kadang mengganggu istirahat pasien dan orang tuanya dapat diberikan antihistamin generasi lama yang mempunyai efek sedasi. 6,9 Sedangkan untuk pengobatan topikal pada lesi basah dapat di kompres secara terbuka menggunakan NaCl 0.9 atau dengan larutan Asam Salisilat 1:1000. Kompres 2-3 kali sehari, dan biarkan basah selama 15-30 menit. Pengompresan cukup dilakukan 2-3 hari pertama saja. 1,6 Untuk lesi kering sebaiknya digunakan krim kortikosteroid hidrokortison 1% atau 2.5%. Lesi hiperpigmentasi tidak perlu diobati karena akan menghilang dalam jangka waktu yang lama.1,6 Aplikasikan 2 kali sehari selama 7-14 hari, dan gunakan kortikosteroid potensi rendah pada daerah lipatan (aksila,popok) atau muka. Kortikosteroid potensi sedang dapat diberikan pada lesi di badan atau ekstrimitas. Gunakan salap untuk lesi kering dan tebal, serta krim untuk radang ringan atau lesi pada lipatan. 10 DERMATITIS SEBOROIK Dermatitis seboroik merupakan istilah yang dipakai untuk segolongan penyakit kulit yang didasari oleh faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempattempat seboroik. Penyakit ini sering kali dihubungkan dengan peningkatan produksi sebum di tempat yang kaya akan folikel sebasea. Penyakit ini mengenai semua golongan umur tetapi lebih dominan pada orang dewasa, dan penyakit ini cenderung berulang, namun dapat dikendalikan. 1 Gambaran klinis dermatitis seboroik pada bayi (usia 2 minggu 10 minggu). Penyakit ini terjadi pada bayi didominasi pada bulan-bulan pertama kehidupan

sebagai penyakit inflamasi yang terutama mempengaruhi rambut dan kulit kepala dengan lipatan intertriginosa berminyak yang disertai sisik dan kerak. Daerah lainnya seperti wajah, dada, dan leher juga dapat terpengaruh. Pada kepala (kulit kepala daerah frontal dan parietal) khas disebut cradle crap, dengan krusta tebal, pecahpecah dan berminyak tanpa ada dasar kemerahan dan kurang / tidak gatal. Perjalanan penyakit ini pada bayi biasanya berlanjut mingguan sampai bulanan. Kekambuhan jarang terjadi dan prognosis penyakit ini pada bayi adalah baik. 2

Gambar 1.Dermatitis seborhoik pada infant. 4 Gambar 2. Dermatitis Seborhoik pada kulit kepala infant (cradle cap). Inflamasi difus dengan infeksi sekunder. Skuama pada bayi sudah hilang dengan sampo.5

Gambaran klinis Demartitis seboroik pada dewasa (usia pubertas, rata-rata 1840 tahun , dan usia tua) umumnya gatal dan terdapat makula atau plakat, folikular, perifolikular, atau papule, kemerahan atau kekuningan, dengan derajat ringan sampai berat, inflamasi, skuama dan krusta tipis sampai tebal yang kering, basah atau berminyak di tempat seboroik. Dermatitis Seboroik pada orang dewasa bersifat kronis dan mudah kambuh, sering berkaitan dengan kelelahan, stress, atau paparan sinar matahari.2 Gambaran histopatologi pada bagian epidermis dijumpai parakeratosis dan akantosis. Pada korium, dijumpai pembuluh darah melebar dan sebukan perivaskular. Secara umum, terapi bertujuan untuk menghilangkan sisik dengan keratolitik dan sampo, menghambat pertumbuhan jamur dengan pengobatan anti jamur, mengendalikan infeksi sekunder, dan mengurangi eritema dan gatal dengan steroid topical.
2,3

Pada kulit kepala bayi diberikan 3-5% asam salisilat dalam minyak zaitun

atau air, diaplikasikan emollientngan glukokortikosteroid dalam cream atau lotion selama beberapa hari, sampo bayi, perawatan kulit yang teratur dengan emollient, cream, dan pasta. Sedangkan pada area intertriginosa diberi lotion pengering, seperti

0,2-0,5 % klioquinol dalam zinc lotio atau minyak zinc.2 Pada kulit kepala dewasa dianjurkan menggunakan sampo yang mengandung selenium sulfida, imidazoles, zinc pyrithion, benzoyl peroxide, asam salisilat, tar atau deterjen. Tingtura, larutan alkohol, tonik rambut, dan produk sejenis biasanya memicu terjadinya inflamasi sehingga harus dihindari.
2

Glucocorticosteroid dosis rendah (hidrokortison) cepat

membantu pengobatan penyakit ini, penggunaan yang tidak terkontrol akan menyebabkan dermatitis steroid, steroid rebound phenomenon, steroid rosacea dan dermatitis perioral.2 Pengobatan antifungal topikal seperti ketoconazole 2% dapat memberikan perbaikan.

Kepustakaan LIKEN
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Sulrsito SA, Djuanda Suria. Neurodermatitis Sirkumskripta. Dalam Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu penyakit kulit dan Kelamin. Edisi keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:2011:147-148 Susan Burgin, MD. Numular Eczema dan Lichen Simplex chronic/Prurigo Nodularis. Dalam: Fitzpatrick TB, Eizen AZ, Woff K, Freedberg IM, Auten KF, Penyuntung: Dermatology in General Medicine, 7th Ed, New York:Mc Graw Hill. 2008:150-162 Odom RB, James WD, Berger TG. Atopic Dermatitis, eczema and noninfectious immunodeficiency disorders. Dalam: Andress Diseases of The Skin: Clinical Dermatology. 9th ed. Philadelphia: WB Saunders: 2000:69-94 C.A. Holden & J. Berth-Jones. Lichen Simplex Chronic. Dalam: Rooks Text Book of Dermatology. Blackwell Publishing. 2004:17.41-17.43. Rajalakshmi R, Thappa DM, Jaisankar TJ, et al. Lichen simplex chronicus of anogenital region: A clinico-etiological study. Indian J Dermatol Venereol Leprol 2011 Jan-Feb; 77(1):28-36. Hogan D J, Mason S H. Lichen Simplex Chronicus. Diakses dari www.emedicine.com 24 Februari 2011 pukul 16.47 WIB. Gulsum Gencoglan et al. Therapeutic Hotline: Treatment of prurigo nodularis and lichen simplex chronicus with gabapentin. Dermatologic Therapy Volume 23, Issue 2, March/April 2010:194198. Stewart KM. Clinical care of vulvar pruritus, with emphasis on one common cause, lichen simplex chronicus. Dermatol Clin 2010 Oct; 28(4):669-80. Richards RN. Update on intralesional steroid: focus on dermatoses. J Cutan Med Surg 2010 Jan-Feb; 14(1):19-23.

Kepustakaan FDE
1. 2. 3. 4. 5. 6. Soebaryo RW, Effendi EHF, Suyoto EK. Eksantema Fikstum. Dalam: Sularsito SA dkk eds. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Erupsi Obat Alergik. Balai Penerbit FKUI, Jakarat, 1995:63-5 Breathnach SM. Drug reaction. In: Champion RH, Burton JL, Ebling FJG, eds. Textbook of Dermatology. 6th ed. London Balckwell Scientific Publications. 1998:3349-87. Shear NH, Landau M, Shapiro Le. Hypersensitivity reactions to drug. In: Harper J, Oranje A, Prose N, eds. London Blackwell Scientific Publication. 2000:1743- 63. Scahner LA, Hansen RC. Vascular Reactions. In: Pediatric Dermatology. 2nd ed.Vol II. New York. Churchill Livingstone. 1995: 929 Hurwitz S. Eczematous Eruptions in Childhood. In: Clinical Pediatric Dermatology. 2nd ed. Philadelphia. WB Saunders Company. 1993:67-8. Hamzah M. Erupsi Obat Alergik. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Boediardja SA,eds. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Balai Penerbit FKUI. Edisi keenam Jakarta.2011:154-157

Noegrohowati T. Alergi obat pada bayi dan anak. Dalam: Boediardja SA, Widaty S, Rihatmaja R, eds. Alergi kulit pada bayi dan anak. Masalah dan Penanganan. Balai Penerbit FKUI, Jakarta. 2002:19-28. 8. Effendi EH. Uji kulit pada Erupsi Alergi Obat. Dalam: Sudigdoadi, Sutedja E, Agusni YH, Sugiri U,eds. Buku Makalah Lengkap Kursus Imuno-dermatologi I. Kelompok Studi Dermatologi Bag/SMF Kulit dan Kelamin RSUP dr. Hasan Sadikin, Bandung. 2000:35-8. 9. Gruschalla RS, Beltrani VS. Drug induced cutaneus reactions. In: Leung DYM, Greaves MW. Allergic skin diseases. Marcel Dekker, Inc: New York-Basel. 2000:307-35. 10. Sugito TL,. Kortikosteroid Topikal Generasi Baru dalam Dermatologi Anak. Dalam: Boediardja SA, Prihianti S,eds. Pengobatan Mutakhir Dermatologi pada Anak dan Remaja. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2001:25-38. 11. Habif P. T. A Fixed Drug Eruption. A color Guide to Diagnosis and Theraphy Clin Dermatology.4th ed. Philadelphia. Mosby.2004: chapther 14. 7. Kepustakaan DS 1. Djuanda A Dermatosis Eritroskuamosa. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Boediardja SA,eds. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Balai Penerbit FKUI. Edisi keenam Jakarta.2011:200-203 2. Champion RH, Burton JL, Ebling FJG. Seborrhoic dermatitis. Textbook of dermatology.Volume 1. Fifth edition. Oxford : Blackwell Scientific Publications ; 1992 : 54551 3. Plewig G. Seborrheic dermatitis. In Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K, Freedberg IM, Austen KF. Dermatology in general medicine. Volume 1. Fourth edition. United States of America : Mc Grow Hill ; 1993 : 1569-73 4. Plewig G, Jansen T. Seborrhoeic Dermatitis. Dalam: Fitzpatrick TB, Eizen AZ, Woff K, Freedberg IM, Auten KF.vol 7.Mc Graw Hill. 2008:219-225 5. Habif P. T. A Psoriasis and other Papulosquamous diseases. Dermatitis Seborrheic. A color Guide to Diagnosis and Theraphy Clin Dermatology.4 th ed. Philadelphia. Mosby.2004: chapther 8

Anda mungkin juga menyukai